Inaya Wahid dari Gusdurian Nasional menjadi salah satu pembicara dalam diskusi
kebangsaan bertema "Serius, Kita Sudah Merdeka?" di Gereja Pantekosta Pusat
Surabaya (GPPS) Jemaat Sawahan Surabaya, 17 Agustus 2018 (Foto:VOA/Petrus Riski)
Teruskan
SURABAYA —
Memperingati HUT ke-73 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia,
Gusdurian Surabaya menggelar dialog kebangsaan yang dihadiri berbagai
elemen dari lintas agama dan kepercayaan.
Mengangkat tema ‘Serius Kita Sudah Merdeka?’, diskusi yang digelar Jumat
(17/8) di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) Jemaat Sawahan, yang
sempat menjadi sasaran teror bom bunuh diri 13 Mei 2018 yang lalu,
kemerdekaan sesungguhnya masih harus terus diperjuangkan oleh negara
maupun seluruh masyarakat Indonesia.
Peserta diskusi kebangsaan dari Gusdurian dan umat lintas agama, dalam rangka
menyambut HUT ke-73 Kemerdekaan Indonesia (Foto:VOA/Petrus Riski).
Putri Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, yang juga aktivis
Gusdurian Nasional, Inaya Wahid mengatakan, sampai saat ini masih banyak
kasus-kasus pelanggaran HAM yang belum terselesaikan, yang menjadi tugas
negara atau pemerintah untuk menuntaskannya. Para korban pelanggaran
HAM kata Inaya, masih belum merasakan kemerdekaan sepenuhnya karena
negara abai terhadap hak dasar mereka.
“Ya kalau kita lihat dari jumlah kasus yang kemudian muncul, kasus
pelanggaran HAM yang muncul, kasus-kasus misalnya kasus hate
speech, persekusi dan segala macam dari berbagai kelompok yang kemudian
semakin naik, ya mungkin kita bisa bilang mereka semua belum merasa
merdeka. Dan apa gunanya kita merdeka sebagai negara kalau kemudian
bangsanya sendiri juga tidak merasa merdeka,” kata Inaya Wahid.
Berbagai kasus pelanggaran HAM masih belum juga dituntaskan hingga kini,
seperti pelanggaran HAM di bidang kebebasan menjalankan ibadah dan
berkeyakinan. Menurut Pendeta Andri Purnawan, dari GKI Darmo Satelit
Surabaya, hingga kini masyarakat masih mudah digerakkan untuk merampas
kemerdekaan orang lain yang berbeda keyakinan, suku, maupun golongan,
yang membutuhkan ketegasan Negara untuk melindungi dan menjamin hak
setiap warga negara.
“Iya, ada kecenderungan demikian. Jadi masyarakat kita masih sangat mudah
dimobilisasi untuk merampas kemerdekaan beribadah orang lain. Dan di sana
negara punya tenggung jawab untuk meregulasi itu. Sebab, tanpa campur
tangan negara, maka upaya untuk saling menarik dan mendominasi
kebebasan itu akan menjadi chaos,” kata Pendeta Andri Purnawan.
Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya, Ahmad Zainul
Hamdi mengatakan, kemerdekaan masih belum sepenuhnya dirasakan
masyarakat, terutama yang termarginalkan. Negara kata Ahmad Zainul
Hamdi, dapat mewujudkan kemerdekaan yang sesungguhnya, bila konsisten
memenuhi kewajiban yang telah diatur dalam perundang-undangan.
Menurut pendapat saya menyikapi artikel yang tertera diatas adalah : artikel
tersebut dimuat oleh voaindonesia.com yang mana memuat tentang diskusi dengan
tajuk lemahnya penegakan HAM menjadi penghalang Bangsa Indonesia meraih
kemerdekaan yang sesungguhnya. Pada saat artikel ini ditulis Indonesia telah
merdeka 73 tahun yang lalu namun kemerdekaan tersebut belum sepenuhnya
dirasakan oleh seluruh lapisan warga negara Indonesia, yang paling terasa adalah
kesenjangan pemerataan pembangunan pada daerah pelosok yang masih
memprihatinkan, kendala dari hal tersebut adalah memang luas dari wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia ini yang terbentang luas. Masih banyak masyarakat
yang tidak dapat merasakan pembangunan yang layak belum lagi masalah sosial
yakni kesenjangan pendapatan ekonomi, pergaulan yang kemudian menyebabkan
persekusi serta ujaran kebencian, suku bangsa yang berbeda-beda. Ini adalah
masalah yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Sebagai pelajar kita juga memiliki
peran yang penting dalam menjaga dan agar terciptanya hak asasi manusia yang
sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar
1945, dimana kita berperan memberikan contoh yang baik dalam lingkungan sekolah
maupun bermasyarakat luas, misalnya saling menghormati dan menghargai antar
sesama teman, dan atau orang yang lebih tua dari kita, bertenggang rasa dengan
sesama pemeluk agama atau yang berlainan agama, menghormati adanya
perbedaan suku yang ada di Indonesia, dan masih banyak contoh-contoh lain. Kita
tidak bisa hanya berpangku tangan dan hanya sekedar menonton dalam
mewujudkan terciptanya pemerataan hak asasi manusia, karena aparat pemerintah
saja belum cukup dikarenakan pemerintah juga membutuhkan peran kita semua
dalam mewujudkan terciptanya pemerataan HAM. Kita harus saling bahu membahu
agar semua itu dapat terwujud karena faktor yang paling penting dalam terciptanya
kemerdekaan yang sesungguhnya adalah seluruh insan bangsa Negara Kesatuan
Republik Indonesia, kalau tidak sekarang, kapan lagi. Kalau tidak dari diri kita, siapa
lagi.
DITULIS OLEH :