2017 2017
PT. PLN
PT. IPM (PERSERO)
OPERATION TRANS JAWA
& MAINTENANCE BAGIAN TENGAH
INDONESIA
Jl. Surabaya - Situbondo KM 141 Paiton,
Probolinggo, Indonesia - 67291.
Phone : +62(0)335 7721967
Di dalam transformator ada dua bagian yang secara aktif membangkitkan panas yaitu
tembaga (kumparan) dan besi (inti). Panas-panas itu bila tidak disalurkan atau didinginkan
akan menyebabkan tembaga atau besi mencapai suhu yang terlampau tinggi, sehingga
bahan-bahan insulasi yang ada pada tembaga (kertas minyak) akan rusak. Untuk
menghindari hal itu kebanyakan dilakukan dengan memasukkan inti maupun kumparan ke
dalam suatu jenis minyak tertentu yang dinamakan minyak insulasi (trafo). Jenis minyak
trafo yang umum digunakan adalah sebagai berikut :
Minyak trafo mineral, yaitu minyak yang berbahan dasar dari pengolahan minyak bumi yaitu
antara fraksi minyak diesel dan turbin yang mempuyai struktur kimia yang sangat kompleks.
Beberapa merek minyak trafo mineral adalah sebagai berikut : Diala C, B (USA), Univolt
(Esso), Nynas (Swedia), Mictrans (Jepang), Sun Ohm-MU (Korea), Petronim (Dubai), BP-
Energol (UK).
Minyak trafo sintetis (askarel), minyak jenis ini bersifat lebih menguntungkan, diantaranya
adalah tidak mudah terbakar dan tidak mudah teroksidasi. Namun beracun dan dapat
melukai kulit. Beberapa merek minyak trafo sintesis adalah Aroclor (USA), Clopen (Jerman),
Phenoclor (Perancis), Pyroclor (UK), Fenclor (Itali), Pyralene (Perancis), Pyranol (USA).
Adapun persyaratan minyak sebagai insulasi adalah sebagai berikut :
Pengujian minyak trafo diperlukan karena pertimbangan harga transformator yang mahal,
tetapi memantau unjuk kerja sistem transformator melalui kondisi minyak tidak mahal
dibandingkan dengan biaya jika transformator mengalami kegagalan (failure). Dengan
demikian masa hidup transformator diharapkan lama kira-kira 40 tahun, bahkan dengan
minyak trafo yanng kualitasnya sangat baik diharapkan setara dengan masa hidup
transformator.
Untuk itu pemantauan dan pemeliharaan kualitas minyak adalah sangat penting guna
menjamin keandalan operasi peralatan listrik khususnya transformator. IEC telah
menetapkan petunjuk dalam bentuk standard uji dan spesifikasi teknik yaitu standar un-used
mineral insulating oil for Transformator and swichgear untuk minyak baru standar Mineral
insulating oils in electrical equipment – Supervision and maintenance guidance untuk minyak
yang sedang beroperasi (minyak pakai).
1
Minyak Transformator melakukan empat fungsi yaitu :
1. Sebagai isolasi
2. Sebagai pendinginan
3. Peredam busur api
4. Melarutkan gas yang dihasilkan oleh degradasi minyak, gas dari isolasi selulosa dan gas
akibat fault.
5.
Gas yang terlarut dalam minyak, dan sifat minyak lainnya merupakan bahan informasi yang
berharga tentang kesehatan transformator. Membuat tren dalam beberapa pengujian DGA
dan mengevaluasi datanya merupakan hal penting sebagai alat untuk diagnostik.
