Anda di halaman 1dari 23

BAGIAN ANASTESIOLOGI REFERAT

DAN TERAPI INTENSIF NOVEMBER 2017

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO

BANTUAN HIDUP DASAR AHA 2015

Oleh :

Syahid Khairullah Hadini, S.Ked

K1A1 12 038

Pembimbing :

dr. Agus Purwo Hidayat, Sp.An

BAGIAN ANASTESIOLOGI DANTERAPI INTENSIF


RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI BAHTERAMAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017
BAB I
PENDAHULUAN

Syahid khairullah hadini, agus purwo hidayat

A. LATAR BELAKANG
Bantuan hidup dasar atau basic life support (BLS) adalah pendekatan

sistematik untuk penilaian pertama pasien, mengaktifkan respon gawat darurat

dan juga inisiasi CPR atau RJP yaitu resusitasi jantung paru. RJP yang efektif

adalah dengan menggunakan kompresi dan dilanjutkan dengan ventilasi.

BLS boleh dilakukan oleh orang awam dan juga orang yang terlatih

dalam bidang kesehatan. RJP boleh dilakukan dan dipelajari dokter, perawat,

para medis dan juga orang awam. Keadaan di mana terdapat kegagalan

pernafasan yang boleh menyebabkan systemic cardiopulmonary arrest (SCA)

adalah seperti kecelakaan, sepsis, kegagalan respiratori, sudden infant death

syndrome dan banyak lagi.

Menurut American Heart Association, rantai kehidupan mempunyai

hubungan erat dengan tindakan resusitasi jantung paru, karena penderita yang

diberikan RJP, mempunyai kesempatan yang amat besar untuk dapat hidup

kembali. Pasien yang ditemukan dalam keadaan tidak sadar diri atau

mengalami penurunan pernafasan selalu diasumsi mempunyai gangguan SCA

terlebih dahulu.
RJP yang digunakan dirujuk kepada pedoman dari American Heart

Association yaitu 2015 American Heart Association Guidelines for

Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Ini

merupakan adaptasi daripada buku ABC of resuscitation yang ditulis oleh

Peter Safar pertama kali pada tahun 1957. Terdapat beberapa pembaharuan

pada pedoman pada tahun 2015 dan yang dahulu yaitu pada tahun 2010.

Update terbaru dari AHA mengenai guideline / algoritma CPR, lebih

memberikan penekanan pada detail kecepatan dan kedalaman kompresi dada

selama CPR. Sedikit berbeda dengan guideline 2010 yang hanya menekankan

untuk melakukan kompresi dada paling sedikit 100x/menit dan paling sedikit

kedalaman 2 inchi, guideline yang baru saja dirilis ini memberikan batasan

yang lebih detail yaitu kecepatan kompresi dada antara 100 hingga 120 kali

permenit dan kedalaman kompresi dada antara 2 hingga 2,4 inchi.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Prinsip utama dalam resusitasi adalah memperkuat rantai kelangsungan

hidup (chain of survival). Keberhasilan resusitasi membutuhkan integrasi

koordinasi rantai kelangsungan hidup. Urutan rantai kelangsungan hidup pada

pasien dengan henti jantung (cardiac arrest) dapat berubah tergantung lokasi

kejadian: apakah cardiac arrest terjadi di dalam lingkungan rumah sakit (HCA)

atau di luar lingkungan rumah sakit (OHCA).

Gambar 1 “chain of survival” pada kondisi HCA maupun OHCA

Gambar 1. Rantai Kelangsungan Hidup HCA dam OHCA


Dalam melakukan resusitasi jantung-paru, AHA (American Heart

Association) merumuskan panduan BLS-CPR yang saat ini digunakan secara

global. Gambar 2 menunjukkan skema algoritma dalam tindakan resusitasi

jantung-paru pada pasien dewasa.

Gambar 2. Algoritma Resusitasi Jantung Paru Pada Pasien Dewasa


Dalam melakukan resusitasi jantung paru, ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan:

1. Pengenalan dan pengaktifan cepat sistem tanggapan darurat

Jika melihat seorang yang tiba-tiba jatuh atau tidak responsive maka

petugas kesehatan harus mengamankan tempat kejadian dan memeriksa

respon korban. Tepukan pada pundak dan teriakkan nama korban sembari

melihat apakah korban tidak bernafas atau terengah-engah. Lihat apakah

korban merespon dengan jawaban, erangan atau gerakan. Penolong harus

memanggil bantuan terdekat setelah korban tidak menunjukkan reaksi.

Akan lebih baik bila penolong juga memeriksa pernapasan dan denyut

nadi korban seiring pemeriksaan respon pasien agar tidak menunda waktu

dilakukannya RJP.

2. Resusitasi Jantung Paru dini

Lakukan kompresi dada sebanyak 30 kompresi (sekitar 18 detik).

Kriteria penting untuk mendapatkan kompresi yang berkualitas adalah:

a) Kompresi dada diberikan dengan kecepatan minimal 100 kali per menit

dan maksimal 120 kali per menit. Pada kecepatan lebih dari 120 kali /

menit, kedalaman kompresi akan berkurang seiring semakin cepatnya

interval kompresi dada.


b) Kompresi dada dilakukan dengan kedalaman minimal 2 inci (5 cm) dan

kedalaman maksimal 2,4 inci (6 cm). Pembatasan kedalaman kompresi

maksimal diperuntukkan mengurangi potensi cedera akibat kedalaman

kompresi yang berlebihan. Pada pasien bayi minimal sepertiga dari

diameter anterior-posterior dada atau sekitar 1 ½ inchi (4 cm) dan untuk


anak sekitar 2 inchi (5 cm). Pada pasien anak dalam masa pubertas

(remaja), kedalam kompresi dilakukan seperti pada pasien dewasa.


c) Lokasi kompresi berada pada tengah dada korban (setengah bawah

sternum). Petugas berlutut jika korban terbaring di bawah, atau berdiri

disamping korban jika korban berada di tempat tidur. Tabel 1

mencantumkan beberapa hal yang perlu diperhatikan selama melakukan

kompresi dada dan pemberian ventilasi:

Tabel 1. Anjuran dan Larangan BLS untuk CPR Berkualitas Tinggi


pada Pasien Dewasa
d) Menunggu recoil dada yang sempurna dalam sela kompresi. Selama

melakukan siklus kompresi dada, penolong harus membolehkan rekoil

dada penuh dinding dada setelah setiap kompresi; dan untuk melakukan

hal tersebut penolong tidak boleh bertumpu di atas dada pasien setelah

setiap kompresi.

e) Meminimalisir interupsi dalam sela kompresi. Penolong harus berupaya

meminimalkan frekuensi dan durasi gangguan dalam kompresi untuk

mengoptimalkan jumlah kompresi yang dilakukan per menit.

f) Korban dengan tidak ada/tidak dicurgai cedera tulang belakang maka

bebaskan jalan nafas melalui head tilt – chin lift. Namun jika korban
dicurigai cedera tulang belakang maka bebaskan jalan nafas melalui jaw

thrust.

g) Menghindari ventilasi berlebihan. Berikan ventilasi sebanyak 2 kali.

Pemberian ventilasi dengan jarak 1 detik diantara ventilasi. Perhatikan

kenaikan dada korban untuk memastikan volume tidal yang masuk

adekuat.

h) Setelah terpasang saluran napas lanjutan (misalnya pipa endotrakeal,

Combitube, atau saluran udar masker laring), penolong perlu memberikan

1 napas buatan setiap 6 detik (10 napas buatan per menit) untuk pasien

dewasa, anak-anak, dan bayi sambil tetap melakukan kompresi dada

berkelanjutan.

i) Jika ada 2 orang maka sebaiknya pemberi kompresi dada bergantian setiap

2 menit.

Jika pasien mempunyai denyut nadi namun membutuhkan pernapasan

bantuan, ventilasi dilakukan dengan kecepatan 5-6 detik/nafas atau sekitar

10-12 nafas/menit dan memeriksa denyut nadi kembali setiap 2 menit.

Untuk satu siklus perbandingan kompresi dan ventilasi adalah 30 : 2.

RJP terus dilakukan hingga alat defibrilasi otomatis datang, pasien

bangun, atau petugas ahli datang. Bila harus terjadi interupsi, petugas

kesehatan sebaiknya tidak memakan lebih dari 10 detik, kecuali untuk

pemasangan alat defirbilasi otomatis atau pemasangan advance airway.

3. Alat defibrilasi otomatis


AED digunakan sesegera mungkin setelah AED tersedia. Bila AED

belum tiba, lakukan kompresi dada dan ventilasi dengan rasio 30 : 2.


