Anda di halaman 1dari 60

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan

darah yang memberi gejala berlanjut pada target organ,

seperti stroke untuk otak, penyakit jantung koroner

untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung

(Amiruddin, 2007).

Hipertensi adalah kondisi medis yang terjadi akibat

peningkatan tekanan darah secara kronis, peningkatan

tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg dan tekanan

diastolik sedikitnya 90 mmHg (Adib, 2011).

Hipertensi merupakan akibat pola hidup yang salah

dan beban pikiran yang semakin meningkat. Hipertensi

tidak lagi diderita dari kaum lanjut usia, namun juga

telah diderita usia dewasa. Hipertensi menjadi masalah

kesehatan masyarakat yang sangat serius karena tidak

terkendali akan perkembangan penderita hipertensi yang

semakin meningkat dan menimbulkan komplikasi yang

berbahaya, misalnya stroke hemoragik (perdarahan otak),

penyakit jantung koroner dan gagal ginjal (Utami, 2009).

Diseluruh dunia hipertensi merupakan masalah yang

besar dan serius. Disamping karena prevalensinya yang


2

tinggi dan cenderung meningkat dimasa yang akan datang,

juga karena tingkat keganasannya yang tinggi berupa

kecatatan permanen dan kematian yang mendadak (Junaidi,

2010).

Berdasarkan data World Health Organization (WHO)

tahun 2014 menunjukkan bahwa di seluruh dunia sekitar

984 juta orang atau kurang lebih 27,6% penduduk dunia

mengidap hipertensi.

Angka kesadaran hipertensi di Indonesia hanya 50%,

lebih rendah dibandingkan angka kesadaran hipertensi di

Amerika yang mencapai 69%, dari angka tersebut,

hipertensi yang terkendali dengan baik masih dibawah 10%

dari seluruh penderita di Indonesia. Rendahnya kesadaran

masyarakat di pengaruhi oleh pemahaman yang salah

tentang darah tinggi. Banyak yang menganggap, timbulnya

hipertensi hanya akibat kebanyakan mengonsumsi garam dan

kegemukan (Sutomo, 2009).

Riset kesehatan dasar (RISKESDAS) tahun 2013

didapatkan 26,5% penduduk di Indonesia yang berusia

diatas 18 tahun mengalami hipertensi dengan jumlah

penderita yang semakin meningkat seiring bertambahnya

usia. Jumlah ini masih belum dapat mencerminkan jumlah


3

penderita hipertensi sebenarnya. Hanya 36,8% penderita

hipertensi yang berhasil didiagnosis oleh tenaga

kesehatan.

Data dari Dinas Kesehatan Nusa Tenggara Barat

tahun 2015 bahwa jumlah penderita hipertensi mencapai

32,4% dari jumlah penduduk sebanyak 19.936.895 jiwa.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan calon

peneliti di Puskesmas Mataram didapatkan data tahun 2017

2 bulan terakhir, mulai Agustus sampai September

didapatkan pasien yang menderita hipertensi ringan

hingga berat adalah sebanyak 62 orang terekam di buku

register rawat jalan Puskesmas Mataram Kota Mataram.

Hipertensi selain mengakibatkan angka kematian

yang tinggi (high case fatality rate) yang berdampak

pada mahalnya pengobatan dan perawatan yang harus di

tanggung para penderita, perlu pula diingat hipertensi

berdampak pula bagi penurunan kualitas hidup. Oleh

karena itu diperlukan penanganan serius oleh berbagai

pihak untuk menekan angka kematian disebabkan penyakit

hipertensi (Adib, 2009)

Untuk mencegah agar hipertensi tidak terjadi

komplikasi lebih lanjut maka diperlukan penanganan yang

tepat dan efisien. Penanganan hipertensi secara umum

yaitu secara farmakologis terdiri atas pemberian obat


4

yang bersifat diuretik, simpatik, betabloker dan

vasodilator dengan memperhatikan tempat, mekanisme kerja

dan tingkat kepatuhan (Marlia, 2009)

Sedangkan penanganan non farmakologis yaitu

meliputi penurunan berat badan, olahraga secara teratur,

diet rendah lemak dan garam, dan terapi komplementer

(Marlia, 2009). Penanganan secara non farmakologis

sangat diminati oleh masyarakat karena sangat mudah

untuk dipraktekan dan tidak mengeluarkan biaya yang

terlalu banyak. Selain itu, penanganan non farmakologis

juga tidak memiliki efek samping yang berbahaya tidak

seperti penanganan farmakologis. Sehingga masyarakat

lebih menyukai penanganan secara non farmakologis dari

pada secara farmakologis (Marlia, 2009)

Salah satu dari penanganan non farmakologis dalam

menyembuhkan penyakit hipertensi yaitu terapi

komplementer. Terapi komplementer bersifat terapi

pengobatan ilmiah diantaranya adalah dengan terapi

herbal, terapi musik, terapi nutrisi, relaksasi

progresif, meditasi terapi tertawa, akupuntur,

akupresur, aroma terapi dan refleksologi (Susantrani,

Alam, Hadibroto, 2010)

Dalam rumusan The American Music Therapy

Association, terapi musik secara spesifik disebutkan


5

sebagai sebuah profesi dibidang kesehatan yaitu terapi

musik yang menggunakan musik dan aktifitas musik untuk

mengatasi berbagai masalah dalam aspek fisik,

psikologis, kognitif dan kebutuhan sosial individu yang

mengalami cacat fisik (Djohan, 2009).

Rachmawati (2009), mengutip pada penelitian

Crithley & Hensen tentang musik dan otak melaporkan

bahwa karena sifatnya non verbal, musik bisa menjangkau

sistem limbik yang secara langsung dapat mempengaruhi

reaksi emasional dan reaksi fisik manusia seperti detak

jantung, tekanan darah dan temperatur tubuh. Hasil

pengamatan mereka menyebutkan bahwa dengan mengaktifkan

aliran ingatan yang tersimpan di wilayah Corpus collosum

musik meningkatkan intergrasi seluruh wilayah otak.

Musik juga mempengaruhi sistem saraf otonom

(sistem saraf simpatis dan parasimpatis). Pada saat

musik di dengarkan, musik dapat memberikan rangsangan

pada saraf simpatik dan parasimpatik untuk menghasilkan

respon relaksasi. Karakteristik respon relaksasi yang

ditimbulkan berupa penurunan laju nadi, nafas dalam

teratur, relaksasi otot, dan perangsangan frekuensi

gelombang alfa otak yang menghasilkan kondisi relaks.

Cara kerja dari syaraf otonom tersebut saling berlawanan

yaitu mencetuskan atau menghambat. Sistem parasimpatis


6

meningkatkan kontraksi secara umum dan sistem

parasimpatis menurunkan kekuatan dan frekuensi

kontraksi. Pada saat kondisi relaksasi, syaraf

parasimpatis bekerja lebih dominan termasuk relaksasi

pembuluh darah yang berdampak menurunkan tekanan perifer

dan akhirnya tekanan darah menjadi turun (Ellis &

Thayet, 2010).

Sehubungan dengan hal diatas, peneliti tertarik

untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai

“Pengaruh Terapi Musik Mozart Terhadap Penurunan Tekanan

Darah Pada Pasien Hipertensi di Wilayah Kerja Puskemas

Mataram Kota Mataram”.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut: “Apakah Ada

Pengaruh Terapi Musik Mozart Terhadap Penurunan Tekanan

Darah Pada Pasien Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas

Mataram Kota Mataram?

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh terapi musik mozart terhadap

penurunan tekananan darah pada pasien hipertensi di

wilayah kerja Puskesmas Mataram Kota Mataram.


