Bab I
Bab I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sirosis Hati (SH) merupakan dampak tersering dari perjalanan klinis yang
panjang dari semua penyakit hati kronis yang ditandai dengan kerusakan parenkim
hati. Deskripsi suatu “Sirosis” hati berkontraksi baik dengan status pato-fisiologis
maupun klinis, dan untuk menetapkan prognosis pasien dengan penyakit hati.
Sirosis hepatis merupakan keadaan yang menggambarkan akhir dari
perjalanan histologi pada berbagai macam penyakit hepar kronik. Istilah sirosis
pertama kali diperkenalkan oleh Laennec tahun 1826. Istilah ini diambil dari
bahasa Yunani yaitu scirrhus yang digunakan untuk mendeskripsikan permukaan
hepar yang berwarna oranye jika dilihat pada saat autopsi. Tapi karena kemudian
arti kata sirosis atau scirrhus banyak yang salah menafsirkannya akhirnya istilah ini
berubah artinya menjadi pengerasan. Berbagai bentuk dari kerusakan sel hepar
ditandai dengan adanya fibrosis. Fibrosis merupakan peningkatan deposisi
komponen matrix ekstraseluler (kolagen, glikoprotein, proteoglikan) di hepar.
Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui
penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium
akhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati (Sujono, 2002).
inferior. Jadi terdapat dua sumber yang mengalirkan darah masuk ke dalam
hati dan hanya terdapat satu lintasan keluarnya. Disamping hepatosit, sel-sel
fagositosis yang termasuk dalam sistem retikuloendotelial juga terdapat dalam hati.
Organ lain yang mengandung sel-sel retikuloendotelial adalah limpa, sumsum
tulang, kelenjar limfe dan paru-paru. Dalam hati, sel-sel ini dinamakan sel kupfer.
Fungsi utama sel kupfer adalah memakan benda partikel (seperti bakteri) yang
masuk ke dalam hati lewat darah portal.
1. Metabolisme glukosa
Setelah makan glukosa diambil dari darah vena porta oleh hati dan
diubah menjadi glikogen yang disimpan dalam hepatosit. Selanjutnya glikogen
diubah kembali menjadi glukosa dan jika diperlukan dilepaskan ke dalam
aliran darah untuk mempertahankan kadar glukosa yang normal. Glukosa
tambahan dapat disintesis oleh hati lewat proses yang dinamakan
glukoneogenesis. Untuk proses ini hati menggunakan asam-asam amino hasil
pemecahan protein atau laktat yang diproduksi oleh otot yang bekerja.
2. Konversi amonia
Penggunaan asam-asam amino untuk glukoneogenesis akan
membentuk amonia sebagai hasil sampingan. Hati mengubah amonia yang
dihasilkan oleh proses metabolik ini menjadi ureum. Amonia yang diproduksi
oleh bakteri dalam intestinum juga akan dikeluarkan dari dalam darah portal
untuk sintesis ureum. Dengan cara ini hati mengubah amonia yang merupakan
toksin berbahaya menjadi ureum yaitu senyawa yang dapat diekskresikan ke
dalam urin.
3. Metabolisme protein
Organ ini mensintesis hampir seluruh plasma protein termasuk
albumin, faktor-faktor pembekuan darah protein transport yang spesifik dan
sebagian besar lipoprotein plasma. Vitamin K diperlukan hati untuk
mensintesis protombin dan sebagian faktor pembekuan lainnya. Asam-asam
amino berfungsi sebagai unsur pembangun bagi sintesis protein.
4. Metabolisme lemak
Asam-asam lemak dapat dipecah untuk memproduksi energi dan benda
keton. Benda keton merupakan senyawa-senyawa kecil yang dapat masuk ke
dalam aliran darah dan menjadi sumber energi bagi otot serta jaringan tubuh
lainnya. Pemecahan asam lemak menjadi bahan keton terutama terjadi ketika
ketersediaan glukosa untuk metabolisme sangat terbatas seperti pada kelaparan
atau diabetes yang tidak terkontrol.
5. Penyimpanan vitamin dan zat besi
6. Metabolisme obat
Metabolisme umumnya menghilangkan aktivitas obat tersebut
meskipun pada sebagian kasus, aktivasi obat dapat terjadi. Salah satu lintasan
penting untuk metabolisme obat meliputi konjugasi (pengikatan) obat tersebut
dengan sejumlah senyawa, untuk membentuk substansi yang lebih larut. Hasil
konjugasi tersebut dapat diekskresikan ke dalam feses atau urin seperti ekskresi
bilirubin.
7. Pembentukan empedu
Empedu dibentuk oleh hepatosit dan dikumpulkan dalam kanalikulus
serta saluran empedu. Fungsi empedu adalah ekskretorik seperti ekskresi
bilirubin dan sebagai pembantu proses pencernaan melalui emulsifikasi lemak
oleh garam-garam empedu.
8. Ekskresi bilirubin
Bilirubin adalah pigmen yang berasal dari pemecahan hemoglobin
oleh sel-sel pada sistem retikuloendotelial yang mencakup sel-sel kupfer dari
hati. Hepatosit mengeluarkan bilirubin dari dalam darah dan melalui reaksi
kimia mengubahnya lewat konjugasi menjadi asam glukuronat yang membuat
bilirubin lebih dapat larut didalam larutan yang encer. Bilirubin terkonjugasi
diekskresikan oleh hepatosit ke dalam kanalikulus empedu didekatnya dan
akhirnya dibawa dalam empedu ke duodenum. Konsentrasi bilirubin dalam
darah dapat meningkat jika terdapat penyakit hati, bila aliran empedu terhalang
atau bila terjadi penghancuran sel-sel darah merah yang berlebihan. Pada
obstruksi saluran empedu, bilirubin tidak memasuki intestinum dan sebagai
akibatnya, urobilinogen tidak terdapat dalam urin. (Smeltzer & Bare, 2001)
1. Malnutrisi
2. Alkoholisme
3. Virus hepatitis
4. Kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatika
5. Penyakit Wilson (penumpukan tembaga yang berlebihan bawaan)
6. Hemokromatosis (kelebihan zat besi)
7. Zat toksik
2. Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai
akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati disekitar
saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi
(kolangitis).
2.4 Patofisiologi
Meskipun ada beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi sirosis, konsumsi
minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama. Sirosis terjadi
dengan frekuensi paling tinggi pada peminum minuman keras. Meskipun defisiensi
gizi dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan hati pada
sirosis, namun asupan alkohol yang berlebihan merupakan faktor penyebab yang
utama pada perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun
demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasaan
minum minuman keras dan pada individu yang dietnya normal tetapi dengan
konsumsi alkohol yang tinggi (Smeltzer & Bare, 2001).
Pada tahap awal, sirosis tidak menimbulkan gejala apapun. Hal ini karena
masih banyak sel hati yang berfungsi normal, meskipun ada yang rusak. Namun
seiring bertambahnya kerusakan hati, penderita akan mengalami gejala berikut:
Lemas
Perut kembung
Nyeri perut
Mual dan muntah
Kehilangan nafsu makan
Berat badan menurun
Telapak tangan memerah
Muncul tanda seperti sarang laba-laba di kulit
Selain gejala di atas, sirosis juga dapat menyebabkan terhentinya menstruasi pada
wanita. Sedangkan pada pria, sirosis bisa menyebabkan penurunan gairah seks,
payudara membesar (ginekomastia), dan penyusutan ukuran testis.
2.6 Asuhan Keperawatan Pada Penyakit Sirosis Hepatis
2.6.1 Pengkajian
Data tergantung pada penyebab dasar kondisi klien, yaitu:
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan, terlalu lelah.
Tanda : Letargi dan Penurunan masa otot atau tonus.
2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat GJK kronis, perikarditis, penyakit jantung
reumatik, kanker.
Disritmia, bunyi jantung ekstra (S3,S4).
3. Eliminasi
a. Gejala : Flatus.
b. Tanda : Distensi abdomen.
Penurunan atau tak adanya bising usus.
Feses warna tanah liat, melena.
Urine gelap, pekat.
4. Makanan/Cairan
a. Gejala : Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan / tidak dapat
menerima
Mual / muntah.
b. Tanda : Penurunan berat badan atau peningkatan ( cairan ).
Penggunaan jaringan.
Edema umum pada jaringan
Kulit kering, turgor buruk.
Ikterik; angioma spider
Nafas berbau, pendarahan gusi.
5. Neurosensori
a. Gejala : Orang terdekat dapat melaporkan perubahan kepribadian,
penurunan mental.
b. Tanda : Perubahan mental, bingung halusinasi, koma.
Bicara lambat atau tidak jelas.
Asterik (ensefalofati hepatic)
6. Nyeri/Kenyamanan
a. Gejala : Nyeri tekan abdomen / nyeri kuadran kanan atas.
Pruritus
b. Tanda : Perilaku berhati-hati / distraksi.
Fokus pada diri sendiri.
7. Pernapasan
a. Gejala : Dispnea.
b. Tanda : Takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan.
Ekspansi paru terbatas (asites).
Hipoksia.
8. Keamanan
a. Gejala : Pruritus.
b. Tanda : Demam (lebih umum pada sirosis alkoholik).
Ikterik, ekimosis, petekie.
Angioma spider / teleangiektasis, eritema palmar.
9. Seksualitas
a. Gejala : Gangguan menstruasi, impoten.
b. Tanda : Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut (dada,
bawah lengan, pubis)
.
Pemeriksaan penunjang
2.6.2 Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang dapat ditemukan pada klien sirosis hepatis
menurut Doenges (2000) antara lain:
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, asites.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan ascites, edema.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
5. Gangguan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu pada
kulit.
6. Resiko perdarahan berhubungan dengan gangguan metabolisme protein.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan tubuh.
8. Resiko perubahan proses pikir berhubungan dengan peningkatan amonia dalam
darah.
2.6.3 Intervensi
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, asites.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam pola nafas
menjadi efektif.
Kriteria hasil :
Intervensi :
Kriteria hasil :
Intervensi :
Intervensi :
Kriteria hasil :
a. Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :
2.6.4 Implementasi
2.6.5 Evaluasi
2.7.6 Waktu/tempat :
Waktu : 09.00-11.00