POIN PENTING
Kemajuan terbaru, termasuk penemuan keterlambatan produksi dimer crimobutane pirimidin
dan efek biologis dari cahaya tampak, telah menghasilkan pemahaman yang lebih menyeluruh
tentang mekanisme fotodamage.
Agen fotoprotektif sistemik dan topikal, termasuk antioksidan dan photolyases, dapat
memberikan perlindungan tambahan terhadap radiasi UV kumulatif dan fotodamage yang
diinduksi cahaya tampak.
Meskipun data masih terus berkembang, dampak keselamatan dan lingkungan dari filter UV
organik / kimia telah dipertanyakan baru-baru ini.
Dermatologis memainkan peran penting dalam mendidik pasien dan masyarakat tentang
fotoprotektif strategi.
PENGANTAR
Banyaknya paparan radiasi UV (UVR) memainkan peran penting dalam photoaging,
imunosupresi, fotokarsinogenesis dan fotodermatosis eksaserbasi. UV-A (panjang gelombangnya 320-
400 nm) menembus ke dalam dermis dan merusak DNA dengan memproduksi spesi oksigen reaktif
(ROS).1,2 Ini merupakan kontributor utama dalam photoaging. UV-B (panjang gelombangnya 290-
320 nm), akan menyebabkan terjadinya sunburn yg secara langsung merusak DNA akibat dari
pembentukan cyclobutane-type pyrimidine dimers/ CPD dan pyrimidine (6-4)
pyrimidone/6’4’-DNA photoproducts2 Baik UV-A dan UV-B meningkatkan risiko karsinoma sel
basal, karsinoma sel skuamosa, dan melanoma. Menurut Yayasan Kanker Kulit, 90% dari kanker kulit
non-melanoma dan 86% melanoma berhubungan dengan paparan sinar matahari dan UVR.2
Fotoproteksi adalah salah satu strategi kesehatan preventif yang penting, dan ahli kulit
memainkan peran penting dalam memberi edukasi pasien untuk menerapkan tindakan perlindungan.
Photoprotection itu termasuk modifikasi perilaku/gaya hidup, contohnya seperti mencari tempat
teduh saat berada di luar ruangan dan mengenakan pakaian pelindung, topi, dan kacamata hitam.
Penggunaan tabir surya dan produk lainnya untuk mencegah atau menangkal kerusakan akibat efek
UVR tentu juga sangat penting. Terlepas dari apa adanya diketahui tentang bahaya paparan UVR,
penerapan praktik-praktik ini tidak dilakukan secara teratur oleh sebagian besar pasien. Berbagai
kendala ada, termasuk pilihan gaya hidup dan kesalahpahaman tentang praktik perlindungan
matahari (sun proteksi). Tabir surya, yang merupakan komponen yg utuh dalam semua rejimen
fotoprotektif, hal ini telah dipertanyakan baru-baru ini mengenai keamanannya bagi pengguna dan
dampak bagi lingkung. Tujuan artikel ini adalah untuk memberikan gambaran secara umum mengenai
konsep-konsep baru dalam fotoproteksi dan juga membahas kontroversi saat ini yang berkaitan
dengan tabir surya.
2. Photolyases di Sunscreen
Photolyases adalah enzim yang memiliki sifat memperbaiki CPD. Mereka adalah enzim alami
pada bakteri, tanaman, dan hewan yang mengalami paparan UV tinggi; enzim-enzim ini tidak ada pada
manusia dan mamalia plasenta lainnya.5 (Photolyase adalah enzim yang termasuk golongan
flavoprotein. Photolyase adalah flavoprotein karena membutuhkan kofaktor flavin. Ditemukan di
banyak makhluk hidup, tetapi tidak pada mamalia, peran fotolyase adalah untuk memperbaiki
kerusakan pada basis pirimidin DNA, yang disebabkan oleh sinar matahari ultra-violet. Mekanisme
kerjanya telah dipelajari dengan sangat baik dan membutuhkan transfer elektron dan protein antara
enzim dan DNA, setelah aktivasi photolyase oleh cahaya biru atau ultraviolet.)
Dia memperbaiki DNA dengan menggunakan flavonoid, yang bertindak sebagai kromofor UV.
Setelah menyerap UV foton, flavonoid mentransfer elektron tereksitasi ke segmen DNA yang rusak
(yaitu, CPD), kemudian mengubah menjadi bentuk monomer nukleotida untuk dengan photolyases.5
(Selain akibat pertumbuhan dan pemanasan, kerusakan DNA juga terjadi akibat paparan radiasi sinar
UV. Bakteria akan mati jika terpapar radiasi UV, tetapi kerusakan akibat paparan sinar tampak (visible
light) warna biru, masih dapat diperbaiki. Aziz Sancar, ilmuwan asal Turki, dialah yang menemukan
semua fenomena tersebut. Bekerja sama dengan peneliti asal amerika, Claud Rupert, Aziz Sancar
sukses mengkloning gen untuk enzim yang dapat memperbaiki kerusakan DNA akibat UV, sehingga
dapat membantu bakteri dalam hal perbaikan DNA. Enzim ini disebut sebagai enzim fotoliase
(photolyase). Hasil temuan ini merupakan hasil disertasi beliau, meskipun pada akhirnya tidak
mendapat respon positif dari banyak kalangan, sehingga hal ini membuat beliau mengalami penolakan
lamaran pekerjaan di beberapa instansi penelitian setempat. Yale University School of Medicine
akhirnya menerima lamaran kerja Aziz Sancar, meskipun pekerjaan beliau mengenai enzim fotoliase
harus dikesampingkan. Di instansi itulah beliau mulai meneliti tentang perbaikan kerusakan DNA
akibat UV. Kerusakan akibat UV ternyata diketahui memiliki mekanisme pemulihan yang lebih
kompleks dibandingkan dengan kerusakan DNA akibat pasangan basa, seperti yang telah ditemukan
oleh Lindahl sebelumnya. Namun secara kimiawi, prosedur pemulihan memiliki pola yang hampir
sama dengan mekanisme perbaikan pemotongan basa. Mekanisme ini dinamakan Nucleotide Excision
Repair (perbaikan pemotongan nukleotida). Ketika DNA terpapar oleh radiasi UV atau cahaya biru,
ikatan pasangan basa akan mengalami kerusakan/degradasi. Enzim eksonuklease akan mendeteksi
daerah kerusakan dan memotong 12 untai DNA yang ada di sekitar area kerusakan tersebut. DNA
polimerase kemudian mengisi gap yang kosong akibat fasa pemotongan dengan untai DNA baru.
Tahap akhir kemudian ditutup dengan aktivitas DNA ligase yang menyegel untai DNA baru tersebut
kepada untai DNA induk. Karena keberhasilan beliau dalam mengilustrasikan mekasime perbaikan
DNA ini, membuat beliau mendapatkan hadiah Nobel di bidang kimia pada tahun 2015, meskipun
penelitian ini sudah beliau dalami sejak tahun 1976.)
Mutasi terinduksi : mutasi yang disebabkan karena pengaruh agen penginduksi (mutagen). Mutagen
dapat berupa faktor fisik (seperti UV) maupun kimia (EtBr, 5-bromo uracil, EMS, acridine orange, 2-
amino purin). UV menyebabkan basa pyrimidine dimer (biasanya thymine dimer tapi mungkin juga
cytosine dimer). Basa dimer ini menyebabkan kerusakan pada struktur DNA sehingga replikasi DNA
terhambat. Jika replikasi DNA tidak terjadi, maka bakteri dapat mengalami kematian. Untuk mengatasi
hal tersebut, bakteri memiliki mekanisme perbaikan yang disebut SOS response (Gambar 3). Namun
pada SOS response ini, tidak ada proof reading seperti halnya replikasi DNA secara normal. Tidak
adanya proof reading dapat menyebabkan terjadi kesalahan replikasi (mutasi). Selain SOS response,
bakteri memiliki mekanisme untuk memperbaiki kesalahan replikasi akibat UV
yaitu photoreactivation (Gambar 3). Proses photoreactivation ini dikatalisis oleh enzim photolyase
yang bekerja jika ada cahaya visible. Enzim photolyase akan memotong ikatan kovalen antar basa
dimer dan menggantinya dengan urutas basa aslinya. Mekanisme perbaikan dengan
photoreactivation ini sangat efisien dan akurat sehingga dapat mencegah mutasi. Oleh karena itu,
bakteri yang mutasi dengan UV di laboratorium, harus dibungkus untuk menghindari bakteri dari
paparan cahaya visible agar proses photoreactivation tidak terjadi.
Baik penelitian secara in vitro dan in vivo telah mendukung manfaat dari photolyases dalam
mencegah fotodamage.6-8 Semua studi manusia dilakukan dengan tabir surya yang mengandung
bahan kimia (yaitu, organik) Filter UV, dengan fotolyase yang dikemas dalam liposom untuk
meningkatkan penetrasi melalui stratum corneum. Dalam penelitian lain, khasiat dari faktor
perlindungan matahari (SPF) 50 tabir surya, dengan atau tanpa antioksidan (carnosine, arazine,
ergothionine) dan / atau photolyases dalam mengurangi pembentukan CPD dievaluasi. Ditemukan
bahwa kombinasi antioksidan topikal dan photolyases menghasilkan pengurangan CPD dan kerusakan
protein yang diinduksi radikal bebas dibandingkan dengan tabir surya yang mengandung salah satu
bahan saja, menunjukkan bahwa antioksidan dan photolyases mungkin memiliki efek sinergis.9 Pada
pasien yang diobati dengan terapi fotodinamik untuk keratosis aktinik, pengobatan dengan tabir surya
yang mengandung photolyases topikal menghasilkan waktu remisi yang lebih lama.10,11 Penggunaan
tabir surya yang mengandung photolyase pada pasien dengan xeroderma pigmentosum menghasilkan
lebih rendah kejadian keratosis aktinik baru, karsinoma sel basal, dan karsinoma sel skuamosa pada 1
tahun dibandingkan dengan penggunaan tabir surya saja.12 Seharusnya ini menjadi catatan bahwa
tabir surya yang mengandung fotolyase tersedia di Amerika Serikat pada saat penulisan seng oksida
sebagai satu-satunya filter UV, sedangkan ini penelitian dilakukan dengan produk yang mengandung
filter kimia.
Sebuah studi terhadap 22 pasien menemukan bahwa, ketika terpapar cahaya tampak,
pasien dengan tipe kulit IV sampai VI mengembangkan pigmentasi yang lebih gelap dan lebih
berkelanjutan dibandingkan dengan subjek yang terpapar UV-A1 murni. Selain itu, terlihat cahaya
yang diinduksi pigmentasi diamati hingga 2 minggu setelah radiasi, ketika UV-A1 diinduksi
pigmentasi telah teratasi. Efek Pigmentasi ini tidak diamati pada pasien dgn kulit yang lebih ringan
yaitu jenis kulit II.14 Secara histologis dalam penelitian ini ditemukan bahwa migrasi melanin yang
diinduksi cahaya terlihat dari lapisan basal ke lapisan atas di epidermis. Temuan ini bisa
menjelaskan efek pigmentasi yang berkelanjutan hingga 2 minggu setelah paparan cahaya
tampak. Terlihat pigmentasi tergantung pada radiasi. Selanjutnya, paparan sumber cahaya yang
memancarkan terlihat ringan dan sejumlah kecil UV-A1 (0,5%) dihasilkan dalam pigmentasi yang
lebih intens dibandingkan dengan paparan cahaya tampak murni.15
Temuan ini mendukung konsep cahaya yg tampak mungkin memiliki peran dalam kondisi
yang diperburuk oleh paparan sinar matahari, seperti hiperpigmentasi post inflamaasi dan
melasma, terutama di tempat yang individu berkulit lebih gelap. Temuan ini sangat penting
karena spektrum yang terlihat kompromi 38,9% dari sinar matahari yang mencapai permukaan
bumi.14 Filter UV kimia (yaitu, organik) yang tersedia saat ini tidak cukup untuk melindungi kulit
dari efek cahaya tampak (Tabel 1). Demikian pula, tabir surya saat ini tidak memberikan
perlindungan yang memadai untuk spektrum UV-A1, yang bertindak secara sinergis dengan
cahaya yg terlihat.15 Meskipun seng oksida atau titanium dioksida yang non-mikronik dapat
menghambat transmisi cahaya tampak, gambaran putih berkapur dari agen-agen ini
membuatnya secara estetika tidak dapat diterima oleh pengguna. Mirip seperti paparan UVR,
paparan cahaya tampak juga menghasilkan reaktif spesies oksigen (ROS); oleh karena itu,
mungkin saja antioksidan dapat berperan dalam mengurangi perubahan pigmen ini.16
Solar urticaria, merupakan kondisi kulit dimana terdapat alergi langka terhadap
sinar matahari yang menyebabkan gatal-gatal pada kulit yang terpapar sinar matahari. Gatal
dan bintik kemerahan biasanya muncul dalam beberapa menit setelah terpapar sinar
matahari.
Nikotinamid adalah suatu amida dari asam nikotinad (vitamin B3) (dikenal juga dgn
niasin; asam nikotinat) dan merupakan kofaktor untuk adenosin trifosfat, yang penting dalam
Perbaikan DNA di kulit. Aman dan tersedia secara luas di apotek. Tidak menyebabkan reaksi
memerah. UVR biasanya menghambat produksi adenosin trifosfat dan mencegah respons
imun kulit yang optimal dan perbaikan DNA yg dapat menyebabkan fotokarsinogenesis.
Nicotinamide memblokir efek UV yaitu menghambat produksi adenosin trifosfat,
meningkatkan perbaikan DNA, dan mengurangi pembentukan CPDs.24 Dalam uji klinis fase II,
subjek dengan kulit yang rusak akibat sinar matahari yang mengonsumsi 500 mg sekali atau
dua kali setiap hari memiliki 29% dan 35%, lebih sedikit actinic keratosis pada 4 bulan.25 Uji
coba fase III menunjukkan bahwa nikotinamid bermanfaat sebagai kemopreventif pada subjek
dengan riwayat 2 atau lebih kanker kulit non-melanoma. Subjek yang menerima nicotinamide
500 mg dua kali sehari, tingkat kanker kulit baru non-melanoma yang lebih rendah 23% dan
11% lebih sedikit keratosis aktinik dibandingkan dengan plasebo pada 12 bulan.26 Khususnya,
konsisten dengan mekanisme mencegah penghambatan adenosin yang disebabkan UV,
respons ini tidak berkelanjutan setelah nikotinamid dihentikan.
Afamelanotide adalah analog struktural dari hormon stimulasi alfamelanosit dan
bertindak sebagai agonis reseptor melanocortin-1. Mendorong sintesis melanin (eumelanin)
tanpa kerusakan seluler sebagai akibat pajanan UV.27 digunakan fotoprotektif pada pasien
dengan protoporphyria erythropoietic dan solar urtikaria dengan merangsang melanogenesis
dan bertindak sebagai antioksidan.28,29 Pada fase II dan uji coba fase III di Eropa dan Amerika
Serikat, pasien dengan protoporphyria erythropoietic diberikan 16 mg subkutan selama 60
hari; mereka memiliki kualitas hidup yang lebih baik dan periode bebas rasa sakit yang lebih
lama setelah paparan sinar matahari.30 Dalam kombinasi dengan fototerapi narrowband
Ultraviolet B (NB-UVB), itu juga menunjukan cepatnya repigmentasi pada vitiligo.27
KESIMPULAN
Kemajuan terbaru dalam photomedicine, termasuk penemuan keterlambatan produksi CPD dan efek
biologis cahaya tampak, telah menghasilkan lebih banyak pemahaman menyeluruh tentang
mekanisme dari photodamage.
Penemuan ini membuka opsi terapi tambahan, termasuk agen fotoprotektif sistemik, agen topikal
termasuk antioksidan dan photolyases.
Edukasi kepada publik harus terus dilakukan mengenai photoprotektif, seperti mencari tempat teduh
saat di luar ruangan, mengenakan pakaian photoprotectif, topi yg lebar, kacamata hitam dan
menerapkan SPF spektrum luas atau sunscreen lainnya.
Meskipun data masih terus berkembang, kita tetap harus peduli tentang dampak lingkungan dari filter
UV organik/kimia, dan kita dapat menggunakan tabir surya filter anorganik.