7

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi tekanan darah pasien sebelum

mendengarkan terapi musik mozart.

b. Mengidentifikasi tekanan darah pasien sesudah

mendengarkan terapi musik mozart .

c. Menganalisa Pengaruh Terapi Musik Mozart Terhadap

Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Di

Wilayah Kerja Puskesmas Mataram Kota Mataram.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Bagi Ilmu Keperawatan

Melalui penelitian ini, peneliti berharap mampu

memberi sumbangsih bagi ilmu keperawatan bahwa

penerapan pengobatan alternatif khususnya tentang

terapi musik mozart dapat dilakukan terhadap penurunan

tekanan darah pada penderita hipertensi sehingga dapat

diperkenalkan kepada mahasiswa keperawatan agar

dikembangkan untuk lebih baik. Serta dapat dijadikan

acuan atau dasar untuk penelitian berikutnya yang

relevan dengan masalah tersebut.

2. Manfaat Bagi Peneliti.

Peneliti dapat menerapkan disiplin ilmu dalam praktik

mandiri keperawatan memberikan pengobatan alternativ

terutama di bidang keperawatan yaitu terapi musik

mozart.
8

3. Manfaat Bagi Masyarakat.

Dapat digunakan sebagai tambahan pengetahuan untuk

meningkatkan kesadaran akan pentingnya mengendalikan

penyakit hipertensi khususnya melalui terapi musik

mozart.

4. Manfaat Bagi Tempat Penelitian.

Sebagai masukkan untuk bahan informasi tentang

pengaruh terapi musik mozart terhadap penurunan

tekanan darah pada pasien hipertensi di wilayah kerja

Puskesmas Mataram Kota Mataram.


9

E. Keaslian Penelitian

Indikator Penelitian Terdahulu Penelitian


Sekarang
Nama (Ahmad Afandi Andhika (2016) Putri Nadya.A
2013) (2018)
Tujuan Mengetahui Mengetahui Mengetahui
Penelitian pengaruh pengaruh musik pengaruh
terapi musik instrumental terapi musik
instrumental terhadap mozart
klasik penurunan terhadap
terhadap tekanan darah penurunan
penurunan pada lansia tekanan darah
tekanan darah penderita pada pasien
pada pasien hipertensi di hipertensi di
stroke di Kelurahan Kota wilayah kerja
Ruang Graha Baru Kecamatan Puskesmas
Rawat Inap Tanjung Karang Mataram.
Utama RSUD Dr. Timur Lampung
H. M. Anwar
Sumenep.
Rancangan Quasy Experimental Quasy
Penelitian Experimental dengan Experimental
dengan rancangan Pre test-post
menggunakan Cross test with
Accidental sectional control group
Sampling. design
10

Tehknik Purposive Concesutive Purposive


Sampling Sampling Sampling Sampling
Analisa data willcoxon Mann t-test dan Independen
Whitney wilcoxon T-Test
Hasil Didapatkan Didapatkan Didapatkan
penelitian hasil hasil bahwa hasil ada
pengaruh ada pengaruh pengaruh
terapi musik musik terapi musik
instrumental instrumental Mozart
klasik terhadap terhadap
terhadap penurunan penurunan
penurunan tekanan darah tekanan darah
tekanan darah pada lansia pasien
pada pasien penderita hipertensi di
stroke di hipertensi di wilayah kerja
Ruang Graha Kelurahan Kota Puskesmas
Rawat Inap Baru Kecamatan Mataram Kota
Utama RSUD Dr. Tanjung Karang Mataram
H. M. Anwar Timur Lampung.
Sumenep.
11

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Tekanan Darah

1. Definisi Tekanan Darah

Tekanan darah adalah tekanan didalam pembuluh darah

ketika jantung memompakan darah keseluruh tubuh, semakin

sehat untuk jangka panjang (kecuali dalam kondisi tertentu

ketika tekanan darah sangat rendah merupakan bagian dari

suatu penyakit (Baveers, 2007)

Tekanan darah adalah tekanan didalam pembuluh darah.

Pembuluh darah yang membawa darah dari jantung ke alat tubuh

jaringannya. Tekanan darah terjadi karena darah dalam

pembuluh darah terus menerus dipompa oleh jantung. Tekanan

darah akan berbeda pada waktu jantung kuncup (tekanan

sistolik), tekanan darah waktu kuncup lebih tinggi dari pada

waktu jantung mengembang, seorang dikatakan tekanan darah

tinggi atau hipertensi bila tekanan darah sistoliknya ≥140

mmHg dan tekanan diastoliknya ≥90 mmHg. Tingginya tekanan

darah sistolik berhubungan dengan curah jantung, sedangkan

tingginya tekanan diastoliknya berhubungan beratnya resisten

perifer (Rachmawati, 2009)


12

2. Klasifikasi Tekanan Darah.

Tingkat normal tekanan darah bervariasi sepanjang

kehidupan. Battegay dkk (2012) menyatakan tekanan sistolik

dapat bervariasi pada berbagai usia. Rata-rata normal

tekanan darah berdasarkan usia, dapat dilihat pada table 2.1

dibawah ini:

Table 2.1 rata-rata normal tekanan darah berdasarkan usia:

Usia Tekanan Darah


Normal Hipertensi
<2 tahun <104/70 >112/74
3-5 tahun <108/70 >116/76
6-9 tahun 114/74 122/78
10-12 tahun 122/78 126/86
13-15 tahun 130/80 >136/86
16-18 tahun 136/84 >140/90
20-45 tahun 120-125/75-80 135/90
45-65 tahun 135-140/85 140/90-160/95
65 tahun 150/85 160/90
Sumber : Battegay,dkk, 2012

3. Mekanisme Tekanan Darah

Tekanan darah dikontrol oleh jantung, arteri, otak

yaitu pusat pengontrolan darah dalam tubuh, sistem saraf

otonom yaitu bagian tubuh untuk menginformasikan pada otak

perihal tekanan darah, volume darah dan kebutuhan khusus

semua organ, ginjal yaitu organ yang memproduksi hormon

rennin yang merangsang kontriksi sehingga tekanan darah


13

meningkat, hormon beberapa organ dapat mempengaruhi pembuluh

darah seperti kelenjar adrenal pada ginjal yang

mengsekresikan beberapa hormon seperti adrenalin,

aldosteron, kelenjar tiroid atau hormon tiroksin berperan

penting dalam pengontrolan tekanan (Smeltzer & Bare, 2007).

Pada akhirnya darah dikontrol oleh berbagai proses

fisiologis bekerja bersamaan, serangkaian mekanisme inilah

yang memastikan darah yang mengalir disirkulasi dan jaringan

mendapat nutrisi agar dapat berfungsi baik. Jika salah satu

mekanisme mengalami gangguan maka dapat terjadi tekanan

darah tinggi/hipertensi (Smeltzer & Bare, 2007).

B. Konsep Hipertensi

1. Definisi Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu

gangguan pada pembuluh darah tinggi yang mengakibatkan

suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat

sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya (Susantri,

2008)

Hipertensi juga disebut sebagai “the silent Diseases”

karena tidak terdapat tanda-tanda atau gejala yang dapat

dilihat dari luar. Perkembangan hipertensi berjalan secara

perlahan, tetapi secara potensial sangat berbahaya karena

menjadi faktor risiko utama dari perkembangan penyakit

jantung dan stroke (Dalimarta, 2008)


14

Beberapa definisi yang dapat dikemukakan oleh disini yaitu:

a. Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang

mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal

(Basha, 2009)

b. Hipertensi adalah merupakan faktor risiko terpenting

untuk semua tipe stroke infark. (Gofir, 2009).

c. Hipertensi adalah salah satu penyakit yang paling

memamtikan di dunia, karena penyakit ini bisa memicu

penyakit kelas berat lainnya seperti gagal jantung dan

stroke (Russel, 2011).

d. Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik

lebih besar dari 140 mmHg dan diastoliknya lebih besar

dari 90 mmHg, pada dua kali pengukuran dengan selang

waktu 5 menit dalam keadaan cukup istrahat (Depkes,

2007)

e. Hipertensi adalah suatu penyakit yang bisa menyerang

siapa saja, baik muda maupun tua, entah orang kaya mupun

miskin. Hipertensi merupakan salah satu penyakit

mematikan di dunia. Laporan Komite Nasional. Pencegahan,

deteksi, evaluasi, dan penanganan hipertensi menyatakan

bahwa tekanan darah tinggi dapat meningkatakan resiko

serangan jantung, gagal ginjal, stroke, dan gagal

jantung (Adib, 2009).


15

2. Pembagian Hipertensi

Menurut Bustan, (2007) klasifikasi hipertensi menurut

jenis nya adalah sebagai berikut:

a. Hipertensi Sistolik

Hipertensi sistolik adalah hipertensi yang

diakibatkan oleh peninggian tekanan sistolik lebih 2

kali tekanan diastolik dikurangi 15 mmHg, tanpa

diikuti oleh peninggian tekanan diastolik, atau

tekanan sistolik lebih dari 2 kali tekanan diastolik,

bila tekanan distolik tidak melebihi ≥90 mmHg

(Bustan, 2007)

b. Hipertensi Diastolik

Hipertensi diastolik adalah apabila tekanan diastolik

≥90 mmHg yang diukur pada dua kali waktu yang berbeda

(Bustan, 2007)

Hipertensi sistolik dan diastolik dibagi lagi menjadi

dua macam yaitu :

1) Hipertensi Primer (Esensial)

hipertensi esensial merupakan hipertensi yang

masih belum diketahui, tetapi faktor genetik dan

lingkungan diyakini memegang peranan dalam

menyebabkan hipertensi esensial Faktor genetik

dapat menyebabkan kenaikan aktivitas dari sistem

reninangiotensin- aldosteron dan sistem saraf


16

simpatik serta sensitivitas garam terhadap tekanan

darah. Selain faktor genetik, faktor yang

mempengaruhi antara lain yaitu konsumsi garam,

obesitas dan gaya hidup yang tidak sehat serta

konsumsi alkohol dan merokok. Penurunan ekskresi

natrium pada keadaan tekanan arteri normal

merupakan peristiwa awal dalam hipertensi

esensial. Penurunan ekskresi natrium dapat

menyebabkan meningkatnya volume cairan, curah

jantung, dan vasokonstriksi perifer sehingga

tekanan darah meningkat (Abdul dkk, 2009)

2). Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder adalah hipertensi

persisten akibat kelainan dasar kedua selain

hipertensi esensial. Hipertensi ini penyebabnya

diketahui dan menyangkut ±10% dari kasus

hipertensi. Hipertensi sekunder diderita sekitar

5% pasien hipertensi. Hipertensi sekunder

disebabkan oleh adanya penyakit komorbid atau

penggunaan obat-obat tertentu yang dapat

meningkatkan tekanan darah. Obat-obat tertentu,

baik secara langsung ataupun tidak, dapat

menyebabkan hipertensi atau memperberat

hipertensi. Penghentian penggunaan obat tersebut


17

atau mengobati kondisi komorbid yang menyertainya

merupakan tahap pertama dalam penanganan

hipertensi sekunder (Abdul dkk, 2009)

3. Kriteria Hipertensi

Pada umumnya sulit untuk menentukan batas jelas

golongan yang normatensi dan golongan yang hipertensi.

Diketahui bahwa rasa takut aktivitas fisik dan segala

macam tegangan dapat meningkatkan tekanan darah yang

akan kembali dalam waktu singkat (Susilo, 2011)

Adapun kriteria untuk menentukan hipertensi, dapat

dilihat pada table dibawah ini:

Table 2.2 Klasifikasi Hipertensi.

Kategori Sistolik (mmHg) Distolik


(mmHg)
Tekanan darah normal <120 mmHg <80 mmHg
Pre Hipertensi 120-139 mmHg 80-99 mmHg
Hipertensi derajat 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg
Hipertensi derajat 2 160-179 mmHg 100-109 mmHg
Hipertensi derajat 3 >180 mmHg >110 mmHg
Sumber : Susilo, (2011)

4. Epidemiologi Hipertensi

Angka kejadian hipertensi di dunia termasuk

Indonesia masih sangat tinggi. Sekitar 20% populasi

dewasa mengalami hipertensi, lebih dari 90% diantara


18

mereka menderita hipertensi esensial (primer) yang

berarti tidak dapat ditentukan penyebab medisnya.

Sisanya mengalami kenaikan tekanan darah dengan

penyebab tertentu (hipertensi sekunder) seperti

penyempitan arteri renalis (Smeltzer & Bare, 2008).

5. Etiologi Hipertensi

Hipertensi tidak mempunyai gejala yang khas,

penderita kadang-kadang banyak yang merasa nyeri

kepala, tegang di tengkuk dan pandangan berkunang-

kunang pada pagi hari sebelum bangun tidur, tetapi

setelah bangun nyeri akan menghilang. Hipertensi

esensial atau hipertensi yang belum diketahui sampai

saat sekarang tidak diketahui dengan pasti etiologinya,

namun dicurigai disebabkan oleh genetik. Dengan

demikian hipertensi esensial sering disebut sebagai

suatu penyakit multifaktorial atau suatu keadaan

beretiologi mozaik, yang menggambarkan berbagai faktor

yang turut berperan dalam umur, jenis kelamin, ras,

keturunan, dietik (garam dan alkohol, kegemukan sosial

dan budaya, lingkungan, ketegangan dan sebagaiannya.

Sedangkan hipertensi sekunder disebabkan oleh penyakit,

obat-obatan dan lain-lain. (Depkes RI, 2007).


19

Pathway Hipertensi

umur jenis kelamin, asupan garam


berlebihan, genetik, gaya
hidup dan obesitas

elastisitas arteriosklerosis

hipertensi

kerusakan vaskuler pembuluh darah

perubahan struktur

penyumbatan pembuluh darah

vasokantriksi

gangguan sirkulasi

otak ginjal pembuluh darah


retina

resisteni vasokanstriksi spasme

pembuluh darah otak pemb. Darah ginjal sistemik koroner


aretriole Resti.
injuri
blood flow menurun vasokantriksi iskemi
nyeri Gangguan
diplopia
dada pola miokard
tidur
respon RRA afterload Nyeri
meningkat dada
rangsang aldosteron

retensi Na Penurunan
curah
edema jantung
20

6. Patofisiologi Hipertensi

Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi

pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla

diotak, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan

keluar dari kolumna medulla spinalis anglia simpatis di

toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor

dihantarkan dalam bentuk implus yan bergerak ke bawah

melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada

titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin,

yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke

pumbuluh darah, dimana dengan dilepaskannya

norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.

Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat

mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang

vasokontriksi. Individu dengan hipertensi sangat

sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak

diketahui dengan jelas (Sutanto, 2010).

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis

merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang

emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan

tambahan aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal

mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokontriksi.

Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid

lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokontriktor


21

pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan

penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan

rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I

yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu

vasokontriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang

sekresi aldosteron oleh korteks adrenal, hormone ini

menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus

ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler

(Sutanto, 2010)

Menurut Amirrudin (2007), meningkatnya tekanan

darah didalam arteri bisa terjadi melalui beberapa

cara:

a. Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan

lebih banyak cairan pada setiap detiknya.

b. Arteri besar kehilangan kelenturan nya dan menjadi

kaku, sehingga mereka tidak dapat mengembang pada

saat jantung memompa darah pada arteri tersebut.

Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa

untuk melalui pembuluh yang sempit dari pada

biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan darah juga

meningkat pada (arteriola) untuk sementara waktu

mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di

dalam tubuh.
22

c. Bertambhanya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan

meningkatnya tekanan darah hal ini terjadi jika

terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu

membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh.

7. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hipertensi

Menurut (Dalimarta, 2008):

a. Usia

Usia mempengaruhi terjadinya hipertensi, semakin

bertambahnya usia, kemungkinan terjadinya

hipertensi semakin besar. Pada golongan umur

dibawah 40 tahun angka prevalensi hipertensi

umumnya masih dibawah 10%, tetapi usia diatas 50

tahun prevalensinya mencapai 20% atau lebih.

Sehingga merupakan masalah yang serius pada

golongan usia lanjut. Tingginya hipertensi

sejalan dengan bertambahnya umur, disebabkan

oleh perubahan struktur pada pembuluh darah

besar, terutama yang menyebabkan peningkatan

tekanan darah sistolik tersebut (Dalimarta,

2008)

b. Keturunan (genetik)

Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi

(faktor keturunan)juga mempertinggi risiko

terjadinya hipertensi, terutama pada hipertensi


23

primer (esensial). Faktor genetik juga

dipengaruhi faktor-faktor lingkungan lain, yang

kemudian menyebabkan seorang menderita

hipertensi. Faktor gentik juga berkaitan dengan

metabolisme pengaturan garam dan rennin membran

sel (Dalimarta, 2008)

c. Berat badan (obesitas)

Kegemukan merupakan kontributor penting terhadap

terjadinya hipertensi pada populasi umum, dan

juga meningkatkan faktor resiko aterogenik,

seperti hiperinsulenemia, resistensi insulin,

defisiensi enzim lipoprotein lifase, dan

hipertensi sekunder. Obesitas dapat dengan mudah

ditentukan dengan Indeks Masa Tubuh (IMT).

Obesitas dapat memicu timbulnya penyakit jantung

korener yang dapat menyebabkan kematian. Ada

bukti nyata bahwa obesitas pada anak-anak dan

remaja merupakan indikator untuk hipertensi pada

usia mendatang (Dalimarta, 2008)

d. Stres

Stres merupakan suatu kondisi yang disebabkan

oleh adanya interaksi antara individu dengan

lingkungannya yang mendorong seseorang untuk

mempersepsikan adanya perbedaan antara tuntutan


24

situasi dan sumber daya (biologi, psikologi,

sosial) yang ada pada diri seseorang. Bukti

bahwa stress psikologi sebagai penyebab utama

hipertensi masih sangat kecil dan tidak

menyakinkan, tetapi terus berkembang dan menjadi

lebih kuat (Dalimarta, 2008)

e. Jenis kelamin

Angka mortalitas dan mordibiditas pada wanita

akibat penyakit kardioveskuler lebih rendah dari

pada laki-laki. Lagi pula prevalesi hipertensi

pada wanita sebelum menopause lebih rendah

dibandingkan laki-laki. Pada segolongan umur

baik kulit hitam maupun kulit putih yang

menderita hipertensi pada wanita lebih baik

dibandingkan pada penderita pria. Pada laki-laki

muda cenderung mempunyai tekanan darah lebih

tinggi dari pada wanita muda, dan pada usia

diantara 35-45 tahun kurva untuk tekanan

sistolik antara kedua jenis kelamin akan saling

berpotongan sesudah itu pada wanita meningkat

lebih tajam menurut pertambahan umur

dibandingkan pada laki-laki (Dalimarta, 2008)


25

f. Asupan garam berlebihan

Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh

Karena menarik cairan diluar sel agar tidak

dikeluarkan, sehingga meningkatkan volume dan

tekanan darah. Pada sekitar 60% kasus hipertensi

primer (esensial) terjadi respons terhadap

penurunan tekanan darah dengan mengurangi asupan

garam (Dalimarta, 2008)

g. Aktivitas fisik (olahraga)

Olahraga yang teratur dapat membantu menurunkan

tekanan darah dan bermanfaat bagi penderita

hipertensi ringan. Olahraga secara teratur dan

terukur dapat menyerap atau menghilangkan

endapan kolestrol pada pembuluh darah nadi.

Namun, bukan sembarang olahraga, melainkan

olahraga aerobik, berupa latihan yang

menggerakkan semua sendi dan otot, misalnya

jalan, jogging, bersepeda, berenang (Dalimarta,

2008)

h. Merokok

Zat-zat kimia beracun seperi nikotin dan karbon

monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk

kedalam alira darah dapat merusak lapisan

endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan


26

proses aterosklerosis, dan tekanan darah tinggi.

Merokok juga dapat meningkatkan denyut jantung

dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-

otot jantung. Pada penderita tekanan darah

tinggi, merokok dapat semakin meningkatkan

resiko kerusakan pada pembuluh darah arteri.

Merokok meningkatkan kecendrungan sel-sel darah

untuk menggumpal dalam pembuluhnya dan melekat

pada lapisan dalam pembuluh darah. Merokok dapat

menurunkan jumlah HDL (high Density

lipoprotein) atau kolestrol baik. Nikotin dalam

rokok dapat meningkatkan denyut jantung dan

tekanan darah (Dalimarta, 2008)

8. Manifestasi klinis

Pada pemeriksaan fisik, mungkin tidak dijumpai

kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi,

tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina,

seperti perdarahan, penyempitan pembuluh darah, dan

pada kasus berat, edema pupil (edema pada diskus

optikus) (Gofir, 2009)

Individu yang menderita hipertensi kadang tidak

menampakkan gejala sampai bertahun-tahun. Gejala, bila

ada, biasanya menunjukkan adanya kerusakan vaskuler,

dengan manifestasi yang khas sesuai dengan sistem organ


27

yang divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan.

Penyakit arteri koroner dengan angina adalah gejala

yang paling menyertai hipertensi. Hipertensi ventrikel

kiri terjadi sebagai respon peningkatan beban kerja

ventrikel saat dipaksa berkontraksi melawan tekanan

sistematik yang meningkat. Apabila jantung tidak mampu

lagi menahan peningkatan beban kerja, maka dapat

terjadi gagal jantung kiri. Perubahan patologis pada

ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia

peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan kretinin.

Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan

stroke atau serangan iskemik transien yang

bermanifestasi sebagai paralysis sementara pada satu

sisi (hemiplegia) atau gangguan tajam penglihatan. Pada

penderita stroke, dan pada penderita hipertensi

disertai serangan iskemia, insiden infark otak mencapai

80%. (Gofir, 2009)

9. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Dalimarta (2008):

a. Hemoglobin/Hemotokrit: mengkaji hubungan dari sel-

sel terhadap volume cairan (viskositas).

b. BUN/kreatinin: memberikan informasi tentang

perfusi/fungsi ginjal
28

c. Glukosa: hiperglikemia diakibatkan oleh peningkatan

kadar katokolamin.

d. Kalium serum: hipokalamia dapat mengidikasikan

adanya aldosteron utama (penyebab)

e. Kolesterol dan trigliserida serum: peningkatan kadar

dapat mengidikasikan adanya pembentukan plak

ateromatosa (efek kardiovaskuler).

f. Foto dada: dapat menunjukan obstruksi klasifikasi

pada area katub.

g. EKG dapat menunjukan pembesaran jantung dan gangguan

konduksi.

10. Pencegahan dan Penanggulangan Hipertensi.

a. Pencegahan hipertensi.

Menurut Rachmawati (2009), Pada dasar nya pencegahan

dapat dibedakan menjadi dua tingkat yaitu:

1). Hipertensi primer

Lebih Sekitar 95% pasien dengan hipertensi

merupakan hipertensi esensial (primer). Penyebab

hipertensi esensial ini masih belum diketahui,

tetapi faktor genetik dan lingkungan diyakini

memegang peranan dalam menyebabkan hipertensi

esensial Faktor genetik dapat menyebabkan

kenaikan aktivitas dari sistem reninangiotensin-

aldosteron dan sistem saraf simpatik serta


29

sensitivitas garam terhadap tekanan darah. Selain

faktor genetik, faktor lingkungan yang

mempengaruhi antara lain yaitu konsumsi garam,

obesitas dan gaya hidup yang tidak sehat serta

konsumsi alkohol dan merokok. Penurunan ekskresi

natrium pada keadaan tekanan arteri normal

merupakan peristiwa awal dalam hipertensi

esensial. Penurunan ekskresi natrium dapat

menyebabkan meningkatnya volume cairan, curah

jantung, dan vasokonstriksi perifer sehingga

tekanan darah meningkat. Faktor lingkungan dapat

memodifikasi ekspresi gen pada peningkatan

tekanan. Stres, kegemukan, merokok, aktivitas

fisik yang kurang, dan konsumsi garam dalam

jumlah besar dianggap sebagai faktor eksogen

dalam hipertensi (Rachmawati, 2009)

2). Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder adalah hipertensi

persisten akibat kelainan dasar kedua selain

hipertensi esensial. Hipertensi ini penyebabnya

diketahui dan menyangkut ±10% dari kasus

hipertensi. Hipertensi sekunder diderita sekitar

5% pasien hipertensi. Hipertensi sekunder


30

disebabkan oleh adanya penyakit komorbid atau

penggunaan obat-obat tertentu yang dapat

meningkatkan tekanan darah. Obat-obat tertentu,

baik secara langsung ataupun tidak, dapat

menyebabkan hipertensi atau memperberat

hipertensi. Penghentian penggunaan obat tersebut

atau mengobati kondisi komorbid yang menyertainya

merupakan tahap pertama dalam penanganan

hipertensi sekunder. Penanggulangan Hipertensi

(Rachmawati, 2009)

b. Penanggulangan atau penatalaksanaan hipertensi

menurut Lenny (2008), secara garis besar dibagi

menjadi dua penatalaksanaan yaitu, non farmakologis

dan farmakologis:

1). Penatalaksanaan Farmakologis.

a). Diuretik : Obat-obatan jenis diuretik bekerja

dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat

kencing) sehingga volume cairan di tubuh

berkurang mengakibatkan daya pompa jantung

menjadi lebih ringan. Contoh obatnya adalah

Hidroklorotiazid (Lenny, 2008)

b). Penghambat Simpatik: golongan obat ini bekerja

dengan menghamabt aktivitas saraf simpatis.


31

Contoh obatnya adalah metildopa, klonidin dan

reseprin (Lenny, 2008)

c). Betabloker : mekanisme kerja obat ini adalah

melalui penurunan daya pompa jantung. Jenis

betabloker tidak dianjurkan pada penderita

yang telah diketahui mengidap gangguan

pernafasan seperti asma brokial. Contoh

obatnya adalah: metopolol, propanolol dan

Atenolol. Pada penderita diabetes militus

harus hati-hati, karena dapat menutupi gejala

hipoglikemia yaitu kondisi dimana kadar gula

darah dalam darah turun menjadi sangat

rendah yang biasa berakibat bahaya bagi

penderitanya. Pada orang tua terdapat ejala

Bronkopasme atau penyempitan saluran

pernafasan sehingga pemberian obat harus

hati-hati (Lenny, 2008)

d). Vasodilator : Obat golongan ini bekerja

langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi

otot polos (otot pembuluh darah), yang

termaksuk dalam golonan ini adalah: Prasosin,

Hidralasin. Efek samping yang kemungkinan

akan terjadi dari pemberian obat ini adalah:

sakit kepala dan pusing (Lenny, 2008)


32

e). Penghambat Enzim Konversi Angiotensin: cara

kerja obat golongan ini adalah menghambat

pembentukan zat angiotensin II yaitu zat yang

dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah.

Contoh obat yang termaksuk golongan ini

adalah kaptropil. Efek samping yang mungkin

timbul adalah: batuk kering, pusin, sakit

kepala dan lemas (Lenny, 2008)

f). Antaonis Kalsium : golongan obat ini

menurunkan daya pompa jantung dengan cara

metanghambat kontraksi jantung atau

kontraktilitas, yang termasuk golongan obat

ini adalah nifedipin, diltiasem dan

verapamil. Efek samping yang mungkin timbul

adalah: sembelit pusing, sakit kepala dan

muntah (Lenny, 2008)

g). Penghamabat reseptor Angiotensin II: Cara

kerja obat ini adalah dengan menghalangi

penempelan zat Angiotensin II pada

reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya

pompa jantung. Obat-obatan yang termaksuk

dalam golongan ini adalah Valsartan. Efek


33

samping yang mungkin timbul adalah sakit

kepala, pusing, lemas dan mual (Lenny, 2008)

2). Penanganan non obat (non farmakologis), menurut

Susantri, Alam, Hadibroto (2010) diantaranya

adalah:

a). Diet rendah garam atau kolestrol atau lemak

jenuh

b). Mengurangi berat badan agar mengurangi beban

kerja jantung sehingga kecepatan denyut

jantung jantung dan volume sekuncup juga

berkurang

c). Mengurangi asupan garam kedalam tubuh

d) Ciptakan keadaan rileks. Berbagai cara

relaksasi seperti meditasi, yoga atau

hypnosis dapat mengotrol system saraf yang

akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.

e). Melakukan olahraga seperti senam aerobic atau

jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4

kali sehari seminggu. Olahraga, terutama bila

disertai penurunan berat badan. Olahraga

meningkatkan kadar High Density Lipoprotein

(HDL), yang dapat mengurangi hipertensi yang

terkait arterosklerosis.
34

f). Terapi komplementer juga termasuk penanganan

secara non farmakologis, bersifat terapi

pengobatan alamiah diantaranya adalah dengan

terapi herbal, terapi nutrisi, relaksasi

progresif, meditasi, akupuntur, akupresur,

homeopati, aromaterapi, terapi bach flower

dan remedy refleksiologi (Susantri, Alam,

Hadibroto 2010)

jenis-jenis tekhnik relaksasi diantaranya,

teknik relaksasi progresif, teknik relaksasi

progresif guided imagery, teknik relaksasi

terapi musik. Teknik relaksasi terapi ini tidak

seperti intervensi lain misalnya guided imagery

atau biofeedback, terapi musik tidak membutuhkan

latihan ataupun konsentrasi oleh klien. Karena

kepasifan dalam mendengarkan musik itulah musik

dapat menjadi salah satu intervensi yang idel

bagi klien dengan penyakitan kritis dan energi

yang rendah untuk bergerak (Halim, (2007).


35

C. Teori Terapi Musik

1. Terapi Musik Mozart.

a. Pengertian Musik

Djohan (2006) menyatakan hingga masa sekarang

terapi musik masih di dominasi oleh bidang ilmu

psikologi. Namun dapat dilihat dari kata “TERAPI”, yang

dapat diartikan sebagai pengobatan, tentu tidak jauh

dari dunia medis. Jika di telaah dari pengertian awal

bahwa ilmu kedokteran berasal dari bahasa latin yang

berarti “seni dan sains untuk mencegah dan mengobati

penyakit” maka sasaran terapi musik dalam lapangan

pandang kedokteran adalah pada perkembangan manusia

sebagai satu kesatuan yang unik dan takterpisahkan,

terapi musik adalah penggunaan musik sebagai peralatan

terapis untuk memperbaiki, memelihara, mengembangkan

mental, fisik dan kesehatan emosi. Terapi musik

digunakan untuk memperbaiki kesehatan fisik, interaksi

sosial yang positif, mengembangkan hubungan

interpersonal, ekspresi emosi secara alamiah (Djohan ,

2006)

Jenis musik yang seringkali menjadi acuan adalah

musik klasik karena memiliki rentang nada yang luas dan

tempo yang dinamis. Tidak hanya musik klasik, semua


36

jenis musik sebenarnya dapat digunakan sebagai terapi

musik seperti lagu-lagu relaksasi ataupun lagu popular.

Namun yang perlu diperhatikan adalah memilih lagu

dengan tempo sekitar 60 ketukan/menit yang bersifat

rileks, karena apabila terlalu cepat stimulus yang

masuk akan membuat kita mengikuti irama tersebut

sehingga keadaan istrahat yang optimal tidak tercapai.

Dengan mendengarkan musik, sistem limbik teraktivasi

dan individu menjadi rileks sehingga tekanan darah

menurun. Selain itu alunan musik dapat menstimulasi

tubuh memproduksi molekul Nitrat Oksida (NO), molekul

ini bekerja pada tonus pembuluh darah sehingga dapat

mengurangi tekanan darah (Nurrahmani, 2012).

Terapi musik sangat mudah di terima organ

pendengaran kita dan kemudian melalui saraf pendengaran

kita dan kemudian melalui saraf pendengaran disalurkan

ke bagian otak yang memproses emosi (sistim limbik).

Sejak dahulu kala penggunaan musik untuk penyembuhan

penyakit telah banyak dilakukan. Banyak contoh dari

berbagai macam kebudayaan yang berbeda telah

didokumentasikan dengan baik yang menyatakan bahwa

musik merupakan kekuatan kuratif dan preventif (Djohan,

2007)
37

Seiring dengan berubahnya zaman, ketertarikan akan

penggunaan musik dan pengaruhnya terhadap kesehatan

telah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Terapi

musik telah digunakan untuk menolong para veteran dan

korban perang dunia I dan II. Dengan penggunaan terapi

musik ini, dilaporkan para veteran dan korban

dilaporkan lebih cepat dipulihkan dan sembuh (Halim,

2011).

b. Manfaat Musik

Menurut Anthony (2013), musik mempunyai manfaat sebagai

berikut:

1) Efek Mozart, adalah salah satu istilah untuk

efek yang bisa dihasilkan sebuah musik yang

dapat meningkatkan hormone serotonin serta

intelegensi seseorang (Anthony, 2013)

2) Refreshing, pada saat pikiran seseorang lagi

kacau atau jenuh, dengan mendengarkan musik

walaupun sejenak, terbukti dapat menenangkan dan

menyegarkan pikiran kembali (Anthony, 2013)

3) Motivasi, adalah hal yang hanya bisa dilahirkan

dengan “feeling” tertentu, apabila ada motivasi,

semangatpun akan muncul dan segala kegiatan bisa

dilakukan (Anthony, 2013)


38

4) Perkembangan kepribadian, kepribadian seseorang

diketahui mempengaruhi dan dipengaruhi oleh

jenis musik yang didengarnya (Anthony 2013)

5) Terapi, berbagai penelitian dan literatur

menerangkan tentang manfaat musik untuk

kesehatan, baik untuk kesehatan fisik maupun

mental. Beberapa gangguan atau penyakit yang

dapat ditangani dengan musik antara lain:

kanker, stroke, dimensia dan bentuk gangguan

intelegensi lain, penyakit jantung jantung,

nyeri, gangguan kemampuan belajar, cemas dan

bayi premature (Anthony 2013)

6) Komunikasi, musik mampu menyampaikan berbagai

pesan ke seluruh bangsa tanpa harus memahami

bahasanya. Pada kesehatan mental, terapi musik

diketahui dapat memeberi kekuatan komunikasi dan

keterampilan fisik pada penggunanya (Anthony,

2013)

Tempat utama musik adalah bahasa jiwa, kemungkinan

tidak ada hati seseorang yang tidak dapat dipengaruhi

oleh musik, bahasa musik dapat membuat seseorang

familiar dengan dunia nya sendiri dan melatih untuk

memakai kekuatan alam sendiri dengan cara-cara yang


39

harmonis. “Recording, processing, dan speaking” dari

bahasa musik akan merangsang system syaraf yang akan

menghasilkan suatu emosi. Perangsangan system saraf ini

mempunyai arti penting bagi pengobatan, selama system

saraf ambil bagian dalam proses fisiologis. Dalam ilmu

kedokteran jiwa, jika emosi tidak harmonis maka akan

mengganggu system yang lain dalam tubuh, seperti:

system pernafasan, system endokrin, sistem immune,

system kardiovaskuler, system metabolik, sistem

motorik, sistem nyeri, sistem temperature, dan lain

sebagainya. Semua system tersebut diatas dapat bereaksi

positif jika melakukan terapi musik (Halim, 2011).

Efek Mozart adalah suatu fenomena yang mulai muncul

di Amerika Serikat pada tahun 1993 dan terus berkembang

sampai ke suluruh dunia termasuk Indonesia hingga saat

ini (Astaqauliyah, 2008)

Buku-buku tentang efek Mozart telah ditulis dan

diterjemahkan keberbagai bahasa, termaksud bahasa

Indonesia. Di Amerika Serikat, CD dan kaset Mozart

sangat laris sejak pemberitaan perihal efek ini. Efek

Mozart ini umumnya dapat dijelaskan sebagai

kondisi/efek sebagai hasil pemaparan terhadap musik

tertentu (khususnya musik Mozart) dalam waktu singkat


40

dan berefek positif terhadap kognisi dan prilaku.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa musik Mozart

bermanfaat dalam bidang kesehatan (Astaqauliyah, 2008)

Musik bisa meningkatkan kadar endorfrin jelas Don

Campbell dalam bukunya The Mozart Effect, Endorfin

adalah zat yang dihasilkan tubuh kita untuk meredakan

rasa sakit dan diyakini ikut ambil bagian dalam

mengontrol respon tubuh terhadap stres, cemas dan

mengatur konstraksi dinding usus dan menentukan suasana

hati “kimiawi penyembuh yang dihasilkan oleh kekayaan

musik berupa efek kegembiraan membuat tubuh mampu

menghasilkan anastetik sendiri dan meningkatkan fungsi

imun” (Chambell D, 2007)

Hasil riset menurut Chambell menunjukan bahwa

terapi musik sangat efektif dalam meredakan kegelisahan

dan stres, mendorong perasaan rileks, meredakan depresi

dan mengatasi insomnia. Terapi musik membantu banyak

orang yang memiliki masalah emosional, membuat

perubahan positif, dan menciptakan suasana hati yang

damai (Campbell, 2007).

Ternyata penyebuhan terapi musik tidak hanya

terbatas pada kesehatan mental atau untuk masalah


41

psikologis saja. Telah dilakukan studi terhadap pasien-

pasien penderita luka bakar, penyakit jantung,

hipertensi, stroke, nyeri kronis, alergi, maag, kanker

dan penyakit lainnya, terapi musik juga bisa digunakan

untuk membantu proses proses penyembuhan (Halim, 2011).

c. Aplikasi Terapi Musik Dalam Kesehatan.

Musik selain memiliki aspek estetika juga memiliki

aspek terapeutik yang banyak digunakan untuk

penenangan, penyembuhan dan pemulihan kondisi

fisiologis pasien maupun tenaga medis. Musik berperan

secara signifikan dalam perkembangan sucking rate pada

bayi-bayi premature sacking rate 2,46 kali lebih banyak

setelah mendengarkan musik lullaby dibandingkan ketika

kondisi hening. Pada remaja yang diteliti diketahui

bahwa musik klasik dapat menfasilitasi respon

kardiovaskuler terhadap stressor. Hal ini diindikasikan

dari penurunan tekanan darah sistolik (Halim, 2011)

Penelitian yang dilakukan Ahmad Afandi (2013)

melaporkan bahwa musik dapat mengurangi tekanan darah.

Sebanyak 30 penderita hipertensi dewasa yang

mendengarkan musik selama 10 menit berturut-turut

setiap hari selama 10 hari dengan menggunakan alat

breathe with interactive music (BIM), ternyata mampu


42

menurunkan tekanan darah sistolik, tekanan darah

diastolik maupun rerata tekanan darah secara signifikan

dibandingkan kelompok kontrol (Affandi, 2013)

d. Fisiologis Musik Terhadap Penurunan Tekanan Darah.

Terapi musik adalah suatu bentuk terapi dengan

mempergunakan musik secara sistematis, terkontrol dan

terarah didalam menyembuhkan, merehabilitasi, mendidik

serta melatih orang yang menderita gangguan fisik,

mental, atau emosional. Musik juga memiliki kekuatan

untuk mempengaruhi denyut jantung dan tekanan darah

sesuai dengan frekuensi, tempo dan volumenya. Makin

lambat tempo musik, denyut jantung semakin lambat dan

tekanan darah menurun. Akhirnya, pendengarpun terbawa

dalam suasana rileks, baik itu pada pikiran maupun pada

tubuh. Oleh karenannya, sejumlah rumah sakit diluar

negeri mulai menerapkan terapi musik pada pasien nya

yang mengalami rawat inap (Hardiono, 2011).

Dalam hal penurunan tekanan darah dan stress diduga

bahwa konsentrasi ketokolamin plasma mempengaruhi

aktivitas simpatoadrenergik, dan juga menyebabkan

terjadinya pelepasan stress-released hormones.

Pemberian irama musik secara lambat akan mengurangi

pelepasan ketokolamin kedalam pembuluh darah, sehingga

konsentrasi ketokolamin plasma dalam darah menjadi


43

rendah. Hal ini mengakibatkan tubuh mengalami

relaksasi, denyut jantung berkurang dan tekanan darah

menjadi turun (Hardiono, 2011)

Klien umumnya lebih menyukai menampilkan suatu

kegiatan (memainkan alat musik atau menyanyikan lagu)

atau mendengarkan musik. Musik klasik, pop dan modern

bahkan musik dengan suara alam digunakan pada terapi

musik. Musik menghasilkan perubahan status kesadaran

melalui bunyi, kesunyian, ruang, dan waktu. Musik harus

didengarkan minimal 15 menit suapaya dapat memberikan

efek terapeutik (Potter & Perry, 2007)

Rasa nyaman yang timbul saat mendengarkan musik

adalah akibat pelepasan endorphin dan penurunan kadar

kortisol oleh kelenjar pituitary, yang terjadi akibat

aktivitas elektrik yang tersebar di region tertentu di

otak yang berhubungan dengan system limbik dan pusat

kontrol otonomik (Campbell, 2007).


44

H. Hipotesis Penelitian.

(Ha) : Ada pengaruh terapi musik mozart terhadap

penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi

di wilayah kerja Puskesmas Mataram Kota

Mataram.
45

I. KERANGKA KONSEP
Penatalaksanaan
hipertensi :

1. Secara
farmakologi anti
hipertensi
2. Non farmakologi
Penyebab Pasien a. Olahraga
Hipertensi b. Mengurangi
hipertensi: merokok,stres
dll.
c. Mengurangi
1. Umur
asupan nutrium
2. Genetik
d. Terapi musik
3. Obesitas Mozart
4. Jenis Kelamin
5. Alkohol Perubahan tekanan darah :

6. Stress 1. Normal.
7. Merokok 2. Pre Hipertensi
3. Hipertensi derajat I
8. Asupan garam
4. Hipertensi derajat II
berlebihan 5. Hipertensi derajat III
(Susilo, 2011)

Keterangan: : Diteliti

:Tidak Diteliti

Gambar 2.1 : Kerangka Konsep Pengaruh Terapi Musik Mozart


Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pasien
Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Mataram
Kota Mataram.
46

BAB III
METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk

mendapatkan data dengan tujuan serta makna tertentu yang

tertentunya didasarkan pada rasionl, empiris, (teramat) serta

sistimatis (Nasirin, 2009). Ada beberapa hal penting yang

harus dicantumkan yaitu subjek penelitian, populasi, sampel,

tekhnik sampling, desain penelitian, identifikasi variabel dan

definisi operasional serta analisa data.

A. Subjek Penelitian.

Dalam penelitian ini yang menjadi subjek atau sasaran

penelitian adalah pasien yang menderita hipertensi di Wilayah

Kerja Puskesmas Mataram Kota Mataram.

B. Populasi, Sampel dan Sampling.

1. Populasi.

Populasi adalah keseluruhan dari suatu variabel yang

menyangkut masalah yang diteliti (Nursalam, 2008). Dalam

penelitian ini populasi yang digunakan adalah 62 pasien yang

menderita hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Mataram Kota

Mataram.
47

2. Sampel.

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karekteristik

yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2011). Sampel dalam

penelitian ini adalah 45 pasien yang menderita hipertensi di

Puskesmas Mataram Kota Mataram.

3. Tekhnik Sampling

Sampling adalah proses penyeleksian porsi dari populasi

untuk dapat mewakili populasi. Tekhnik sampling merupakan

cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel agar dapat

memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan

subjek penelitian (Nursalam, 2008).

Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan

teknik Solvin.

Peneliti menggunakan rumus Solvin untuk menentukan

jumlah sampel yang akan diteliti, dimana rumus Solvin

digunakan untuk menentukan jumlah sampel denan populasi kurang

dari 10.000.

Rumus Solvin untuk menentukan sampel adalah :

𝑁 62 62
𝑛= = 1+62(0,05)2 =1,25 = 50
1+𝑁(𝑒)2

Keterangan :

n = Ukuran sampel / jumlah responden

N = Ukuran populasi
48

e = Persentase kelonggaran ketelitian kesalahan

pengambilan sampel yang masih bisa ditolerir.

Dalam rumus Solvin ada ketentuan sebagai berikut :

 Nilai e = 0,01 (10%) untuk populasi dalam jumlah besar

 Nilai e = 0,05 (5%) untuk populasi dalam jumlah kecil.

Jadi rentang sampel yang dapat diambil dari rumus Solvin

yaitu antara 5-10% dari populasi penelitian. Jumlah

sampel yang didapatkan berdasarkan rumus solvin sebanyak

50 sampel yang didaptkan dan 5 Sampel gugur karna tidak

memenuhi kriteria inklusi saat penelitian tersisa

sebanyak 45 sampel. 23 untuk kelompok intervensi dan 22

untuk kelompok kontrol.

Pada penelitian ini sampel diambil dengan

menggunakan tekhnik non probability (purposive sampling)

sebanyak 45 orang sampling dimana pengambilan sampel ini

berdasarkan tujuan tertentu (Arikunto, 2006).

Yang memenuhi kriteria inklusi, adapun kriteria yang

peneliti tetapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Kriteria Inklusi

Adapun Kriteria Inklusi dalam penelitian ini adalah:

1) Pasien hipertensi yang bersedia menjadi responden.

2) Pasien hipertensi yang tidak mengkonsumsi obat

hipertensi
49

3) Pasien hipertensi yang kooperatif.

4) Pasien yang tidak mengalami gangguan pendengaran.

b. Kriteria Eklusi.

Adapun kriteria eklusi dalam penelitian ini adalah:

1) Pasien hipertensi yang kondisinya sangat lemah.

2) Pasien Hipertensi yang memiliki komplikasi

3) Pasien hipertensi yang tidak bersedia menjadi

responden.

4) Pasien hipertensi yang tidak ada pada tempat

penelitian.

C. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah keseluruhan dari

perancangan untuk menjawab pertanyaan penelitian dan

mengantisipasi beberapa kesulitan yang mungkin timbul

selama proses penelitian, hal ini penting karena desain

penelitian merupakan strategi untuk mendapatkan data

yang dibutuhkan untuk keperluan pengujian hipotesis atau

untuk menjawab pertanyaan penelitian dan sebagai alat

untuk mengontrol variabel yang berpengaruh dalam

penelitian (Sugiyono, 2011)

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian

ini adalah metode Quasi eksperimental dengan pendekatan

penelitian “pre-test-post test with control group

design” yaitu melibatkan satu kelompok subjek dengan


50

cara membandingkan hasil pre test dengan post test.

Kelompok subjek diukur dengan menggunakan lembar

observasi sebelum dilakukan intervensi kemudian di

observasi lagi setelah diberikan intervensi. Penelitian

ini tidak melibatkan kelompok kontrol, tetapi sudah

dilakukan observasi awal (pre-test) yang memungkinkan

peneliti dapat menguji perubahan-perubahan yang terjadi

setelah diberikan intervensi (Notoadmodjo, 2010)

D. Tekhnik Pengumpulan Data

Instrumen penelitian adalah alat-alat atau

fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan

data agar pekerja lebih muda dan hasilnya lebih baik,

dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistimatis sehingga

muda diolah (Arikunto, 2007).

Untuk mendapatkan data hipertensi yaitu dengan

menggunakan data sekunder yang berkenan dengan data

demografi meliputi: usia, jenis kelamin dan tingkat

pendidikan. Sedangkan untuk data primer dengan cara

mengukur tingkat tekanan darah. Prosedur pengambilan

data hipertensi dengan menggunakan stetoskop dan

sphygmomanometer yang dilingkarkan dilengan bagian atas,

kemudian diketahui hasil pengkuran tekanan darah. Hasil

pengukuran inilah yang diolah. Posisi sampel yang akan

diukur tekanan darahnya adalah dalam posisi duduk.


51

Instrumen dalam penelitian ini adalah lembar observasi

yang dilengkapi dengan checklist. Checklist adalah suatu

daftar pengecek, berisi nama subyek dan beberapa

gejala/identitas lainnya dari sasaran pengamatan.

Pengamatan tinggal memberikan tanda check (√) pada

daftar tersebut yang menunjukan adanya gejala/ciri dari

sasaran pengamatan. (Notoadmodjo, 2010).

Spesifikasi yang dilakukan yaitu wawancara langsung

dengan klien dan observasi tekanan darah.

2. Prosedur Pengumpulan Data.

a. Setelah mendapat surat ijin penelitian dari

institusi pendidikan, peneliti menyerahkan surat

kepada Puskesmas Mataram Kota Mataram.

b. Setelah peneliti mendapat persetujuan dari

responden tentang kesediannya untuk menjadi

responden dan memberitahukan bahwa penelitian ini

tidak memberikan dampak buruk pada responden.

c. Peneliti akan mengukur tekanan darah klien sebelum

diberikan terapi musik

d. Peneliti memberikan terapi musik Mozart kepada

klien yang telah dikumpulkan di salah satu rumah

warga yang berada di wilayah kerja Puskesmas Kota

Mataram, yang telah diberi ijin sebelumnya. terapi

musik diberikan selama 10-15 menit.


52

e. Pengukuran tekanan darah kembali dilakukan

sesudah klien melakukan terapi musik selama 4 hari

berturut-turut.

f. Hasil pengukuran tekanan darah pre test dan post

test dari masing-masing klien kemudian disusun dan

dibuat rekapitulasi, selanjutnya diolah dengan uji

statistik menggunakan SPSS untuk melihat adakah

perubahan tekanan darah.

3. Pengolahan Data.

Pengolahan data dengan cara manual melalui

beberapa tahap, sebagai berikut :

a. Editing

Editing dilakukan untuk mengetahui apakah

data sudah diisi dengan benar sesuai petunjuk

pengisian. Pada tahap ini semua data diperiksa,

sehingga apabila ada lembar observasi yang belum

diisi atau kesalahan penulisan, masalah tersebut

dapat ditanyakan kepada responden.

b. Coding

Langkah selanjutnya adalah member kode pada

setiap variabel untuk mempermudah peneliti dalam

melakukan tabulasi dan analisa data.


53

c. Cleaning.

Pemberian data, lihat variabel apakah data

sudah benar atau belum.

d. Tabulating.

Merupakan kegiatan pengolahan data, agar

dengan mudah dapat dijumlah, disusun, di tata

untuk disajikan dan dianalisa.

E. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional.

1. Identifikasi Variabel

a. Variabel Independen (bebas).

Variabel independen yaitu variabel yang

menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel

dependen (terikat). Variabel ini juga di kenal

dengan variabel bebas dalam mempangaruhi variabel

lain, variabel ini mempunyai nama lain yaitu

variabel prediktor. Resiko atau kuasa (Hidayat,

2007).

Dalam penelitian ini, calon peneliti

menggunakan variabel independen berupa terapi

musik Mozart.

b. Variabel dependen (terikat)

Variabel dependen (terikat) yaitu variabel

yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena

variabel bebas. Variabel ini tergantung dari


54

variabel bebas terhadap perubahan (Hidayat,

2007).

Dalam penelitian ini yang akan dilaksanakan

variabel dependennya adalah penurunan tekanan

darah.

2. Definisi Operasionl.

Definisi operasional adalah mendefinisikan secara

operasional berdasarkan karakteristik yang diamati

sehingga memungkinkan calon peneliti untuk melakukan

observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu

obyek atau fenomena. Definisi operasional ditentukan

berdasarkan parameter yang dijadikan ukuran dalam

penelitian (Alimun, 2007).

a. Terapi musik adalah terapi yang digunakan

dengan cara mendengarkan musik dengan

sekitaran waktu 10-15 menit.

b. Penurunan tekanan darah adalah kekuatan

lateral pada dinding arteri oleh darah yang

didorong dengan tekanan dari jantung dan rata-

rata tekanan darah normal biasanya 120/80

mmHg.
55
56
57

F. Analisa Data.

Analisa data adalah data yang telah diolah baik

pengolahan secara manual maupun menggunakan komputer,

tidak akan ada maknanya tampa dianalisis. Berdasrakan

tujuan penelitian dan skala data interval. Maka analisi

ini diarahkan pada penguji hipotesis. Secara statistik

dengan uji t nilai keyakinan yang dipahami dalam uji

statistik adalah nilai kemaknaan α = 0,05 (5%)

(Notoadmodjo, 2005). Rumus uji t menurut Arikunto (2006)

adalah sebagai berikut :

Md
𝑡=
√∑ x 2 d
N (N − 1)

Keterangan :

T : Koefesien t

Md : Mean dari perbedaan pre test dan post test

Xd : Devisiasi masing-masing subjek (d-md)

∑X 2d : jumlah kuadrat deviasi

N : Jumlah sampel.

d.b. : ditentukan dengan N-1


58

G. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada pasien yang

mengalami hipertensi di salah satu rumah warga yang

berada di wilayah kerja Puskesmas Mataram Kota Mataram.

berada di Kelurahan Monjok dan Karang Medain. Waktu

penelitian dilaksanakan 29 Desember 2017 sampai 29

januari 2018.

H. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, calon peneliti memandang

perlu adanya rekomendasi dari pihak institusi atas pihak

lain dengan mengajukan permohonan izin kepada institusi

tempat penelitian. Setelah mendapatkan persetujuan,

peneliti akan melakukan penelitian dengan menekankan

masalah etika yang meliputi.

1. Informed consent

Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden

yang akan diteliti yang memenuhi kriteria inklusi dan

disertai judul penelitian dan manfaat penelitian, bila

subjek menolak maka peneliti tidak memaksa dan tetap

menghormati hak-hak subjek.


59

2. Anonymity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaanya, peneliti tidak

mencantumkan nama responden, tetapi diberikan kode

inisial saja.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti

hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan


60

I Kerangka Kerja.

Gambar : Bagan Kerangka Kerja Pengaruh Terapi Musik Mozart

Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi

Puskesmas Mataram Kota Mataram

Pengaruh terapi musik terhadap penurunan


tekanan darah pada pasien hipertensi di
Puskesmas Mataram Kota Mataram

Populasi 62 yang menderita hipertensi


di wilayah kerja Puskesmas Mataram
Kota Mataram
Purposive sampling

Sample 45 orang penderita


hipertensi

Informed consent

23 sample sebagai perlakuan 22 sample sebagai kontrol

Pre test Pre test

Pemberian terapi Musik Mozart Diberikan terapi musik Mozart


MUmusik setalah intervensi.

Post test Post test

Independent t-test

Hasil

Anda mungkin juga menyukai