FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
Oleh :
K1A1 12 038
Pembimbing :
A. LATAR BELAKANG
Bantuan hidup dasar atau basic life support (BLS) adalah pendekatan
dan juga inisiasi CPR atau RJP yaitu resusitasi jantung paru. RJP yang efektif
BLS boleh dilakukan oleh orang awam dan juga orang yang terlatih
dalam bidang kesehatan. RJP boleh dilakukan dan dipelajari dokter, perawat,
para medis dan juga orang awam. Keadaan di mana terdapat kegagalan
hubungan erat dengan tindakan resusitasi jantung paru, karena penderita yang
diberikan RJP, mempunyai kesempatan yang amat besar untuk dapat hidup
kembali. Pasien yang ditemukan dalam keadaan tidak sadar diri atau
terlebih dahulu.
RJP yang digunakan dirujuk kepada pedoman dari American Heart
Peter Safar pertama kali pada tahun 1957. Terdapat beberapa pembaharuan
pada pedoman pada tahun 2015 dan yang dahulu yaitu pada tahun 2010.
selama CPR. Sedikit berbeda dengan guideline 2010 yang hanya menekankan
untuk melakukan kompresi dada paling sedikit 100x/menit dan paling sedikit
kedalaman 2 inchi, guideline yang baru saja dirilis ini memberikan batasan
yang lebih detail yaitu kecepatan kompresi dada antara 100 hingga 120 kali
pasien dengan henti jantung (cardiac arrest) dapat berubah tergantung lokasi
kejadian: apakah cardiac arrest terjadi di dalam lingkungan rumah sakit (HCA)
diperhatikan:
Jika melihat seorang yang tiba-tiba jatuh atau tidak responsive maka
respon korban. Tepukan pada pundak dan teriakkan nama korban sembari
Akan lebih baik bila penolong juga memeriksa pernapasan dan denyut
nadi korban seiring pemeriksaan respon pasien agar tidak menunda waktu
dilakukannya RJP.
a) Kompresi dada diberikan dengan kecepatan minimal 100 kali per menit
dan maksimal 120 kali per menit. Pada kecepatan lebih dari 120 kali /
dada penuh dinding dada setelah setiap kompresi; dan untuk melakukan
hal tersebut penolong tidak boleh bertumpu di atas dada pasien setelah
setiap kompresi.
bebaskan jalan nafas melalui head tilt – chin lift. Namun jika korban
dicurigai cedera tulang belakang maka bebaskan jalan nafas melalui jaw
thrust.
adekuat.
1 napas buatan setiap 6 detik (10 napas buatan per menit) untuk pasien
berkelanjutan.
i) Jika ada 2 orang maka sebaiknya pemberi kompresi dada bergantian setiap
2 menit.
bangun, atau petugas ahli datang. Bila harus terjadi interupsi, petugas
apakah ritme tersebut dapat diterapi shock atau tidak, jika iya lakukan
terapi shock sebanyak 1 kali dan lanjutkan RJP selama 2 menit dan periksa
ritme kembali. Namun jika ritme tidak dapat diterapi shock lanjutkan RJP
selama 2 menit dan periksa kembali ritme. Lakukan terus langkah tersebut
Pada pasien pediatri, algoritma RJP bergantung apakah ada satu orang
penolong atau dua (atau lebih) orang penolong (gambar 3 dan 4). Bila ada
satu orang penolong, rasio kompresi dada dan ventilasi seperti pasien
dewasa yaitu 30 : 2; tetapi bila ada dua orang penolong maka rasio
diterapkan. Pertamanya adalah kompresi dada dan yang kedua adalah bantuan
dimulai dari lokasi prosessus xyphoideus dan tarik garis ke lokasi 2 jari
tersebut. Untuk kompresi dada yang yang efektif, teknik push hard, push
fast harus diterapkan. Kompresi sebanyak 100 kali hingga 120 kali per
menit dengan kedalaman kompresi minimal 5cm dan tidak lebih dari 6
cm. Selain itu, waktu untuk paru-paru rekoil setelah kompresi juga harus
2. Airway
pada alas keras. Periksa jalan nafas korban dengan membuka mulut,
masukkan 2 jari dan lihat jika ada benda asing atau darah. Pada korban
manuver dilakukan yaitu dengan head tilt, dan jaw trust untuk membuka
jalan napas
B. RESCUER SPECIFIC CPR STRATEGIES
1. Untrained lay rescuer
Untuk orang awam yang tidak terlatih, hands only CPR adalah sangat
digalakkan dimana hanya kompresi dada yang dilakukan.
2. Trained lay recuer
Harus memberikan kompresi dada untuk korban SCA dan penolong boleh
memberi ventilasi, maka perbandingan 30:2.
3. Healthcare Provider
Resusitasi yang diberikan selalu tergantung kasus yang dihadapai.
Contohnya, jika terlihat korban jatuh secara tiba-tiba, asumsi yang
pertama karena SCA. Jika ada korban yang lemas atau korban yang
mempunyai obstruksi jalan pernapasan dan mengalami kurang kesadaran,
CPR diberikan. CPR dimulai dengan kompresi dada sebanyak 30 kali dan
diteruskan dengan ventilasi. Jika menemukan korban yang tidak responsif
atau tidak bernafas, maka diasumsikan sebagai SCA.
serta terapi gangguan irama utama selama henti jantung. Bantuan hidup
dimulai bila diagnosis henti jantung atau henti nafas dibuat dan harus
RJP dan belum timbul denyut jantung spontan, maka resusitasi diteruskan
a. Natrium bikarbonat
Penting untuk melawan metabolik asidosis, diberikan iv dengan dosis
b. Adrenalin
Adrenalin : 0,5 – 1,0 mg dosis untuk orang dewasa, 10 mcg/ kg
pada anak- anak. Cara pemberian melalui iv, intratrakeal lewat pipa
c. Lidokain
Meninggikan ambang fibrilasi dan mempunyai efek antiaritmia
prematur yang mutlti fokal dan episode takhikardi ventrikel. Dosis 50-
larutan (1 mg/ml).
d. Sulfat Artopin
Mengurangi tonus vagus memudahkan konduksi atrioventrikuler
dan diulang dalam interval 5 menit sampai tercapai denyut nadi >
e. Isoproterenol
Merupakan obat pilihan untuk pengobatan segera (bradikardi hebat
g. Kortikosteroid
Sekarang lebih disukai kortikosteroid sintetis (5 mg/kgBB methyl
jantung. Bila ada kecurigaan edema otak setelah henti jantung, 60-100
2. EKG
Elektrokardigrafis untuk mengetahui adanya fibrilasi ventrikel dan
monitoring.
Ventricel Fibrilation Treatment
BAB III
KESIMPULAN
dilakukan terlebih dahulu dalam kasus yang terdapat henti pernafasan atau
henti jantung karena setiap detik yang tidak dilakukan kompresi merugikan
sirkulasi darah dan mengurangkan survival rate korban. Sistem RJP yang
dilakukan sekarang adalah adaptasi dan pembahauan dari pedoman yang telah
Heart Association.
120/menit dengan kedalaman 2 inci (5 cm) dan tidak lebih besar dari 2,4 inci
(6cm).
DAFTAR PUSTAKA