Anda di halaman 1dari 10

Apa yang Baru di Fotoproteksi

Sebuah ulasan mengenai Konsep Baru dan Kontroversi

POIN PENTING
 Kemajuan terbaru, termasuk penemuan keterlambatan produksi dimer crimobutane pirimidin
dan efek biologis dari cahaya tampak, telah menghasilkan pemahaman yang lebih menyeluruh
tentang mekanisme fotodamage.
 Agen fotoprotektif sistemik dan topikal, termasuk antioksidan dan photolyases, dapat
memberikan perlindungan tambahan terhadap radiasi UV kumulatif dan fotodamage yang
diinduksi cahaya tampak.
 Meskipun data masih terus berkembang, dampak keselamatan dan lingkungan dari filter UV
organik / kimia telah dipertanyakan baru-baru ini.
 Dermatologis memainkan peran penting dalam mendidik pasien dan masyarakat tentang
fotoprotektif strategi.

PENGANTAR
Banyaknya paparan radiasi UV (UVR) memainkan peran penting dalam photoaging,
imunosupresi, fotokarsinogenesis dan fotodermatosis eksaserbasi. UV-A (panjang gelombangnya 320-
400 nm) menembus ke dalam dermis dan merusak DNA dengan memproduksi spesi oksigen reaktif
(ROS).1,2 Ini merupakan kontributor utama dalam photoaging. UV-B (panjang gelombangnya 290-
320 nm), akan menyebabkan terjadinya sunburn yg secara langsung merusak DNA akibat dari
pembentukan cyclobutane-type pyrimidine dimers/ CPD dan pyrimidine (6-4)
pyrimidone/6’4’-DNA photoproducts2 Baik UV-A dan UV-B meningkatkan risiko karsinoma sel
basal, karsinoma sel skuamosa, dan melanoma. Menurut Yayasan Kanker Kulit, 90% dari kanker kulit
non-melanoma dan 86% melanoma berhubungan dengan paparan sinar matahari dan UVR.2
Fotoproteksi adalah salah satu strategi kesehatan preventif yang penting, dan ahli kulit
memainkan peran penting dalam memberi edukasi pasien untuk menerapkan tindakan perlindungan.
Photoprotection itu termasuk modifikasi perilaku/gaya hidup, contohnya seperti mencari tempat
teduh saat berada di luar ruangan dan mengenakan pakaian pelindung, topi, dan kacamata hitam.
Penggunaan tabir surya dan produk lainnya untuk mencegah atau menangkal kerusakan akibat efek
UVR tentu juga sangat penting. Terlepas dari apa adanya diketahui tentang bahaya paparan UVR,
penerapan praktik-praktik ini tidak dilakukan secara teratur oleh sebagian besar pasien. Berbagai
kendala ada, termasuk pilihan gaya hidup dan kesalahpahaman tentang praktik perlindungan
matahari (sun proteksi). Tabir surya, yang merupakan komponen yg utuh dalam semua rejimen
fotoprotektif, hal ini telah dipertanyakan baru-baru ini mengenai keamanannya bagi pengguna dan
dampak bagi lingkung. Tujuan artikel ini adalah untuk memberikan gambaran secara umum mengenai
konsep-konsep baru dalam fotoproteksi dan juga membahas kontroversi saat ini yang berkaitan
dengan tabir surya.

