Anda di halaman 1dari 28

CASE REPORT

SEORANG LAKI-LAKI USIA 32 TAHUN DENGAN POLIP NASI


SINISTRA

Pembimbing :
KRH. dr. H. Djoko Sindhusakti Widyodiningrat, Sp.THT - KL (K), MBA.,
MARS., M.Si, Audiologist
Dr. dr. H. Iwan Setiawan Adji, Sp. THT – KL
dr. Dimas Adi Nugroho, Sp. THT-KL

Diajukan Oleh :
Pramudita Widiastuti, S. Ked J510165056
Zulfikar Adi Gumawang, S. Ked J510165102

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
CASE REPORT
SEORANG LAKI-LAKI USIA 32 TAHUN DENGAN POLIP NASI
SINISTRA
Yang diajukan oleh :
Pramudita Widiastuti, S. Ked J510165056
Zulfikar Adi Gumawang, S. Ked J510165102

Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada tanggal.................................................

Pembimbing I
KRH. dr. H. Djoko Sindhusakti Widyodiningrat, Sp.THT - KL (K), MBA.,
MARS., M.Si, Audiologist

(.............................................)
Pembimbing II
Dr. dr. H. Iwan Setiawan Adji, Sp. THT – KL

(.............................................)
Pembimbing III
dr. Dimas Adi Nugroho, Sp. THT – KL

(………………………………………)

Ka. Program profesi


dr. D. Dewi Nirlawati

(.............................................)

2
BAB I
IDENTITAS PASIEN

I. Identitas Pasien
a. Nama : Bp. DP
b. Umur : 32 tahun
c. Alamat : Karanganyar
d. Pekerjaan : Swasta
e. Status Perkawinan : Menikah
f. Tgl masuk :19 Juli 2017
g. No RM : 4084xx

II. Riwayat Penyakit


1. Keluhan Utama
Hidung sebelah kiri terasa tersumbat.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik THT RSUD Karanganyar dengan
keluhan hidung kiri tersumbat sejak ± 2 tahun yang lalu. Keluhan ini
dirasakan setiap hari dan semakin hari semakin memberat. Pasien merasa
tidak nyaman karena keluhannya menimbulkan suaranya bindeng, susah
untuk membau dan susah bernafas sehingga harus bernafas melalui mulut.
Keluhan hidung tersumbat tidak hilang timbul, dan tidak berpindah kanan-
kiri dengan posisi. Pasien juga merasakan keluar ingus saat pasien
menundukkan kepala. Cairan berwarna bening. Pasien juga merasakan
pusing. Pasien mengaku mengorok saat tidur. Pasien mengatakan pilek
lama dan berulang sejak 2 tahun yang lalu.
Pasien tidak demam, tidak mimisan, tidak ada riwayat masuknya
benda asing didalam hidung. Pasien mengatakan bahwa tidak ada keluhan
pada telinga seperti nyeri telinga, telinga gatal, dan keluar cairan. Selain
itu menyangkal adanya telinga terasa penuh, gembrebeg, berdenging dan
nyeri di sekitar telinga. Kebiasaan mengorek telinga, trauma pada telinga,
dan masuknya benda ke dalam liang telinga disangkal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat keluhan serupa sebelumnya : disangkal
b. Hipertensi : disangkal
c. Diabetes Melitus : disangkal
d. Asma : disangkal
e. Alergi : diakui, alergi debu
f. Operasi : diakui, operasi sinusitis

3
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat keluhan serupa : disangkal
b. Hipertensi : disangkal
c. Diabetes Melitus : disangkal
d. Asma : disangkal
e. Alergi : disangkal
III.Pemeriksaan Fisik
A. Status Generalis
1. Keadaan umum : Cukup
2. Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)
3. Tekanan darah : 150/90 mmHg
4. Nadi : 80 x/ menit
5. Respirasi : 20 x/ menit
6. Suhu badan : 36,7 oC

B. Keluhan THT
Telinga : Telinga sakit (-/-), berdenging (-/-), terasa penuh (-/-),
pendengaran berkurang (-/-), benda asing (-/-), terasa
panas (-/-), keluar cairan (-/-)
Hidung : Hidung tersumbat (-/+), sekret (-/+), berbau (-/-),
hiposmia (+), epistaksis (-/-)
Tenggorok : Tonsil T1/T1, nyeri tenggorokan (-)
Kepala :Bentuk normocephal, konjungtiva anemis (-), sclera
ikterik(-)
Leher :Retraksi supra sterna (-), deviasi trachea (-), JVP (-),
pembesaran kelenjar limfe (-)
Thorax : setinggi abdomen, suara dasar vesikuler (+/+), wheezing
(-/-), bunyi jantung I dan II murni reguler, bising (-)
Abdomen :
Extremitas : clubbing finger < 2 detik, edema tungkai (-), sianosis (-),
akral hangat (+)
C. Status Lokalis
1. Hidung
a.Pemeriksaan
Hidung Kanan Hidung Kiri
Hidung
Hidung luar Bentuk normal, hiperemi Bentuk normal, hiperemi
(-), deformitas (-), nyeri (-), deformitas (-), nyeri

4
tekan (-), krepitasi (-) tekan (-), krepitasi (-)
b. Rinoskopi Anterior

Vestibulum nasi Hiperemis (+), uklus (-) Hiperemis (+), ulkus (-)
Cavum nasi Bentuk (normal), Bentuk(normal), hiperemia
hiperemia (-) (-)
Meatus nasi Mukosa hiperemis (-), Mukosa hiperemis (+),
media sekret (-), massa berwarna sekret (-), massa berwarna
putih mengkilat (-). putih mengkilat (+).

Konka nasi Edema (-), mukosa Edema (+), mukosa


inferior hiperemi (-) hiperemi (+)
Septum nasi Deviasi (-), perdarahan (-), Deviasi (-), perdarahan (-),
ulkus (-) ulkus (-)
Rhinoskopi posterior Muara tuba eustachii tampak
tidak ada oklusi
Tidak tampak pemebesaran
kelenjar adenoid
Concha superior dalam batas
normal
Tidak tampak ada masa

2. Rongga mulut dan tenggorokan


Bibir & Mukosa mulut basah, berwarna
mulut merah muda
Warna mukosa gusi merah muda,
Geligi hiperemi (-)
Lidah Pseudomembrane (-)
Uvula Berada ditengah, hiperemi (-),
edema (-), pseudomembran (-)
Mukosa Mukosa hiperemi (-)

5
Tonsila Kanan: T1, Hiperemi (-), detritus
palatina (-), kripte melebar (-)
Kiri: T1, Hiperemi (-), detritus
(-), kripte melebar (-)

Laring (laringoskopi indirek)


Epiglotis : dbn
Aritenoid : dbn
Plika vokalis : dbn
Gerak plika vokalis : dbn
Subglotis : dbn

3. Telinga
No. Area Telinga Kanan Telinga Kiri
1. Tragus Nyeri tekan (-), edema (-) Nyeri tekan (-), edema (-)
2. Pre dan Fistula (-), hiperemis (-), Fistula (-), hiperemis (-),
Retro edema (-), nyeri tekan (-) edema (-), nyeri tekan (-)
auricula
3. Daun Bentuk dan ukuran dalam Bentuk dan ukuran dalam
telinga batas normal, hematoma batas normal, hematoma
(-), edema (-), hiperemis (-),edema (-), hiperemis (-),
(-), sekret (-) sekret (-)
4. Liang Serumen (-), hiperemis (-), Serumen (-), hiperemis (-),
telinga furunkel (-), edema (-), furunkel (-), edema (-),
sekret (-) sekret(-)

5. Membran Retraksi (-), bulging (-), Retraksi (-), bulging (-),


timpani hiperemi (-), edema (-), hiperemi (-), edema (-),
perforasi (-), kolesteatom perforasi (-), kolesteatom
(-), cone of light (+) (-), cone of light (+)

MT intak MT intak
Cone of light Cone of
(+) light (+)

6
Test Garpu Tala Test Rinne : positif Test Rinne : positif
Test Weber: tidak ada Test Weber: tidak ada
laterisasi ke kanan/ ke kiri laterisasi ke kanan/ ke kiri
Test Swabach : sama Test Swabach : sama
dengan pemeriksa dengan pemeriksa
Kesimpulan : Normal Kesimpulan : Normal

4. Kepala dan Leher


Kepala: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), nafas cuping
hidung (-)
Leher: retraksi (-), deviasi trachea (-), pembesaran kelenjar limfe
(-)
IV. Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan Darah Rutin
Harga normal
HB 14,2 12-16
Hematokrit 44,5 37-47
Leukosit 9,92 5-10
Trombosit 256 150-300
Eritrosit 5,21 4.00-5.00
MCV 85,4 82.0-92.0
MCH 27,3 27.0-31.0
MCHC 32,8 32.0-37.0
Limfosit 29,2 25.0-40.0
Monosit 3 3.0-9.0
Eosinofil 0,7 0.5-5.0
Basofil 0,1 0.0-1.0
CT 04.30 2-8
BT 01.30 1-3
GDS 94 70-150

7
B. Pemeriksaan penunjang

Gambar 1. CT SCAN

8
Gambar 2. Nasoendoskopi

Gambar 3. Hasil Operasi

9
V. Diagnosis Banding
Polip Nasi Sinistra
Konka polipoid
Rinitis alergi
Sinusitis kronis
VI. Diagnosis
Polip Nasi sinistra
VII. Terapi
Medikamentosa :
Inf. RL 20/tpm
Inj. Cefriaxon 2x1gr
Inj. Santagesik 3x1 gr
Inj. Transamin 2x500mg
Inj. Dexametason 3x5mg

Operatif :
Polipektomi
VIII. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Hidung

10
Gambar 1. Anatomi Hidung

a. Hidung Luar
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian – bagiannya dari
atas ke bawah :
1. Pangkal hidung (bridge)
2. Dorsum nasi
3. Puncak hidung
4. Ala nasi
5. Kolumela
6. Lubang hidung (nares anterior)
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang
dilapisi kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yaitu M. Nasalis pars
transversa dan M. Nasalis pars allaris. Kerja otot – otot tersebut
menyebabkan nares dapat melebar dan menyempit. Batas atas nasi
eksternus melekat pada os frontal sebagai radiks (akar), antara radiks

11
sampai apeks (puncak) disebut dorsum nasi. Lubang yang terdapat pada
bagian inferior disebut nares, yang dibatasi oleh :
a. Superior : os frontal, os nasal, os maksila
b. Inferior : kartilago septi nasi, kartilago nasi lateralis, kartilago
alaris mayorb dan kartilago alaris minor
Dengan adanya kartilago tersebut maka nasi eksternus bagian
inferior menjadi fleksibel.
Vaskularisasi :
1. A. Nasalis anterior (cabang A. Etmoidalis yang merupakan cabang dari
A. Oftalmika, cabang dari a. Karotis interna).
2. A. Nasalis posterior (cabang A.Sfenopalatinum, cabang dari A.
Maksilaris interna, cabang dari A. Karotis interna)
3. A. Angularis (cabang dari A. Fasialis)
Inervasi :
1. Cabang dari N. Oftalmikus (N. Supratroklearis, N. Infratroklearis)
2. Cabang dari N. Maksilaris (ramus eksternus N. Etmoidalis anterior)

b. Kavum Nasi
Dengan adanya septum nasi maka kavum nasi dibagi menjadi dua
ruangan yang membentang dari nares sampai koana (apertura posterior).
Kavum nasi ini berhubungan dengan sinus frontal, sinus sfenoid, fossa
kranial anterior dan fossa kranial media. Batas – batas kavum nasi :
Posterior : berhubungan dengan nasofaring
Atap : os nasal, os frontal, lamina kribriformis etmoidale,
korpus sfenoidale dan sebagian os vomer
Lantai : merupakan bagian yang lunak, kedudukannya hampir
horisontal, bentuknya konkaf dan bagian dasar ini lebih
lebar daripada bagian atap. Bagian ini dipisahnkan
dengan kavum oris oleh palatum durum.
Medial : septum nasi yang membagi kavum nasi menjadi dua
ruangan (dekstra dan sinistra), pada bagian bawah

12
apeks nasi, septum nasi dilapisi oleh kulit, jaringan
subkutan dan kartilago alaris mayor. Bagian dari septum
yang terdiri dari kartilago ini disebut sebagai septum
pars membranosa = kolumna = kolumela.
Lateral : dibentuk oleh bagian dari os medial, os maksila, os
lakrima, os etmoid, konka nasalis inferior, palatum dan
os sfenoid.
Konka nasalis suprema, superior dan media merupakan tonjolan
dari tulang etmoid. Sedangkan konka nasalis inferior merupakan tulang
yang terpisah. Ruangan di atas dan belakang konka nasalis superior adalah
resesus sfeno-etmoid yang berhubungan dengan sinis sfenoid. Kadang –
kadang konka nasalis suprema dan meatus nasi suprema terletak di bagian
ini.
Perdarahan :
Arteri yang paling penting pada perdarahan kavum nasi adalah
A.sfenopalatina yang merupakan cabang dari A.maksilaris dan A.
Etmoidale anterior yang merupakan cabang dari A. Oftalmika. Vena
tampak sebagai pleksus yang terletak submukosa yang berjalan bersama –
sama arteri.
Persarafan :
1. Anterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari N. Trigeminus
yaitu N. Etmoidalis anterior
2. Posterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari ganglion
pterigopalatinum masuk melalui foramen sfenopalatina kemudian
menjadi N. Palatina mayor menjadi N. Sfenopalatinus.

13
c. Mukosa Hidung
Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan
fungsional dibagi atas mukosa pernafasan dan mukosa penghidu. Mukosa
pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya
dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang mempunyai silia dan
diantaranya terdapat sel – sel goblet. Pada bagian yang lebih terkena aliran
udara mukosanya lebih tebal dan kadang – kadang terjadi metaplasia
menjadi sel epital skuamosa. Dalam keadaan normal mukosa berwarna
merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous
blanket) pada permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar
mukosa dan sel goblet.
Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang
penting. Dengan gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum
nasi akan didorong ke arah nasofaring. Dengan demikian mukosa
mempunyai daya untuk membersihkan dirinya sendiri dan juga untuk
mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam rongga hidung.
Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret terkumpul
dan menimbulkan keluhan hidung tersumbat. Gangguan gerakan silia
dapat disebabkan oleh pengeringan udara yang berlebihan, radang, sekret
kental dan obat – obatan.
Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka
superior dan sepertiga bagian atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel

14
torak berlapis semu dan tidak bersilia (pseudostratified columnar non
ciliated epithelium). Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel
penunjang, sel basal dan sel reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu
berwarna coklat kekuningan.
d. Sinus Paranasal
Polip nasi sering dihubungkan dengan sinusitis. Sinus paranasal
ada empat buah yaitu sinus maksila, sinus etmoid, sinus frontal, dan sinus
sphenoid.

1. Sinus maksila terdapat dilateral hidung, dasar sinus maksila adalah


processus alveolaris gigi, atap sinus maksila berhubungan dengan dasar
orbita. Ostium sinus maksila berhubungan dengan meatus media.
2. Sinus etmoid seperti sarang tawon (honeycomb). Dibagi menjadi dua
bagian anterior dan posterior. Terletak antara dinding lateral hidung dan
dinding medial orbita (lamina papirasea). Atap sinus etmoid berhubungan
dengan sinus frontal dan fossa kranii anterior. Di inferolateral sinus etmoid
berhubungan dengan sinus maksila. Sinus etmoid posterior berhubungan
dengan sinus sphenoid.
3. Sinus frontal terletak pada tulang frontal. Dinding posterior sinus frontal
membentuk dinding anrerir fosa kranii. Di inferior sinus ini berbatasan
dengan orbita dan sinus etmoid. Drainase sinus ini melalui duktus
nasofrontal langsung ke hidung atau melalui infundibulum etmoid.
4. Sinus sphenoid terletak di garis tengah. Dibagi dua oleh septum. Di
superior berbatasan dengan hipofisa, lobus frontal dan sinus kavernosus.
Di posterior terletak pons cerebri dan arteri basilaris, di inferior terletak
nasofaring. Arteri karotis terletak di lateral sinus ini.

15
B. Definisi
Polip nasi merupakan kelainan mukosa hidung berupa massa lunak yang
bertangkai, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabuan, dengan
permukaan licin dan agak bening karena mengandung banyak cairan. Polip
nasi bukan merupakan penyakit tersendiri tapi merupakan manifestasi klinik
dari berbagai macam penyakit dan sering dihubungkan dengan sinusitis,
rhinitis alergi, fibrosis kistik dan asma.
C. Etiologi dan faktor predisposisi
Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif
atau reaksi alergi pada mukosa hidung. Peranan infeksi pada pembentukan
polip hidung belum diketahui dengan pasti tetapi ada keragu – raguan bahwa
infeksi dalam hidung atau sinus paranasal seringkali ditemukan bersamaan
dengan adanya polip. Polip berasal dari pembengkakan lapisan permukaan
mukosa hidung atau sinus, yang kemudian menonjol dan turun ke dalam
rongga hidung oleh gaya berat. Polip banyak mengandung cairan interseluler
dan sel radang (neutrofil dan eosinofil) dan tidak mempunyai ujung saraf atau
pembuluh darah.
Etiologi polip antrochoanal (ACP) belum diketahui pasti. Sinusitis
kronis (65%) dan alergi seperti rinitis alergi (70%) ditemukan mempunyai
hubungan dengan terjadinya ACP. Sinusitis maksila dan penyakit kompleks
ostiomeatal menghalangi fungsi mukosiliar dari mukosa sinus. Yang dapat
menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain :
1. Alergi terutama rinitis alergi.
2. Sinusitis kronik.
3. Iritasi.
4. infeksi
5. Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan
hipertrofi konka.

16
D. Patogenesis
Polip dapat timbul pada hidung yang tidak terinfeksi kemudian
menyebabkan sumbatan yang mengakibatkan sinusitis, tetapi polip dapat juga
timbul akibat iritasi kronis yang disebabkan oleh infeksi hidung dan sinus.
Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang yang lama dan
berulang. Penyebab tersering adalah sinusitis kronik dan rinitis alergi. Dalam
jangka waktu yang lama, vasodilatasi lama dari pembuluh darah submukosa
menyebabkan edema mukosa. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan
interseluler sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid Mukosa akan
menjadi ireguler dan terdorong ke sinus dan pada akhirnya membentuk suatu
struktur bernama polip. Biasanya terjadi di sinus maksila, kemudian sinus
etmoid. Bila proses ini berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar dan
kemudian tururn kedalam rongga hidung sambil membentuk tangkai yang
akan turun ke kavum nasi kebanyakan terjadi di daerah meatus medius. Hal
ini terjadi karena bersin dan pengeluaran sekret yang berulang yang sering
dialami oleh orang yang mempunyai riwayat rinitis alergi karena pada rinitis
alergi terutama rinitis alergi perennial yang banyak terdapat di Indonesia
karena tidak adanya variasi musim sehingga alergen terdapat sepanjang
tahun. Begitu sampai dalam kavum nasi, polip akan terus membesar dan bisa
menyebabkan obstruksi di meatus media.
Beberapa teori tentang pembentukan polip yaitu:
1. Ketidakseimbangan vasomotor
Teori ini tersirat karena mayoritas polip hidung pasien tidak
atopik dan tidak ada alergen yang jelas yang dapat ditemukan.
Pasien sering memiliki periode prodomal rhinitis sebelum
terjadinya polip. Polip hidung sering memiliki vaskularisasi
yang buruk tidak memiliki persarafan vasokonstriktor.
Vaskular terganggu peraturan dan permeabilitas pembuluh
darah meningkat dapat menyebabkan edema dan pembentukan
polip.

17
2. Alergi
Alergi dicurigai karena 3 faktor yaitu mayoritas nasal polip
mempunyai eosinofil, berhubungan dengan asma, dan mempunyai
gejala dan tanda mirip dengan alergi
3. Fenomena Bernoulli
Hasil Fenomena Bernoulli dalam Penurunan tekanan yang
menyebabkan vasokonstriksi. Tampaknya bahwa tekanan
negatif menginduksi mukosa yang meradang pada rongga
hidung mengakibatkan pembentukan polip. Jika ini satu-
satunya faktor, mukosa terdekat katup hidung akan membentuk
polypoidal.
4. Teori Ruptur Epitel
Rupturnya epitel mukosa hidung akibat alergi atau infeksi dapat
menyebabkan prolaps mukosa lamina propria sehingga polip
terbentuk. Mungkin cacat diperbesar oleh efek gravitasi atau
obstruksi drainase vena.
5. Infeksi
Peran infeksi dianggap penting dalam pembentukan polip. Ini
didasarkan pada model eksperimental di mana terdapat
gangguan epitel dengan proliferasi jaringan diinisiasi oleh
infeksi bakteri seperti Streptococcus pneumoniae,
Staphylococcus aureus, atau Bacteroides fragilis (semua umum
patogen dalam rinosinusitis) atau Pseudomonas aeruginosa,
yang sering ditemukan dalam cystic fibrosis.
E. Manifestasi klinis
Gejala utama dari polip nasi adalah sumbatan hidung yang menetap
dengan derajat yang bervariasi tergantung dengan lokasi dan ukuran polip.
Umumnya, penderita juuga mengeluh rinore cair dan post nasal drip.
Anosmia atau hiposmia dengan gangguan pengecapan juga merupakan gejala
polip nasi. Rinoskopi anterior dan posterior dapat menunjukkan massa

18
polipoid yang berwarna keabuan pucat yang dapt berjumlah satu atau
multipel dan paling sering muncul dari meatus media dan prolaps ke kavum
nasi. Massa tersebut terdiri dari jaringan ikat longgar, sel inflamasi, dan
beberapa kapiler serta kelenjar dan ditutupi oleh epitel torak berlapis semu
bersilia (ciliated pseudostratified collumner epithelium) dan diantaranya
terdapat sel-sel goblet.
Polip nasi hampir selalu ditemukan bilateral dan jika ditemukan
unilateral diperlukan pemeriksaan histopatologi untuk menyingkirkan
kemungkinan keganasan. Polip nasi tidak sensitif terhadap sentuhan dan
jarang berdarah.
Pasien dengan polip yang masif biasanya mengalami sumbatan hidung
yang meningkat, hiposmia sampai anosmia, perubahan pengecapan, dan
drainase post nasal persisten. Sakit kepala dan nyeri pada muka jarang
ditemukan dan biasanya pada daerah periorbita dan sinus maksila. Pasien
polip dengan sumbatan total rongga hidung atau polip tunggal yang besar
memperlihatkan gejala sleep apnea obstruktif dan pernafasan lewat mulut
yang kronik.
Pasien dengan polip soliter seringkali hanya memperlihatkan gejala
obstruktif hidung yang dapat berubah dengann perubahan posisi. Walaupun
satu atau lebih polip yang muncul, pasien mungkin memperlihatkan gejala
akut, rekuren, atau rinosinusitis bila polip menyumbat ostium sinus. Beberapa
polip dapat timbul berdekatan dengan muara sinus, sehingga aliran udara
tidak terganggu, tetapi mukus bisa terperangkap dalam sinus. Dalam hal ini
dapat timbul perasaan penuh di kepala, penurunan penciuman, dan mungkin
sakit kepala. Mukus yang terperangkap tadi cenderung terinfeksi, sehingga
menimbulkan nyeri, demam, dan mungkin perdarahan pada hidung.
F. Gambaran Histopatologi
Makroskopis
Secara makroskopik polip merupakan massa bertangkai dengan
permukaan licin, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan,
agak bening, lobular, dapat tunggal atau multiple, dan tidak sensitive (bila

19
ditekan/ditusuk tidak terasa sakit). Warna polip yang pucat tersebut disebabkan
karena mengandung banyak cairan dan sedikitnya aliran darah ke polip. Bila
terjadi iritasi kronis atau proses peradangan warna polip dapat berubah menjadi
kemerah-merahan dan polip yang sudah menahun warnanya dapat menjadi
kekuning-kuningan karena banyak mengandung jaringan epitel.
Tempat asal tumbuhnya polip terutama dari kompleks osteomeatal di
meatus medius dan sinus etmoid. Bila ada fasilitas pemeriksaan dengan
endoskopi, mungkin tempat asal tangkai polip dapat dilihat. Ada polip yang
tunbuh ke arah belakang dan membesar di arah nasofaring, disebut polip
koana. Polip koana kebanyakan berasal dari dalam sinus maksila dan disebut
juga polip anterokoana. Ada juga sebagian kecil polip koana yang berasal dari
sinus etmoid.
Mikroskopis
Secara mikroskipos tampak epitel pada mukosa polip serupa dengan
mukosa hidung normal. Yang itu epitel bertingkat semu bersilia dengan
submukosa yang sembab. Sel-selnya terdiri dari limpofisl, sel plasma,
eosinofil, neutrofil, dan makrofag. Mukosa mengandung sel-sel goblet.
Pembuluh darah, saraf dan kelenjar sangat sedikit. Polip yang sudah lama dapat
mengalami metaplasia epitel karena sering terkena aliran udara, menjadi epitel
transisional, kubik atau gepeng berlapis tanpa keratinisasi.
Berdasarkan jenis sel peradangannya, polip dikelompokkan menjadi dua
yaitu polip tipe eosinofilik dan neutrofilik
G. Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesa kasus polip, keluhan utama biasanya ialah:
a) Hidung tersumbat dari yang ringan sampai berat. Sumbatan ini
menetap, tidak hilang dan semakin lama semakin berat.
b) Rinore mulai dari yang jernih sampai purulen
c) Pasien sering mengeluhkan terasa ada massa di dalam hidung dan
sukar membuang ingus.
d) Hiposmia atau anosmia.

20
Mungkin disertai bersin-bersin, rasa nyeri pada hidung disertai
sakit kepala di daerah frontal. Bila disertai infeksi sekunder mungkin di
dapati post nasal drip dan rinore purulen. Gejala sekunder yang dapat
timbul adalah bernafas melalui mulut, halitosis, nyeri muka, suara nasal
(bindeng), telinga terasa penuh, mendengkur, gangguan tidur dan
penurunan kualitas hidup.Selain itu juga harus di tanyakan riwayat rhinitis
alergi, asma, intoleransi terhadap aspirin dan alergi obat serta makanan.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Polip yang masif sering sudah menyebabkan deformitas hidung
luar. Dapat dijumpai pelebaran kavum nasi terutama polip yang
berasal dari sel-sel etmoid.

b. Rinoskopi Anterior
Memperlihatkan massa yang berwarna pucat yang berasal dari
meatus medius yang mudah digerakkan. Deformitas septum membuat
pemeriksaan menjadi lebih sulit. Tampak sekret mukus dan polip
multipel atau soliter. Polip kadang perlu dibedakan dengan konka nasi
inferior, yakni dengan cara memasukan kapas yang dibasahi dengan
larutan efedrin 1% (vasokonstriktor), konka nasi yang berisi banyak
pembuluh darah akan mengecil, sedangkan polip tidak mengecil. Polip
dapat diobservasi berasal dari daerah sinus etmoidalis, ostium sinus
maksilaris atau dari septum

c. Rinoskopi Posterior
Kadang-kadang dapat dijumpai polip koanal. Sekret mukopurulen
ada kalanya berasal dari daerah etmoid atau rongga hidung bagian
superior, yang menandakan adanya rinosinusitis.
Stadium Polip Nasal
Pembagian stadium polip menurut Mackay dan Lund (1997) :

1) Stadium 1 : polip masih terbatas di meatus medius

21
2) Stadium 2 : polip sudah keluar dari meatus medius tapi belum
memenuhi rongga hidung
3) Stadium 3 : polip yang masif
3. Pemerisaan Penunjang
a. Nasoendoskopi
Adanya fasilitas nasoendoskopi akan sangat membantu
diagnosis kasus baru. Polip stadium awal tidak terlihat pada
pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi tampak dengan pemeriksaan
nasoendoskopi. Pada kasus polip koanal juga sering dapat terlihat
tangkai polip yang berasal dari ostium assesorius sinus maksila.

b. Pemeriksaan Radiologi

Foto polos sinus paranasal ( posisi waters, lateral, Caldwell


dan AP) dapat memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas
udara cairan di dalam sinus, tetapi sebenarnya kurang bermanfaat pada
kasus polip nasi karena dapat memberikan kesan positif palsu atau
negative palsu dan tidak dapat memberikan informasi mengenai
keadaan dinding lateral hidung dan variasi anatomis di daerah
kompleks osteomeatal. Pemeriksaan tomografi computer sangat
bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus
paranasal apakah ada proses radang, kelainan anatomi, polip atau
sumbatan pada kompleks osteomeatal. Terutama pada kasus polip
yang gagal diobati dengan terapi medikamentosa, jika ada komplikasi
dari sinusitis dan pada perencanaan tindakan bedah terutama bedah
endoskopi. Biasanya untuk tujuan penapisan dipakai potongan
koronal, sedangkan polip yang rekuren juga dipeerlikan potongan
aksial.

c. Tes alergi
Evaluasi alergi sebaiknya dipertimbangkan pada pasien dengan
riwayat alergi lingkungan atau riwayat alergi pada keluarganya.

22
d. Laboratorium
Untuk membedakan sinusitis alergi atau non alergi. Pada
sunisitis alergi ditemukan eosinofil pada swab hidung, sedang pada
non alergi ditemukannya neutrofil yang menandakan adanya sinusitis
kronis.
H. Diagnosis Banding
Polip didiagnosa bandingkan dengan konka polipoid, yang ciri-cirinya
sebagai berikut :
a) Tidak bertangkai
b) Sukar digerakkan
c) Nyeri bila ditekan dengan pinset
d) Mudah berdarah
e) Dapat mengecil pada pemakaian vasokonstriktor (kapas adrenalin).
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior cukup mudah untuk membedakan polip
dan konka polipoid, terutama dengan pemberian vasokonstriktor yang juga
harus hati-hati pemberiannya pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler
karena bisa menyebabkan vasokonstriksi sistemik, maningkatkan tekanan
darah yang berbahaya pada pasien dengan hipertensi dan dengan penyakit
jantung lainnya.
I. Tata Laksana
Tujuan utama penatalaksanaan kasus polip nasi ialah menghilangkan
keluhan-keluhan, mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip.
Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga
polipektomi medikamentosa. Dapat diberikan topical atau sistemik. Polip tipe
eosinofilik memberikan respons yang lebih baik terhadap pengobatan
kortikosteroid intranasal dibandingkan polip tipe neutrofilik.

1. Medika Mentosa
Satu-satunya pengobatan yang efektif untuk polip nasal adalah
kortikosteroid. Baik bentuk oral maupun topikal, memberikan respon anti

23
inflamasi non-spesifik. yang mengurangi ukuran polip dan mengurangi
gejala sumbatan hidung. Obat-obatan lain tidak memberikan dampak yang
berarti.Selain itu, terapi medika mentosa juga bertujuan untuk menunda
selama mungkin perjalanan penyakit, mencegah pembedahan dan
mencegah kekambuhan setelah prosedur pembedahan.
a. Kortikosteroid oral
Pengobatan yang telah teruji untuk sumbatan yang disebabkan
polip nasal adalah kortikosteroid oral seperti prednison. Agen anti
inflamasi non-spesifik ini secara signifikan mengurangi ukuran
peradangan polip dan memperbaiki gejala lain secara cepat. Tetapi
masa kerja sebentar dan polip sering tumbuh kembali dan munculnya
gejala yang sama dalam waktu mingguan hingga bulanan.
b. Kortikosteroid topikal hidung atau nasal spray
Untuk polip stadium 1 dan 2, sebaiknya diberikan
kortikosteroid intranasal selama 4-6 minggu. Bila reaksinya baik,
pengobatan ini diteruskan sampai polip atau gejalanya hilang.Respon
anti-inflamasi non-spesifiknya secara teoritis mengurangi ukuran polip
dan mencegah tumbuhnya polip kembali jika digunakan
berkelanjutan. Tersedia semprot hidung steroid yang efektif dan relatif
aman untuk pemakaian jangka panjang dan jangka pendek seperti
fluticson, mometason, budesonid dan lain-lain. Perlu diperhatikan
bahwa kortikosteroid intranasal mungkin harganya mahal dan tidak
terjangkau oleh sebagian pasien, sehingga dalam keadaan demikian
langsung diberikan kortikosteroid oral.
c. Kortikosteriod sistemik
Pengunaan kortikosteroid sistemik jangka pendek merupakan
metode alternatif untuk menginduksi remisi dan mengontrol polip.
Berbeda dengan steroid topikal, steroid sistemik dapat mencapai
seluruh bagian hidung dan sinus, termasuk celah olfaktorius dan
meatus media dan memperbaiki penciuman lebih baik dari steroid
topikal. Penggunaan steroid sistemik juga dapat merupakan
pendahuluan dari penggunaan steroid topikal dimana pemberian awal
steroid sistemik bertujuan membuka obstruksi nasal sehingga

24
pemberian steroid topikal spray selanjutnya menjadi lebih sempurna.
Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut
juga polipektomi medikamentosa. Bila reaksinya terbatas atau tidak
ada perbaikan dari kortikosteroid intranasal, maka diberikan juga
kortikosteroid sistemik. Dosis kortikosteroid saat ini belum ada
ketentuan yang baku, pemberian masih secara empirik misalnya
diberikan Prednison 30 mg per hari selama seminggu dilanjutkan
dengan 15 mg per hari selama seminggu. Menurut van Camp dan
Clement dikutip dari Mygind dan, Lidholdt untuk polip dapat
diberikan prednisolon dengan dosis total 570 mg yang dibagi dalam
beberapa dosis, yaitu 60 mg/hari selama 4 hari, kemudian dilakukan
tapering off 5 mg per hari. Menurut Naclerio pemberian kortikosteroid
tidak boleh lebih dari 4 kali dalam setahun. Pemberian suntikan
kortikosteroid intrapolip sekarang tidak dianjurkan lagi mengingat
bahayanya dapat menyebabkan kebutaan akibat emboli.
d. Antibiotik
Polip nasi dapat menyebabkan obstruksi dari sinus yang
berakibat timbulnya infeksi. Pengobatan infeksi dengan antibiotik
akan mencegah perkembangan polip lebih lanjut dan mengurangi
perdarahan selama pembedahan. Pemilihan antibiotik dilakukan
berdasarkan kekuatan daya bunuh dan hambat terhadap
spesies staphylococcus, dan golongan anaerob yang
merupakan mikroorganisme tersering yang ditemukan pada sinusitis
kronik. Kalau ada tanda-tanda infeksi harus diberikan juga antibiotik.
Pemberian antibiotik pada kasus polip dengan sinusitis sekurang-
kurangnya selama 10-14 hari.
2. Operatif
Terapi bedah yang dipilih tergantung dari luasnya penyakit
(besarnya polip dan adanya sinusitis yang menyertainya), fasilitas alat
yang tersedia dan kemampuan dokter yang menangani.

Indikasi Operasi

25
a) Polip menghalangi saluran nafas.
b) Polip menghalangi drainase dari sinus sehingga sering terjadi
infeksisinus.
c) Polip berhubungan dengan tumor.
d) Pada anak-anak dengan multipel polip atau kronik rhinosinusitis yang
gagal pengobatan maksimum dengan obat- obatan.

Kontraindikasi Operasi

a) Absolut- penyakit jantung dan penyakit paru


b) Relatif- gangguan pendarahan, anemia, infeksi akut yang berat
(eksaserbasi asma akut)

BAB III
PEMBAHASAN

A. PEMBAHASAN

26
Pasien pada kasus ini didiagnosis dengan polip nasi sinistra yang
ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik serta didukung dengan
pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan keluhan hidung
tersumbat serta riwayat pilek berulang sejak dua tahun yang lalu. Hidung
keluar sekret berwarna bening. Keluhan hidung tersumbat ini juga disertai
keluhan pusing yang sering dirasakan oleh pasien. Keluhan mimisan
disangkal pasien.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya massa berwarna putih di
bagian konka media. Hal ini menunjang ke arah diagnosis polip nasi.
Penanganan yang dilakukan pada pasien ini bertujuan untuk
mempercepat penyembuhan dan mencegah komplikasi. Penanganan yang
diberikan yaitu antibiotik spektrum luas, steroid dan analgetik. Pada pasien
ini juga perlu dipertimbangkan untuk tatalaksana operatif jika dengan
penatalaksanaan medikamentosa tidak memberikan hasil yang memuaskan.

DAFTAR PUSTAKA

27
Adams GL, Boies LR, Higler PH. Hidung dan sinus paranasalis. Buku ajar
penyakit tht. Edisi keenam. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 1994.h.173-240
Bhattacharyya, A. and Patel, N. (2011) Otolaryngology Pocket Tutor,
India: JP Medical Publisher.
FK UI (2012) Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung dan
Tenggorokan, Jakarta: Badan Penerbit FK UI.
Snell, S.R. 2011., Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. 6th Ed.
Jakarta : EGC
Sherwood, L., 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 2 nd Ed. Jakarta:
EGC

28

Anda mungkin juga menyukai