Defibrilasi / shock diberikan bila ada indikasi / instruksi setelah

pemasangan AED. Pergunakan program/panduan yang telah ada, kenali

apakah ritme tersebut dapat diterapi shock atau tidak, jika iya lakukan

terapi shock sebanyak 1 kali dan lanjutkan RJP selama 2 menit dan periksa

ritme kembali. Namun jika ritme tidak dapat diterapi shock lanjutkan RJP

selama 2 menit dan periksa kembali ritme. Lakukan terus langkah tersebut

hingga petugas ACLS (Advanced Cardiac Life Support) datang, atau

korban mulai bergerak.

4. Perbandingan Komponen RJP Dewasa, Anak-anak, dan Bayi


Pada pasien anak dan bayi, pada prinsipnya RJP dilakukan sama

seperti pada pasien dewasa dengan beberapa perbedaan. Beberapa

perbedaan ini seperti yang tercantum pada tabel 2.

Pada pasien pediatri, algoritma RJP bergantung apakah ada satu orang

penolong atau dua (atau lebih) orang penolong (gambar 3 dan 4). Bila ada

satu orang penolong, rasio kompresi dada dan ventilasi seperti pasien

dewasa yaitu 30 : 2; tetapi bila ada dua orang penolong maka rasio

kompresi dada dan ventilasi menjadi 15 : 2. Jika anak/bayi mempunyai

denyut nadi namun membutuhkan pernapasan bantuan, ventilasi dilakukan

dengan kecepatan 3-5 detik/nafas atau sekitar 12-20 nafas/menit dan

memeriksa denyut nadi kembali setiap 2 menit. Untuk satu siklus

perbandingan kompresi dan ventilasi adalah 30 : 2 untuk satu orang

penolong dan 15 : 2 untuk dua orang atau lebih penolong.


Tabel 2. Perbedaan Komponen RJP Pada Dewasa, Anak, dan Bayi
Gambar 3. Algoritma Resusitasi Jantung Paru Pada Pasien Pediatri Dengan
Satu Orang Penolong
Gambar 4. Algoritma Resusitasi Jantung Paru Pada Pasien Pediatri Dengan
Dua Orang Penolong
A. PROSEDUR CPR (RJP)

Pada dasarnya resusitasi jantung mempunyai dua perkara yang harus

diterapkan. Pertamanya adalah kompresi dada dan yang kedua adalah bantuan

pernafasan dengan menggunakan nafas buatan. Sebelum menolong korban,

hendaklah dinilai keadaan lingkungan terlebih dahulu.

1. Circulation dan Chest compression


Kompresi dada dilakukan sebanyak 30 kali. Posisi kompresi dada,

dimulai dari lokasi prosessus xyphoideus dan tarik garis ke lokasi 2 jari

diatas prosessus xyphoideus dan melakukan kompresi dada di tempat

tersebut. Untuk kompresi dada yang yang efektif, teknik push hard, push

fast harus diterapkan. Kompresi sebanyak 100 kali hingga 120 kali per

menit dengan kedalaman kompresi minimal 5cm dan tidak lebih dari 6

cm. Selain itu, waktu untuk paru-paru rekoil setelah kompresi juga harus

ada. Perbandingan kompresi-ventilasi adalah 30:2

2. Airway

Menurut Pedoman AHA 2015 untuk CPR dan ECC, rekomendasi

terbaik adalah memulai kompresi sebelum ventilasi. 30 kompresi dan

kemudian 2 ventilasi membawa hasil yang lebih baik karena akan

memperbaiki juga sirkulasi darah. Keterlambatan memberi kompresi

dada harus dihindari. Kompresi dada boleh bersamaan dengan perbaikan

jalan nafas karena reposisi mouth-to-mouth atau penyediaan bag-mask


apparatus mengambil waktu. Posisikan kepala dalam keadaan terlentang

pada alas keras. Periksa jalan nafas korban dengan membuka mulut,

masukkan 2 jari dan lihat jika ada benda asing atau darah. Pada korban

tidak sadar, tonus otot menghilang sehingga lidah menyumbat laring.

