Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Puji beserta syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah - Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan karya tulis yang berjudul “Bahan Pengawet”. Karya
tulis ini kami buat dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah kimia dasar.
Pada kesempatan ini tak lupa kami ucapkan terimah kasih kepada kedua orang tua kami, yang
telah berjasa besar dan penuh pengorbanan serta selalu berdo’a dalam memenuhi segala kebutuhan kami,
sehingga kami sekses dalam menuntut ilmu untuk kehidupan masa depan yang lebih baik.
Selanjutnya, kami ingin menyampaikan penghargaan serta ucapan terima kasih kepada Ibu Nurul
dan Bapak Ismono selaku dosen mata kuliah kimia dasar, yang telah membimbing kami dalam
mempelajari mata kuliah kimia dasar.
Kami menyadari dalam penyusunan karya tulis ini masih banyak terdapat kesalahan dan
kekurangan baik dalam isi, penyusunannya, penyajian data, bahasa maupun sistematika
pembahasannya. Oleh sebab itu kami mengharapkan kritikan maupun saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaannya di masa yang akan datang.
Mudah-mudahan dengan adanya karya tulis ini sedikit banyaknya dapat membawa manfaat
kepada kita semua, dan juga dapat lebih memudahkan dalam memehami materi yang dipelajari.

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang terkandung di
dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri. Semakin tinggi kadar air suatu
pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas biologis internal
(metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak. Kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan
apakah makanan tersebut masih pantas dikonsumsi, secara tepat sulit dilaksanakan karena melibatkan
faktor-faktor nonteknik, sosial ekonomi, dan budaya suatu bangsa. Idealnya, makanan tersebut harus:
bebas polusi pada setiap tahap produksi dan penanganan makanan, bebas dari perubahan-perubahan
kimia dan fisik, bebas mikroba dan parasit yang dapat menyebabkan penyakit atau pembusukan. Banyak
cara yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut, seperti pemberian bahan-bahan kimia yang bertujuan
untuk membuat bahan makanan tersebut tahan lama. Bahan-bahan yang digunakan untuk mengawetkan
banyak sekali macam dan jenisnya mulai dari yang alami hingga yang buatan. Ini erat hubunganya
dengan materi yang kami pelajari yaitu zat aditif yang masuk dalam bidang ilmu kimia. Pada makalah ini
akan dijelaskan lebih rinci pembahasan tentang bahan pengawet pada makanan. Mulai macamnya,
prinsip atau fungsinya, cara penggunaan, manfaat dan dampak pemakaian pengawet, dan lain-lain.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian pengawetan makanan?

2. Apa tujuan pengawetan makanan?

3. Apa saja cara-cara pengawetan makanan?

4. Apa saja pengawetan secara kimia?

5. Apa saja pengawetan secara fisika?

1.3 Tujuan Masalah

1. Untuk memahami pengertian pengawetan makanan

2. Untuk memahami tujuan pengawetan makanan

3. Untuk memahami cara-cara pengawetan makanan

4. Untuk memahami pengawetan secara kimia


5. Untuk memhami pengawetan secara fisika

Bab 2
Pembahasan

2.1 Pengertian Pengawetan Makanan

Pengawetan makanan adalah cara yang digunakan untuk membuat makanan


memiliki daya simpan yang lama dan mempertahankan sifat-sifat fisik dan kimia
makanan. Dalam melakukan pengawetan makanan perlu memperhatikan beberapa hal,
yaitu jenis bahan makanan yang diawetkan, keadaan bahan makanan, cara
pengawetan yang dipilih dan daya tarik produk pengawetan makanan.

2.2 Tujuan Pengawetan Makanan

2.2.1Memperpanjang umur simpan bahan makanan (lamanya suatu produk dapat


disimpan tanpa mengalami kerusakan);

2.2.2 Mempertahankan sifat fisik dan kimia bahan makanan;

2.2.3 Mencegah atau memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan makanan;

2.2.4 Mencegah pertumbuhan mikroba yang menggunakan pangan sebagai substrat untuk
memproduksi toksin didalam pangan;

2.2.5 Mencegah kerusakan yang disebabkan oleh faktor lingkungan termasuk serangan hama;

2.2.6 Mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial, dilakukan dengan cara:

2.2.6.1 Mencegah masuknya mikroorganisme (bekerja dengan aseptis);

2.2.6.2 Mengeluarkan mikroorganisme, misalnya dengan proses filtrasi;

2.2.6.3 Menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme misalnya dengan


penggunaan suhu rendah, pengeringan, penggunaan kondisi anaerobik atau penggunaan pengawet
kimia;

