Anda di halaman 1dari 26

Laporan Kasus

Konjungtivitis Bakteri

Oleh :

Muhammad Rasyid Ridho Lahdimawan, S.Ked

NIM. 1730912310072

Pembimbing :

dr. Muhammad Ali Faisal, M.Sc, Sp.M

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM/RSUD ULIN

BANJARMASIN

September, 2019
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 3

BAB III LAPORAN KASUS................................................................................ 15

BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................................... 19

BAB V PENUTUP ................................................................................................ 22

DAFTAR PUSTAKA

II
BAB I

PENDAHULUAN

Kesehatan indera penglihatan merupakan hal yang penting untuk

meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam meningkatkan kualitas

kehidupan masyarakat, dalam rangka mewujudkan manusia Indonesia yang

cerdas, produktif, maju, mandiri, dan sejahtera lahir batin.1 Oleh karena itu semua

bagian dari mata harus dijaga kesehatannya.

Mata merupakan salah satu panca indra yang mempunyai fungsi yang

begitu kompleks, dengan ukuran yang kecil. Kelainan-kelainan yang terjadi pada

organ ini akan menyebabkan berbagai manifestasi klinis dan apa bila tidak dapat

ditangani dengan baik, akan mengakibatkan kebutaan ataupun gangguan yang lain

yang bersifat permanen. Kelainan tersebut tidak hanya terjadi pada bola mata,

namun terjadi pada seluruh kesatuan dari indra ini yang meliputi kelopak mata,

bola mata, bahkan sampai pada tempat dimana bola mata tersebut berada.2

Salah satu dari kelainan yang terdapat pada mata adalah konjungtivitis.

Inflamasi pada bagian konjungtiva (konjungtivitis) adalah penyakit paling umum

di dunia. Tingkat keparahannya sendiri bervariasi dari hiperemi ringan dengan

keluarnya air mata hingga keluar sekret purulen. Penyebabnya biasanya eksogen

namun pada kasus-kasus tertentu dapat disebabkan endogen.2

Mengetahui akan gejala-gejala merupakan hal yang penting dalam

menegakkan diagnosis. Sebagai dokter umum, akan sangat penting untuk

1
megetahui gejala-gejala dari keadaan klinis ini, sehingga diharapkan diagnosis

dan tatalaksana yang legeartis dapat segera dilakukan.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Konjungtiva

Secara anatomis konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan

tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva

palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva

palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke

tarsus.2

Gambar 2.1 Anatomi kelopak mata

Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada

formiks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera menjadi

konjungtiva bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbital di

formiks dan melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata

bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik.2

3
2.2 Histologi

Secara histologi lapisan sel konjungtiva terdiri atas dua hingga lima lapisan sel

epitel silindris bertingkat, superfisial dan basal.3 Sel-sel epitel superfisial mengandung

sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus yang diperlukan untuk dispersi

air mata. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat dibandingkan sel-sel superfisial dan

dapat mengandung pigmen.2

Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisialis) dan satu

lapisan fibrosa (profunda). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan tidak

berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Lapisan fibrosa tersusun

dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus dan tersusun longgar

pada mata.2

2.3 Vaskularisasi dan Inervasi

Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteria siliaris anterior dan arteria

palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis dengan bebas dan bersama dengan

banyak vena konjungtiva membentuk jaringan 9 vaskuler konjungtiva yang sangat

banyak. Konjungtiva juga menerima persarafan dari percabangan pertama nervus V

dengan serabut nyeri yang relatif sedikit.2

4
2.4 Definisi

Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir

yang menutupi belakang kelopak dan bola mata, dalam bentuk akut maupun

kronis.4

Gambar 2.3 Radang pada konjungtiva (konjungtivitis)

2. 4. Epidemiologi

Konjungtivitis mengenai banyak orang dan menjadi beban sosial dan

ekonomi, Amerika Serikat diperkirakan telah mengeluarkan 377 juta sampai 857

juta dollar setiap tahunnya untuk menangani konjungtivitis bakteri.5

Prevalensi dari konjungtivitis bervariasi ditentukan oleh penyebab

dasarnya, dimana bisa ditentukan oleh umur ataupun musim cuaca. Konjungtivitis

virus menjadi kasus yang paling umum terjadi pada populasi dewasa dan lebih

sering ditemukan di musim panas. Konjungtivitis bakteri menjadi penyebab kedua

konjungtivitis populasi dewasa dan menjadi penyebab paling sering pada anak-

anak (50-70%). Konjungtivitis bakteri paling sering ditemukan pada bulan

Desember sampai April. Konjungtivitis alergi menduduki peringkat pertama

5
untuk kasus paling sering, mengenai 15 sampai 40 persen dari populasi dan sering

ditemukan pada musim semi dan panas.5

2. 5. Etiologi

Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, seperti: 1) Infeksi

oleh virus, bakteri, atau clamidia. 2) Reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu

binatang. 3) Iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya; sinar ultraviolet.