KONSEP BARU DALAM FOTOPROTEKSI


1. Dark Cyclobutane Pyrimidine Dimers Formation
Melanin merupakan agen fotoproteksi dari UVR yang dapat merusak DNA sehingga
menyebakan perkembangan kanker kulit. Namun, sudah baru-baru ini ditemukan dalam model
murine, melanin mungkin juga bersifat karsinogenik dengan berkontribusi pada pembentukan CPD,
bahkan setelah pajanan Radiasi UV-A. Saat melanin terpapar UV-A, itu menginduksi produksi
superoksida dan nitrat oksida, yang menyebabkan penurunan melanin dan merangsang derivat
melanin ke dalam keadaan berenergi tinggi.3 Dikatakan bahwa ini derivat melanin berenergi tinggi
mentransfer energinya ke DNA, menciptakan mutagenik CPD beberapa jam setelah Paparan UV-A.
CPD yang muncul beberapa jam setelah paparan UV disebut sebagai delayed atau "dark" CPDs.
Pheomelanin adalah generator yang lebih kuat dari pada eumelanin pada pembentukan “dark” CPD.
Meskipun penelitian ini belum diperluas ke manusia, harus diperhatikan bahwa pheomelanin adalah
melanin yang dominan di individu berkulit putih, fototip yang lebih rentan terhadap
fotokarsinogenesis.3
(Yang penting, sebuah laporan baru-baru ini telah menunjukkan bahwa paparan UVA melanin
dapat memicu pembentukan CPD melalui keadaan elektronik yang tereksitasi secara
kimiawi. Hasil yang disebut "gelap" CPD, dapat terus dibentuk setidaknya selama 3 jam
setelah paparan UVA , berbeda dengan CPD yang terbentuk segera setelah iradiasi (sekarang
dianggap "ringan" CPD). Fenomena ini telah ditunjukkan sebelumnya dalam melanosit, dan
keratinosit penerima melanosom in vivo , tetapi tidak pada keratinosit manusia).
Salah satu manfaat dari keterlambatan pembentukan CPD hingga 3 jam setelah paparan UV,
seharusnya dijadikan peluang untuk intervensi selama ini. Tujuan dari studi masa depan mungkin
mengembangkan produk untuk melindungi kulit setelah paparan matahari. Sebagai contoh, secara in
vitro, antioksidan vitamin E telah ditunjukkan untuk memblokir pembentukan CPD light dan dark di
keratinosit sebelum atau sesudah Paparan UV-A1.4

2. Photolyases di Sunscreen
Photolyases adalah enzim yang memiliki sifat memperbaiki CPD. Mereka adalah enzim alami
pada bakteri, tanaman, dan hewan yang mengalami paparan UV tinggi; enzim-enzim ini tidak ada pada
manusia dan mamalia plasenta lainnya.5 (Photolyase adalah enzim yang termasuk golongan
flavoprotein. Photolyase adalah flavoprotein karena membutuhkan kofaktor flavin. Ditemukan di

banyak makhluk hidup, tetapi tidak pada mamalia, peran fotolyase adalah untuk memperbaiki
kerusakan pada basis pirimidin DNA, yang disebabkan oleh sinar matahari ultra-violet. Mekanisme

kerjanya telah dipelajari dengan sangat baik dan membutuhkan transfer elektron dan protein antara