Lidah yang jatuh dapat menyebabkan jalan nafas tertututp. Triple

manuver dilakukan yaitu dengan head tilt, dan jaw trust untuk membuka

jalan napas
B. RESCUER SPECIFIC CPR STRATEGIES
1. Untrained lay rescuer
Untuk orang awam yang tidak terlatih, hands only CPR adalah sangat
digalakkan dimana hanya kompresi dada yang dilakukan.
2. Trained lay recuer
Harus memberikan kompresi dada untuk korban SCA dan penolong boleh
memberi ventilasi, maka perbandingan 30:2.
3. Healthcare Provider
Resusitasi yang diberikan selalu tergantung kasus yang dihadapai.
Contohnya, jika terlihat korban jatuh secara tiba-tiba, asumsi yang
pertama karena SCA. Jika ada korban yang lemas atau korban yang
mempunyai obstruksi jalan pernapasan dan mengalami kurang kesadaran,
CPR diberikan. CPR dimulai dengan kompresi dada sebanyak 30 kali dan
diteruskan dengan ventilasi. Jika menemukan korban yang tidak responsif
atau tidak bernafas, maka diasumsikan sebagai SCA.

C. BANTUAN HIDUP LANJUT


1. Drugs
Bantuan hidup lanjut berhubungan dengan teknik yang ditujukan

untuk memperbaiki ventilasi dan oksigenasi korban dan pada diagnosis

serta terapi gangguan irama utama selama henti jantung. Bantuan hidup

dasar memerlukan peralatan khusus dan penggunaan obat. Harus segera

dimulai bila diagnosis henti jantung atau henti nafas dibuat dan harus

diteruskan sampai bantuan hidup lanjut diberikan. Setelah dilakukan CBA

RJP dan belum timbul denyut jantung spontan, maka resusitasi diteruskan

dengan langkah DEF.

Obat-obatan tersebut dibagi dalam 2 golongan yaitu penting dan

berguna. Obat-obatan yang termasuk penting adalah adrenalin, natrium

bikarbonat, sulfat atropin, dan lidokain. Sedangkan obat-obatan yang

berguna adalah isoproterenol, propanolol, kortikosteroid.

a. Natrium bikarbonat
Penting untuk melawan metabolik asidosis, diberikan iv dengan dosis

awal : 1 mEq/kgBB, baik berupa bolus ataupun dalam infus setelah

selama periode 10 menit. Dapat juga diberikan intrakardial, begitu

sirkulasi spontan yang efektif tercapai, pemberian harus dihentikan

karena bisa terjadi metabolik alkalosis, takhiaritmia dan

hiperosmolalitas. Bila belum ada sirkulasi yang efektif maka ulangi

lagi pemberian dengan dosis yang sama.

b. Adrenalin
Adrenalin : 0,5 – 1,0 mg dosis untuk orang dewasa, 10 mcg/ kg

pada anak- anak. Cara pemberian melalui iv, intratrakeal lewat pipa

trakeal (1 ml adrenalin diencerkan dengan 9 ml akuades steril, bukan

NaCl, berarti dalam 1 ml mengandung 100 mcg adrenalin). Jika

keduanya tidak mungkin, maka dilakukan intrakardial (hanya oleh

tenaga yang sudah terlatih).

Di ulang tiap 5 menit dengan dosis sama sampai timbul denyut

spontan atau mati jantung. Mekanisme kerja merangsang reseptor alfa

dan beta dan yang perlu diperhatikan dapat meningkatkan pemakaian

O2 myocard, takiaritmi, fibrilasi ventrikel.

c. Lidokain
Meninggikan ambang fibrilasi dan mempunyai efek antiaritmia

dengan cara meningkatkan ambang stimulasi listrik dari ventrikel

selama diastole. Pada dosis terapeutik biasa, tidak ada perubahan

bermakna dari kontraktilitas miokard, tekanan arteri sistemik, atau

periode refrakter absolut. Obat ini terutama efektif menekan


iritabilitas sehingga mencegah kembalinya fibrilasi ventrikel setelah

defibrilasi yang berhasil, juga efektif mengontrol denyut ventrikel

prematur yang mutlti fokal dan episode takhikardi ventrikel. Dosis 50-

100 mg diberikan iv sebagai bolus, pelan-pelan dan bisa diulang bila

perlu. Dapat dilanjutkan dengan infus kontinu 1-3 mg.menit, biasanya

tidak lebih dari 4 mg.menit, berupa lidocaine 500 ml dextrose 5 %

larutan (1 mg/ml).

d. Sulfat Artopin
Mengurangi tonus vagus memudahkan konduksi atrioventrikuler

dan mempercepat denyut jantung pada keadaan sinus bradikardi.