1.1 Minyak trafo baru (Un-used m eneral insulating oil ) IEC 60296-2003
2
O, A, D > 60 50 - 60 < 50
B, E > 50 40 -50 < 40
2. Tegangan tembus, IEC 156 C > 40 30 - 40 < 30
(kV/ 2,5 mm)
F TC netral
TC 1 phase O,A,B
Kadar air terkoreksi O, A, D <5 5 - 10 > 10
3. pada 20 oC, IEC 814 B, E <5 5 - 15 > 15
(mg /kg) ) C < 10 10 - 25 > 25
O, A, D < 0,10 0,10 - > 0,15
4. Keasaman, IEC 296 B, E < 0,10 0,15 - > 0,20
(mg KOH/g)
C < 0,15 0,15 - > 0,30
O, A < 0,10 0,10 - > 0,20
Faktor kebocoran B, C < 0,10 0,10 - > 0,50
5. IEC 247
dielektrik tg δ 90 oC, D < 0,01 0,01 - > 0,03
(%) E < 0,10 0,10 - > 0,03
O, A > 10 1 - 10 <1
6. Tahanan jenis, IEC 247 B, C >3 0,2 - 3 < 0,2
pada 90 oC (G Ω.m) D >50 10 - 50 < 10
E >3 0,4 - 3 < 0,4
7. Sedimen, IEC 422 Semua < 0,02
Tegangan antar muka, O, A, B
8. ISO 6295 > 28 22 - 28 < 22
(mN/m) C, D
9. Titik nyala, (oC) ISO 2719 Semua Maks penurunan 10%
Catatan 3 = O : Trafo tenaga > 400 kV ; A: Trafo tenaga 170 kV – 400 kV; B : Trafo tenaga 72,5 kV –
170 kV C : Trafo tenaga < 72,5 kV ; D : Trafo instrument > 170 kV
E : Trafo instrument < 170 kV ; F : Diverter tank OLTC ; G : OCB > 72,5 kV, Switchgear < 16 kV
Karakteristik minyak trafo pakai dan minyak trafo baru seperti pada table 1 dan 2 diatas,
ruang lingkup pengujian dibagi dalam 3 kelompok yaitu pengujian secara kima, fisika dan
kelistrikan untuk rinciannya pada tabel berikut :
3
Parameter pengujian kimia, fisika dan kelistrikan minyak trafo pakai untuk keperluan
pemeliharaan dapat diuraikan sebagai berikut :
Semakin tinggi nilai hasil pengujian tegangan tembus minyak, maka kekuatan insulasi
minyak juga akan semakin tinggi. Tegangan tembus minyak mengalami penurunan seiring
dengan bertambahnya partikel-partikel hasil oksidasi dan kandungan air dalam minyak.
Dalam membuat analisa kondisi insulasi, selain hasil pengujian kekuatan dielektrik harus
diperhatikan juga kandungan air dan oksigen. Kombinasi antara dua zat ini dengan energi
panas akan mengakibatkan kerusakan pada insulasi kertas sebelum nilai kekuatan dielektrik
di bawah standar.
Minyak harus di reklamasi ketika nilai IFT mencapai 25 dyne/cm. Pada kondisi ini, minyak
sudah banyak mengandung kontaminasi hasil oksidasi dan akan terjadi pengendapan.
Nilai di atas tidak sepenuhnya menjamin kondisi insulasi trafo. Karena kandungan air dalam
minyak akan sangat berbahaya apabila mencapai 30% saturasi air dan minyak harus
direklamasi. Untuk itu pada waktu pengambilan sampel minyak untuk pengujian kandungan
air harus dicatat temperatur minyak trafo. Temperatur ini sangat diperlukan pada waktu
melakukan analisa.
Prosentase saturasi air dalam minyak dapat dilihat pada gambar berikut :
4
Gambar 2. Prosentase saturasi air dalam minyak
Selain itu, kandungan air dalam minyak dapat digunakan untuk memperkirakan jumlah
kandungan air dalam kertas.
Kandungan air pada kertas terutama terkumpul pada sepertiga belitan bagian bawah dimana
suhu minyak rendah. Hal ini akan memungkinkan terjadinya flashover antar belitan.
- asam akan membentuk lebih banyak asam baru dari minyak dan kertas
- bereaksi dengan kertas menghasilkan air
- asam bersifat korosif terhadap logam dan akan membentuk lebih banyak partikel-partikel
logam pada belitan dan bagian bawah tangki minyak.
Berdasarkan hasil pengujian IFT dengan NN, dapat dibuat analisa lebih lanjut dengan
membandingkan nilai keduanya :
5
Tabel 5 Nilai perbandingan IFT dengan NN
Dari hasil perbandingan di atas, apabila hasil pengujian IFT : 29,2 dyne/cm, NN : 0,3 dan
IFT / NN : 96 maka minyak diklasifikasikan ke dalam kondisi jelek.
e. Flash point
Yaitu temperatur minimum dimana minyak menghasilkan uap yang cukup untuk dibakar
bersama udara. Flash point merupakan indikator ketidakstabilan minyak dan diperlukan
untuk keamanan penyimpanan. Minyak yang bagus mempunyai nilai flash point tinggi, nilai
standar berdasarkan metode pengujian ASTM D-92 adalah 150 0C dan akan terus berkurang
apabila kandungan air, oksigen, gas-gas terlarut meningkat dan ikatan rantai karbon minyak
berkurang.
f. Warna
Digunakan untuk mendeteksi kecepatan penurunan atau kontaminasi yang serius. Nilai
standar berdasarkan metode pengujian ASTM D-1500 adalah <3,5. Hasil pengujian yang
tinggi menggambarkan adanya karbon, partikel insulasi dan material terlarut lainnya. Karbon
terbentuk pada waktu timbul partial discharge maupun arcing. Partikel dan material terlarut
dapat berupa furan maupun hasil oksidasi.
g. Sludge (sedimen)
Sludge (sedimen) merupakan produk oksidasi karena adanya oksigen, panas trafo dan
kandungan air dalam minyak trafo. Sludge terutama terjadi pada belitan trafo bagian bawah
dan terus meningkat. Slugde akan mengakibatkan suhu trafo naik pada beban yang tinggi
dan berakibat penurunan IFT.
Parameter uji yang dijelaskan diatas merupakan pengujian secara kimia, fisika, dan
kelistrikan yang digunakan untuk melihat kondisi minyak insulasi. Sedangkan untuk melihat
kondisi trafo dapat dilakukan dengan pengujian DGA.
Insulasi padat/ selulosa (kertas, karton tekan, blok kayu) mengandung banyak ikatan rantai
molekul C-O yang lemah yang secara termal kurang stabil dari pada ikatan rantai
hidrokarbon dalam minyak dan akan terdekomposisi pada suhu rendah. Laju pemutusan
rantai akan lebih nyata terjadi pada suhu lebih dari 105 oC, sedangkan pada suhu diatas 300
o
C terjadi dekomposisi sempurna dan akan terjadi karbonisasi. Pada umumnya CO , CO2 dan
6
air akan terbentuk dalam jumlah yang besar akibat oksidasi, bersama itu terbentuk
sejumlah kecil gas hidrokarbon dan senyawa furanik. Senyawa furanik digunakan untuk
melengkapi interpretasi DGA serta meyakinkan apakah insulasi padat sudah terjadi
gangguan.
Jumlah gas CO2 dan CO dalam trafo meningkat seiring dengan peningkatan suhu operasi
trafo. Berdasarkan hasil pengujian DGA menurut standar IEEE C57.104, akumulasi gas CO2
dan CO menggambarkan kondisi kertas yang dibedakan ke dalam 4 status seperti pada tabel
berikut :
Kondisi 1 adalah kondisi normal operasi sedangkan kondisi 4 kertas sudah mendekati
kerusakan. Apabila salah satu atau kedua gas telah mencapai kondisi 2 atau 3, maka rasio
peningkatan jumlah CO2/CO sangat membantu dalam menentukan kondisi insulasi padat.
Pada trafo yang beroperasi pada beban dan suhu normal, hasil pengujian rasio pertambahan
gas CO2 akan 7 sampai 20 kali lebih besar dibanding CO. Kondisi normal ini dapat
dipertimbangkan untuk ratio pertambahan mencapai 5. Apabila rasio kurang dari 5 disertai
dengan pertambahan gas H2, CH4, C2H6 maka ada kemungkinan terjadi masalah di dalam
trafo dan kertas mengalami penurunan kondisi yang cepat apabila rasio CO2/CO kurang dari
3. Pada kondisi ini trafo mendekati kerusakan sehingga perlu dilakukan inspeksi internal
pada insulasi kertas.
1.3.2 Furan
Pengujian furan dapat dilakukan apabila hasil pengujian rasio pertambahan CO2/CO bernilai
3 atau kurang. Furan adalah molekul organic yang dihasilkan dari penurunan insulasi kertas
akibat pemanasan berlebih, oksidasi dan asam (proses pyrolysis dan hydrolisis). Pengujian
yang dilakukan adalah pengujian untuk 5 macam furan yang disebabkan oleh beberapa hal,
yaitu :
- 5H2F (5 hidroksimetil 2 furaldehid) yang disebabkan oleh oksidasi.
- 2FOL (2 fulfurol) disebabkan kandungan air yang tinggi pada kertas.
- 2FAL (2 furaldehid) disebabkan oleh pemanasan berlebih.
- 2ACF (2 Asetilfuran) disebabkan oleh petir.
- 5M2F (5 Metil 2 Furaldehid) disebabkan oleh hotspot pada belitan.
Pada minyak insulasi yang bagus, seharusnya jumlah keseluruhan furan yang terdeteksi
kurang dari 100 ppb. Jika terjadi kerusakan pada kertas, maka hasil uji furan akan lebih dari
100 ppb sampai 70.000 ppb. Minyak harus direklamasi jika jumlah furan melebihi 250 ppb,
karena kertas telah mengalami penurunan kondisi dan usia trafo berkurang. Hasil pengujian
7
furan ini dikorelasikan dengan hasil pengujian IFT dan keasaman. Asam menyerang insulasi
kertas menghasilkan furan dan akan menyebabkan IFT turun. Untuk mendapatkan hasil
yang lebih baik, analisa hasil pengujian dilakukan berdasarkan pada tren hasil pengujian
bukan pada 1 hasil pengujian saja.
Hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga kondisi insulasi trafo adalah kandungan gas
oksigen. Gas ini sangat berbahaya karena menimbulkan oksidasi di dalam trafo. Oksigen di
dalam minyak berasal dari adanya kebocoran dan penurunan kondisi insulasi. Beberapa ahli
dan organisasi termasuk EPRI meyakini bahwa kandungan oksigen dalam minyak trafo lebih
dari 2000 ppm akan mempercepat pemburukan kondisi kertas. Minyak harus di-filter apabila
kandungan oksigen mencapai 10.000 ppm.
Uji DGA dilakukan pada suatu sampel minyak yang diambil dari unit transformator kemudian
gas-gas terlarut (dissolved gas) tersebut diekstrak. Gas yang telah diekstrak lalu dipisahkan,
diidentifikasi komponen-komponen individualnya, dan dihitung kuantitasnya (dalam satuan
Part Per Million – ppm). Keuntungan utama uji DGA adalah sebagai deteksi dini akan adanya
fenomena kegagalan yang ada pada transformator yang diujikan. Namun kelemahan
utamanya adalah diperlukan tingkat kemurnian yang tinggi dari sampel minyak yang
diujikan. Rata-rata alat uji DGA memiliki sensitivitas yang tinggi, sehingga ketidakmurnian
sampel akan menurunkan tingkat akurasi dari hasil uji DGA.
Analisa gas terlarut (Dissolved Gas Analysis) adalah suatu metode penting dalam
menentukan kondisi sebuah transformator. Hasil uji DGA dapat digunakan sebagai indikator
pertama dari suatu masalah yang dapat mengidentifikasi memburuknya insulasi minyak atau
kertas, terjadinya panas, hot spot, partial discharge dan Arcing. Kesehatan minyak insulasi
mencerminkan kesehatan dari transformator itu sendiri. Berdasarkan IEC 60599 dan IEEE C
57.104 ™ , dalam Analisis gas terlarut (DGA) indikator yang paling penting adalah individu
gas yang terjadi dan Total Combustible Gas (TCG) serta tingkat pertumbuhan gas
(rate/day).
Pengambilan sample DGA sesuai standar IEC 567 direkomendasikan menggunakan glass
sample syringe dilengkapi dengan kran 3 arah. Volume dan banyaknya sample disesuaikan
dengan peralatan uji DGA Sambungkan kran syringe dengan ujung kran (tap) transformator
menggunakan selang silikon, alirkan minyak melalui selang dan hindari gelembung udara,
8
buang minyak lebih dahulu sekitar ½ liter. Isi syringe dengan minyak dan keluarkan
gelembung udara yang terbawa. Gelembung udara yang terjadi setelah syringe terisi penuh
minyak karena volume minyak berkurang karena temperatur menurun harus turut di analisis.
Komponen utama dari metoda ini adalah kolom (column), oven (pemanas), gas pembawa
(carrier gas), dan detektor. Gas pembawa merupakan gas inert seperti nitrogen, argon,
atau helium. Berikut adalah diagram proses kerja GC :
Pengujian DGA berdasarkan IEC 60567 Head Space Method (ASTM 3612 methode C)
dijelaskan sebagai berikut.
9
10
Syringe kapasitas 100 ml yang berfungsi sebagai alat sampling juga digunakan sebagai alat
ekstraksi gas dengan metode shake test methode. Sampel minyak insulasi dalam syring
dikurangi 10 ml dengan cara mendorong piston sampai terhalang oleh pin. Space minyak
yang terkurangi digantikan oleh udara bebas CO2. Dissolved Gas diekstraksi dengan cara
dikocok sampai terjadi kesetimbangan dimasukkan ke saluran injeksi menggunakan suntikan
(syringe). Gas pembawa (fase gerak) akan mendorong minyak insulasi kedalam oil striper
yang akan memisahkan gas gas yang terlarut dalam minyak. Gas tersebut dilewatkan
kedalam column yang terisi fase diam jenis Porapak N ( memisahkan H2, CH4 dan CO) dan
Molsieve (memisahkan gas CO2, C2H6, C2H4 dan C2H2). Molekul-molekul gas ini akan
terhambat oleh tingkat adsorbsi dari masing-masing fault gas terhadap fase diam pada
column.
Masing-masing fault gas memiliki tingkat adsorbsi yang berbeda-beda, maka tingkat keadaan
statis (stationary phase) masing-masing fault gas juga berbeda-beda. Pada proses ini fault
gas akan terpisah, sehingga akan mencapai ujung saluran column dalam kurun waktu
(Retention Time/RT) yang berbeda. Semua akan dideteksi oleh detektor Tin Capture
Detektor (TCD) .
11
12
Gambar 5. Chromatogram hasil uji DGA
13
2.3 Interpretasi
Setelah diketahui karakteristik dan jumlah dari gas-gas terlarut yang diperoleh dari sampel
minyak, selanjutnya perlu dilakukan interpretasi dari data-tersebut untuk selanjutnya
dilakukan analisis kondisi transformator. Terdapat beberapa metode untuk melakukan
interpretasi data dan analisis seperti yang tercantum pada IEEE std.C57 – 104.1991 dan IEC
60599, yaitu:
Jumlah gas terlarut yang mudah terbakar atau TDCG (Total Dissolved Combustible Gas) akan
menunjukkan apakah transformator yang diujikan masih berada pada kondisi operasi
normal, waspada, peringatan atau kondisi gawat / kritis. Sebagai catatan, hanya gas karbon
dioksida (CO2) saja yang tidak termasuk kategori TDCG. Empat Klasifikasikan kondisi
operasional transformator yaitu:
Kondisi 1: Jumlah gas terlarut mudah terbakar (Total Dissolved Combustible Gas) di bawah
tingkat ini menunjukkan transformator beroperasi memuaskan.
Kondisi 2: TDCG dalam kisaran melebihii tingkat yang normal dari gas yang mudah terbakar.
Setiap individu gas mudah terbakar yang melebihi nilai yang ditentukan dalam tabel 2 harus
dilakukan identifikasi. Untuk memperkecil kesalahan yang mungkin terjadi, pengambilan
14
sampel DGA setidaknya cukup sering untuk menghitung pertumbuhan gas per hari
(rate/day) untuk masing-masing gas.
Kondisi 3: TDCG dalam kisaran ini menunjukkan dekomposisi tingkat tinggi insulasi selulosa
dan/minyaki. Setiap individu gas mudah terbakar yang melebihi tingkat yang ditentukan
dalam tabel 1 harus dilakukan investigsi tambahan. Untuk memperkecil kesalahan yang
mungkin terjadi, pengambilan sampel DGA setidaknya cukup sering untuk menghitung
pertumbuhan gas per hari (rate/day) untuk masing-masing gas.
Kondisi 4: TDCG dalam kisaran ini menunjukkan dekomposisi yang berlebihan dari insulasi
selulosa dan/atau minyak. Melanjutkan operasi berisiko dapat mengakibatkan kegagalan
transformator.
Standar IEEE ini juga menetapkan tindakan operasional yang disarankan berdasarkan jumlah
TDCG-nya dalam satuan ppm dan rata-rata pertambahan TDCG (TDCG rate/day) dalam
satuan ppm per hari (ppm/day) seperti pada Tabel berikut :
15
Kondisi transformator disesuaikan dengan nilai-nilai yang tercantum pada Tabel 7. Sebagai
contoh, jika jumlah TDCG bernilai di antara 1941 ppm s.d 4630 ppm, maka transformator
berada pada kondisi 3. Namun, jika jumlah hidrogen lebih dari 1800 ppm sedangkan jumlah
TDCG di bawah 4630 ppm, maka transformator berada pada kondisi 4.
Standar IEEE merupakan standar utama yang digunakan dalam interpretasi DGA. Namun
fungsinya hanyalah sebagai acuan, karena hanya menunjukkan dan menggolongkan tingkat
konsentrasi gas dan jumlah TDCG dalam berbagai tingkatan kewaspadaan. Standar ini tidak
memberikan proses analisis yang lebih pasti akan indikasi kegagalan yang sebenarnya
terjadi. Ketika konsentrasi gas terlarut sudah melewati kondisi 1 (TDCG > 720 ppm), maka
perlu dilakukan proses analisis lebih lanjut untuk mengetahui indikasi fault yang terjadi pada
transformator.
Kenaikan mendadak pada gas kunci dan laju produksi gas lebih penting dalam mengevaluasi
sebuah transformator dari pada jumlah akumulasi gas yang terjadi. Salah satu pertimbangan
yang sangat penting adalah gas asetilena (C2H2). Munculnya gas asetilena (C2H2)
beberapa ppm menunjukkan terjadinya high energi arcing yang aktif. Jumlah gas asetilena
(C2H2) dalam beberapa ppm juga dapat dihasilkan oleh adanya thermal fault > 500 oC
atau. Suatu Arcing yang disebabkan oleh sambaran petir atau lonjakan tegangan tinggi,
juga dapat menghasilkan sejumlah kecil C2H2. Jika C2H2 ditemukan dalam pengujian DGA,
sampel minyak harus diambil mingguan atau bahkan harian untuk menentukan
pertambahan C2H2. Jika tidak terjadi pertambahan gas asetilena dan tingkat klasifikasi
berada di bawah IEEE Kondisi 4, transformator dapat terus dioperasikan. Namun jika gas
asetilena terus meningkat, transformator memiliki high energi arcing yang aktif dan
transformator harus keluar dari sistem segera. Pengoperasian lebih lanjut sangat
berbahaya dan dapat mengakibatkan kegagalan.
