Anda di halaman 1dari 15

10 Tips Cara Membaca yang Baik dan Benar

Membaca tidak hanya melisankan sebuah tulisan. Membaca adalah proses memahami
suatu bacaan supaya bisa dipahami, diingat, dan diaplikasikan. Sebagai Pelajar/Mahasiswa
Anda dihadapkan dengan kebutuhan untuk membaca banyak informasi.

Anda tidak akan mendapatkan hasil maksimal dari waktu Anda alokasikan untuk belajar jika
Anda membaca tidak efisien. Jadi, dalam hidup kita perlu dua kali belajar membaca. Apakah
tugas membaca terberat Anda ketika Anda membaca. Tugas fisik membutuhkan waktu
lebih lama untuk mencapainya disaat Anda lelah. Hal yang sama berlaku untuk tugas
membaca.

Pertama kita belajar untuk membunyikan tulisan. Yang kedua kita belajar untuk memahami
suatu bacaan. Nah, banyak yang melewatkan belajar memahami bacaan ini. Kita harus tahu
bagaimana cara membaca yang baik dan benar supaya kita bisa memahami seluruh isi
bacaan. Apa sajakah? Langsung saja kita simak yang pertama:
1. Bertanya

Bertanyalah tentang hal-hal yang kurang Anda pahami dalam bacaan. Jika ada kata sulit. Jika
maksud bacaan tidak mudah untuk dipahami, tanyakan kepada orang yang lebih ahli atau
kalau perlu tanyakan kepada penulisnya. Dengan begitu, Anda akan semakin memahami
bacaan.

2. Lanjutkan

Ketika Anda membaca, usahakan untuk tidak mengulangi kalimat yang baru saja Anda baca.
Itu akan mengurangi kecepatan membaca Anda. Nah, untuk mengantisipasi hal ini, Anda
harus berkonsentrasi pada bacaan.

3. Pilih

Pilihlah buku yang akan Anda baca dengan bijak. Lihatlah judul buku, tulisan di sampul
belakang, daftar isi, kalimat pembuka, dan baca sekilas isinya. Ini perlu dilakukan supaya
Anda tidak menyesal membeli atau meminjam buku itu dari perpustakaan. Itu sangat
menguras waktu dan biaya.

4. Diskusikan

Diskusikanlah buku yang Anda baca dengan teman-teman Anda yang juga sedang membaca
buku tersebut. Dengan begitu, Anda bisa saling bertukar pemahaman antar teman sehingga
meningkatkan pemahaman Anda.

5. Cari

Carilah tempat yang paling nyaman bagi Anda untuk membaca. Hindari gangguan dari
teman atau orang-orang di sekitar Anda. Tidak masalah bila Anda nyaman membaca di
tempat yang aneh sekalipun seperti di dalam lemari. Memilih tempat yang nyaman dapat
memudahkan Anda dalam memahami suatu bacaan.

6. Simpulkan

Simpulkanlah apapun yang baru Anda dapat setelah membaca satu bab buku. Bila perlu,
Anda bisa menyimpulkannya setelah Anda membaca satu sub bab. Ini bertujuan untuk
menguji pemahaman Anda dan memastikan bahwa Anda mendapatkan sesuatu setelah
membaca.

7. Jangan Terlalu Cepat

Hindari membaca dengan cepat seperti yang Anda lakukan saat mengikuti lomba membaca
tingkat SD. Hanya membunyikan bacaan dengan cepat tidak akan membuat Anda
memahami bacaan tersebut. Kata-kata yang Anda baca hanya melayang-layang di pikiran
tanpa ditangkap satupun.

8. Jika Ingin Cepat

Jika Anda ingin cepat, bacalah kesimpulan dari bacaan tersebut. Caranya adalah dengan
melihat kalimat yang diawali dengan kata seperti, “dengan demikian, …”; “saya ingin
menyarankan bahwa …”; “kesimpulannya, …”. Dengan begitu, Anda akan memahami inti
sari dari bacaan tersebut. Cari topik yang menurut Anda paling menarik atau berguna di
daftar isi. Dengan begitu, Anda tidak perlu membaca keseluruhan isi buku.