Paling berguna dalam mencegah “arrest” pada keadaan sinus

bradikardi sekunder karena infark miokard, terutama bila ada

hipotensi. Dosis yang dianjurkan ½ mg, diberikan iv. Sebagai bolus

dan diulang dalam interval 5 menit sampai tercapai denyut nadi >

60 /menit, dosis total tidak boleh melebihi 2 mg kecuali pada blok

atrioventrikuler derajat 3 yang membutuhkan dosis lebih besar.

e. Isoproterenol
Merupakan obat pilihan untuk pengobatan segera (bradikardi hebat

karena complete heart block). Ia diberikan dalam infus dengan jumlah

2 sampai 20 mg/menit (1-10 ml larutan dari 1 mg dalam 500 ml

dectrose 5 %), dan diatur untuk meninggikan denyut jantung sampai

kira-kira 60 kali/menit. Juga berguna untuk sinus bradikardi berat

yang tidak berhasil diatasi dengan Atropine.


f. Propranolol
Suatu beta adrenergic blocker yang efek anti aritmianya terbukti

berguna untuk kasus-kasus takhikardi ventrikel yang berulang atau

fibrilasi ventrikel berulang dimana ritme jantung tidak dapat diatasi

dengan Lidocaine. Dosis umumnya adalah 1 mg iv, dapat diulang

sampai total 3 mg, dengan pengawasan yang ketat.

g. Kortikosteroid
Sekarang lebih disukai kortikosteroid sintetis (5 mg/kgBB methyl

prednisolon sodium succinate atau 1 mg/kgBB dexamethasone fosfat)

untuk pengobatan syok kardiogenik atau shock lung akibat henti

jantung. Bila ada kecurigaan edema otak setelah henti jantung, 60-100

mg methyl prednisolon sodium succinate tiap 6 jam akan

menguntungkan. Bila ada komplikasi paru seperti pneumonia post

aspirasi, maka digunakan dexamethason fosfat 4-8 mg tiap 6 jam.

2. EKG
Elektrokardigrafis untuk mengetahui adanya fibrilasi ventrikel dan
monitoring.
Ventricel Fibrilation Treatment
BAB III
KESIMPULAN

Resusitasi jantung paru adalah usaha yang dilakukan untuk apa-apa

yang mengindikasikan terjadinya henti nafas atau henti jantung. Kompresi

dilakukan terlebih dahulu dalam kasus yang terdapat henti pernafasan atau

henti jantung karena setiap detik yang tidak dilakukan kompresi merugikan

sirkulasi darah dan mengurangkan survival rate korban. Sistem RJP yang

dilakukan sekarang adalah adaptasi dan pembahauan dari pedoman yang telah

diperkenalkan oleh Peter Safar dan kemudiannya diadaptasi oleh American

Heart Association.

Menurut Pedoman AHA 2015 untuk CPR dan ECC, rekomendasi

terbaik adalah memulai kompresi sebelum ventilasi. 30 kompresi dan

kemudian 2 ventilasi. Kompresi dada dilakukan dengan kecepatan 100 sampai

120/menit dengan kedalaman 2 inci (5 cm) dan tidak lebih besar dari 2,4 inci

(6cm).
DAFTAR PUSTAKA

1. Fokus Utama Pembaruan Pedoman American Heart Association 2015 Untuk


CPR dan ECC.2015. American Heart Association.
2. American Heart Association 2015. AHA guidelines update for
cardiopulmonary resuscitation and emergency cardiovascuar care.
3. American Heart Association 2015. Evidance evaluation and management of
conflicts of interest
4. American Heart Association 2015. Part 4. Systems of Care & CQI
5. American Heart Association 2015. Part 5. Adult Basic Life Support in
Circulation Journal
6. American Heart Association 2015. Alternative techniques and ancillary
devices for cardiopulmonary resuscitation
7. American Heart Association 2015. Adult advance cardiovascular life support
8. American Heart Association 2015. Post cardiac arrest care
9. American Heart Association 2015. Special circumstances of resuscitation
10. American Heart Association 2015. PBLS & CPR Quality

Anda mungkin juga menyukai