4) Pemakaian lensa kontak, terutama dalam jangka panjang, juga bisa menyebabkan

konjungtivitis. Konjungtivitis yang disebabkan oleh mikroorganisme (terutama virus

dan kuman atau campuruan keduanya) ditularkan melalui kontak dan udara. Dalam

waktu 12 sampai 48 jam etelah infeksi mulai, mata menjadi merah dan nyeri.2

Gambar 2.4 Penyebab konjungtivitis

6
2.6 Patofisiologi

Mikroorganisme (virus, bakteri, jamur), bahan alergen, iritasi menyebabkan

kelopak mata terinfeksi sehingga kelopak mata tidak dapat menutup dan membuka

sempurna. Karena mata menjadi kering sehingga terjadi iritasi menyebabkan

konjungtivitis. Pelebaran pembuluh darah disebabkan karena adanya peradangan

ditandai dengan konjungtiva dan sklera yang merah, edema, rasa nyeri dan adanya

sekret mukopurulen. Konjungtivitis bakteri dapat terjadi apabila terjadi kontak

langsung dengan individu yang terkena atau terjadi proliferasi abnormal dari flora

normal di konjungtiva proses radang akan menyebabkan dilatasi dari pembuluh darah

di bagian konjungtiva, sehingga terlihat hiperemia dan edema di bagian konjungtiva.6

2.7 Klasifikasi dan Gambaran Klinis

Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi:

1. Konjungtivitis bakteri hiperakut: biasanya ditemukan pada pasien dengan

konjungtivitis yang diakibatkan oleh bakteri N. Gonorrhoea. Biasanya

onsetnya cepat ditambah gambaran injeksi konjungtiva yang hebat, kemosis,

dan sekret yang banyak. Tatalaksana segera penting untuk mencegah

komplikasi.7

Gambar 2.5 Konjungtivitis N. Gonorrhoea

7
2. Konjungtivitis bakteri akut: Konjungtivitis bakteri akut adalah jenis yang

paling sering ditemukan pada kasus konjungtivitis bakterial dan biasanya

muncul dengan gambaran klinis dan prognosis yang sama. Sebuah studi oleh

Weiss et al menyebutkan patogen yang paling sering muncul pada derajat ini

adalah Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, streptococcus

pneumoniae, dan Moraxella catarrhais. Studi yang lebih terdahulu oleh

Gigilotti et al menyebutkan Chlamydia trachomatis lebih sering ditemukan

pada pasien.8,9

Gambar 2.6 Konjungtivitis bakterial akut

3. Konjungtivitis bakteri kronis: Konjungtivitis bakteri kronis memiliki

gambaran mata merah dengan sekret purulen yang persisten lebih dari

beberapa minggu, biasanya disebabkan oleh Chlamydia trachomatis atau bisa

berhubungan dengan penyakit lain seperti dacryocystitis.7

Gambar 2.7 Konjungtivitis bakterial kronis

8
2. 8. Gejala klinis

Meskipun gejala dari konjungtivitis bakteri bervariasi dan luas, ada

beberapa gejala kunci yang dapat membedakannya dari infeksi mata lainnya.

Sekret tebal yang purulen dianggap sebagai gejala yang dominan pada

konjungtivitis bakterial. Hal ini menyebabkan fenomena “mata lem” dimana mata

menjadi sulit terbuka karena adanya sekret purulen yang tebal. Sebuah studi pada

tahun 2004 telah dilakukan di Belanda menyebutkan “mata lem pada pagi hari”

dapat digunakan sebagai prediksi untuk mengarah ke penyakit konjungtivitis

bakterial, studi ini dilakukan pada 184 pasien dengan gejala “mata lem”, gatal dan

riwayat konjungtivitis.7,10

Gejala lain yang biasanya muncul pada kasus konjungtivitis bakterial

adalah sensasi mengganjal pada mata, injeksi pada konjungtiva, kemosis (edema

konjungtiva), gatal, eritem dari kulit kelopak mata, dan sensasi seperti terbakar

atau tersetrum pada daerah mata. Pada studi yang dilakukan oleh Carr et al dan

Wall et al menyebutkan hampir semua pasien dengan konjungtivitis bakterial

datang dengan injeksi konjungtiva, hampir 90 persen datang dengan keluhan gatal

dan sensai mengganjal pada mata, dan hampir 50 persennya mengalami sensai

seperti terbakar atau tersetrum pada bagian mata.11,12

2.9. Diagnosis

Pemeriksaan mata dan riwayat penyakit pasien menjadi kunci utama untuk

dapat menentukan tatalaksana dan manajemen yang sesuai. Pada kasus

konjungtivitis, jenis sekret dan gejala klinis yang muncul dapat menentukan jenis

dari konjungtivitis. Bagaimanapun, ada beberapa kasus dengan gejala klinis yang

9
tidak spesifik. Pemeriksa di fasilitas kesehatan pertama mungkin akan kesulitan

dalam pemeriksaan mata dikarenakan fasilitas seperti slit lamp yang tidak

tersedia, namun pemeriksa bisa menggunakan penlight untuk fokus melihat pada

tajam penglihatan, tipe sekret, bentuk dan ukuran pupil, pembengkakan kelopak

mata dan presentasi proptosis.6

10
Gambar 2.8 Algoritma untuk mendiagnosis pasien dengan konjungtivitis

Gambar 2.9 Diagnosis banding konjungtivitis

11
Pemeriksaan laboratorium pada kebanyakan kasus konjungtivitis bakterial

digunakan untuk mencari organisme penyebabnya. Organisme dapat diketahui

dengan cara pemeriksaan mikroskopik dari hasil kerok pada bagian konjungtiva

lalu digunakan pewarnaan Gram atau Giemsa. Kerok konjungtiva untuk

pemeriksaan mikroskopik dan kultur direkomendasikan untuk semua kasus dan

wajib dilakukan pada kasus dengan sekret purulen, terdapat membran dan

pseudomembran. Studi sensitivitas bakteri juga dapat dilakukan, namun

pemberian antibiotik segera lebih empiris dan akan digantikan oleh antibiotik

yang sesuai dengan hasil sensitivitas bakteri.6

2. 10. Penatalaksanaan

Terapi spesifik pada konjungtivitis bakterial ditentukan oleh identifikasi

dari agen mikrobiologinya. Selama menunggu dari laporan laboratorium, terapi

antibiotik topikal sprektrum luas seperti polymyxin-trimethroprim dapat

diberikan. Antibiotik spektrum luas dapat diberikan dalam bentuk tetes ataupun

salep mata 4 sampai 5 kali sehari. Apabila yang dipakai adalah tetes mata,

sebaiknya sebelum tidur diberi salep mata sulfasetamid 10-15 persen atau

khlorampfenikol. Apabila dalam satu minggu tidak ada perbaikan makan perlu

diperiksa pemeriksaan resistensi, kemungkinan defisiensi air mata atau obstruksi

duktus nasolakrimal.4 Pada konjungtivitis dengan sekret purulen dengan hasil

gram negatif yang mengarah diplococci oleh bakteri Neisseria, terapi topikal dan

sistemik dapat dimulai. Apabila bagian kornea tidak terlibat, dapat diberikan

12
ceftriaxone i.m 1 gram. Apabila bagian kornea terlibat dapat diberikan ceftriaxone

secara parenteral selama 5 hari dengan dosis 1-2 gram perharinya.6

Pada kasus konjungtivitis purulen dan mukopurulen kantung konjungtiva

dapat diirigasi menggunakan cairan saline dengan tujuan membersihkan mata dari

sekret konjungtiva. Pencegahan penyebaran juga diperlukan, kebersihan diri dan

keluarga perlu diperhatikan.

2.11. Komplikasi

Blepharitis marginal kronis biasanya muncul sebagai komplikasi dari

konjungtivitis staphylococcal. Jaringan parut pada konjungtiva juga dapat

ditemukan pada kasus konjungtivitis membranosa dan pseudomembran. Pada

kasus jarang dapat ditemukan ulserasi dan perforasi kornea.6

Ulserasi kornea marginal biasanya muncul apabila infeksi disebabkan oleh N

gonorrhoeae, N kochii, N meningitidis, H aegyptius, S aureus, dan M catarrhalis.

Apabila produk toksik dari N gonorrhoeae menembus kornea menuju chamber

anterior maka akan menyebabkan iritis toksik.6

Gambar 2.10 Ulserasi kornea marginal dan blepharitis staphylococcal

13
2.11 Prognosis

Konjungtivitis bakterial akut biasnya dapat sembuh sendiri. Tanpa terapi

biasanya akan berlangsung selama 10 sampai 14 hari, namun apabila diterapi

dengan baik hanya akan berlangsung selama 1 sampai 3 hari. Pengecualian untuk

kasus konjungtivitis bakterial yang disebabkan staphylococcal biasanya akan

berkembang menjadi blepharokonjungtivitis dan memasuki fase kronis,

konjungtivitis yang diakibatkan gonococcal apabila tidak terobati maka akan

mengakibatkan perforasi kornea dan endopthalmitis, konjungtivitis yang

disebabkan oleh meningococcal dapat mengakibatkan septikemia dan meningitis.6

14
BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Nama : Tn. AWF

Umur : 57 tahun

Jenis Kelamin : Pria

Agama : Islam

Alamat : Banjarmasin

Poli : 17 September 2019

II. ANAMNESIS

Hari/tanggal : Selasa, 17 September 2019

Keluhan Utama : kotoran pada mata

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien ke Poli Mata RSUD Ulin Banjarmasin dengan keluhan kotoran

pada mata sejak 1 minggu yang lalu. Awalnya sedikit-sedikit seperti kotoran

mata biasa, namun semakin hari semakin menebal dan puncaknya saat bangun

tidur pasien tidak dapat membuka matanya, mata pasien harus dibersihkan

dengan air hangat dulu agar bisa terbuka. Pasien juga mengeluhkan matanya

menjadi merah setelah keluhan utam muncul, keluhan muncul pada kedua

matanya. Mata juga terasa gatal sejak keluhan utama muncul. Keluhan lain

seperti nyeri, rasa mengganjal, bengkak, mata berair disangkal. Pasien

sebelumnya berobat ke dokter umum dan diberikan tetes mata berwarna merah

15
namun keluhan tidak membaik, pasien mengaku setelah memakai obat tersebut

kotoran matanya bertambah banyak. Pasien juga sering membersihkan bagian

matanya setiap pagi dengan air hangat.

Pasien menyangkal adanya demam atau nyeri tenggorokan namun pasien

pernah mengalami keluhan serupa kurang lebih 3 tahun yang lalu namun sembuh

sendiri. Riwayat alergi dan trauma pada pasien disangkal.

RPD: keluhan serupa 3 tahun yang lalu.

RPK: Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit serupa.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Kompos Mentis

Status Generalis : Dalam Batas Normal

Nadi : 91 kali/menit

RR : 18 kali/menit

SpO2 : 99% tanpa O2 tambahan

Gambar 3.1 Mata Pasien dengan konjungtivitis bakterial

16
Status Lokalis:

No Pemeriksaan Mata Kanan Mata Kiri


1. Visus 6/6 6/6
2. Posisi Bola Mata Sentral Sentral
3. Gerakan bola mata Segala arah Segala arah
4. Palpebra Edema (-) (-)
Superior Massa (-) (-)
Hiperemi (-) (-)
Pseudoptosis (-) (-)
Entropion (-) (-)
Ektropion (-) (-)
Krusta (-) (-)
Ulkus (-) (-)
5. Palpebra Edema (-) (-)
Inferior Massa (-) (-)
Hiperemi (-) (-)
Entropion (-) (-)
Ektropion (-) (-)
Krusta (-) (-)
Ulkus (-) (-)
6. Fissura palpebral (-) (-)
7. Konjungtiva Hiperemi (+) (-)
Palpebra Massa (-) (-)
Sikatrik (-) (-)
Papil raksasa (-) (-)
Folikel (-) (-)
8. Konjungtiva Hiperemi (-) (-)
Fornix Sikatrik (-) (-)
Papil raksasa (-) (-)
Folikel (-) (-)
9. Konjungtiva Injeksi (+) (+)
Bulbi Konjungtiva
Injeksi Siliar (-) (-)
Massa (-) (-)
Neovaskularisasi (-) (-)
Edema (-) (-)
Subconjunctival (-) (-)
bleeding
10. Kornea Bentuk Cembung Cembung
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Licin Licin
Sikatrik (-) (-)
Benda Asing (-) (-)

17
11. Iris Warna Coklat Coklat
12. Pupil Bentuk Bulat dan reguler Bulat dan regular
Refleks cahaya (+) (+)
langsung
Refleks cahaya (+) (+)
tidak langsung
Leukokorea (-) (-)
14. Lensa Kejernihan Jernih Jernih
15. COA Hipopion (-) (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

V. DIAGNOSA KERJA

ODS Konjungtivitis bakterial

VI. Diagnosis Banding

- Konjungtivitis fungal

- Konjungtivitis viral

- Konjungtivitis Alergi

VI. PENATALAKSANAAN

Non-medikamentosa

 Membersihkan kelopak mata dengan lidi kapas yang dibasahi air hangat

 Kompres hangat selama 5-10 menit

Medikamentosa

 Tobramycin ED 6x1 tts ODS

18
BAB IV

PEMBAHASAN

Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan yang dilakukan pada pasien

Tn. AWF yang datang ke RSUD Ulin Banjarmasin didapatkan keluhan kotoran

pada mata sejak 1 minggu yang lalu. Awalnya sedikit-sedikit seperti kotoran mata

biasa, namun semakin hari semakin menebal dan puncaknya saat bangun tidur

pasien tidak dapat membuka matanya, mata pasien harus dibersihkan dengan air

hangat dulu agar bisa terbuka. Pasien juga mengeluhkan matanya menjadi merah

setelah keluhan utam muncul, keluhan muncul pada kedua matanya. Mata juga

terasa gatal sejak keluhan utama muncul. Keluhan lain seperti nyeri, rasa

mengganjal, bengkak, mata berair disangkal.

Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir

yang menutupi belakang kelopak dan bola mata, dapat berupa akut ataupun

kronis. Gambaran klinis yang dapat muncul berupa hiperemi konjungtiva bulbi

(injeksi konjungtiva),lakrimasi, eksudat dengan sekret yang lebih tebal pada pagi

hari, pseudoptosis akibat kelopak membengkak, kemosis, hipertropi papil, folikel,

membran, pseudomembran, granulasi, flikten, mata mengganjal dan adenopati

preaurikular. Meskipun gejala dari konjungtivitis bakteri bervariasi dan luas, ada

beberapa gejala kunci yang dapat membedakannya dari infeksi mata lainnya.

Sekret tebal yang purulen dianggap sebagai gejala yang dominan pada

konjungtivitis bakterial.4,7 Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik, didapatkan

bahwa pasien mengatakan pasien sering kesulitan membuka mata pada pagi hari

19
akibat kotoran mata yang tebal, ini merupakan gejala khas dari konjungtivitis

bakteri dimana sekret akan muncul lebih dominan pada pagi hari.6

Konjungtivitis bakteri tidak spesifik untuk sekelompok orang.

Konjungtivitis bakteri mengenai orang-orang dari segala usia, etnis, dan jenis

kelamin. Konjungtivitis bakteri lebih sering terjadi pada anak-anak.13 pada kasus

ini pasien merupakan individu dewasa berusia 57 tahun.

Konjungtivitis bakteri dapat dikategorikan berdasarkan lama sakitnya.

Konjungtivitis bakteri akut merupakan konjungtivitis yang berlangsung kurang

dari 14 hari. Konjungtivitis bakteri akut sendiri dapat disebabkan oleh

Streptokokus, Corynebacterium diphterica, pseudomonas, Neisseria, dan

Haemophylus. Konjungtivitis bakteri akut memiliki gejala sensasi mengganjal

pada mata, injeksi pada konjungtiva, kemosis (edema konjungtiva), gatal, eritem

dari kulit kelopak mata, dan sensasi seperti terbakar atau tersetrum pada daerah

mata. Berdasarkan gejala dan tanda yang didapatkan dari anamnesis dan

pemeriksaan fisik, ditemukan hiperemis dan gatal yang berlangsung selama 7 hari

terakhir, sehingga ini merupakan konjungtivitis bakteri akut.4

Konjungtivitis bakteri adalah diagnosis klinis. Pemeriksaan mata dan

riwayat penyakit pasien menjadi kunci utama untuk dapat menentukan tatalaksana

dan manajemen yang sesuai. Pada kasus konjungtivitis, jenis sekret dan gejala

klinis yang muncul dapat menentukan jenis dari konjungtivitis. Kerok konjungtiva

untuk pemeriksaan mikroskopik dan kultur direkomendasikan untuk semua

kasus.4,6 kasus ini hanya ditegakkan berdasarkan anamnesis terhadap pasien dan

pemeriksaan fisik tanpa ada pemeriksaan penunjang lainnya.

20
Ada beberapa terapi non farmakologis yang dapat dilakukan oleh penderita

konjungtivitis bakteri yaitu kompres basah dan hangat diberikan pada mata selama

5 hingga 10 menit, tidak menggosok mata, selalu perhatikan kebersihan tangan,

apabila memakai lensa kontak maka lebih baik dihindari namun apabila sangat

diperlukan maka usahakan untuk menggunakan yang satu kali buang.14

Terapi spesifik pada konjungtivitis bakterial ditentukan oleh identifikasi

dari agen mikrobiologinya. Selama menunggu dari laporan laboratorium, terapi

antibiotik topikal sprektrum luas seperti polymyxin-trimethroprim dapat

diberikan. Antibiotik spektrum luas dapat diberikan dalam bentuk tetes ataupun

salep mata 4 sampai 5 kali sehari. Beberapa antibiotik tunggal yang diberikan

adalah neosporin, basitrasin, gentamisin, kloramfenikol, tobramisin, eritromisin

dan sulfa. Apabila yang dipakai adalah tetes mata, sebaiknya sebelum tidur

diberi salep mata sulfasetamid 10-15 persen atau khlorampfenikol. Apabila

dalam satu minggu tidak ada perbaikan maka obat dihentikan dan menunggu

hasil pemeriksaan mikrobiologik. Pada pasien ini diberikan tetes mata tobramisin

6 kali sehari dan diedukasi untuk menjaga keberihan mata juga mengompres

mata dengan air hangat.4

21
BAB V

PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus seorang pria usia 57 tahun dengan diagnosis

ODS konjungtivitis bakteri yang datang ke poli Mata RSUD Ulin Banjarmasin

pada 17 September 2019. Diagnosis tersebut ditegakkan berdasarkan anamnesis

dan pemeriksaan fisik. Pasien diberikan pengobatan antibiotik tetes untuk

mencegah infeksi lebih lanjut serta diberikan edukasi untuk melakukan kompres

mata.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia No 1473/MENKES/SK/X/2005. 2005. Available from:
http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_permenkes/KMK%20No.
%201473%20ttg%20Rencana%20Strategi%20Nasional%20Penanggulangan%
20Gangguan%20Penglihatan%20Untuk%20Mencapai%20Vis.pdf.

2. Riordan-Eva P, Whitcher JP, eds. Vaughan & Asbury: Oftalmologi Umum.


17th ed. Jakarta: EGC; 2009.

3. Junqueira LC, Carneiro J. Histologi Dasar: Teks dan Atlas. 10th ed. Jakarta:
EGC; 2004.

4. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. 5th ed. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI; 2014.

5. Azari AA, Barney NP. Conjunctivitis: A Systematic Review of Diagnosis and


Treatment. JAMA;2013;310(16):1721-1729

6. Vaughan D. General Ophthalmology. Widya Medika. Jakarta: 2003; page 78-


80.

7. Haq A, Wardak H, Kraskian N. Infective Conjunctivitis – Its Pathogenesis,


Management and Complications. InTech. 2013;2:21-43

8. Weiss A, Brinser JH, Nazar-Stewart V. Acute conjunctivitis in childhood. J


Pediatr. 1993; 122: 10–14.

9. Gigliotti F, Williams WT, Hayden FG, Hendley JO. Etiology of acute


conjunctivitis in children. J Pediatr. 1981; 98: 531–536.

10. Carr WD. Comparison of Fucithalmic® (fusidic acid viscous eye drops 1%)
andChloromycetin Redidrops® (chloramphenicol eye drops 0. 5%) in the
treatment ofacute bacterial conjunctivitis. J Clin Res. 1998; 1: 403–411.

23
11. Wall AR, Sinclair N, Adenis JP. Comparison of Fucithalmic® (fusidic acid
viscous eye drops 1%) and Noroxin (norfloxacin ophthalmic solution 0. 3%) in
the treatment of acute bacterial conjunctivitis. J Drug Assess. 1998; 1: 549–
558.

12. Schiebel N. Use of antibiotics in patients with acute bacterial conjunctivitis.


Ann Emerg Med. 2003; 41: 407–409.

13. Yeung K K. Bacterial Conjunctivitis. Medscape. 2019

14. Sahdev A K, Sethi B, Singh A, Sharma N, et al. Conjunctivitis: Types,


diagnosis and treatment under differwent therapies. Asian Journal of Pharmacy
and Pharmacology. India;2018:4(4):421-428

24

Anda mungkin juga menyukai