9. Terpaku pada Beberapa Kata

Bacalah dengan berpaku—pada beberapa kata. Sebaiknya—hindari—membaca—dengan—


berpaku—pada—satu—kata. A-pa-la-gi de-ngan ber-pa-ku pa-da e-ja-an. Dengan begitu,
kecepatan membaca Anda akan meningkat.

10. Catat

Catatlah pokok-pokok pikiran yang terdapat dalam bacaan. Ini sangat membantu untuk
memahami bacaan. Apalagi Anda mencatatnya sesaat setelah Anda membaca buka itu
dengan tidak membuka buku itu lagi. Catat pula apapun yang Anda dapat dari buku itu.

Sumber :

http://hedisasrawan.blogspot.com/2013/12/10-tips-cara-membaca-yang-baik-dan-
benar.html
Adapun dengan cara lain :
Fokus pada apa yang Anda baca. Membaca akan melambat jika Anda terganggu. Gangguan
dapat eksternal seperti bermain TV, atau internal seperti mengkhawatirkan sesuatu yang
harus Anda lakukan pada hari berikutnya.

Melihat lebih bahan bacaan sebelum Anda mulai membaca. Anda dapat dengan cepat
memindai halaman dengan mencari judul, poin-poin, dan hal-hal yang berbeda. Ketika Anda
melakukan ini, Anda mungkin menemukan bahwa ada beberapa teks Anda dapat
melewatkan.

Hindari membaca kata demi kata. Cobalah untuk membaca blok dari kata-kata. Mata Anda
dapat mengambil empat sampai lima kata pada suatu waktu. Bekerja pada perluasan
jumlah kata saat membaca pada suatu waktu.

Jangan mengucapkan setiap kata di kepala Anda saat Anda membacanya. Tindakan kata
mengucapkan, bahkan jika tidak keras, memperlambat Anda.
Gunakan pena atau pensil atau bahkan jari Anda sebagai perintisnyaa. Mata dan otak akan
mencoba untuk bersaing dengan kecepatan yang ditetapkan. Anda dapat bekerja pada
peningkatan kecepatan.

Hindari melelahkan mata Anda. Membaca dengan cahaya cukup, pada sudut nyaman, atau
di tempat tidur berbaring dapat mengakibatkan kelelahan mata yang akan memperlambat
membaca atau menyebabkan Anda berhenti untuk periode waktu tertentu. Berkedip mata
Anda dari waktu ke waktu dapat membantu meringankan kelelahan mata.

Cobalah untuk tidak membiarkan mata Anda tinggal di tempat yang sama pada halaman
terlalu lama. Pindah setiap kali Anda menemukan diri terjebak di halaman itu.
Jangan menggunakan stabilo. Jika Anda melakukannya, Anda mungkin memperhatikan
berlebihan untuk segala sesuatu di halaman.
Hindari kembali untuk membaca sesuatu kecuali benar-benar diperlukan. Pembacaan ulang
menyela aliran membaca dan akan memperlambat . Anda selalu bisa kembali nanti untuk
meninjau materi.

Fokus pada kata-kata kunci dalam kalimat. Anda dapat membaca lebih lancar dengan cepat
bergerak konjungsi masa lalu (misalnya, dan), preposisi (misalnya, sebagai), dan artikel
(misalnya, a).

Sumber :

http://www.carabelajarefektif.com/2015/05/cara-membaca-yang-baik-dan-benar.html
DOKUMENTASI KEPERAWATAN PADA IBU

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada setiap tindakan asuhan yang diberikan kepada pasien pasti akan dilakukan sebuah
pendokumentasian. Dimana setiap pendokumentasian tersebut memiliki berbagai
keaneka ragaman format dalam pendokumentasian yang dikaji sesuai dengan asuhan
yang diberikan. Tetapi dalam format tersebut pastinya harus sesuai yang telah di
tentukan oleh aturan yang telah ada selalu mengikuti pengetahuan yang sesuai dengan
perkembangan yang ada dan validitas. Selain itu kita harus juga memperhatikan apakah
data yang kita kaji benar-benar di perlukan untuk menunjang diagnose. Dalam beberapa
teknik pendokumentasian dalam pembuatan asuhan kebidanan ( ASKEB) pada ibu hamil
(antenatal) yaitu mengumpulkan data melakukan interpretasi data dasar, melakukan
identifikasi diagnosa masalah potensial mengantisipasi penanganan, menetapkan
kebutuhan terhadap tindakan segera atau masalah potensial, menyusun rencana asuhan
yang menyeluruh, melaksanakan evaluasi melalui SOAP.