enzim dan DNA, setelah aktivasi photolyase oleh cahaya biru atau ultraviolet.)
Dia memperbaiki DNA dengan menggunakan flavonoid, yang bertindak sebagai kromofor UV.
Setelah menyerap UV foton, flavonoid mentransfer elektron tereksitasi ke segmen DNA yang rusak
(yaitu, CPD), kemudian mengubah menjadi bentuk monomer nukleotida untuk dengan photolyases.5
(Selain akibat pertumbuhan dan pemanasan, kerusakan DNA juga terjadi akibat paparan radiasi sinar
UV. Bakteria akan mati jika terpapar radiasi UV, tetapi kerusakan akibat paparan sinar tampak (visible
light) warna biru, masih dapat diperbaiki. Aziz Sancar, ilmuwan asal Turki, dialah yang menemukan
semua fenomena tersebut. Bekerja sama dengan peneliti asal amerika, Claud Rupert, Aziz Sancar
sukses mengkloning gen untuk enzim yang dapat memperbaiki kerusakan DNA akibat UV, sehingga
dapat membantu bakteri dalam hal perbaikan DNA. Enzim ini disebut sebagai enzim fotoliase
(photolyase). Hasil temuan ini merupakan hasil disertasi beliau, meskipun pada akhirnya tidak
mendapat respon positif dari banyak kalangan, sehingga hal ini membuat beliau mengalami penolakan
lamaran pekerjaan di beberapa instansi penelitian setempat. Yale University School of Medicine
akhirnya menerima lamaran kerja Aziz Sancar, meskipun pekerjaan beliau mengenai enzim fotoliase
harus dikesampingkan. Di instansi itulah beliau mulai meneliti tentang perbaikan kerusakan DNA
akibat UV. Kerusakan akibat UV ternyata diketahui memiliki mekanisme pemulihan yang lebih
kompleks dibandingkan dengan kerusakan DNA akibat pasangan basa, seperti yang telah ditemukan
oleh Lindahl sebelumnya. Namun secara kimiawi, prosedur pemulihan memiliki pola yang hampir
sama dengan mekanisme perbaikan pemotongan basa. Mekanisme ini dinamakan Nucleotide Excision
Repair (perbaikan pemotongan nukleotida). Ketika DNA terpapar oleh radiasi UV atau cahaya biru,
ikatan pasangan basa akan mengalami kerusakan/degradasi. Enzim eksonuklease akan mendeteksi
daerah kerusakan dan memotong 12 untai DNA yang ada di sekitar area kerusakan tersebut. DNA
polimerase kemudian mengisi gap yang kosong akibat fasa pemotongan dengan untai DNA baru.
Tahap akhir kemudian ditutup dengan aktivitas DNA ligase yang menyegel untai DNA baru tersebut
kepada untai DNA induk. Karena keberhasilan beliau dalam mengilustrasikan mekasime perbaikan
DNA ini, membuat beliau mendapatkan hadiah Nobel di bidang kimia pada tahun 2015, meskipun
penelitian ini sudah beliau dalami sejak tahun 1976.)
Mutasi terinduksi : mutasi yang disebabkan karena pengaruh agen penginduksi (mutagen). Mutagen
dapat berupa faktor fisik (seperti UV) maupun kimia (EtBr, 5-bromo uracil, EMS, acridine orange, 2-
amino purin). UV menyebabkan basa pyrimidine dimer (biasanya thymine dimer tapi mungkin juga
cytosine dimer). Basa dimer ini menyebabkan kerusakan pada struktur DNA sehingga replikasi DNA
terhambat. Jika replikasi DNA tidak terjadi, maka bakteri dapat mengalami kematian. Untuk mengatasi
hal tersebut, bakteri memiliki mekanisme perbaikan yang disebut SOS response (Gambar 3). Namun
pada SOS response ini, tidak ada proof reading seperti halnya replikasi DNA secara normal. Tidak
adanya proof reading dapat menyebabkan terjadi kesalahan replikasi (mutasi). Selain SOS response,
bakteri memiliki mekanisme untuk memperbaiki kesalahan replikasi akibat UV
yaitu photoreactivation (Gambar 3). Proses photoreactivation ini dikatalisis oleh enzim photolyase
yang bekerja jika ada cahaya visible. Enzim photolyase akan memotong ikatan kovalen antar basa
dimer dan menggantinya dengan urutas basa aslinya. Mekanisme perbaikan dengan
photoreactivation ini sangat efisien dan akurat sehingga dapat mencegah mutasi. Oleh karena itu,
bakteri yang mutasi dengan UV di laboratorium, harus dibungkus untuk menghindari bakteri dari
paparan cahaya visible agar proses photoreactivation tidak terjadi.

Baik penelitian secara in vitro dan in vivo telah mendukung manfaat dari photolyases dalam
mencegah fotodamage.6-8 Semua studi manusia dilakukan dengan tabir surya yang mengandung
bahan kimia (yaitu, organik) Filter UV, dengan fotolyase yang dikemas dalam liposom untuk
meningkatkan penetrasi melalui stratum corneum. Dalam penelitian lain, khasiat dari faktor
perlindungan matahari (SPF) 50 tabir surya, dengan atau tanpa antioksidan (carnosine, arazine,
ergothionine) dan / atau photolyases dalam mengurangi pembentukan CPD dievaluasi. Ditemukan
bahwa kombinasi antioksidan topikal dan photolyases menghasilkan pengurangan CPD dan kerusakan
protein yang diinduksi radikal bebas dibandingkan dengan tabir surya yang mengandung salah satu
bahan saja, menunjukkan bahwa antioksidan dan photolyases mungkin memiliki efek sinergis.9 Pada
pasien yang diobati dengan terapi fotodinamik untuk keratosis aktinik, pengobatan dengan tabir surya
yang mengandung photolyases topikal menghasilkan waktu remisi yang lebih lama.10,11 Penggunaan
tabir surya yang mengandung photolyase pada pasien dengan xeroderma pigmentosum menghasilkan
lebih rendah kejadian keratosis aktinik baru, karsinoma sel basal, dan karsinoma sel skuamosa pada 1
tahun dibandingkan dengan penggunaan tabir surya saja.12 Seharusnya ini menjadi catatan bahwa
tabir surya yang mengandung fotolyase tersedia di Amerika Serikat pada saat penulisan seng oksida
sebagai satu-satunya filter UV, sedangkan ini penelitian dilakukan dengan produk yang mengandung
filter kimia.