Dari berbagai kasus incipient fault yang terjadi pada transformator dan terdeteksi melalui uji
DGA, maka kegagalan pada transformator dapat digolongkan menjadi beberapa kelas seperti
tertera pada tabel 9.
16
2.3.2 Key Gas
Key gas didefinisikan oleh IEEE std.C57 – 104.1991 sebagai “gas-gas yang terbentuk pada
transformator terisi minyak yang secara kualitatif dapat digunakan untuk menentukan jenis
fault yang terjadi, berdasarkan jenis gas yang khas atau lebih dominan terbentuk pada
berbagai temperatur”. Pendefinisian tersebut jika dikaitkan dengan berbagai kasus fault
transformator yang sering kali terjadi, maka dapat dikelompokkan sepert pada tabel 10.
Tabel tersebut diatas dapat direpresentasikan dalam bentuk diagram seperti pada gambar 8
dibawah ini :
17
2.3.3 Roger’s Ratio
Rasio gas yang terdiri dari 3 rasio yang tertera pada tabel 11, terdiri dari 4 code (code
range of ratios). Kode-kode tersebut akan menunjukkan indikasi dari penyebab munculnya
fault gas.
1) Ada kecenderungan rasio C2H2/C2H4 naik dari 0.1 s.d > 3 dan rasio C2H4/C2H6 untuk
naik dari 1-3 s.d > 3 karena meningkatnya intensitas percikan (spark). Sehingga kode
awalnya bukan lagi 0 0 0 melainkan 1 0 1.
2) Gas-gas yang timbul mayoritas dihasilkan oleh proses dekomposisi kertas, sehingga
muncul angka 0 pada kode rasio roger.
3) Kondisi kegagalan ini terindikasi dari naiknya konsentrasi fault gas. CH4/H2 normalnya
bernilai 1, namun nilai ini tergantung dari berbagai faktor seperti kondisi konservator, selimut
N2, temperatur minyak dan kualitas minyak.
4) Naiknya nilai C2H2 pada konsentrasi kecil, pada umumnya menunjukkan adanya hot-
spot dengan temperatur lebih dari 700 °C. Timbulnya arcing pada transformator ditandai
oleh konsentrasi dan rata-rata pembentukan gas asetilen naik, maka transformator harus
segera diperbaiki (de-energized). Jika dioperasikan lebih lanjut kondisinya akan sangat
berbahaya.
Tabel 11. Analisis dengan Menggunakan Metode Rasio Roger (Roger’s Ratio)
18
Selain rasio pada Tabel 11 seringkali digunakan rasio lain seperti rasio CO2/CO. Rasio ini
digunakan untuk mendeteksi keterlibatan insulasi kertas pada fenomena kegagalan.
Normalnya rasio CO2/CO bernilai sekitar 7. Jika rasio < 3, ada indikasi yang kuat akan
adanya kegagalan elektrik sehingga menimbulkan karbonisasi pada kertas (hot-spot atau
arcing dengan temperatur >200 °C). Jika rasio > 10, mengindikasikan adanya kegagalan
thermal pada insulasi kertas pada belitan.
Nilai rasio ini tidaklah selalu akurat karena nilai CO2 dan CO dipengaruhi oleh berbagai faktor
luar seperti oksidasi minyak akibat pemanasan, penuaan insulasi kertas, gas CO2 yang masuk
akibat tangki transformator yang bocor atau kurang rapat. Walaupun kurang akurat, namun
rasio CO2/CO sangat membantu identifikasi awal akan adanya kasus degradasi kualitas
insulasi kertas.
Metode segitiga duval diciptakan oleh Michel Duval pada 1974. Kondisi khusus yang
diperhatikan adalah konsentrasi metana (C2H4), etilen (C2H4) dan asetilen (C2H2). Konsentrasi
total ketiga gas ini adalah 100%, namun perubahan komposisi dari ketiga jenis gas ini
menunjukkan kondisi fenomena kegagalan yang mungkin terjadi pada unit yang diujikan.
Metode ini digunakan bila salah satu gas hidrokarbon atau hidrogen (H2) harus dalam
Kondisi 3 sesai IEEE dan meningkat pada tingkat generasi (G2). Untuk penggunaa tanpa
metode IEEE setidaknya salah satu gas individu harus pada tingkat > L1 atau pertumbuhan
gas setidaknya pada G2. Batas L1 dan harga pertumbuhan gas lebih dapat diandalkan
daripada metode IEEE.
19
Contoh Kasus Pengujian
Main Trafo PLTGU Belawan Lot 3 buatan tahun 2008 yang sudah 1 tahun beroperasi dan
mengalami trip dengan indikasi over current ketika dilakukan first inspection. Dan Auxiliary
Trafo PLTGU Belawan Lot 3 dan Trafo ST 2.0 PLTU Belawan merupakan trafo tahun 1994
dan sudah beroperasi lebih dari 15 tahun yang beroperasi sejak 1994.
Pengujian kualitas minyak trafo sesuai standar IEC 60422 untuk keperluan rutin test
parameter yang di uji adalah tegangan tembus, kadar air, DDF, Acidity dan Warna. Hasil
pengujian dalam tabel berikut.
Tabel 12. Hasil uji minyak insulasi main trafo Lot 3 dan ST 20
Berdasarkan IEC 60422, hasil uji kualitas minyak Main trafo, Auxiliary maupun ST 12 dalam
kondisi baik untuk operasi pada tegangan masing masing trafo.
Pengujian DGA merupakan hal yang paling penting dalam menentukan kondisi sebuah
transformator. Hasil DGA sebagai indikator pertama dari masalah yang dapat
mengidentifikasi memburuknya insulasi minyak atau kertas, panas, hot spot, partial
discharge, dan Arcing. Kesehatan minyak insulasi mencerminkan kesehatan dari
transformator itu sendiri. Dalam pengujian DGA indikator yang paling penting adalah
individu dan TCG,
Kenaikan mendadak pada gas kunci dengan laju produksi gas yang signifikan lebih penting
dalam mengevaluasi sebuah transformator dari pada jumlah gas yang terakumulasi. Salah
20
satu pertimbangan yang sangat penting adalah asetilena (C2H2), terdapatnya gas ini dalam
jumlah yang besar menunjukkan adanya arcing dan dalam jumlah yang kecil bisa juga
disebabkan oleh hot spot > 500 oC.
Sampel DGA diambil dari bagian bawah trafo menggunakan syringe (gambar 3) yang diuji
kandungan TDCGnya menggunakan Gas Khromatografi dengan metoda ASTM 3612-1997
methode B. Hasil pengujian DGA Main setelah trafo trip sebagai berikut.
Tabel . Hasil Pengujian DGA pada Main Trafo Lot 3 setelah Trip
Dari tabel hasil pengujian DGA diatas, Menggunakan metode interpretasi key gas IEEE std
C.57-104.1991 Total Dissolved Combustible Gas (TDCG) Main Trafo PLTG Belawan Lot 3
berada pada kondisi 2 dengan nilai individu gas tertinggi ( CO) pada kondisi 3. Pada main
trafo Lot 3 Gas yang dominan terjadi adalah gas CO hal ini mengindikasikan degradasi
cukup tinggi dari sistem insulasi kertas. Gas lainnya adalah H2 akibat Partial Discharge
pada intensitas rendah. Konsentrasi Heat gas (metal gas) yaitu CH4, C2H6 dan C2H4
sangat rendah hal ini mengindikasikan tidak adanya panas berlebih. Data awal
menunjukkan bahwa dengan adanya Dissolved Combustible Gas pada trafo tersebut bukan
akibat karena trip, dan indikasi over current tidak terjadi pada peralatan trafo yang
terendam minyak insulasi. Hasil pengujian DGA ini ditindak lanjuti oleh PLN Sektor Belawan
dengan melakukan electrical test seperti tangen delta, turnt test rasio dan tahanan belitan
dengan hasil pengujian normal.
Kondisi trafo ini dianggap aman untuk dioperasikan, namun perlu dilakukan tindakan dan
monitoring sebagai berikut.
1. Filtering (furifikasi) minyak insulasi bertujuan untuk menaikan tegangan tembus. Tindakan
ini dilakukan karena ada kebocoran pada seal tangki trafo dan level pada konservator
menurun sehingga dilakukan penambahan minyak. Hasil uji DGA setelah dilakukan filtering
menunjukkan semua kandungan gas yang terlarut dalam minyak mengalami penurunan
secara signifikan, seperti pada tabel 14.
21
Tabel . Hasil Pengujian DGA setelah Filtering
Proses filtering menyebabkan semua gas menguap sehingga TDCG secara otomatis akan
menurun. Penurunan TDCG akibat flushing ini bukan berarti menghilangkan penyebab
(sumber) timbulnya gas pada trafo.
2. Back feeding (energize) dilakukan pada tanggal 17/11/2011. Pada tahapan ini pengambilan
sampel DGA dilakukan pada 4 jam setelah Back feeding dan 4 hari setelah Back feeding.
A
Hasil pengujian DGA setelah back feeding selama 4 jam dan 4 hari tidak menunjukkan
terjadinya pembentukan gas seperti terlihat pada tabel 16. Begitu pula konsentrasi TDCG
dan nilai individu gas pada kondisi stabil, hal ini mengindikasikan tidak ada fault yang aktif
(themal fault maupun electrical fault) . Kondisi trafo ini dianggap aman untuk dibebani
(singkron), namun perlu dilakukan monitoring DGA.
3. Singkron dilakukan pada tanggal 9 Desember 2011 jam 11.16 dengan beban 30 MW
kemudian dinaikan secara perlahan sampai beban 65 MW. Setelah itu PLTG distop pada
22
tanggal 10 Desember 2011 karena vibrasi main fuel oil pump tinggi. Kemudian dilakukan
pengujian DGA pada tanggal 15 Desember 2011 pada kondisi trafo off tetapi trafo sudah
sempat dibebani selama 25 jam.
Hasil pengujian DGA setelah unit singkron dan trafo dibebani maksimum 65 MW sebagai
berikut.
Hasil pengujian DGA pada tabel 16, menunjukkan kenaikan gas Hidrogen (Rate/day) setelah
trafo dibebani selama 25 jam melebihi Rate /month limit G2 (50 ppm/month) sesuai IEC
60599 yaitu sebesar 3745 ppm/month. Untuk TDCG Rate/day sebesar 160,8 ppm/day,
melebihi batasan IEEE (tabel 8, TDCG > 30 ppm/day). Pertumbuhan gas ini hanya estimasi
1 kali monitoring setelah trafo dibebani 25 jam sehingga perlu dilakukan monitoring lebih
lanjut dan dalam jangka yang pendek (mingguan) sesuai tabel 8 untuk memastikan
terjadinya electrical fault atau tidak.
Tabel 17 berikut adalah batasan konsentrasi individu gas IEC 60599 untuk L1 Limits (
batasan kondisi normal). G1 Limits yaitu kenaikan 10 % dari L1 limit/bulan dan bila limit ini
dicapai maka harus dipantau secara signifikan. G2 Limits yaitu kenaikan 50 % dari Li, bila
kondisi ini tercapai atau terlampai maka trafo pada kondisi kritis.
Tabel 17. Batasan L1 Limit dan limit kecepatan kenaikan gas IEC 60599
23
Asesmen trafo operasi
Asessmen trafo yang sedang kontinyu operasi dilakukan pada Main Trafo ST 2.0 PLTU
Belawan. Monitoring DGA dilakukan sebanyak 3 kali pada tanggal 24/10/2011, 17/11/2011
dan 15/12/2011 atau berselang 24 hari dan 28 hari. Pertumbuhan individu gas seperti pada
tabel berikut.
CH4
200
CO
100
C2H4
0
1 2 3 C2H6
PERIODE PENGUJIAN
Hasil pengujian DGA sebanyak 3 kali pada Trafo ST 2.0 PLTU Belawan menunjukkan
bahwa TDCG maupun semua individu gas tidak mengalami kenaikan yang signifikan dan
cenderung stabil. Individu gas paling tinggi yaitu C2H6 merupakan kelompok heat
gas/metal gas tidak mengalami kenaikan signifikan dan cenderung stabil. Sedangkan
pertumbuhan gas paling tinggi yaitu Hidrogen sebesar 2,3 ppm/month masih dibawah
batasan limit GI ataupun G2 sesuai standar IEC 60599 (tabel 17).
24
Kesimpulan
1. Main Trafo Lot 3 PLTG Belawan menunjukkan adanya kenaikan gas Hidrogen setelah trafo
dibebani dan estimasi melebihi limit G2 3745 ppm/month sesuai IEC 60599 dan
mengindikasikan adanya electrical fault .
2. Main Trafo ST 2.0 PLTU Belawan konsentrasi TDCG maupun semua individu gas tidak
mengalami kenaikan yang signifikan dan cenderung stabil. Sedangkan pertumbuhan gas
paling tinggi yaitu Hidrogen sebesar 2,3 ppm/month masih dibawah batasan limit GI
ataupun G2 sesuai standar IEC 60599 .
3. Main Trafo Lot 3 perlu dilakukan monitoring lebih lanjut dan dalam jangka yang pendek
(mingguan) untuk memastikan terjadinya electrical fault atau tidak.
Daftar Pustaka
TERIMA KASIH
25