1.2 Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas dokumentasi keperawatan.
b. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui pendokumentasian pada ibu hamil

1.3 Manfaat
Dengan adanya penyusunan makalah ini, diharapkan dapat mempermudah penyusun dan
pembaca guna memahami materi tentang Dokumentasi Pada Ibu Hamil . Dan diharapkan
penyusunan makalah ini dapat menambah pengetahuan dan kemampuannulis dalam
membuat sebuah karya tulis berupa makalah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TES ANTENATAL


Ketika merawat pasien yang akan menjalani pemantauan fetus antenatal, dokumentasi
diperlukan untuk mencantumkan kriteria yang spesifik tentang jenis tes yang akan
dilakukan

2.2 DOKUMENTASI PERSALINAN DAN KELAHIRAN


 Saat Masuk
Pada saat pasien masuk ke L&D, pengkajian harus dilakukan dan didokumentasikan
dangan lengkap.Format masuk harus diisi setelah pengkajian selesai. Ketika wanita hamil
dievaluasi untuk menjalani persalinan.
Fungsi utama dari pengkajian fisik dan riwayat keperawatan awal adalah mengidentifikasi
factor resiko yang akan mempengaruhi kelanjutan pemberian perawatan (Chignon,
Easterwood 1986).

 Pendokumentasian Persalinan
Perawat L&D dapat menjadi sangat kreatif dalam hal format dokumentasi. Perawat dapat
menggunakan kertas tisu bekas, pakaian, sarung bantal, bungkusan kasa, kotak sarung
tangan, dan bahkan kulit mereka sendiri. Tentu saja, data yang dituliskan pada “format”
tersebut kemudian dipindahkan ke format yang resmi. Perawat menggunakan ritual
pencatatan yang aneh ini karena mereka mengetahui bahwa pencatatan waktu yang akurat
terhadap kejadian utama merupakan hal yang diperlukan. Oleh karena itu mereka
melakukan nya sedemikian rupatanpa harus memakan waktu untuk pergi dari situasi
darurat yang memerlukan bantuan. Perawat mengetahui bahwa idealnya penvatatan
dilakukan bersamaan. Secara realistis, jika DJJ turun, tingkat dokumentasi terkadang
berpindah kebagian paling bawah dari prioritas. Proses keperawata memerlukan sikap
yang dinamis dan tepat guna. Pada situasi darurat, tindakan lebih penting dari pada kata-
kata tertulis. Dengan demikian, pencatatan retrospektif lebih baik dari pada tidak ada
dokumentasi sama sekali (Simpson, Creehan, 1996). Sesegera mungkin, perawat harus
mencatat proses keperawatan secara akurat. Data yang terlambat dimasukkan setelah hasil
yang buruk sering controversial dalam gugatan (Simpson, Creehan, 1996). Tetapi, cerita
diperlukan untuk diceritakan, dan seseorang yang membaca catatan itu di kemudian hari
akan mampu memahami kronologis kejadian yang sebenarnya.