3. Peran Cahaya yang Terlihat


Secara historis, banyak penelitian fotoproteksi lebih fokus tentang efek sinar UV. Baru-
baru saja, spektrum cahaya tampak, dengan panjang gelombang antara 400 dan 700 nm, telah
ditemukan dapat menginduksi pigmentasi kulit. Hiperpigmentasi yg disebabkan UV-B terjadi
karena peningkatan ekspresi p53 yang menyebabkan melanogenesis. Menariknya, bila
dibandingkan dengan radiasi UV-B, cahaya biru-ungu (bagian dari spektrum cahaya tampak)
belum ditemukan dapat meningkatkan ekspresi p53.13 Mekanisme pigmentasi dan
melanogenesis yang terinduksi cahaya tampak masih sedang diselidiki secara aktif.
Cahaya tampak adalah bentuk radiasi elektromagnetik (EM), seperti juga gelombang
radio, radiasi inframerah, radiasi ultraviolet, sinar-X dan gelombang mikro. Secara umum,
cahaya tampak didefinisikan sebagai panjang gelombang yang terlihat oleh sebagian
besar mata manusia. Radiasi EM ditransmisikan dalam gelombang atau partikel pada
panjang gelombang dan frekuensi yang berbeda. Rentang panjang gelombang yang luas
ini dikenal sebagai spektrum elektromagnetik . Spektrum itu biasanya dibagi menjadi
tujuh wilayah dengan urutan panjang gelombang yang berkurang dan peningkatan energi
dan frekuensi. Sebutan umum adalah gelombang radio, gelombang mikro, inframerah
(IR), cahaya tampak, ultraviolet (UV), sinar-X dan sinar gamma.

Sebuah studi terhadap 22 pasien menemukan bahwa, ketika terpapar cahaya tampak,
pasien dengan tipe kulit IV sampai VI mengembangkan pigmentasi yang lebih gelap dan lebih
berkelanjutan dibandingkan dengan subjek yang terpapar UV-A1 murni. Selain itu, terlihat cahaya
yang diinduksi pigmentasi diamati hingga 2 minggu setelah radiasi, ketika UV-A1 diinduksi
pigmentasi telah teratasi. Efek Pigmentasi ini tidak diamati pada pasien dgn kulit yang lebih ringan
yaitu jenis kulit II.14 Secara histologis dalam penelitian ini ditemukan bahwa migrasi melanin yang
diinduksi cahaya terlihat dari lapisan basal ke lapisan atas di epidermis. Temuan ini bisa
menjelaskan efek pigmentasi yang berkelanjutan hingga 2 minggu setelah paparan cahaya
tampak. Terlihat pigmentasi tergantung pada radiasi. Selanjutnya, paparan sumber cahaya yang
memancarkan terlihat ringan dan sejumlah kecil UV-A1 (0,5%) dihasilkan dalam pigmentasi yang
lebih intens dibandingkan dengan paparan cahaya tampak murni.15
Temuan ini mendukung konsep cahaya yg tampak mungkin memiliki peran dalam kondisi
yang diperburuk oleh paparan sinar matahari, seperti hiperpigmentasi post inflamaasi dan
melasma, terutama di tempat yang individu berkulit lebih gelap. Temuan ini sangat penting
karena spektrum yang terlihat kompromi 38,9% dari sinar matahari yang mencapai permukaan
bumi.14 Filter UV kimia (yaitu, organik) yang tersedia saat ini tidak cukup untuk melindungi kulit
dari efek cahaya tampak (Tabel 1). Demikian pula, tabir surya saat ini tidak memberikan
perlindungan yang memadai untuk spektrum UV-A1, yang bertindak secara sinergis dengan
cahaya yg terlihat.15 Meskipun seng oksida atau titanium dioksida yang non-mikronik dapat
menghambat transmisi cahaya tampak, gambaran putih berkapur dari agen-agen ini
membuatnya secara estetika tidak dapat diterima oleh pengguna. Mirip seperti paparan UVR,
paparan cahaya tampak juga menghasilkan reaktif spesies oksigen (ROS); oleh karena itu,
mungkin saja antioksidan dapat berperan dalam mengurangi perubahan pigmen ini.16

4. Vitamin D dan Sunburn


UV-B bertanggung jawab atas konversi epidermal 7-dehydrocholesterol menjadi
vitamin D3 aktif (cholecalciferol), yang telah ditemukan memiliki berbagai efek
imunomodulator. Sebelumnya Penelitian in vitro dan hewan telah membuktikan hal itu
vitamin D meningkatkan respons antimikroba, menekan mediator proinflamasi, dan
mengurangi peradangan setelah cedera kulit.17 Baru-baru ini, sebuah studi percontohan dgn
subyek manusia ditampilkan vitamin D3 (cholecalciferol) oral dosis tinggi bermanfaat dalam
melemahkan respons kulit terbakar. Dua puluh pasien secara acak menerima plasebo atau
vitamin D3 oral dosis tinggi 1 jam setelahnya terkena 3 dosis eritema minimal simulator radiasi
matahari dibandingkan dengan kelompok plasebo, subjek yang menerima 200.000 IU vitamin
D3 mengalami penurunan kulit yang berkelanjutan kemerahan setelah terbakar sinar
matahari eksperimental dengan lebih sedikit kerusakan epidermal yang dicatat pada biopsi
kulit. Subjek-subjek ini juga mengalami penurunan rilis mediator proinflamasi nekrosis tumor
factor-alpha dan nitric oxide synthase. Penemuan ini dikaitkan dengan peningkatan ekspresi
gen di kulit arginase-1, yang antiinflamasi.17 Uji klinis yang lebih besar diperlukan untuk
mendukung temuan bukti konsep ini belajar.

5. Pembentukan Non-topical potoproteksi


Bentuk perlindungan matahari nontopikal lainnya juga baru-baru ini mendapatkan
minat untuk memberikan tambahan perlindungan terhadap paparan UVR. Tabir surya dengan
filter UV organik dan anorganik tidak melindungi terhadap cahaya tampak. Fotoprotektif
sistemik agen mungkin bermanfaat karena alasan ini. Beberapa penelitian telah menunjukkan
bahwa obat yang diberikan secara oral dan subkutan telah terbukti efektif dalam mengurangi
photodamage, tetapi lebih besar studi masih diperlukan untuk mengkonfirmasi
kemanjurannya (Tabel 2).
Ekstrak polypodium leucotomos berasal dari tanaman pakis yang ada di Amerika
Tengah dan Selatan. Telah terbukti memiliki antioksidan dan sifat antiinflamasi. Sebagai
antioksidan, ekstrak P leucotomos mengurangi peroksida lipid dan menetralkan anion
superoksida dan radikal hidroksil setelah pajanan UV.18 Sifat antiinflamasinya dikaitkan
dengan berkurang Ekspresi siklooksigenase-2 akibat UV, mutasi gen p53, dan pembentukan
CPD dan infiltrat inflamasi pada hewan model.18 Penelitian pada manusia menunjukkan bahwa
ekstrak P leucotomos meningkatkan dosis UV yang diperlukan untuk penggelapan pigmen,
dosis eritema minimal, dan dosis fototoksik minimal.19,20 Ini memproteksi fototoksisitas akibat
UV-B dan UV-A.21 Juga bermanfaat untuk mencegah erupsi cahaya polimorf (PLE), solar
urtikaria, dan fotodermatosis lainnya.22 Saat ini studi sedang dilakukan mengenai manfaatnya
dalam melindungi kulit terhadap delayed tanning and persistent pigment darking yg disebabkan oleh
cahaya tampak. Tinjauan terhadap studi sains pada manusia dan dasar tidak menemukan efek

samping yang signifikan dari ekstrak P leucotomos oral.23


UVA adalah merupakan singkatan yang mana P singkatan dari psoralen, U untuk ultra, V untuk
violet, dan A untuk bagian spektrum dengan panjang gelombang matahari antara 320 dan 400
nanometer . Psoralens adalah bahan kimia yang ditemukan di tanaman tertentu yang memiliki
kemampuan untuk menyerap sinar UVA. Setelah energi cahaya diserap, psoralens ini dapat
berinteraksi dengan DNA, yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan sel tidak terkontrol
yang terjadi pada psoriasis.

Erupsi cahaya polimorf ( PLE ), kadang-kadang juga disebut erupsi


polimorfik ( PMLE ), adalah kondisi kulit yang tidak mengancam jiwa dan berpotensi
menyusahkan [2] yang dipicu oleh sinar matahari dan paparan UV buatan [3] pada orang
yang secara genetik rentan, [4] khususnya di daerah beriklim sedang selama musim semi
dan awal musim panas. [1] Karena banyak penampilan klinisnya , ia dinamai polimorfik
atau polimorf dan istilah ini digunakan secara bergantian. [5] Gatal yang dihasilkan
dapat menyebabkan penderitaan yang signifikan. [2] [6]

Solar urticaria, merupakan kondisi kulit dimana terdapat alergi langka terhadap
sinar matahari yang menyebabkan gatal-gatal pada kulit yang terpapar sinar matahari. Gatal
dan bintik kemerahan biasanya muncul dalam beberapa menit setelah terpapar sinar
matahari.

Nikotinamid adalah suatu amida dari asam nikotinad (vitamin B3) (dikenal juga dgn
niasin; asam nikotinat) dan merupakan kofaktor untuk adenosin trifosfat, yang penting dalam
Perbaikan DNA di kulit. Aman dan tersedia secara luas di apotek. Tidak menyebabkan reaksi
memerah. UVR biasanya menghambat produksi adenosin trifosfat dan mencegah respons
imun kulit yang optimal dan perbaikan DNA yg dapat menyebabkan fotokarsinogenesis.
Nicotinamide memblokir efek UV yaitu menghambat produksi adenosin trifosfat,
meningkatkan perbaikan DNA, dan mengurangi pembentukan CPDs.24 Dalam uji klinis fase II,
subjek dengan kulit yang rusak akibat sinar matahari yang mengonsumsi 500 mg sekali atau
dua kali setiap hari memiliki 29% dan 35%, lebih sedikit actinic keratosis pada 4 bulan.25 Uji
coba fase III menunjukkan bahwa nikotinamid bermanfaat sebagai kemopreventif pada subjek
dengan riwayat 2 atau lebih kanker kulit non-melanoma. Subjek yang menerima nicotinamide
500 mg dua kali sehari, tingkat kanker kulit baru non-melanoma yang lebih rendah 23% dan
11% lebih sedikit keratosis aktinik dibandingkan dengan plasebo pada 12 bulan.26 Khususnya,
konsisten dengan mekanisme mencegah penghambatan adenosin yang disebabkan UV,
respons ini tidak berkelanjutan setelah nikotinamid dihentikan.
Afamelanotide adalah analog struktural dari hormon stimulasi alfamelanosit dan
bertindak sebagai agonis reseptor melanocortin-1. Mendorong sintesis melanin (eumelanin)
tanpa kerusakan seluler sebagai akibat pajanan UV.27 digunakan fotoprotektif pada pasien
dengan protoporphyria erythropoietic dan solar urtikaria dengan merangsang melanogenesis
dan bertindak sebagai antioksidan.28,29 Pada fase II dan uji coba fase III di Eropa dan Amerika
Serikat, pasien dengan protoporphyria erythropoietic diberikan 16 mg subkutan selama 60
hari; mereka memiliki kualitas hidup yang lebih baik dan periode bebas rasa sakit yang lebih
lama setelah paparan sinar matahari.30 Dalam kombinasi dengan fototerapi narrowband
Ultraviolet B (NB-UVB), itu juga menunjukan cepatnya repigmentasi pada vitiligo.27

KONTROVERSI PADA SUNSCREENS


1. UV Diblokir Versus Ditransmisikan
SPF adalah istilah terkenal yang digunakan untuk efektifitas tabir surya sebagai pelindung
eritema akibat radiasi (EIR). Kesalaha pahaman yang terjadi dibanyak orang adalah bahwa SPF diatas
30 hanya memberikan perlindungan tambahan minimal.31,32 Kesalahpahaman ini mungkin berasal dari
cara penyampaian SPF umumnyan sebagai persen absorbsi EIR bukan persen dari transmisi EIR.
Padahal foton yang ditrasnmisikan itu memiliki efek biologis terhhadap manusia dibandingkan dengan
foton yang diabsorbsi. Misalnya, ketika membandingkan persen penyerapan EIR dari SPF 30 yaitu
96,7% dengan SPF 60 yaitu 98,3%. Namun, jika membandingkan jumlah foton yang didapat saat
terpapar, SPF 30 memungkinkan 2 foton untuk ditransmisikan, dan SPF 60 sebanyak 1 foton (Tabel 3).
Tabir surya SPF yang lebih tinggi lebih bermanfaat untuk fotoproteksi kumulatif jangka panjang.

2. Keamanan Oxybenzone dan Bahan aktif Tabir Surya Lainnya


Oxybenzone (benzophenone-3) banyak digunakan filter organik spektrum luas yang protektif
terhadap UV-B dan UV-A2 (lihat Tabel 1).34 Dalam Laporan 2018, diperkirakan dua pertiga tabir surya
nonmineral di Amerika Serikat.34 Namun, ada kekhawatiran yang muncul seperti potensi fotoalergi,
penyerapan sistemik, efek samping endokrin, dan dampak terhadap lingkungan.35 Pada tahun 2014,
benzophenones dinamai American Contact Dermatitis Society's Contact Alergen Tahun Ini. Dari semua
filter UV, itu adalah penyebab paling umum dari fotoalergi dan kontak reaksi alergi.36 Dalam penelitian
retrospektif 10 tahun, terdapat 70,2% pasien memiliki uji patch positif terhadap oksibenzon.36 Di Uni
Eropa, sebagian besar oksibenzon diganti dengan UV filter spektrum luas lainnya. Sayangnya,
penggantian ini tidak mudah dilakukan di Amerika Serikat karena banyak filter belum disetujui oleh
FDA di Amerika Serikat. Selain itu, oxybenzone telah ditemukan efek endokrinologis pada ikan dan
tikus.37-39 Pada ikan itu telah terbukti memiliki efek antiandrogenik dan antiestrogenik. Paparan kronis
terhadap oksibenzon pada ikan menghasilkan penurunan produksi telur dan penetasan telur. Pada
tikus, efek estrogenik tergantung dosis, diamati ketika hewan-hewan ini diberi dosis tinggi oksibenzon
(1500 mg/kg/d) dalam air minum mereka.39 Pada manusia, itu ada Diperkirakan bahwa, jika seseorang
menggunakan tabir surya di 2 mg/cm2, yang merupakan dosis yang digunakan untuk pengujian SPF,
sampai 100% dari permukaan tubuh mereka, itu akan memakan waktu hampir 35 tahun aplikasi harian
untuk mencapai serum tingkat terdeteksi pada tikus yang digunakan dalam penelitian itu.40 Studi
jangka pendek yang mengevaluasi aplikasi topikal Filter UV termasuk oxybenzone pada manusia
ditemukan bahwa tidak ada perubahan signifikan terkait filter UV dalam fungsi endokrinologis,
reproduksi, atau tiroid.40,41 Itu juga harus ditekankan Meskipun oxybenzone telah digunakan di
Amerika Serikat sejak 1978, tidak ada dilaporkan mengenai efek sistemik yang merugikan pada
manusia. Ada juga kekhawatiran tentang potensi tersebut merusak lingkungan laut; filter-filter ini
termasuk oxybenzone, octocrylene, octinoxate, dan ethyl hexyl salicyclate.35 Secara in vitro,
oxybenzone telah terbukti menyebabkan pemutihan terumbu karang, memicu osifikasi dan
mendeformasi DNA pada stadium larva.42 Sebuah penelitian mengukur konsentrasi oksibenzon dalam
air laut di berbagai lokasi, termasuk Hawaii dan Kepulauan Virgin AS, menemukan berbagai tingkat
terdeteksi dari 0,8 mg / L hingga 1,4 mg / L. Dilaporkan bahwa konsentrasi sel oksi oksibenzon untuk
7 spesies karang yang berbeda berkisar antara 8 hingga 340 mg / L selama 4 jam paparan.42
Kekhawatiran ini telah menyebabkan Hawaii untuk meloloskan RUU legislatif yang melarang
penjualan dan distribusi oxybenzone dan octinoxate. RUU itu ditandatangani menjadi undang-undang
oleh gubernur pada 3 Juli 2018, dan akan mulai berlaku pada Januari 2021.

3. Nanopartikel Bebas Kerusakan Radikal pada Kulit


Keamanan filter UV anorganik spektrum luas atau tabir surya fisik, seperti titanium dioksida,
dan seng oksida juga dipertanyakan. Titanium oksida dan seng oksida diformulasikan sebagai produk
berukuran nano yang lebih mudah berbaur dengan kulit. Ketika terkena sinar UV, titanium oksida dan
seng oksida memancarkan elektron dan menghasilkan radikal bebas dan spesies oksigen reaktif.
Kekhawatiran ini ketika terpapar UVR,nanopartikel berpotensi merusak protein, lipid, dan DNA. Ini
harus diperhatikan bahwa semua partikel nano yang digunakan dalam tabir surya dilapisi (biasanya
dengan silika), sangat membatasi jumlah radikal bebas yang dilepaskan ke lingkungan mikro.
Selanjutnya banyak penelitian telah menemukan bahwa nanopartikel ini tidak menembus kulit sehat
dan sebagian besar terbatas pada stratum korneum.44 Satu baru-baru ini studi menggunakan kulit babi
menemukan bahwa kerusakan kulit akibat UVB meningkatkan penetrasi titanium dan seng oksida ke
dalam epidermis tetapi tidak ada penyerapan transdermal atau sistemik.44 Selain itu, studi mengenai
toksisitas nanopartikel titanium oksida dan seng oksida yg digunakan secara subkutan dan intravena
umunya menunjukkan toksisitas yang rendah.45

4. Antioksidan dalam Tabir Surya


Tabir surya mengandung antioksidan topikal telah ditemukan untuk mengurangi produksi
spesies oksigen reaktif, sitokin, dan Ekspresi matrix metaloproteinase-1 setelah iradiasi oleh UV dan
cahaya tampak.16 Mengkombinasi penggunaan tabir surya broadspectrum dengan antioksidan
ditemukan lebih unggul dibandingkan hanya tabir surya saja dalam menekan pigmentasi akibat UV,
penipisan sel Langerhan, dan induksi matrix metalloproteinases.46,47 Namun, antioksidan topikal difusi
terbatas ke epidermis. Penggunaan kombinasi antara antioksidan dan tabir surya semakin populer
dikalangan perusahaan farmasi dan cosmeceutical (Tabel4).48-54

KESIMPULAN
Kemajuan terbaru dalam photomedicine, termasuk penemuan keterlambatan produksi CPD dan efek
biologis cahaya tampak, telah menghasilkan lebih banyak pemahaman menyeluruh tentang
mekanisme dari photodamage.
Penemuan ini membuka opsi terapi tambahan, termasuk agen fotoprotektif sistemik, agen topikal
termasuk antioksidan dan photolyases.
Edukasi kepada publik harus terus dilakukan mengenai photoprotektif, seperti mencari tempat teduh
saat di luar ruangan, mengenakan pakaian photoprotectif, topi yg lebar, kacamata hitam dan
menerapkan SPF spektrum luas atau sunscreen lainnya.
Meskipun data masih terus berkembang, kita tetap harus peduli tentang dampak lingkungan dari filter
UV organik/kimia, dan kita dapat menggunakan tabir surya filter anorganik.

Anda mungkin juga menyukai