2.2.6.4 Membunuh mikroorganisme, misalnya dengan sterilisasi dan radiasi;

2.3 Cara-Cara Pengawetan makanan

2.3.1 Pengawetan makanan secara Biologi

2.3.1.1 Dengan Fermentasi

Pengawetan secara biologis, misalnya peragian (fermentasi) adalah


proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa
oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi
anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang
mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik
dengan tanpa akseptor elektron eksternal.Gula adalah bahan yang umum
dalam fermentasi. Beberapa contoh hasil fermentasi adalah etanol, asam
laktat, dan hidrogen. Akan tetapi beberapa komponen lain dapat juga
dihasilkan dari fermentasi seperti asam butirat dan aseton. Ragi dikenal
sebagai bahan yang umum digunakan dalam fermentasi untuk
menghasilkan etanol dalam bir, anggur dan minuman beralkohol lainnya.
Contoh makanan dengan pengawetan fermentasi adalah yoghurt,
mengawetkan susu dengan cara fermentasi menggunakan bakteri
Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Aktivitas
fermentasi dari kedua spesies bakteri tersebut dapat menurunkan pH susu
sapi, sehingga dapat menghambat aktivitas bakteri proteilitik yang
bersifat tidak asam. Lactobacillus bulgaricus ini hidup dari “memakan”
laktosa (gula susu) dan mengeluarkan asam laktat. Asam ini sekaligus
mengawetkan susu dan mendegradasi laktosa (gula susu). Asam laktat
yang dihasilkan selama proses fermentasi akan menghambat
pertumbuhan kapang dan khamir.

2.3.2 Pengawetan makanan secara Kimia

Pengawetan makanan secara kimia meliputi:

2.3.2.1 Penambahan bahan kimia sebagai pengawet

Bahan pengawet dari bahan kimia berfungsi membantu


mempertahankan bahan makanan dari serangan mikroba pembusuk dan
memberikan tambahan rasa sedap, manis. Contoh beberapa jenis zat
kimia: cuka, asam asetat, fungisida, antioksidan, in-package desiccant,
ethylene absorbent, wax emulsion dan growth regulatory untuk
melindungi buah dan sayuran dari ancaman kerusakan pasca panen untuk
memperpanjang kesegaran masa pemasaran. Nitogen cair sering
digunakan untuk pembekuan secara tepat buah dan sayur sehinnga
dipertahankan kesegaran dan rasanya yang nyaman.

Pengawetan bahan makanan secara kimia menggunakan


bahan-bahan kimia, seperti gula pasir, garam dapur, nitrat, nitrit, natrium
benzoat, asam propionat, asam sitrat, garam sulfat, dan lain-lain. Proses
pengasapan juga termasuk cara kimia sebab bahan-bahan kimia dalam
asap dimasukkan ke dalam makanan yang diawetkan. Apabila
jumlah pemakaiannya tepat, pengawetan dengan bahan-bahan kimia
dalam makanan sangat praktis karena dapat menghambat berkembang
biaknya mikroorganisme seperti jamur atau kapang, bakteri, dan ragi
(Aka, 2008).

Jenis bahan pengawet:


a. Bahan pengawet alami
Bahan pengawet alami adalah bahan tambahan makanan yang tidak menggunakan
bahan-bahan kimia. Contohnya adalah garam, gula, karagenan, buah picung, biji
kepayang, gambir, dan chitosan.
 Garam
Larutan garam yang dimasukkan ke dalam jaringan diyakini mampu
menghambat pertumbuhan aktivitas bakteri penyebab pembusukan sehingga
membuat makanan lebih awet. Prosesnya biasa disebut dengan pengasinan atau
penggaraman. Pengawetan dengan garam ini memungkinkan daya simpan yang
lebih lama dibandingkan dengan produk segarnya yang hanya bisa bertahan selama
beberapa hari atau jam. Contohnya ikan yang hanya tahan beberapa hari, bila
diasinkan dapat tahan selama berminggu – minggu. Tentu saja prosedur
pengawetan ini memerlukan perhatian karena konsumsi garam secara berlebihan
bisa memicu penyakit darah tinggi.

 Karagenan
Keragenan adalah bahan alami pembentuk gel yang dapat digunakan untuk
mengenyalkan bakso dan mie basah sebagai bahan alternatif yang aman pengganti
boraks. Karagenan dihasilkan dari rumput laut Euchema sp. yang telah dibudidayakan di
berbagai perairan Indonesia. Dijelaskannya bahwa setiap 1 kilogram bakso
membutuhkan 0,5-1,5 gram karagenan untuk mengenyalkannya. Di pasaran, 0,5-1,5
gram karagenan dijual dengan harga Rp750,00 sampai Rp900,00. Karagenan dalam
industri sering dijadikan bahan campuran kosmetik, obat-obatan, es krim, susu, kue, roti
dan berbagai produk makanan

 Buah Picung
Pohon picung atau kluwak (dalam bahasa Jawa) banyak tersebar di seluruh
nusantara. Selain sebagai bumbu masak dapur, biji buah picung juga bisa dimanfaatkan
sebagai pengawet alami ikan segar. Kombinasi 2% biji buah picung dan 2% garam dari
total berat ikan telah mampu mengawetkan ikan kembung segar selama 6 hari tanpa
mengubah mutu. Normalnya, ikan kembung segar yang disimpan di suhu kamar tanpa
penambahan picung atau es hanya bisa bertahan 6 jam. Lebih dari itu, ikan tersebut akan
busuk dan rusak. Seorang nelayan untuk mempertahankan mutu ikan hasil tangkapannya
membutuhkan es batu minimal 1 :1 berat ikan segar. Bila ikan yang ditangkap 50 kg,
maka nelayan membutuhkan es batu minimal 50 kg pula. Namun dengan memanfaatkan
cacahan biji buah picung, nelayan hanya membutuhkan 1 kg cacahan biji buah picung
untuk 50 kg ikan segar
 Biji Kepayang
Pohon tanaman ini memiliki tinggi hingga 40 m dengan diameter batang 2,5 m. Jika
melihat uraian diatas, maka dapat dikatakan tanaman ini tumbuh tersebar luas hampir di
seluruh Nusantara. Kepayang mulai berbuah di awal musim hujan pada umur 15 tahun
dengan jumlah 300 biji di setiap pohonnya . Tanaman ini telah lama digunakan sebagai
bahan pengawet ikan. Untuk dapat memanfaatkannya sebagai pengawet, terlebih dahulu
biji dicincang halus dan dijemur selama 2-3 hari. Hasil cincangan tanaman ini kemudian
dimasukkan ke dalam perut ikan laut yang telah dibersihkan isi perutnya. Cincangan biji
kepayang memiliki efektivitas sebagai pengawet ikan hingga 6 hari . Khusus untuk
pengangkutan jarak jauh, tanaman ini dicampur garam, dengan perbandingan 1 bagian
garam dan 3 bagian biji Kepayang.

 Gambir
Tanaman gambir (Uncariae Romulus et Uncus) di Indonesia, daun dan getahnya digunakan
untuk bahan kelengkapan untuk menyirih. Tanaman yang termasuk keluarga Rubiaceae ini juga
sering digunakan untuk obat luka bakar, sakit kepala, diare, disentri, sariawan, dan sakit kulit, serta
bahan tekstil. Secara alami para produsen makanan sering menggunakan tanaman yang daunnya
berbentuk bujur sangkar dengan permukaan licin ini untuk pengawet makanan. Pasalnya, dalam
daun ini terdapat sebuah kandungan katekin yang dapat mengawetkan makanan dari kerusakan
akibat mikroorganisme dan degradasi reaksi oksidasi (penyebab basi).

 Chitosan
Chitosan dihasilkan dari chitin dan mempunyai struktur kimia yang sama dengan kitin, terdiri dari rantai
molekul yang panjang dan berat molekul yang tinggi. Perbedaan antara kitin dan kitosan adalah pada
setiap cincin molekul kitin terdapat gugus asetil (-CH3-CO) pada atom karbon kedua, sedangkan pada
kitosan terdapat gugus amina (-NH). Kitosan dapat dihasilkan dari kitin melalui proses deasetilasi yaitu
dengan cara direaksikan dengan menggunakan alkali konsentrasi tinggi dengan waktu yang relatif lama
dan suhu tinggi.

 Air ki
Air ki merupakan salah satu bahan pengawet alami yang menggunakan bahan dasar
jerami. Cara penggunaannya cukup sederhana. Jerami dibakar hingga menjadi abu, lalu
abu jerami dimasukkan ke dalam wadah yang diberi air dan rendam sekitar 1 sampai 2
jam. Selanjutnya disaring sehingga sisa pembakaran jerami tidak bercampur dengan air.
Air sisa pembakaran jerami inilah yang disebut air ki. Air ki mengandung antiseptik yang
dapat membunuh kuman, dengan pemberian air ki, makanan dapat bertahan lebih lama
seperti pada mie basah yang mampu bertahan sampai dua hari.
 Kunyit
Kunyit dapat digunakan sebagai pengawet makanan karena berfungsi sebagai antibiotik,
antioksidan, antibakteri, anti radang dan antikanker. Kunyit basah kandungan utamanya adalah
kurkuminoid 3-5 %. Sedangkan pada kunyit ekstrak, kandungan kurkuminoid mencapai 40-50%.
Untuk penggunaan kunyit disarankan agar tidak melalui pemanasan, terkena cahaya dan
lingkungan yang basah. Sebaiknya kunyit ditumbuk, digiling dan diperas airnya.

B. Bahan pengawet buatan/sintesis


Bahan pengawet sintesis adalah bahan tambahan hasil sintesis dari bahan-bahan kimia yang
bermanfaat agar bahan-bahan yang ada di sekitar kita bisa lebih tahan lama atau awet sehingga bisa
digunakan dalam jangka waktu yang panjang.
Macam-macam bahan pengawet sintesis
 Sodium benzoat
pengawet ini berfungsi mencegah pertumbuhan jamur dan bakteri dalam makanan. Biasanya
terdapat dalam buah atau bumbu di dalam makanan yang berbentuk bubuk putih seperti garam tapi
tidak memiliki bau.
 Sodium nitrit
pengawet ini berfungsi mencegah produksi bakteri dalam jenis daging tertentu sehingga
daging terlihat lebih merah atau pink dan tidak cepat berubah warna menjadi coklat. Pengawet ini
berbentuk serbuk berwarna kekuningan.
 Kalium (pottasium) sorbate
pengawet ini berfungsi menahan produksi ragi dan jamur dalam makanan. Biasa digunakan
dalam pembuatan roti, kue, pie, keju, mayonnaise atau bisa juga di dalam minuman.
 Natrium sorbate
pengawet ini berfungsi menghentikan produksi bakteri, kapang dan jamur serta membantu
menghilangkan rasa dan bau tidak enak dalam makanan. Biasa digunakan dalam minuman anggur,
keju dan saus.
 Kalsium Benzoat
Bahan pengawet ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri penghasil toksin (racun), bakteri,
spora dan bakteri bukan pembusuk. Senyawa ini dapat mempengaruhi rasa. Bahan makanan atau
minuman yang diberi benzoat dapat memberikan kesan aroma fenol, yaitu seperti aroma obat cair.
 Asam benzoat
Asam benzoat digunakan untuk mengawetkan minuman ringan, minuman anggur, saus sari buah, sirup,
dan ikan asin. Bahan ini bisa menyebabkan dampak negatif pada penderita asma dan bagi orang yang
peka terhadap aspirin. Kalsium Benzoat bisa memicu terjadinya serangan asma.
 Sulfur Dioksida (SO2)
Bahan pengawet ini juga banyak ditambahkan pada sari buah, buah kering, kacang kering,
sirup dan acar. Meski bermanfaat, penambahan bahan pengawet tersebut berisiko menyebabkan
perlukaan lambung, mempercepat serangan asma, mutasi genetik, kanker dan alergi.
 Kalium nitrit
Kalium nitrit berwarna putih atau kuning dan kelarutannya tinggi dalam air. Bahan ini dapat
menghambat pertumbuhan bakteri pada daging dan ikan dalam waktu yang singkat. Sering
digunakan pada daging yang telah dilayukan untuk mempertahankan warna merah agar tampak
selalu segar, semisal daging kornet. Jumlah nitrit yang ditambahkan biasanya 0,1% atau 1 gram/kg
bahan yang diawetkan. Untuk nitrat 0,2% atau 2 gram/kg bahan. Bila lebih dari jumlah tersebut bisa
menyebabkan keracunan, selain dapat mempengaruhi kemampuan sel darah membawa oksigen ke
berbagai organ tubuh, menyebabkan kesulitan bernapas, sakit kepala, anemia, radang ginjal, dan
muntah-muntah.
 Kalsium Propionat atau Natrium Propionat
Keduanya yang termasuk dalam golongan asam propionat sering digunakan untuk mencegah
tumbuhnya jamur atau kapang. Bahan pengawet ini biasanya digunakan untuk produk roti dan
tepung. Untuk bahan tepung terigu, dosis maksimum yang disarankan adalah 0,32% atau 3,2
gram/kg bahan. Sedangkan untuk makanan berbahan keju, dosis maksimumnya adalah 0,3% atau 3
gram/kg bahan. Penggunaaan melebihi angka maksimum tersebut bisa menyebabkan migren,
kelelahan, dan kesulitan tidur.
 Natrium Metasulfat
Sama dengan Kalsium dan Natrium Propionat, Natrium Metasulfat juga sering digunakan
pada produk roti dan tepung. Bahan pengawet ini diduga bisa menyebabkan alergi pada kulit.
 Asam Sorbat
Beberapa produk beraroma jeruk, berbahan keju, salad, buah dan produk minuman kerap
ditambahkan asam sorbat. Meskipun aman dalam konsentrasi tinggi, asam ini bisa membuat
perlukaan di kulit. Batas maksimum penggunaan asam sorbat (mg/l) dalam makanan berturut-turut
adalah sari buah 400; sari buah pekat 2100; squash 800; sirup 800; minuman bersoda 400.
 Natamysin
Bahan yang kerap digunakan pada produk daging dan keju ini, bisa menyebabkan
mual, muntah, tidak nafsu makan, diare dan perlukaan kulit.
 Kalium Asetat
Makanan yang asam umumnya ditambahi bahan pengawet ini. Padahal bahan pengawet ini
diduga bisa menyebabkan rusaknya fungsi ginjal.
 Butil Hidroksi Anisol (BHA)
Biasanya terdapat pada daging babi dan sosisnya, minyak sayur, keripik kentang, pizza, dan
teh instan. Bahan pengawet jenis ini diduga bisa menyebabkan penyakit hati dan memicu kanker.
 Sulfur (belerang) dioksida
pengawet ini berbentuk bubuk yang bila dilarutkan dalam air dapat menghentikan proses pemasakan
buah, mengubah susunan kimiawi yang dapat mengubah rasa dari buah. Biasanya ditemukan dalam
anggur, cuka dan beberapa jenis jus buah seperti jus jeruk atau jus apel.
Menurut Food and Drugs Administration (FDA), keamanan suatu pengawet makanan harus
mempertimbangkan jumlah yang mungkin dikonsumsi dalam jumlah zat yang akan terbentuk dalam
makanan dari penggunaan pengawet, efek akumulasi dari pengawet dalam makanan dan
potensi toksisitas yang dapat terjadi dari pengawet jika dicerna oleh manusia atau hewan, termasuk
potensi menyebabkan kanker.

2.3.2.2 Teknik pengawetan kimia

2.3.2.1 Pengasaman

Pengasaman adalah suatu proses pengolahan yang dilakukan dengan cara


diberi asam dengan tujuan untuk mengawetan melalui penurunan derajat pH
(mengasamkan) produk makanan sehingga dapat menghambat pertumbuhan
bakteri pembusuk. Pengasaman makanan dapat dilakukan dengan jalan
penambahan asam secara langsung misalnya asam propionate, asam sitrat, asam
asetat, asam benzoat dll atau penambahan makanan yang bersifat asam seperti
tomat. Contoh produk yang dihasilkan melalui pengasaman acar/khimchi

Acar pada dasarnya terbuat dari sayur-sayuran yang di tambahkan asam cuka
untuk pengawetan. Mikroba yang dapat merusak makanan tidak dapat hidup pada
makanan. Karena adanya asam cuka menyebabkan konsentrasi menjadi tinggi,
terjadinya difusi osmosis sehingga mikroba akan mati.

2.3.2.2 Pengasinan

Cara ini dengan menggunakan bahan NaCl atau yang kita kenal sebagai
garam dapur untuk mengawetkan makanan. Teknik ini disebut juga dengan
sebutan penggaraman. Garam dapur memiliki sifat yang menghambat
perkembangan dan pertumbuhan mikroorganisme perusak atau pembusuk
makanan. Contohnya seperti ikan asin yang merupakan paduan antara pengasinan
dengan pengeringan

Penggaraman adalah suatu proses pengolahan yang dilakukan dengan cara


memberi garam dengan tujuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri dan
enzim-enzim khususnya yang merusak daging dan ikan. Selain itu penggaraman
mengakibatkan cairan yang ada dalam tubuh ikan mengental serta kadar
proteinnya menggumpal dan daging ikan mengkerut.

Proses penggaraman biasanya diikuti oleh proses pengeringan untuk


menurunkan lebih lanjut kadar air yang ada dalam daging ikan, proses
penggaraman dipengaruhi oleh ukuran butiran garam (ukuran yang baik 1 – 5
mm), ukuran ikan (semakin besar ikan semakin banyak garam yang dibutuhkan)
dan kemurnian garam (garam yang baik adalah garam murni/Nacl).

2.3.2.3 Pemanisan

Pemanisan makanan yaitu dengan menaruh atau meletakkan makanan pada


medium yang mengandung gula dengan kadar konsentrasi sebesar 40% untuk
menurunkan kadar mikroorganisme. Jika dicelup pada konsenstrasi 70% maka
dapat mencegah kerusakan makanan.
Penambahan gula adalah suatu proses pengolahan yang dilakukan dengan
cara pemberian gula dengan tujuan untuk mengawetan karena air yang ada akan
mengental pada akhirnya akan menurunkan kadar air dari bahan pangan tersebut.
Konsentrasi gula yang ditambahkan minimal 40% padatan terlarut sedangkan di
bawah itu tidak cukup untuk mencegah kerusakan karena bakteri, apabila produk
tersebut disimpan dalam suhu kamar atau normal (tidak dalam suhu rendah).
Contoh makanan dengan pengawetan pemanisan adalah manisan buah.

Manisan buah adalah buah-buahan yang direndam dalam larutan gula selama
beberapa waktu. Teknologi membuat manisan merupakan salah satu cara
pengawetan makanan yang sudah diterapkan sejak dahulu kala. Perendamanan
manisan akan membuat kadar gula dalam buah meningkat dan kadar airnya
berkurang. Keadaan ini akan menghambat pertumbuhan mikroba perusak
sehingga buah akan lebih tahan lama.

Pada awalnya manisan dibuat dengan merendam pada larutan gula hanya
untuk mengawetkan. Ada beberapa buah yang hanya dipanen pada musim-musim
tertentu. Saat musim itu, buah akan melimpah dan kelebihannya akan segera
membusuk apabila tidak segera dikonsumsi. Untuk itu manusia mulai berpikir
untuk mengawetkan buah dengan membuat manisan. Manisan juga dibuat dengan
alasan memperbaiki cita rasa buah yang tadinya masam menjadi manis.

2.3.3 Pengawetan makanan secara Fisika, meliputi

2.3.3.1 Pengeringan

Mikroorganisme menyukai tempat yang lembab atau basah mengandung air.


Jadi teknik pengeringan membuat makanan menjadi kering dengan kadar air
serendah mungkin dengan cara dijemur, dioven, dipanaskan, dan sebagainya.
Semakin banyak kadar air pada makanan, maka akan menjadi mudah proses
pembusukan makanan. Proses pengeringan akan mengeluarkan air dan
menyebabkan peningkatan konsentrasi padatan terlarut didalam bahan makanan.
Kondisi ini akan meningkatkan tekanan osmotik di dalam bahan, sehingga
menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan memperlambat laju reaksi kimia
maupun enzimatis.

Pengeringan adalah suatu proses pengolahan yang dilakukan dengan cara


dijemur atau dioven dengan tujuan untuk mengawetkan makanan dengan jalan
menurunkan kadar air/aktivitas air (aw) sampai kadar 15% – 20% karena bakteri
tidak dapat tumbuh pada nilai aw dibawah 0,91 dan jamur tidak dapat tumbuh
pada aw dibawah 0,70 – 0,75. Makanan yang dikeringkan mengandung nilai gizi
yang rendah karena vitamin-vitamin dan zat warna rusak, akan tetapi kandungan
protein, karbohidrat, lemak dan mineralnya tinggi.
Pada umunya bahan makanan yang dikeringkan berubah warnanya menjadi
coklat yang disebut reaksi browning (pencoklatan). Reaksi ini dapat dibatasi
dengan menambahkan belerang yang bersifat pemucat, juga dapat mengurangi
jumlah mikroba dan menonatifkan enzim yang dapat menyebabkan browning.
Belerang ini dapat menimbulkan karat pada kaleng, sehingga produk pangan yang
diolah dengan belerang sebaiknya dikemas menggunakan kemasan gelas atau
plastik. Contoh produk dari hasil pengeringan yaitu dendeng ikan (dalam
pengolahannya mengalami proses curing/penambahan bumbu yang bertujuan
untuk mengawetkan, memperbaiki rasa, warna dan kekerasan daging.

Menurut Syamsir (2008) pengawetan makanan dapat bersifat jangka pendek


dan jangka panjang. Pengawetan jangka pendek dapat dilakukan dengan beberapa
cara misalnya penanganan aseptis, penggunaan suhu rendah (< 20°C),
pengeluaran sebagian air bahan, perlakuan panas ringan, mengurangi keberadaan
udara, penggunaan pengawet dalam konsentrasi rendah.

Penanganan aseptis merupakan proses penanganan yang dilakukan dengan


mencegah masuknya kontaminan kimiawi dan mikroorganisme kedalam bahan
makanan, atau mencegah terjadinya kontaminasi pada tingkat pertama.
Penanganan produk dilakukan untuk mencegah kerusakan produk yang bisa
menyebabkan terjadinya pengeringan (layu), pemecahan enzim alami dan
masuknya mikroorganisme. Adapun keuntungan dan kerugian dari pengawetan
dengan cara dikeringkan yaitu:

Keuntungan dari pengeringan bahan makanan:

1. Bahan menjadi lebih awet dengan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga
mempermudah dan menghemat ruang pengangkutran dan pengepakan
2. Berat bahan menjadi berkurang sehingga memudahkan transport
3. Biaya produksi menjadi lebih murah

Kerugian dari pengeringan bahan makanan:

1. Sifat asal dari bahan yang dikeringkan dapat berubah misalnya : bentuknya, sifat-sifat, fisik
dan kimianya, penurunan mutu dan lain-lain.
2. Beberapa bahan kering perlu pekerjaan tambahan sebelum dipakai misalnya harus
dibasahkan kembali (rehidratasi) sebelum digunakan Pemanasan

2.3.3.2 Pemanasan dengan suhu rendah

2.3.3.2.1 Blansir (Blanching)

Blansir adalah proses pemanasan yang dilakukan pada suhu kurang dari
0
100 C selama beberapa menit dengan menggunakan air panas atau uap air
panas. Contoh blansir misalnya mencelupkan sayuran atau buah di dalam air
mendidih selama 3 sampai 5 menit atau mengukusnya selama 3 sampai 5
menit. Tujuan blansir terutama adalah untuk menginaktifkan enzim yang
terdapat secara alami di dalam bahan pangan, misalnya enzim polifenolase
yang menimbulkan pencoklatan.Blansir umumnya dilakukan jika bahan
pangan akan dibekukan atau dikeringkan. Sayuran hijau yang diberi
perlakuan blansir sebelum dibekukan atau dikeringkan mutu warna hijaunya
lebih baik dibandingkan dengan sayuran yang tidak diblansir terlebih dahulu.
Dalam pengalengan sayuran dan buah-buahan blansir juga bertujuan untuk
menghilangkan gas dari dalam jaringan tanaman, melayukan jaringan
tanaman agar dapat masuk dalam jumlah lebih banyak dalam kaleng,
menghilangkan lendir dan memperbaiki warna produk.

2.3.3.2.2 Pasteurisasi

Pasteurisasi adalah proses pemanasan yang dilakukan dengan tujuan


untuk membunuh mikroba patogen atau penyebab penyakit seperti bakteri
penyebab penyakit TBC, disentri, diare dan penyakit perut lain. Panas yang
diberikan pada pasteurisasi harus cukup untuk membunuh bakteri-bakteri
patogen tersebut, misalnya pasteurisasi susu harus dilakukan pada suhu 600C
selama 30 menit. Pada suhu 600C selama 30 menit setara dengan pemanasan
pada suhu 720C selama 15 detik. Pasteurisasi yang terakhir ini sering disebut
dengan proses HTST (High Temperature Short Time) atau pasteurisasi
dengan suhu tinggi dalam waktu singkat. Disamping pada produk susu,
pasteurisasi juga umumnya dilakukan pada produk sari buah-buahan asam.

Satu hal yang penting adalah pasteurisasi hanya bakteri patogen saja
yang dibunuh, sedangkan bakteri lain yang lebih tahan panas bisa saja masih
terdapat hidup dalam bahan pangan yang dipasteurisasi. Dengan demikian,
meskipun bakteri ini tidak menimbulkan penyakit tetapi jika tumbuh di
dalam produk pangan dapat menyebabkan kerusakan/kebusukan. Oleh karena
itu, produk-produk yang sudah dipasteurisasi harus disimpan di lemari es
sebelum digunakan dan tidak boleh berada pada suhu kamar karena sebagian
mikroba yang masih hidup dapat melangsungkan pertumbuhannya. Di dalam
lemari es masa simpan produk pasteurisasi seperti keju yang terbuat dari susu
atau sari buah umumnya hanya 2 minggu.

2.3.3.3 Pemanasan dengan suhu tinggi

2.3.3.3.1 Sterilisasi

Pemanasan dengan sterilisasi komersial umumnya dilakukan pada bahan


pangan yang sifatnya tidak asam atau lebih dikenal dengan bahan pangan
berasam rendah. Yang tergolong bahan pangan berasam rendah adalah bahan
pangan yang memiliki pH lebih besar dari 4,5, misalnya seluruh bahan
pangan hewani seperti daging, susu, telur dan ikan, beberapa jenis sayuran
seperti buncis dan jagung.

Bahan pangan berasam rendah memiliki resiko untuk mengandung spora


bakteri Clostridium botulinum yang dapat menghasilkan toksin mematikan
jika tumbuh di dalam makanan kaleng. Oleh karena itu, spora ini harus
dimusnahkan dengan pemanasan yang cukup tinggi. Sterilisasi komersial
adalah pemanasan pada suhu di atas 1000C, umumnya sekitar 121,10C
dengan menggunakan uap air selama waktu tertentu dengan tujuan untuk
memusnahkan spora bakteri patogen termasuk spora bakteri Clostridium
botulinum. Dengan demikian, sterilisasi komersial ini hanya digunakan untuk
mengolah bahan pangan berasam rendah di dalam kaleng, seperti kornet,
sosis dan sayuran dalam kaleng. Susu steril dalam kotak adalah contoh
produk lain yang diproses dengan sterilisasi komersial. Tetapi prosesnya
berbeda dengan pengalengan. Susu steril dalam kotak diproses dengan
pengemasan aseptik yaitu suatu proses sterilisasi kontinyu dimana produk
susu yang sudah disterilkan dimasukkan ke dalam kotak yang sudah
disterilkan dalam lingkungan yang juga aseptik. Proses pengemasan aseptik
umumnya digunakan untuk sterilisasi komersial produk-produk yang
bentuknya cair.

Pemanasan pada suhu tinggi contohnya adalah pengalengan pangan.


Dalam proses ini, suhu dan waktu proses ditetapkan sedemikian rupa
sehingga kombinasinya dapat membunuh spora bakteri yang paling tahan
panas. Tidak semua bahan pangan membutuhkan panas yang sama untuk
sterilisasi, tergantung pada jenis pangannya, wadah yang digunakan dan isi
kalengnya apakah mengandung banyak cairan atau tidak. Pemanasan pada
suhu tinggi yang dilakukan bersama-sama dengan pengemasan yang bisa
mencegah rekontaminasi, dapat menghambat/merusak mikroorganisme dan
enzim.

2.3.3.4 Pengeluaran Udara (Oksigen)

Penghilangan udara akan mengeluarkan semua oksigen sehingga mencegah


berlangsungnya reaksi kimiawi dan enzimatis yang dipicu oleh oksigen, juga
menghambat pertumbuhan mikroorganisme aerobik.

2.3.3.5 Pendinginan

Teknik ini adalah teknik yang paling terkenal karena sering digunakan oleh
masyarakat umum di desa dan di kota. Konsep dan teori dari sistem pendinginan
adalah memasukkan makanan pada tempat atau ruangan yang bersuhu sangat
rendah. Untuk mendinginkan makanan atau minuman bisa dengan
memasukkannya ke dalam kulkas atau lemari es atau bisa juga dengan menaruh
di wadah yang berisi es.

Biasanya para nelayan menggunakan wadah yang berisi es untuk


mengawetkan ikan hasil tangkapannya. Di rumah-rumah biasanya menggunakan
lemari es untuk mengawetkan sayur, buah, daging, sosis, telur, dan lain
sebagainya. Suhu untuk mendinginkan makanan biasanya bersuhu 150C.
Sedangkan agar tahan lama biasanya disimpan pada tempat yang bersuhu 0
sampai -4 derajat celsius.
2.3.3.6 Pengalengan

Pengalengan merupakan penerapan dari pengawetan dengan mempergunakan


suhu tinggi. Pengalengan ini ditemukan pertama kali oleh Nicholas Appert untuk
memenuhi keinginan Napoleon agar makanan yang dikirimkan untuk tentaranya yang
berada jauh tidak lekas membusuk. Kemudian disusul dengan penggunaan tabung uap
yang memberikan kemungkinan untuk menambah atau menaikkan suhu serta
mempercepat waktu pemrosesan dengan hasil yang lebih baik.

Sistem yang satu ini memasukkan makanan ke dalam kaleng alumunium atau
bahan logam lainnya, lalu diberi zat kimia sebagai pengawet seperti garam, asam,
gula dan sebagainya. Bahan yang dikalengkan biasanya sayur-sayuran, daging, ikan,
buah-buahan, susu, kopi, dan banyak lagi macamnya. Tehnik pengalengan termasuk
paduan teknik kimiawi dan fisika. Teknik kimia yaitu dengan memberi zat pengawet,
sedangkan fisika karena dikalengi dalam ruang hampa udara.

Proses pengalengan yang ditujukan untuk pengawetan jangka panjang, dilakukan


dengan melibatkan proses pengeluaran udara, pengemasan, pengaturan pH dan
penggunaan suhu tinggi (sterilisasi). Juga penting diperhatikan penggunaan atau
wadah (container) dan kemasan yang dapat melindungi produk dari mikroorganisme
untuk menghindari terjadinya rekontaminasi selama penyimpanan.

2.3.3.7 Teknik Iradiasi

Iradiasi pangan adalah suatu teknik pengawetan pangan dengan menggunakan


radiasi ionisasi secara terkontrol untuk membunuh serangga, kapang, bakteri, parasit
atau untuk mempertahankan kesegaran bahan pangan. Sinar gamma, sinar x, ultra
violet dan elektron yang dipercepat (accelerated electron) memiliki cukup energi
untuk menyebabkan ionisasi. Pangan diiradiasi dengan berbagai tujuan: menghambat
pertunasan (sprouting, misalnya pada kentang), membunuh parasit Trichinia (daging
babi), mengontrol serangga dan meningkatkan umur simpan (sayur dan buah),
sterilisasi (rempah), mengurangi bakteri patogen (daging). Iradiasi merupakan proses
‘dingin’ (tidak melibatkan panas) sehingga hanya menyebabkan sedikit perubahan
penampakan secara fisik dan tidak menyebabkan perubahan warna dan tekstur bahan
pangan yang diiradiasi. Perubahan kimia yg mungkin terjadi adalah penyimpangan
flavor dan pelunakan jaringan. Selama proses iradiasi, produk pangan menyerap
radiasi. Radiasi akan memecah ikatan kimia pada DNA dari mikroba atau serangga
kontaminan. Organisme kontaminan tidak mampu memperbaiki DNAnya yang rusak
sehingga pertumbuhannya akan terhambat. Pada iradiasi pangan, dosis iradiasi tidak
cukup besar untuk menyebabkan pangan menjadi radioaktif.

Anda mungkin juga menyukai