 Frekuensi dokumentasi persalinan dan kelahiran


ACOG dan AAP telah menerbitkan panduan yang menjelaskan seberapa sering
pengkajian ibu dan janin harus di lakukan ( dan kemudian didokumentasikan ).jika
terdapat factor resiko,DJJ harus di evaluasi sedikitnya sekali setiap 15 menit pada
persalinan kala 1.selama persalinan kala II,DJJ harus dievaluasi setiap 5 menit.jika tidak
ada factor resiko,evaluasi DJJ harus didokumentasikan sedikitnya sekali setiap 30 menit
pada kala I dan sekali 15 menit pada persalinan kala II.frekuensi tersebut dapat mengalami
peningkatan,terutama pada saat persalinan aktif,berdasarkan tanda dan gejala klinis
(ACOG,AAP,1997).parametr lain untuk pengkajian dan pencatatan untuk meliputi,suhu
dan nadi ibu ( sekali setiap 4 jam atau lebih sering lagi di indikasikan).kaji
frekuensi,durasi,dan kualitas kontraksi secara teratur.selama induksi atau penambahan
oksitosin,kaji tekanan darah,DJJ,dan kontraksi uterus sebelum setiap dosis di tingkatkan (
pada tingkat minimum) ( Simpson, Creehan, 1996 ).
Parameter lain untuk dikaji dan didokumentasikan meliputi data-data yang tercantum pada
kontak 10-2. Dokumentasi lain meliputi kehadiran dokter atau perawat atau perubahan
posisi ibu. Catatan persalinan juga harus mencerminkan interaksi orang yang mndukung,
pernafasan, relaksasi, dan teknik masase yang digunakan serta penyuluhan dan respon
pasien.
Kejadian tertendu yang terjadi pada persalinan dan kelahiran mengharuskan dan
didokumentasikannya criteria spesifik. Table 10-2 mengambarkan beberapa kejadian
tersebut dan area terkait yang perlu dimasukan kedalam dokumentasi perawat.

 Catatan Alur Dan Catatan Naratif Persalinan


Lembar alur kebidanan ( Gambar 10-3, hal. 155-158) harus mencakup semua area yang
perlu dikaji yang mencerminkan standar perawatan. Lembar alur tidak boleh memaksa
perawat untuk menggunakan inyerval tertentu ; lembar alur tersebut secara ideal harus
mengakomodasi kapan pengkajian itu sebenarnya dilakukan. Jika menggunakan
peningkatan yang standar (mil . setiap 15 menit, setiap 30 menit), maka catatan naratif
harus digunakan untuk mengambarkan waktu spesifik dari pengkajian, intervensi,
evaluasi, dan selanjutnya.
Singkatan-singkatan yang digunakan harus dijelaskan dalam format tau kebijakan dan
prosedur institusi; sebagai contoh, mengidentifikasikan istilah seperti USG, LW, LTV.
Kebijakan fasilitas tentang parameter spesifik perawatan dapat juga ditunjukan pada
format; misalnya pada pasien berada pada resiko rendah, format tersebut
mengidentifikasikan bahwa DJJ dan pengkajian uterus harus dilakukan pada 30 menit
pada pasien yang beresiko tinggi setiap 15 menit. Lembar alur harus mencerminkan proses
perawatan setiap waktu. Pengkajian abnormal pada suatu area harus memicu dilakukannya
evaluasi lebih lanjut. Sebagai contoh, jika perawat memeriksa tekanan darah pasien dan
dicatat adannya peningkatan tekanan darah pada lenbar alur(misal 160/100).
Jika lembar alur yang digunakan tidak mencerminkan semua paramter pengkajian, maka
harus digunakan catatan naratif. Lembar alur tersebut idealnnya harus memungkinkan
dilakukannya pendokumentasian yang singkat, akurat dan hemat waktu. Jika lemmbar alur
kurang dalam hal tersebut, maka pertimbangan harus diberikan kea rah erbaikan format
untuk mendapatkan semua informasi yang diperlukan dngan lebih baik ( AWHONN,
1996). Tetapi, berhati-hati dalam menyimpan format yang mudah digunakan. Jika format
tersebut memerlukan petujuk untuk menjelaskan cara penggunaannya, maka peninjau
pihak ketiga cendrung tidak mampu membuat gambran asli tentang perjalanan klinis
pasien. Jika juri diperlukan untuk meninjau catatan ini dalam kasus malpraktik medis,
maka perwat tergugat diperlikan untuk meninjau.
Dokumentasi keperawatn mencerminkan rencana perawatan, pengkajian, intervensi, dan
evaluasi yang berkelanjutan. Kurangnya dokumntasi dianggap sebagai kurangnya
keterampilan klinis. Perawat bertanggung jawab secara hukum terhadap prktik yang
mereka lakukan.
 Gagal mengkaji dan melakukan tindakan yang tepat
 Ketidaklengkapan atau ketidakadekuatan dokumentasi
 Gagal menggunakan atau menginterpretasikan pemantauan janin dengan tepat
Kasus berikut ini menyoroti contoh kegagalan untuk mengkaji dan melakukan tindakan
yang tepat dalam interpretasi pemantauan janin secara elektronik. Dugaan yang ada
meliputi bahwa staf rumah sakit mengtahui atau seharusnya sudah tau tentang
kemungkinan komplikasi yang diakibatkan oleh awitan yang tidak menentramkan dan
pemeriksaan DJJ yang tidak baik. Pada kasus ini dikenakan ganti rugi sebesar $250.000.
Banyak kasus yang menggambarkan kelalaian keperawatan seperti di atas telah dicatat
dalam literature. Menghindari liabilitas mencakup hal berikut dokumentasikan pengkajian
riwayat awal pengkajian fisik, praktikkan proses keperawatan selama pengkajian dengan
tepat, lakukan intervensi dan evaluasi, dokumentasikan secara akurat dan lengkap, dan
cakap dalam interpretasi pemantauan janin elektronik ( electronic fetal monitoring, EFM )

2.3 DOKUMENTASI DAN PEMANTAUAN JANIN ELEKTRONIK


Dokumentasi dan EFM sering menciptakan diskusi yang hidup di antara perawat
kebidanan karena banyak sekali sudut pandang yang berbeda berkaitan dengan apa, di
mana, bagaimana, dan kapan harus melakukan dokumentasi ketika menggunakan
pemantauan janin. Dokumentasi tidak lengkap atau akurat jika dadal mengidentifikasi
komponen pola DJJ. Ingat selalu bahwa tuntutan malpraktik sering melibatkan interpretasi
hasil EFM (Egan house,1991). Konsesus lengkap tentang tatanama apa yang harus
digunakan dan didokumentasikan belum berhasil dicapai di negeri ini (Simpson, Creehan,
1996). National Institute Of Child Healt and Human Development (NICHHD) baru-baru
ini telah membuat pedoman untuk standardisasi istilah pemantauan janin. Karena
dokumentasi adalah format komunikasi, tatanama yang umum harus diciptakan di antara
anggota tim pelayanan kesehatan perinatal yang sama. Hal ini memastikan bahwa semua
anggota memahami dan mengikuti makna pola dan standar perawatan yang tepat.
Dokumentasi, baik pada rekaman maupun dalam rekam medis, mencerminkan pemberian
standar perawatan (Murray, 1997).

2.4 PENDOKUMENTASIAN REKAMAN MONITOR JANIN


Ketika memulai pemantauan janin elektronik, merupakan hal yang penting untuk
mencantumkan identitas pada halam pertama rekaman. Hal ini meliputi nama pasien,
nomor rekam medis, nam dokter, serta tanggal dan waktu ketika melakukan prosedur.
Selama pemantauan, waktu harus muncul pada rekaman, begitu juga dengan kejadian-
kejadian lain yang berhubungan dengan perawatan pasien.
Perhatian tidak boleh luput dari setiap bagian rekaman, seperti adanya perlambatan,
melingkar, member inisial, atau menandainya. Hal ini dapat memengaruhi objektivitas
pemantauan rekaman, dan pada studi retrospektif hal ini merusak.
Hanya menuliskan pada rekaman tidak akan memenuhi persyaratan dokumentasi yang
diperlukan untuk mencapai standar yang direkomendasikan oleh AWHONN, ACOG, dan
APP, dan juga tidak akan memenuhi standar yang dikeluarkan oleh joint commission for
the accreditation of healthcare organizations (JCAHO) serta kebijakan dan prosedur
institusional khusus. Pada situasi darurat, perawat akan bergantung pada rekaman dan
banyak catatan peristiwa utam di dalamnya. Tetapi, apapun yang di dokumentasikan
dalam rekaman juga harus dicatat dalam rekam medis. Tidak ada keraguan perawat akan
melakukan pencatatan ganda yang akan menghaiskan waktu. ( Eganhouse 1991 ; Murray
1997).
Catatan perawatan atau lembar alur harus menggambarkan interpretasi rekaman monitor
janin yang actual. Dapat juga rekamannya tidak ditemukan. (Hilangnya rekaman selalu
dipandang dengan kecurigaan oleh orang-orang yang terlibat dalam gugatan hukum).
Tetapi catatan harus menggambarkan DJJ atau UA sedemikian rupa sehingga rekaman
secara actual dapat diproduksi ulang dengan tangan dari deskripsinya. Dokumentasi yang
baik mengisahkan cerita dan dapat mengurangi kepercayaan terhadap hal terseut jika
hasilnya hilang sehingga akan terjadi gugatan malpraktik medis. Dokumentasi yang akurat
merupakan pertahanan terbaik bagi perawat untuk menunjukkan bahwa hasil rekaman
tersbeut pernah digunakan.
Banyak perawat kebidanan yang telah diinstruksikan untuk menuliskan inisial mereka
pada hasil rekaman dengan interval yang teratur. Tetapi literatur terbaru tidak setuju
dengan dasar pemikiran ini. “ Menuliskan inisial seseorang di atas hasil rekaman hanya
menerminkan kemampuan seseorang untuk menuliskan inisialnya”. (Murray 1997 hal.
13). Beberapa sanggahan telah dikemukakan yang menyatakan bahwa penulisan inisial
pada rekaman tidak membuktikan kehadiran perawat disamping tempat tidur dan tidak
menerminkan pengkajian atau perawatan yang telah diberikan (msl. Proses keperawatan).
Tindakan ini tidak membuktikan bahwa perawat atau dokter menganalisa secara actual
rekaman tersebut. Lembar alur dan catatan naratif merupakan tempat yang penting untuk
mencatat data dan keduanya merupakan tempat yang lebih baik untuk menempatkan
inisial.
 Pendokumentasian Interpretasi Rekaman Monitor Janin Elektronik
Perawat bertanggung jawab untuk mendokumentasikan DJJ data kontraksi dan tindakan
yang dilakukan ketika terjadi perubahan DJJ (Murray, 2997). Pendayagunaan lembar alur
komprehensif secara tepat dapat mencerminkan secara akurat interpretasi rekaman monitor
janin.
 Aktivitas Uterus
Aktivitas uterus harus didokumentasikan berdasarkan cara pemantauan (msl. Palpasi
[disingkat menjadi “P”], transduser eksternal [disingkat menjadi “ekst”, “e”, atau “toco”],
atau kateter tekanan intrauterus [disingkat menjadi IUPC atau int]. Lembar alur persalinan
harus menjelaskan singkatan-singkatan yang digunakan dalam format. Meskipun
menggunakan EFM, palpasi tonus istirahat uterus adalah parameter penting yang harus
didokumentasikan secara periodic. Tonus istirahat uterus dikaji pada saat tidak terjadi
kontraksi (AWHONN, 1996, hlm. 211). Hal yang harus dicatat dari uterus adalah “lunak”
atau “keras” diantara kontraksi. Istilah “kaku” juga sudah digunakan (Simpson, Creehan,
1996). Kontraksi yang terpalpasi biasanya dicatat sebagai ringan, sedang atau kuat. Simbol
juga banyak digunakan (msl. +, ++, +++). Metode apapun yang digunakan harus
didefinisikan pada lembar alur dan digunakan secara universal di unit tersebut.
 Pendokumentasian Denyut Jantung Janin
Pantauan sistematis terhadap rekaman monitor janin harus mencakup UA dan DJJ. Hal
spesifik yang berkaitan dengan DJJ adalah BL, pengkajian variabilits, pola periodic atau
episodic, deselerai lain, dn akselerasi. Adanya abnormalitas, seperti aritmia denyut jantung
janin, perlu digambarkan lebih ideal. Catatan naratif akan menggambarkan variable
deselerasi. Bahkan lebih buruk lagi. perawat mengalami ketakutan akan diajukannya ganti
rugi oleh doktr dan institusi itu sendiri. Tetapi, perawat akan bertanggung jawab atas
tindakannya sendiri dan karena itu harus melakukan hal-hal yang benar (Murray, 1997).
Perawat harus memberikan deskripsi yang kurat tentang kronologi kejadian. Pada kejadian
tuntutan hukum, dokumentasi ini dapat menjadi landasan pertahanan perawat.
Area utama konflik antara dokter dan perawat adalah kegagaln dokter untuk berespons
terhadap laporan perawat tentang pola DJJ yang tidak meyakinkan (Mahley, Beerman,
1998). Perawat tetap bertanggung jawab untuk melakukan resusitasi intrauterin dengan
adanya rekaman yang tidak meyakinkan atau ia akan meminta bantuan lain berkaitan
dengan tidak bertindaknya dokter terhadap laporan yang ia berikan. Pada kasus yang
dijelaskan oleh Mahley dan Beerman (1998), perawat bersaksi bahwa mereka tidak
mengetahui kebijakan tentang serangkaian perintah. Lebih jauh lagi, mereka merasa yakin
bahwa selama dokter mengetahui tentang pola DJJ, perawat tidak lagi bertanggung jawab
secara hukum untuk melakukan tindakan guna melindungi keselamatan pasien.
Melakukan serangkaian perintah dapat memberi perlindungan pada perawat dari tuntutan
kelalaian. Perawat mempunyai tugas mandiri dari dokter untuk melindungi pasien dari
bahaya. Perawat ahli yang meninjau kasus ini menemukan bahwa asuhan keperawatan
berperan dalam pencapaian hasil, dan rumah sakit harus membayar denda demi penggugat
(Mahley, Beerman, 1998).
2.5 KELAHIRAN PER VAGINA
Dokumentasi keperawatan tentang persalinan pervagina harus mencakup informasi lain
yang sering dicatat meliputi adanya orang pendukung dan bukti-bukti penggunaan
peralatan proteksi pribadi. Peristiwa lain yang memerlukan penjelasan lebih jauh harus
dideskripsikan secara detail dalam format narasi.
2.6 SEKSIO SESARIA
Dokumentasi praoperasi harus mencakup pengkajian awal yang lengkap, dokumentasi
rekaman EFM, penyuluhan pasien, status puasa, catatan pemerian cairan intravena,
informed consent, pencukuran dan persiapan lainnya, pemasangan kateter Foley (termasuk
jumlah dan warna urin), obat-obat yang diinstruksikan, cara transportasi, dan waktu pasien
dibawa ke kamar operasi (Simpson, Creehan, 1996).
Dokumentaasi keperawatan praoperasin harus mencerminkan rekomendasi yang
dikeluarkan oleh Association of Operating Room Nurses(AORN) (AWHONN, 1998).
Dokumentasi harus mencakup posisi pasien dimeja operasi (msl. Memakai baji panggul)
dan hasil EFM, jika perlu. Berikut ini adalah informasi yang juga harus didokumentasikan
(Simpson, Creehan, 1996).
 Persiapan abdomen
 Kondisi kulit sebelum insisi
 Bantalan
 Status emosi pasien
 Tanda-tanda vital ibu
 Adanya orang pendukung
 DJJ
 Jumlah spons, jarum dan instrumen
 Status ibu dan bayi baru lahir sebelum dipindahkan ke unit perawatan pascaanastesi
(postanasthesia care unit, PACU).

2.7 UNIT PERAWATAN PASCAANASTESI (PACU)


Dokumentasi pascaanastesi harus mencerminkan rekomendasi yang dikeluarkan oleh
American Society of Postanasthesia Nurses (ASPAN) (AWHONN, 1998). Dokumentasi
untuk pasien di PACU obstetrik harus dilakukan berdasarkan kebijakan dan prosedur
PACU institusi.
2.8 DOKUMENTASI PASCAPARTUS
Dokumentasi periode pascapartus juga ditekankan pada area pengkajian klinis, diagnosis
keperawatan, intervensi, dan evaluasi.
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Dokumentasi Asuhan Kebidanan pada ibu hamil merupakan bentuk catatan dari hasil asuhan
asuhan kebidanan yang dilaksanakan pada ibu hamil, dimulai dari dokumentasi saat
masuk, pemeriksaan-pemeriksaan seperti pemantauan janin elektronik, rekaman monitor
janin, intrpetasi rekaman, aktivitas uterus hingga dokumentasi DJJ, kelahiran pervagina,
seksio sesaria, perawatan pascaanastesi, dan dokumentasi pasca partus.

3.2 Saran
Demikianlah makalah yang telah kami susun, semoga dengan makalah ini dapat menambah
pengetahuan serta lebih bisa memahami tentang pokok bahasan makalah ini bagi para
pembacanya dan khususnya bagi mahasiswa yang telah menyusun makalah ini. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi semua.

DAFTAR PUATAKA

Patricia W. Iyer & Nancy H. Camp. 2004. Dokumentasi Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai