Anda di halaman 1dari 18

LIMBAH PADAT DALAM PENCEMARAN UDARA

(Kesehatan dan Keselamatan Kerja)

Disusun Oleh :
1. Muhammad Nabil Alfaqih (1632010015)
2. Rifana Rosyidi (1632010021)
3. Ian Adi Perdana (1632010022)

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah limbah padat berkaitan dengan kemampuan sumber daya manusia
cendekia dan profesional untuk mengelolah limbah padat menjadi produk baru yang
tidak berbahaya. Limbah padat yang di proses dengan cara fermentasi dan proses
kimia menimbulkan bau tak sedap, dioksin, toksin dan gas CO, gas CO 2, debu
asbes, debu logam di udara. Limbah padat mengandung mikroba patogen seperti:
Polivorius, Hepatitis A, Hepatitis B, Diarrhoe, Typhoid fever, dan Cholera.
Limbah padat berkaitan erat dengan keselamatan (Safety) kesehatan
(Health), dan perlindungan lingkungan (Environmental Protection) yang
merupakan isu nasional, isu lain adalah tentang tiadanya tempat pembuangan akhir
sampah di kota-kota besar dengan dampak timbulnya bau tak sedap diudara dan
tercemarnya air permukaan tanah yang mengganggu kesehatan masyarakat. Limbah
padat sangatmemengaruhi ekologi air permukaan tanah. udara, dan lahan pertanian.
Tiadanya kebijakan dan penerapan sistem pembuangan dan pelayanan limbah padat
menyebabkan berbagai dampak negatif terhadap kesehatan manusia dan
pencemaran jangka panjang terhadap air permukaan tanah. udara dan infeksi
parasitik dan bakteri. Limbah padat merupakan subs trat dan media bagi
pertumbuhan sumber penyakit manusia yang berasal dari lalat, tikus, dan bibit
penyakit lainnya.
Pada pertambangan mineral logam seperti tembaga, besi, nikel, tinmah
maupun mineral non-logam seperti pasir kuarsa, tanah liat, zeolit, bentonit, iodium,
kapur, garam dapur menghasilkan limbah yang meng alir melalui lahan kemudian
masuk ke air permukaan tanah sehingga air permukaan tanah menjadi tercemar.
Pemanfaatan teknologi produksi mendatangkan keuntungan bagi umat
manusia namun masalah berikutnya ialah adanya limbah yang dihasilkan tetap
merupakan masalah yang harus segera dipecahkan. Salah satu pendekatan ialah
menggunakan teknologi hijau (green technology) dalam arti limbah padat yang
dihasilkan sejak saat keluar dari setiap unit produksi harus dikurangi atau diganti
dengan bahan baku senyawa kimia non-B-.
Mengkuantifikasikan emisi udara jika beluni ada data yang lengkap, maka
dapat digunakan model Fick yang menggunakan prinsip-prinsip perpindahan massa
dan penggunaan hukum diffusi yang menyebut kan bahwa laju perpindahan
pencemar melalui batas antar fase sama dengan produk perbedaan konsentrasi antar
batas dan koefisien perpindahan massa seluruhnya.
Dalam pembahasan makalah ini, akan mengupas secara ringkas bagaimana
limbah padat dalam pencemaran udara dan bagaimana cara mengelolah limbah
padat tersebut agar tidak sampai mencemari lingkungan khususnya pada
pencemaran udara.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah:
“Bagaimana limbah padat dalam pencemaran udara dan manajemen pengelolahan
limbah padat.”

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah:
1. Agar memahami pengelolahan limbah dengan landfill system.
2. Agar memahami manajemen teknologi limbah padat yang terintegrasi.
3. Agar memahami pemadatan dan stabilisasi limbah di luar lokasi.

1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang didapat dalam makalah ini adalah:
1. Mahasiswa mengetahui pengelolaan limbah dengan cara landfill system.
2. Mahasiswa mengetahui manajemen teknologi limbah padat yang
terintegrasi.
3. Mahasiswa mengetahui pemadatan dan stabilisasi limbah diluar lokasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landfill System


Pembuangan Limbah padat dilakukan dengan landfill system yaitu dengan
menyiapkan lahan yang dilapisi oleh beberapa lapisan media, Kemudian menebar
limbah padat pada lapisan datas lahan. Pada sistem ini, limbah padat senyawa
organik dikonversi menjadi gas metana dan pupuk kompos.
Tujuan landfill system adalah untuk mencegah tercemarnya air permukaan
tanah oleh limbah padat. Landfill system adalah sarana dan fasilitas untuk
pembuangan limbah padar dimana limbah padat diletakkan di atas lahan dan di
bawah limbah padat terdiri atas beberapa lapisan media padat antara lain granular,
geotekstil, tanah liat, dan batuan lain-lain.
Metode Tradisional perlakuan limbah padat dilakukan dengan sistem
landfill, namun dalam perkembangannya, metode sistem landfill dilakukan dengan
memonitor sistem landfill agar tidak terjadi pencemaran lingkungan khususnya
pencemaran air permukaan tanah dan udara. Semula penggunaan landfill hanya
digunakan pada limbah padat non-B3, namun dalam perkembangan teknologi
modern maka sistem landfill dapat digunakan untuk limbah B3. Sistem landfill
digunakan terhadap limbah padat jika perlakuan lain sudah tidak dapat digunakan
untuk mengelolah limbah padat menjadi produk baru. Landfill limbah padat
dilakukan dengan cara sesua dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pada umumnya lapisan terdiri atas dua lapisan tanah liat (clay) dengan
maksimum permiablitas tertentu kemudian ditutup dengan plastik High Density
Poly Ethylene (HDPE). Lapisan bawah ditutup granular untuk meningkatkan
efisiensi sistem. Sistem monitoring dilakukan terhadap air permukaan tanah untuk
mengetahui apakah terjadi pencemaran atau tidak oleh adanya kebocoran sistem
landfill.
Gas dari landfill didapatkan dari hasil degradasi anaerobik limbah padat
senyawa organik dengan komposisi gas sebesar 60% gas metana dan 40% gas
karbondioksida dan gas metana mudah terbakar dan meledak. Oleh sebab itu,
pengendalian proses anaerobik limbah padat dilakukan secara kontinu.
Metabolisme landfill terdiri atas beberaoa tahap proses, yaitu:
 Tahap Fase Aerobik, awak berlangsung beberapa hari sehingga O2 mampu
mendifusi ke dalam limbah untuk mengonversi senyawa non-lignin.
 Tahap Transisi, yaitu terjadi konversi asam-asam organik oleh bakteri
metan menjadi asam organik sederhana seperti asam asetat, asam formiat dan
metanol yang kemudian dikonversi menjadi gas metan.
 Fase Pembentukan Metana, yaitu asam-asam organik dikonversi oleh
bakteri metan menjadi gas bio dan hasil samping.
Sarana landfill digunakan untuk mengelolah limbah padat dan limbah padat dari
rumah tangga sehingga teknologi yang digunakan tidak terlalu canggih dan modern.
Sarana landfill limbah padat membutuhkan pemeliharaan secara kontinu,
oemantauan dan perhatian dari pihak pemilik dan manajer karena resiko kebocoran
air maupun gas. Sistem komposit pada landfill dibuat dan dirancang untuk
memenuhi pengolahan limbah padat sesua dengan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Lapisan
atas terdiri lapisan tanah liat (Clay) dengan maksimum permiabilitas tertentu
kemudian ditutup plastik HDPE. Lapisan bawah ditutup dengan batuan dan pasir.
Pipa plastik HDPE diletakkan pada lapisan granular untuk meningkatkan efisiensi
sistem. Sistem monitoring dilakukan terhadap air tanah secara periodik, dianalisis
setiap bulan dan setiap kuartal.
Tahap-Tahap manajemen landfill limbah padat senyawa organik perlu
dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut:
 Desain landfill
o Rancangan fondasi landfill yang cukup kuat.
o Rancangan pelapis yang tepat
o Pengumpulan air dan gas yang terjadi
o Rancangan saluran air yang tepat
o Rancangan pengisian limbah padat organik
o Konstruksi landfill
o Operasi proses landfill
 Operasi landfill
o Menginventarisasikan limbah padat baik jenis, konsentrasi maupun
jumlahnya
o Merancang tata letak alat, dan mesin landfill
o Merancang tata letak bahan pelapis dan limbah kimia B3
o Merancang tata letak limbah kimia wujud padat pada non B3
o Menusun jenis lapisan, oenyaring, granular, geotekstil, plastik High
Density Polyethylene, tanah liat (Clay) dan Granular pasir.

Gambar 1. Sistem Landfill untuk limbah non B3


 Reaksi biokimia pada landfill
o Laju Reaksi
o Biodegradasi Lambat
o Biodegradasi Cepat
o Non0biodegradasi.
 Manajemen Kebocoran air
o Pengumpulan letak kebocoran
o Perlakuan limbah padar
o Monitoring limbah padat
o Penggunaan kembali limbah padat
 Monitoring Lingkungan
o Kualitas udara dan bau tak sedap
o Monitoring gas CH4, H2S, senyawa organik mudah menguap
o Monitoring air permukaan tanah
o Monitoring limbah padat
 Manajemen Gas landfill
o Pemantulan limbah padat
o Pengumpulan limbah padat
o Flaring yaitu gas dibakar agar lingkungan tetap bersih
Menurut Pengarahan Negara Eropa tahun 1995, landfill dibagi menjadi tiga
golongan, yaitu:
 Lokasi untuk limbah kimia bahan berbahaya dan beracun (B3)
 Lokasi untuk limbah non B3
 Lokasi untuk limbah inert
Sistem Landfill Tradisional
Limbah yang tidak dapat digolongkan untuk sistem landfill adalah:
 Limbah cair yang tidak bercampur dengan limbah lain
 Limbah mudah dioksidasi. Meledak, dan mudah terbakar.
 Limbah infeksius dari limbah yang berasal dari pasien dengan penyakir
menular.
 Campuran limbah B3 dan inert.
Sistem Landfill Modern
Pada sistem landfill modern, limbah padat yang digunakan dapat berupa
limbah kimia wujud padat B3 dan limbah kimia non B3
Limbah kimia wjud padat B3 memounyai karakterisktik berikut:
 Mudah meledak
 Mudah terbakar, yaitu bahan terbakar (flammable) dan bahan dapat terbakar
(combustible), bahan tidak dibakar atau membakar bahan lainnya. Limbah
bentuk ini perlu diwaspadai oleh titik nyala, konsentrasi, dan titik bakar.
 Reaktivitas, artinya sifat bahaya akibat ketidakstabilan atau kemudahan
terurai, bereaksi dengan zat lain sehingga mudah eksplosif atau reaktivitas
terhadap zat lain menghasilkan gas beracun dan berbahaya.
 Korosif
 Menyebabkan infeksi dari limbah infeksius rumah sakit.
 Beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia.
 Berbahay terhadap kesehatan manusia yang dinyatakan dalam bentuk
bahaya jangka pendek (akut) dan bahay jangka panjang.
Nilai Ambang Batas (NAB) atau Treshold Limit Value (TLV) diberikan
dalam satuan ppm. Nilai NAB adalah konsetrasi pencemaran udara yang boleh
dihisap seseorang yang bekerja 8jam perhari selama 5 hari. LD50 adalah dosis yang
berakibat fatal; pada konsetrasi 50% hewan percobaan mati. Pemisahan dan
penanganan limbah padat tersebut diatas termasuk mengelola limbah padat dari
sumbernya sampai limbah padat ini masuk ke dalam kontainer.
2.2 Manajemen Teknologi Limbah Padat Terintegrasi
Saran untuk perlauan (Treatment), Penyimpanan (Storage), dan
Pembuangan (Disposal) digunakan sebagai sarana daur ulangm insinerasi,
netralisasi limbah berbahaya dan pada sarana penyimpanan maka limbah kimia B3
harus disimpan kurang dari 90 hari. Misi manajemen teknologi limbah kimia wujud
padat B3 adalah untuk mengurangi dan mencegah semaksimal mungkin limbah
kimia B3 dan mengelolah limbah kimia B3 dengan teknologi ramah lingkungan
(Ecologically Sound Technologies) yang memenuhi syarat, yaitu:
 Secara ekonomis layak.
 Secara teknis dapat dilaksanakan
 Secara sosial diingini oleh semua pihak
 Secara ekologis sehat dan tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi
masyarakat.
Tujuan Manajemen Teknologi Limbah Kimia Wujud Padat B3
Tujuan manajemen teknologi limbah kimia wujud padat B3 ialah mengkaji
ulang kebutuhan masa kini dan masa mendatang tentang perlakuan, penyimpanan,
kapasitas pembuangan limbah, dan sarana untuk mengelola limbah kimia padat baik
B3 maupun non B3, serta mengkaji perlu tidaknya stasiun transfer.
Strategi Manajemen Teknologi Limbah Kimia Wujud Padat B3
Strategi manajemen teknologi limbah padat meliputi:
 Mempromosikan dan mengembangkan teknik meminimisasi limbah dengan
menggunakan teknologi ramah lingkungan atau teknologi ramah
lingkungan atau teknologi bersih dan penggunaan kembali perolehan
produk.
 Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan.
 Meningkatkan kerja sama ilmiah antar perguruan tinggi, industri,
pemerintah untuk merealisasi dan menerapkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 1997.
 Meningkatkan kerjasama dengan instansi manajemen limbah padat dengan
intansi diluar negri dan membangun pusat-pusat percontohan pengolahan
limbah industri.
 Inventariskan limbah organik dan anorganik.
 Meminimasi limbah organik dan anorganik.
 Peningkatan kesadaran masyarakat tentang lingkungan hidup.
 Pendirian sistem tanggap darurat.
Upaya Manajemen Teknologi Limbah Padat
 Penyimpanan limbah padat yaitu menempatkan limbah padat pada
kontainer.
 Pemisahan limbah padat untuk keperluan recycling termasuk kertas, karton,
alumunium, kaleng, plastik, dari sumber limbah padat.
 Pengumpulan limbah padat, alat, dan karyawan pengumpul limbah padat.
 Karakteristik sifat kimia yang meliputi nilai pH, eksposif tidaknya, dan
reakivitas, nilai panas, entalpi, udara yang diperlukan dan suhu pembakaran
adiabatik.
 Gas yang keluar dari alat insinerator yaitu gas CO, CO2, N2O, NO, air,
senyawa halogen, belerang, fosfor dan senyawa lain yang mudah menguap.

2.3 Pemadatan dan Stabilisasi Limbah di Luar Lokasi


Tujuan sarana pemadatan dan stabilisasi ini ialah untuk mengobinasikan
limbah dengan bahan lain seperti semen, Stabilisasi diartikan pula sebagai kegiatan
pemadatan. Limbah dicampur dengan seme, resin plastik atau media lain yang
sejenis dan bergantung pada jenis limbah padatnya. Stabilisasi limbah mampu
mengurangi kelarutan detoksifikasi limbah, menurunkan tegangan permukaan
limbah dan memperbaiki penanganan dan sifat fisiknya. Resin dan asphalt untuk
membentuk cetakan blok padatan produk lain yang sejenis siap dibuang. Limbah
yang diterima ialah semus limbah senyawa organik dan anor ganik khususnya
residu daur ulang, perlakuan, dan insinerasi. Keuntungan yang didapat ialah isolasi
limbah dari lingkungan dan mereduksi terjadinya pencemaran lingkungan.
Kerugian slabilisasi ialah meningkatnya volume limbah yang terjadi dan stabilisasi
dilakukan jika proses daur ulang tidak dapat dilakukan.

2.4 Bahaya Kebakaran


Bahaya kebakaran dan peledakan adalah kejadian yang sangat berbahaya di
dunia industri karena dapat menyebabkan meninggalnya para karyawan, luka-luka,
dan juga sarana produksi di industri kimia, industri petroleum, industri farmasi,
industri pangan dan lain-lain.
Jenis Zat yang Mudah Terbakar
 Bahan mudah terbakar (lammable) dan
 Bahan yang dapat dibakar (Combustible).
Kebakaran merupakan proses pembakaran suatu proses reaksi yang
kompleks antara bahan bakar (fuel), oksigen (oxydizer), dan sumber nyala (ignition
sources). Jika udara bertindak sebagai oksidaiser. maka konsentrasi minimal
tertentu bahan bakar akan mudah menyala, sementara itu konsentrasi minimum
diperlukan sangat tergantung pada suhu campuran dan juga tekanan. Konsentrasi
minimum bahan bakar dalam udara yang diperlukan untuk menyala pada suhu
ambient disebut lower flammable limits (LFL). Jika konsentrasí zat di atas LFL,
maka nyala tak akan terjadi dan hal ani disebut upper flammable limit (UFL). Di
samping itu, terdapat pula Limiting Oxygen Index (LOI) mirip LFL. Reaksi
eksoterm melibatkan bermacam-macam bahan bakar gas, cairan, dan padat. Bahan
bakar cair dan padat diuapkan dahulu sebelum dibakar. Gas dan uap dicampur
dengan oksigen atau udara unuk membentuk nyala api. Bahan bakar dioksidasi
sambil melepaskan panas.
Jika proses pembakaran menghasilkan kenaikan tekanan, maka akan terjadi
peledakan.
Zat Terbakar
Suatu zat terbakar jika memiliki sifat-sifat sebagai berikut
 Adanya titik nyala (lashpoint) yaitu suhu terendah dimana uap zat dapat
dinyalakan,
 Konsentrasi suatu zat mudah terbakar (flammable limit) jika konsentrasi uap
dan gas yang dapat dinyalakan. Konsentrasi suatu zat terendah masih dapat
dibakar disebut low flame limits dan konsentrasi suatu zat tertinggi masih
dapat dnyalaka disebut upper flainmable limits. Kekuatan oksidasi
menetuka suatu zat mudah terbakar,
 Titik bakar yaitu suhu dimana zat terbakar dengin sendirinya
(ignitionpoint).
 Minimal hazard yaitu bahan stabil dan tidak akan terbakar jikaa tidak
dibakar.
 Slight hazard artinya bahan yang dipanaskan terlebih dahulu sebelum terjadi
kebakaran dengan titik nyala lebih dan 200°C .
 Moderate hazard artinya bahan sedikit dipanaskan sebelum terjadi kebaran
dengan titik nyala 100-200°C,
 Serious hazard artinya bahan mudah menyala pada keadaan suhu dan
tekanan normal termasuk cairan dengan titik nyala kurang 73°C dan titik
didih lebih dari 100°C
 Amat berbahaya berarti gas mudah terbakar dengan titik nyala kurang dari
73°C dan titik didih kurang dari 100°C [Wentz , CA, 1999].
Bahaya kebakaran dapat dibahas sebagai berikut;
 Amat berbahaya artinya gas atau cairan yang mudah terbakar,
 Peringatan artinya cairan dengan titik nyala kurang dari 100°C
 Kehati-hatian artinya bahan cairan mudah dibakar dengan titik nyala 100°-
200°C,
 Bahan mudah terbarkar jika dibakar, dan
 Bahan tidak mudah terbakar
Material Terbakar
Material terbakar dapat dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu;
 Flammable aerosol artinya senyawa kimia atau campurannya keluar dari
tangki penyimpan berupa kabut pada tekanan rendah
 Gas mudah terbakar yaitu gas pada suhu dan tekanan normal dengan udara
mudah dibakar
 Cairan mudah terbakar jika memiliki titik nyala di bawah 100°C. dan
 Bahan padat mudah terbakar artinya bahan padat terjadi friksi, perubahan
kimia spontan akan terbakar.
Panas Pembakaran dan Perpindahan Panas
Bahan bakar fosil gas alam yang terdiri atas metana dan etana mempunyai
panas pembakaran tinggi jika dibandingkan dengan bahan bakar batu bara. Pada
perpindahan panas terjadi tiga mekanisme perpindahan panas, yaitu:
 Konduksi
Konduksi termal melalui padatan homogen.
𝒅𝒕
Q= -kA 𝒅𝒙

dengan
Q = kecepatan konduksi panas pada sumbu x
A = luas penampang pada sumbu x
𝑑𝑡
= suhu gradien
𝑑𝑥

k = konduktivitas termal
Bahan bakar hidrokarbon cair mempunyai panas pembakaran sekitar 17.000-
20.000Bu/Lb, sedangkan bahan bakar hidrokarbon gas mempunyai panas
pembakaran antara 20.000 sampai 23.000 Btu/Lb.
 Konveksi
Perpindahan panas secara konveksi berkaitan erat dengan sifat medium
dun bentuk geometri konveksi. Persamaan panas konveksi, yaitu :
Q=h.A.(T2-T1)
dengan
Q = transmisi panas oleh konveksi
h= koefisien perpindahan panas
A = luas permukaan perpindahan panas
T2 = suhu ambient
T1 suhu pada interface
 Radiasi, konduksi, dan konveksi
Radiasi adalah mekanisme penting perpindahan panas dalam kebakaran.
Perpindahan panas secara konveksi memegang peranan penting dalam gerakan
fluida sedangkan perpindahan panas secara konduksi berlangsung perpindahan dari
satu molekul ke molekul lain. Perpindahan panas secara konduksi dan konveksi
dipengaruhi oleh perbedaan suhu.
Pembakaran Bahan Bakar Padat dan Limbah Kimis B-3
Bahan bakar padat lebih banyak mengandung pencemar jika diban- dingkan
dengan bahan bakar gas dan cairan. Kontaminan dalam bahan bakar padat yaitu
kandungan air, sulfur, sulfur dalam pirit (FeS2), hidrogen dan abu. Jika bahan bakar
mengandung kontaminan sulfur dalam pirit dan jika bahan bakar padat ini dibakar
akan terjadi reaksi pembakaran sebagai berikut:
4FeS2 + 11 02 2FeO3 + 8SO2
4FeS2 + 15 02 2FeO3 + 8SO2
Pada reaksi pembakaran bahan bakar padat dengan kontaminan pirit maka
gas SO2 merupakan bahan berbahaya dan beracun (B-3). Gas SO2 adalah gas atau
cairan yang tidak berwarna, baunya sangat taiam menusuk hidung yang
menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan manusia, menyebabkan batuk-batuk,
sesak nafas, dan menyebakan pedihnya mata manusia. Gas SO2 sangat stabil dan
pada suasana lembab maka terjadí/asam sulfit dan asam sulfat sehingga
menyebabkan koros terhadap alat dan mesin dunia industri.
Pembakaran Karbon dari Batu Bara
Jika karbon dari batu bara dibakar dengan sejumlah udara maka akan
terjadi dua kemungkinan, yaitu reaksi pembakaran sempurna dan reaksi
pembakaran tak sempurna sehingga terbentuk senyawa gas CO.
2C +02 2CO
Pada reaksi ini terjadi pembakaran tak sempurna dimana gas CO merupakan
bahan berbahaya dan beracun (B-3). Gas CO merupakan gas tak berbau, tidak iritan
dan tidak berwarna dan amat beracun. Jika seseorang menghirup gas CO di atas
2000 mg/L, ia akan kehilangan kesadaran dan meninggal Gas CO sangat mudah
terbakar (flammable).
Jika reaksi pembakaran karbon pada bahan bakar padat batu bara dengan
oksigen berlebihan, maka akan terjadi reaksi pembakaran sempurna menurut reaksi
sebagai berikut
2C +02 2CO
Pembakaran Senyawa Hidrokarbon
Pada pembakaran gas alam yang terdiri atas CH4, C2H0, C3 H8 dengan
oksigen dari udara secara berlebihan, maka akan terjadi reaksi menurut persamaan
reaksi sebagai berikut:
CH4 +202 CO2 +2H2O
2C2H6 + 7O2 4CO2 + 6H2O
C3H8 +5O2 3CO2 +4H2O
Bahan bakar harus berada pada konsentrasi terendah untuk pembakaran. Oksigen
harus ada di atas keperluan minimal. Titik bakar harus berada di atas suhu
nminimum. Pada Gambar 2 ditunjukkan bahwa interaksi bahan bakar fosil gas
alam, oksigen dalam udara, titik bakar, dan suhu utik nyala. Titik bakar adalah awal
penmbakaran dan kebakaran. Titik nyala dipengaruhi oleh komposisi campuran
bahan bakar dan udara.
Suhu nyala bahan bakar padat dipengaruhi oleh ukuran bahan bakar padat, laju alir
udara, dan kecepatan pemanasan. Kombinasi keisa komponen bahan bakar,
oksigen-dan sumber nyala harus ada untuk dimulainya kebakaran.

Gambar 2. Pembakaran senyawa hidrokarbon gas alam


Kebakaran Tetrahedron
Kebakaran tetrahedron terjadi karena ada interaksi antara komponen-
komponen sebagai berikut (Wentz, C.A. 1999)
 Bahan bakar padat, gas dan cairan,
 Adanya oksigen dalam udara,
 Adanya sumber panas, dan
 Terjadinya reaksi rantai
Pada proses pembakaran terjadi pelepasan panas melalui oksidasi bahan
bakar oleh oksigen dalam udara. Reaksi rantai merupakan radikal bebas yang sangat
penting untuk dimulainya reaksi pembakaran. Pembentukan radikal bebas akan
menentukan kecepatan nyala. Jika radikal bebas dipindahkan dari reaksi rantai,
maka kebakaran akan mudah terjadi.
Pada kebakaran tetrahedron terdapat empat komponen dan reaksi rantai
digunakan untuk mengendalikan dan mencegah terjadinya keba- aran Hubungan
antara suhu-tekanan-volume merupakan gas ideal yaitu;
PV = nRT
Keterangan:
V = Volume untuk n mol gas, L
P = Tekanan, atm
T = Suhu absolut, oK (Kelvin) atau oR (Rankine)
R = Konstanta gas = 0,082 L.atm/ g.moloK
Atau
ft−lb
R = 1543 ibmol R
cuft−atm
R = 0,729 ibmol R

Kebakaran dan ledakan bahan kimia sangat berbahaya di dunia industri,


keterkaitanya adalah karena sarana produk, kematian karyawan, dan kerugian uang,
hilangnya sarana prduksi pada giliranya akan menyebabkan loss prevention dengan
pihak asuransi.

Gambar 3. Kebakaran Tetrathedron (Wentz, C.A,. 1999)


Bahan bakar terdiri atas senyawa hidrokarbon baik berwujud cair maupun
gas misalkan alkalin yang terdiri atas unsur karbon dan hidrogen, senyawa
hidrokarbon menentukan karakteristik pembakaran.
Tabel 1. Pengaruh Substitusi Khlorin dalam gas metana terhadap tingkat
nyala
No Senyawa Kimia Tingkat Nyala
1 Gas metana, CH4 Asam sangat mudah menyala
2 Khloro metana, CH3Cl Mudah menyala
3 Dikhlorometana, CH2CL2 Sulit Menyala
4 Khloroform, CCL4 Pemadam Kebakaran
Sumber: Wentz, C .A, 1999
Zat padat yang mudah terbakar (fermeable solid) adalah zat yang dapat
menyebabkan kebakaran melalui:
 Friksi
 Absorbsi campuran
 Perubahan spontan reaksi kimia
Loss Prevention dalam proses perencanaan dapat dirangkum sebagai berikut:
 Identifikasi dan pengkajian daerah berbahaya
 Pengendalian daerah berbahaya dengan air dan metode tepat guna misalnya:
o Perbaikan pemeliharaan substitusi
o Memotivasi karyawan untuk mengenai daerah berbahaya dan
pemberian saran
o Memonitor daerah kerja
o Mengembangkan prosedur kerja yang aman
o Melatih dan mendidik karyawan
o Memodifikasi prosedur kerja
o Perencanaan pencegahan dan
o Memonitor peraturan situasi
 Pengendalin proses misalnya pencegahan kondisi daerah dalam operasi
 Manajamen pengendalian memalui manajemen sumberdaya manusia,
memonitor, mereduksi sumber daerah berbahaya.
 Pembatasan kehilangan jika terjadi kecelakaan.
Identifikasi dapat dilakukan secara sistematik untuk mengetahui daearah
berbahaya seperti perpipaan, alat, instrument dll. Penerapan supervisor sangat
penting karena supervisor bertanggungjawab terhadap keselamatan, pendidikan,
dan pelatihan para karyawan. Semua karyawan harus mengerti tentang jenis
kegiatan dan daerah berbahayayang dikerjakan termasuk mesin dan alat produksi.
Pihak supervisor perlu melatih karyawan tentang alat pelindung personal dan
diwajibkan untuk menggunakanya dengan tepat di tempat kerja. Bagian
pemeliharaan merupakan bagian yang paling penting dalam keselamatan kerja,
semakin kualitas pemeliharaan maka semakin kecil terjadinya kecelakaan.
Perlengkapan Personal Protective Equipment (PPE)
PPE merupakan salah satu enam prinsip pengendalian risiko bahaya enam
prinsip pengendalian risiko berbahaya adalah :
 Mengeliminasi daerah berbahaya
 Memodifikasi
 Penggunaan sistem keselamatan kerja
 Membina kebiasaan kerja karyawan
 Penggunaan PPE
 Monitoring tempat kerja
PPE Berfungsi melindungi tubuh manusiaseperti mata, kepala, tangan dan
kaki kontak dengan benda asing yang berbahaya. Pada manajemen limbah padat
baik limbah kimia b3, maupun non b3, maka para operator dilapangan diwajibkan
memakai alat pelindung agar safety. Alat PPE merupakan alat keselamatan terakhir
oleh karyawan, alat pelindung diri antara lain:
 Kacamata pengaman (safety glass)
 Safety googles melindungi percikan larutan kimia terhadap mata,
 Sarung tangan
 Kaca pelindung maka
 Masker hidung
 Helm/ topi pengaman
 Pelindung debu
 Sepatu karet anti slip
 Respirator untuk melindungi karyawan dari udara terkontaminasi
 Pakaian khusus seperti pakaian api
 Pelindung telinga untuk melindungi suara bising
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Landfill System
Sanitary Landfill adalah sistem pengelolaan (pemusnahan) sampah dengan
cara membuang dan menumpuk sampah di lokasi cekung, memadatkannya , dan
kemudian menimbunnya dengan tanah. Lokasi yang dipergunakan biasanya jauh
dari pemukiman untuk menghindarkan berbagai masalah sosial karena bau
menyengat yang dihasilkan dari pembusukan sampah. Hal ini juga dilakukan agar
bibit penyakit yang ada dalam sampah tidak sampai ke wilayah pemukiman.
Banyak lokasi TPA (Tempat Pembuangan Akhir) di negara ini yang menggunakan
metode ini. Alasan utama penggunaan sistem ini karena pengoperasiannya
merupakan termurah dari berbagai opsi yang ada.
2. Manajemen Teknologi Limbah Padat Terintegrasi
Tujuan manajemen teknologi limbah kimia wujud padat B3 ialah mengkaji
ulang kebutuhan masa kini dan masa mendatang tentang perlakuan, penyimpanan,
kapasitas pembuangan limbah, dan sarana untuk mengelola limbah kimia padat baik
B3 maupun non B3, serta mengkaji perlu tidaknya stasiun transfer.
3. Pemadatan dan Stabilisasi Limbah di Luar Lokasi
Tujuan sarana pemadatan dan stabilisasi ini ialah untuk mengobinasikan
limbah dengan bahan lain seperti semen, Stabilisasi diartikan pula sebagai kegiatan
pemadatan. Limbah dicampur dengan semen, resin plastik atau media lain yang
sejenis dan bergantung pada jenis limbah padatnya. Stabilisasi limbah mampu
mengurangi kelarutan detoksifikasi limbah, menurunkan tegangan permukaan
limbah dan memperbaiki penanganan dan sifat fisiknya.
Bahaya Kebakaran
Bahaya kebakaran dan peledakan adalah kejadian yang sangat berbahaya di
dunia industri karena dapat menyebabkan meninggalnya para karyawan, luka-luka,
dan juga sarana produksi di industri kimia, industri petroleum, industri farmasi,
industri pangan dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai