Anda di halaman 1dari 23

PENGANTAR TEKNIK TREADMILL I

A. Pendahuluan
Modul ini berisi tentang teknik treadmill Test, kegunaan uji latih jantung,
keuntungan uji latih jantung, kerugian uji latih jantung,Tingkat probabliti pra-uji
berdasarkan usia, jenis kelamin dan keluhan, Indikasi Uji Latih Jantung, Kontra
Indikasi Absolut, Kontraindikasi Relatif, Uji Latih Jantung adekuat vs inadekuat.
Tes Treadmill atau Uji latih jantung (ULJ) adalah merekam aktivitas
kelistrikan jantung selama latihan fisik yang berdampak terhadap peningkatan
kebutuhan oksigen pada jantung. Latihan fisik yang dilakukan pasien dapat
berupa pasien berjalan pada ban berjalan atau treadmill.
Modul ini mengajak pembacanya memahami Pemeriksaan uji latih
jantung dengan menggunakan alat tradmill dengan memahami terlebih dahulu
pengertian treadmill test, kegunaan, uji latih jantung dan Kontra Indikasi
Absolut, Kontraindikasi Relatif, Uji Latih Jantung. Bagian ini akan memudahkan
dalam mengetahui lebih jauh terkait pemeriksaan Uji Latih Jantung.
Treadmill test adalah uji latih jantung beban dengan cara memberikan
stress fisiologi yang dapat menyebabkan abnormalitas kardiovaskuler yang
tidak ditemukan pada saat istirahat. Pemeriksaan ini dapat memberikan
informasi apakah jantung Anda memiliki asupan darah dan oksigen dari
sirkulasi saat terjadi stres fisik yang mungkin tidak muncul pada EKG saat
istirahat. Pemeriksaan ini juga dapat memberikan informasi penting apabila
ada kelainan dari irama jantung dan tekanan darah.

B. Kompetensi Dasar
Mampu menjelaskan Definisi Treadmill Test, fisiologi latihan fisik,
kegunaan uji latih jantung, keuntungan uji latih jantung, kerugian uji latih
janting,Tingkat probabliti pra-uji berdasarkan usia, jenis kelamin dan keluhan,
Indikasi, Kontra Indikasi Absolut, Kontra indikasi Relatif, Uji Latih Jantung.
C. Kemampuan Akhir yang Diharapkan
1. Mahasiswa mampu menguraikan dan menjelaskan Kegunaan Uji Latih
Jantung.
2. Mahasiswa mampu menguraikan dan menjelaskan Keuntungan Uji Latih
Jantung.
3. Mahasiswa mampu menguraikan dan menjelaskan Kerugian Uji Latih
Jantung.
4. Mahasiswa mampu menguraikan dan menjelaskan Tingkat probabliti pra-
uji berdasarkan usia, jenis kelamin dan keluhan Uji Latih Jantung.
5. Mahasiswa mampu menguraikan dan menjelaskan Indikasi Uji Latih
Jantung
6. Mahasiswa mampu menguraikan dan menjelaskan Kontra Indikasi Absolut
Uji Latih Jantung.
7. Mahasiswa mampu menguraikan dan menjelaskan Kontra indikasi Relatif
Uji Latih Jantung.
8. Mahasiswa mampu menjelaskan pentingnya Pemeriksaan Uji Latih Jantung
(Treadmill Test).

D. Kegiatan Belajar 1

FISIOLOGI LATIHAN FISIK

1. Uraian dan contoh


Fisiologi latihan fisik mempelajari respons dan adaptasi fisiologis
tubuh setelah latihan fisik, baik akut maupun kronik. Latihan fisik merupakan
stress fisiologis yang paling sering dialami oleh tubuh, dan menimbulkan
beban pada system kardiopulmonrer. Karenanya, latihan fisik sangat praktis
dalam menilai perfusi pada otot jantung dan fungsi jantung. Uji latih jantung
merupakan pemeriksaan non invasive untuk menilai respon sistem
kardiovaskuler terhadap latihan fisik, dilakukan dengan pengawasan yang
ketat. Adaptasi yang terjadi pada saat uji latih jantung menimbulkan
peningkatan laju metabolik sampai 20 kali lipat, pada kondisi ini curah
jantung meningkat sampai 6 kali lipat. Kemampuan penyesuaian fungsi
jantung bergantung pada usia, jenis kelamin, ukuran, dan massa tubuh,
jenis latihan, kebugaran tubuh serta ada tidaknya penyakit jantung.

a. Energi dan Kontraksi Otot


Kontraksi otot merupakan mekanisme kompleks yang
menyangkut interaksi dari actin sebagai protein kontraktil dengan
myosin disertai dukungan calsium. Filamen actin dan myosin kontraksi.
Sumber energi untuk kontraksi adalah adenosin trifosfat (ATP) yang
dihasilkan oleh mitokondria. ATP disimpan dalam bentuk 2 komponen,
yaitu adenosin difosfat (ADP) dan fosfat (Pi) pada sisi ikatan spesifik di
kepala myosin.
Proses kontraksi otot menyertakan calsium dan dua protein
penghambat ikatan actin dan myosin, yaitu troponin dan tropomyosin.
Kontraksi otot diawali dengan adanya impuls listrik pada myoneral
junction, yang menyebabkan lepasnya ion-ion calcium. Calcium yang
lepas memasuki sarcoplasma reticulum yang mengelilingi filamen otot,
berikatan dengan protein khusus yaitu troponin C, yang melekat pada
tropomyosin dan actin. Bila calcium berikatan dengan troponin C,
molukel tropomyosin dipindah dari posisi hambatan diantara actin dan
myosin, kepada myosin melekat pada actin, dan terjadilah kontraksi otot.
ADP merupakan sumber utama energi untuk kontraksi otot,
diproduksi oleh fosforilasi oksidatif. Bahan bakar utama untuk proses ini
adalah karbohidrat (glikogen dan glukosa) serta asam lemak bebas.
Pada saat istirahat, sejumlah energi yang sama didapat dari karbohidrat
dan asam lemak bebas. Pada latihan fisik yang ringan, lebih banyak
bahan bakar diperoleh dari asam lemak bebas. Tetapin ketika latihan
fisik ditingkatkan, lebih banyak karbohidrat yang dipakai, bahkan pada
latihan fisik yang maksimum hampir seluruhnya dari karbohidrat.
Fosforilasi oksidatif pada awalnya menyangkut sederetan
peristiwa yang terjai didalam sitoplasma. Glikogen dan glukosa
dimetabolisir menjadi pirufat melalui proses glikolisis. Bila ada oksigen,
piruvat dari sitoplasma masuk ke mitokondria dan dioksidasi menjadi
acetyl CoA, yang kemudian masuk ke dalam siklus krebs. Hasil samping
dari proses ini adalah CO2 dan hidrogen. Elektron dari hidrogen
memasuki jalur transport elektron, menghasilkan energi utnuk proses
pengikatan fosfat (fosfolirasi) dari ADP menjadi ATP. Proses oksidatif
fosfolirasi ini merupakan sumber ATP tebesar bagi otot untuk
berkontraksi. Sebanyak 36 ATP bermolekul glukose dihasilkan dalam
mitokondria selama proses ini. mitokondria hanya dapat memproduksi
ATP bila ada oksigen. Pada tingkat latihan fisik yang berat, kebutuhan
oksigen tubuh akan melebihi kapasitas yang bisa disediakan oleh sistem
kardiovaskular. Maka terjadilah proses glikolisis tanpa oksigen
(anaerobic) agar kebutuhan ATP tetap bisa terpenuhi. Belakang istilah
glikolisis anaerobik diganti dengan glikolisis oxygen independent.
Proses glikolisis di sitoplasma ini mirip metabolisme aerobik, hingga
terbentuk piruvat. Akan tetapi, elektron yang dihasilkan dalam proses
glikolisis “oxygen independent” di ambil oleh piruvat dan terbentuklah
asam laktat. Difusi laktat yang cepat dari sel akan menghambat proses
glikolisis selanjutnya. Jadi, glikolisis “oxygen independent” sangat tidak
efisien, hanya 2 ATP yang dapat dihasilkan permolekul glukosa. Laktat
menimbulkan rasa lelah melalui peningkatan ventilasi dan menghambat
pada enzim glikolisis lainnya juga menjadi prekursor penting untuk
glikogen hati saat latihan.

b. Tipe Otot Serabut


Serabut otot tubuh dibedakan berdasarkan kecepatan kontraksi,
warna, dan kandungan itokondria, yaitu:
- Tipe 1 – slow twitch fibers yang berwarna merah, dan mengandung
banyak mitokondria.
- Tipe 2 – fast twitch fibers yang berwarna putih, dan mengandung
sedikit mitokondria.
Warna serabut tergantung banyaknya mioglobin yang dikandung,
yaitu suatu protein yang menyimpan oksigen di dalam otot dan
mengangkutnya dalam sirkulasi darah untuk dibawa ke mitokondria.
Otot dengan slow switch fibers mengandung lebih banyak mioglobin,
dan lebih tahan lelah, jadi lebih tahan dalam melakukan latihan berat.
Sedangkan fast switch fibers umumnya lebih besar dan cenderung
menghasilkan lebih bnayak tenaga, tetapi lebih cepa telah kecepatan
kontraksi untuk tiap jenis serabut otot ini sangat tergantung pada
aktivitas enzim dalam kepala miosin yang bergabung dengan ATP.

c. Respon Kardiopulmonal Terhadap Latihan Fisik Yang Akut


Ada tiga jenis latihan fisik yang dapat dapat dilakukan untuk
menimbulkan beban pada system kardiovaskular yaitu: isometric,
dinamik dan gabungan keduanya. Latihan isometric adalah kontraksi
muscular yang konstan tanpa bergerak (misalnya Hand Grip), yang
mengakibatkatkan ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen
ventrikel kiri terhadap suplai oksigen tubuh. Sedangkan latihan dinamik
adalah aktivitas otot yang ritmik, berupa gerakan yang menghasilkan
kanaikan curah jantung sebanding dengan pertukaran oksigen. Karena
beban kerja yang ditimbulkan dapat dikalibrasi dan respons fisiologisnya
mudah diukur, maka latihan dinamik lebih mudah digunakan untuk uji
klinik. Beban latihan dinamik ditambah secara bertahap, pasien dengan
penyakit jantung coroner terhindar dari peningkatan beban kebutuhan
oksigen yang terlalu cepat.
Meskipun bersepeda dan berjalan diatas treadmill merupakan
latihan dinamik, tetapi treadmill lebih sering dipakai untuk ULJ. Treadmill
lebih banyak menggunakan massa otot sehingga bebannya lebih besar,
disamping itu kebiasaan berjalan kaki lebih umum dibanding bersepeda.
Meskipun sepeda ergometer lebih murah dan area yang diperlukan
untuk pemeriksaan lebih sedikit dan tidak bising. Tetapi gerak tubuh
bagian ekstremitas atas biasanya kurang, perlu diperhatikan agar
latihan fisik isometric oleh lengan tidak terjadi. Beban kerja yang
ditimbulkan oleh sepeda ergometer yang sederhana tidak terkalibrasi
dengan benar dan tergantung dengan kecepatan mengayuh. Pasien
dengan mudah mengurangi kecepatan ayuh, sehingga beban kerjanya
lebih kecil. Sepeda ergometer yang lebih mahal mempunyai rem
elektronik, sehingga beban kerja dapat dipertahankan pada tingkat
tertentu., meski kecepatan ayuh bervariasi.
2. Latihan
Jawablah pertanyaan berikut dengan jelas dan benar !
1. Jelaskan terjadinya energy untuk kontraksi otot
2. Jelaskan proses kontraksi otot
3. Jelaskan perbedaan metabolism aerobic dan anaerobic
4. Jelaskan tipe serabut otot tubuh dan sifat masing-masing
5. Jelaskan perbedaan latihan isometric dan dinamik
6. Jelaskan alasan kenapa latihan dinamik lebih banyak dipakai dalam ULJ
7. Jelaskan perbedaan ULJ dengan sepeda dan treadmill

3. Rangkuman
Data dapat didefinisikan sebagai fakta tercatat tentang sesuatu
objek. Jadi, apa pun yang berupa catatan tentang sesuatu objek dapat
disebut data. Jenis-jenis data diantaranya data teks, data numerik, data
gambar, data video dan data audio.

4. Tes Formatif

5. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

E. Kegiatan Belajar 2

RESPON SPESIFIK TERHADAP LATIHAN DINAMIK

1. Uraian dan contoh


System kardiovaskuler memberikan respons terhadap latihan
dinamik akut dalam upaya:
 Memenuhi kebutuhan aliran darah ke otot aktif
 Menyalurkan panas yang ditimbulkan oleh metabolism otot
 Memelihara aliran darah ke otak serta jantung
Batas kemampuan tbuh mengalirkan dan menggunakan oksigen
disebut maximal oxygen uptake (Vo2 max). berdasarkan formula fick:
Vo2 = VE x ( FiO2-FEO2)
Keterangan:
VE = minute ventilation
FiO2= jumlah fraksional oksigen yang dihirup dari udara
FEO2= jumlah fraksional oksigen yang dikeluarkan ke udara.

Batas kemampuan kardiopulmoner (VO2 max) ditentukan oleh faktor


sentral (curah jantung), yang mencerminkan kemampuan jantung sebagai
pompa, dan faktor perifer (perbedaan oksigen arterivenous), yang
menggambarkan kapasitas paru untuk mengoksigenasi darah dan
kapasitas otot untuk mengekstraksi oksigen dari darah.
a. Yang Berpengaruh Terhadap Faktrol Sentral (Curah Jantung)
1) Denyut jantung
System saraf simpatis dan parasimpatis mempengaruhi
respons awal system kardiovaskuler terhadap latihan fisik yaitu
kenaikan frekuensi denyut jantung. Pada saat latihan fisik, pengaruh
simpatis terhadap jantung dan pembuluh darah meningkat,
sedangkan pengaruh vagal menurun.
Ada dua faktor yang berpengaruh terhadap curah jantung,
yaitu frekuensi denyut jantung da nisi sekuncup. Pada saat latihan
fisik, denyut jantung elbih dominan pengaruhnya untuk
meningkatkan curah jantung. Frekuensi denyut jantung meningkat
proporsional dengan besarnya beban kerja dan oxygen
consumption.
Peningkatan denyut jantung terjadi terutama melalui
pemendekan fase diastole dibanding fase sistol. Jadi, pada denyut
jantung yang tinggi, fase pengisian ventrikel demikian pendeknya
sehingga volume ventrikel tidak adekuat.
Respons denyut jantung terhadap latihan fisik dipengaruhi
oleh faktor usia, jenis aktifitas, posisi, kebugaran, adanya penyakit,
obat volum darah dan lingkungan. Dari semua ini yang terpenting
adalah faktor usia, dengan bertambahnya usia respons denyut
jantung berkurang. Hal ini lebih disebabkan oleh faktor instrinsik
jantung, bukan pengaruh sistem saraf. Terdapat variabelitas yang
besar dalam hubungan usia dan denyut jantung, jadi hubungan usia
denyut jantung maskimal merupakan indikator upaya maksimal yang
lemah.

2) Isi sekuncup
Isi sekuncup adalah jumlah darah yang dikeluarkan jantung
pada setiap kali kontraksi. Produk isi sekuncup dan dneyut jantung
menghasilkan curah jantung. Isi sekuncup sama dengan volume
diastole akhir dikurangi volume sistol akhir. Jadi, pengisian
diastole yang lebih besar (beban awal = preload) akan
meningkatkan isi sekuncup. Sedangkan faktor yang
meningkatkan tekanan darah arteri akan menahan darah keluar
dari ventikrl (beban akhir = afterload), sehingga isi sekuncup
berkurang.
Pada latihan fisik, isi sekuncup meningkat mendekati 50-
60% kapasitas maksimal, selebihnya kenaikan curah jantung
disebabkan oleh peningkatan frekuensi denyut jantung. Tidak
jelas apakah kenaikan isi sekuncup itu disebabkan oleh kenaikan
volume diastole akhir atau penurunan volume sistolik akhir, tetapi
tampaknya fungsi ventrikel, posisi tubuh dan intensitas latihan fisik
ikut menentukan.

a) Volume diastolik akhir


Disamping denyut jantung, volume diastolik akhir juga
dipengaruhi oleh tekanan pengisian dan komplians ventrikel.
Tekanan pengisian merupakan penentu utama tekanan
venous pengisian ventrikel. Tingginya tekanan vena
ditimbulkan oleh jumlah darah vena yang kembali ke ventrikel.
Mekanisme Frank Starling mengisyaratkan bahwa semua
darah yang kembali ke jantung seluruhnya akan dipompakan
keluar pada saat sistol. Bila kebutuhan oksigen jaringan otot
bertambah saat latihan fisik, aliran balik darah vena meningkat,
sehingga terjadi pemanjangan serabut otot ventrikel pada fase
diastole (preload), mengakibatkan peningatan kontarksi.
Tekanan vena meningkatkan dengan bertambahnya intensitas
latihan fisik, berkaitan dengan peristiwa ini curah jantung juga
meningkat.
Faktor lain yang mempengaruhi tekanan vena dan
tekanan pengisian ventrikel waktu latihan fisik adalah: volume
darah, peran pompa dari pernafasan, serta otot skelet. Bila
volume darah bertambah maka tekanan vena naik atau volume
diastolik akhir meningkat. Perubahan tekanan intratoraks pada
pernafasan yang cepat saat latihan fisik juga menambah aliran
darah balik vena ke jantung. Demikian halnya konstriksi dan
relaksasi mekanik yang terjadi intermitten pada otot skelet
sewaktu latihan.
Komplians (daya suai/kemampuan menerima darah)
ventrikel kiri sangat ditentukan oleh gambaran struktur
ventrikel. Kerusakan, proses infiltratif dan hipertofi akan
mengurangi komplians. Perubahan umumnya sangat kecil
sehingga sulit diukur.

b) Volume sistolik akhir


Volume akhir dipengaruhi oleh kontraktilitas dan
afterload (beban akhir).
Kontraktilitas menggambarkan kekuatan jantung
memompa. Kenaikan kontraktilitas akan mengurangi volume
sistolik akhir, sehingga isi sekuncup dan curah jantung
meningkat. Kontraktilitas diukur dengan fraksi ejeksi, yakni
presentase volume darah yang dipompkan dari ventrikel saat
sistol. Penghitungan fraksi ejeksi dapat dilakukan dengan
pemeriksaan radionuklir, ekokardiografi atau angiografi, tetapi
penilaian ini tidak akurat bila ada regurgitasi mitral.
Afterload merupakan tekanan yang menghambat darah
keluar dari ventrikel. Kenaikan afterload (misalnya pada
hipertensi) mengakibatkan penurunan fraksi ejeksi dan
kenaikan volume diastolik maupun sistolik akhir. Pada saat
latihan fisik dinamik, kekuatan yang menahan ejeksi darah di
perifer (tahanan perifer total) berkurang akibat vasodilatasi
yang ditimbulkan oleh efek metabolik lokal terhadap jaringan
pembuluh darah otot skelet. Itulah sebabnya kenapa meskipun
curah jantung meningkat sampai lima kali lipat pada orang
normal yang menjalani latihan fisik, tetapi tekanan darah rerata
hanya meningkatkan sedang-sedang saja.

3) Respons volume ventrikel terhadap latihan fisik


Pada subek normal, respons dari posisi berdiri diam ke
latihan fisik tingkat sedang, akan mengakibatkan kenaikan volume
diastolik akhir 15% dan volume sistolik akhir 30%. Bila latihan fisik
ditingkatkan lagi, volume diastolik akhir mungkin tak meningkat
namun volume sistolik. Akhir justru menurun progresif. Pada
puncak latihan, volume diastolik akhir berkurang, sementara isi
sekuncup tetap karena volume sistolik akhir terus berkurang.

b. Yang Berpengaruh Terhadap Faktor Perifer


Ekstraksi oksigen oleh jaringan di gambarkan oleh perbedaan
antara kandungan oksigen areri (biasanya 18-20 ml/100 ml saat
istirahat) dan kandungan oksigen vena (biasanya 13-25 ml/100 ml
saat istirahat), yakni 4-5 ml/100 ml saat istirahat (ekstraksi sekitar
23%). Pada saat latihan fisik, perbedaan ini melebar karena semakin
banyak oksigen yang di ekstraksi oleh jaringan otot yang beraktifitas;
kandungan oksigen vena sangat rendah dan a-VO2 difference dapat
mencapai 16-18 ml/100 ml pada latihan fisik yang sangat berat
(ekstraksi oksigen dari darah melebihi 85% pada VO2 max).
Sebagian darah yang teroksigenasi selalu kembali ke jantung, namun
karena sebagian kecil darah mengalir ke jaringan yang kurang aktif
dan tidak mengekstraksi banyak oksigen, a-VO2 max difference
umumnya melebar dalam jumlah yang “menetap” pada saat latihan
fisik,dan perbedaan VO2 max di terangkan sebagai perbedaan curah
jantung. Namun, pada pasien dengan penyakit kardiovaskular dan
paru, terlihat penurunan nilai VO2 max, yang di sebabkan oleh
kombinasi faktor sentral dan perifer.

1) Penentu kandungan oksigen arteri


Kandungan oksigen arteri berhubungan dengan tekanan
parsial oksigen arteri, di pengaruhi oleh ventilasi alveoli dan
kapasitas difusi paru, sedangkan dalam darah di pengaruhi oleh
kadar hemoglobin. Bila tak ada penyakit paru kandungan dan
saturasi oksigen arteri normal selama latihan fisik, meskipun pada
tingkat maksimal. Juga pada pasien dengan penyakit jantung
koroner yang berat atau gagal jantung kronis. Tetapi bila ada
penyakit paru, terjadi gangguan ventilasi dan difusi oksigen dari
paru kedalam aliran darah, mengakibatkan penurunan saturasi
oksigen saat latihan fisik. Kandungan hemoglobin arteri biasanya
normal selama latihan fisik. Hemoglobin yang rendah (anemia)
akan menurunkan daya angkut oksigen, demikian halnya keadaan
yang menggeser kurva disosiasi oksigen ke kiri seperti penurunan
2.3-difosfotgliserat, Pco2 atau penurunan suhu.

2) Penentu kandungan oksigen vena


Kandungan oksigen vena mencerminkan estraksi oksigen
dari darah ketika melalui otot. Ini di tentukan oleh jumlah darah
yang mengalir ke otot (aliran regional) dan densitas kapiler. Aliran
darah ke otot meningkat proporsional dengan kenaikan beban
kerja dan kebutuhan oksigen. Kenaikan aliran darah tidak hanya
di timbulkan oleh kenaikan curah jantung, tetapi juga aliran
preferensial ke otot yang bekerja. Penurunan tekanan vaskular
lokal terjadi pada otot yang bekerja, sehingga aliran darah
bertamabah; kemungkinan dilatasi neurogenik akibat peningkatan
aktivitas simpatis juga berperan. Kenaikan jumlah kapiler yang
terbuka mengurangi jarak defusi, menambah volume darah, dan
memperpanjang masa transit, sehingga memudahkan aliran
oksigen ke otot.
c. Jenis Konsumsi Oksigen
Ada dua jenis oxygen consumption, yakni ambilan oksigen
oleh seluruh tubuh dan ambilan oksigen oleh miokard. Keduanya
berbeda dalam hal penentu dan pengukurannya. Ambilan oksigen
seluruh tubuh atau ventilasi (VO2) adalah jumlah oksigen yang
diekstraksi dari udara yang dihirup ketika tubuh menjalani aktivitas.
Sedangkan ambilan oksigen miokard adalah jumlah oksigen yang
dikonsumsi oleh otot jantung. Pengukuran oxygen consumption
miocard yang akurat memerlukan penempatan kateter di artery
koroner dan sinus vena koroner untuk mengukur kandungan oksigen
. besarnya dipengaruhi oleh regangan dinding intra miokard (tekanan
atau volume diastolik akhir ventrikel kiri), kontraktilitas dan frekuensi
denyut jantung. Telah dibuktikan bahwa, ambilan oksigen miokard
yang di ukur dengan mengkalikan denyut jantung dengan tekanan
darah sistolik (double product) yang sama, jadi merupakan suatu
variable fisiologis yang bermanfaat mengevaluasi hasil pengobatan.
Bila tidak demikian, pengaruh faktor lain perlu dipikirkan, seperti
misalnya baru makan, suhu yang abnormal, atau spasme artery
koroner.

d. Interaksi
Terdapat interaksi antara kelainan perfusi miokard sebagai
manifestasi uji latih dan fungsi miokard. Respon EKG dan angina
sangat erat hubungannya dengan iskemia miokard (penyakit jantung
koroner). sedangkan kapasitas latihan fisik, respon tekanan darah
sistol dan denyut jantung dipengaruhi oleh iskemia miokard, disfungsi
miokard, respon perifer, atau kombinasi ketiganya. Iskemia yang
terjadisaat latihan fisik menimbulkan gangguan fungsi jantung,
sehingga kemampuannya berkurang dan tekanan darah sistolik
turun, sulit dipisahkan apakah ini dampak iskemia ataukah dampak
gangguan fungsi ventrikel.
Beratnya iskemia atau luasnya miokard yang terancam secara
klinis dapat diketahui dari respon negatif pada denyut jantung,
tekanan darah sistol dan kemampuan latihan fisik. Namun, baik fraksi
ejeksi saat istirahat maupun pada latihan fisik (juga perubahannya
saat
Latihan fisik) tidak berkolerasi dengan v02max. Meskipun
pada pasien dengan keluhan atau gejala iskemia. Tanda iskemia
yang terjadi pada latihan fisik (angina, depresi ST defect thallium,
kelainan gerakan dinding ventrikel) tak berkolerasi satu sama lain.
Iskemia tanpa angina (silent ischemia) tidak tampak berpengaruh
terhadap kemampuan latihan fisik pada pasien penyakit jantung
koroner. Meskipun curah jantung umumnya dianggap sebagai
penentu utama kapasitas latihan jantung, faktor perifer juga berperan
penting dalam membatasi atau menambah kapasitas latihan fisik.

e. Perfusi Miocard
Meskipun denyut jantung dan isi sekuncup penting dalam
menentukan pengambilan oksigen maksimal maupun konsumsi
oksigen miocard, tetapi konsumsi oksigen miocard mempunyai
penentuan independen lain. Beban metabolik relatif seluruh tubuh
aau jantung saja di tentukan oleh faktor yang berbeda, sehingga bila
ilakukan suatu intervensi perubahannya tiak paralel. Meskipun
jantung saat istirahat hanya menerima 4% dari seluruh curah jantung,
tetap menyerap 10% pengambilan oksigen sistemik. α-Vo2 difference
yang lebar (10-12 volume persen) saat istirahat ini disebabkan oleh
ekstraksi yang hampir maksimal dalam sirkulasi koroner. Bila miocard
memerlukan lebih banyak oksigen, aliran darah koroner harus
ditingkatkan dengan cara dilatasi arteri koroner. Pada orang normal
yang melakukan latihan fisik, aliran darah koroner dapat meningkat
sampai 5 kali saat istirahat.
Peningkatan kebutuhan oksigen miocard pada saat latihan
fisik dinamik merupakan kunci penggunaan uji latih jantung sebagai
sarana diagnostik penyakit jantung koroner. Dalam praktek konsumsi
oksigen miocard tak apat diukur langsung, tetapi kebutuhan relatifnya
dapat diperkirakan dari faktor penentu, seperti denyut jantung,
regangan dinding ( tekanan ventrikel kiri dan volume diastolik),
kontraktilitas dan beban jantung. Meskipun semua faktor ini
meningkat saat latihan fisik, tetapi kelainan denyut jantung yang
paling membahayakan pasien dengan penyempitan arteri koroner.
Kenaikan frekuensi denyut jantung mengakibatkan pemendekan fase
diastol- pengisian ventrikel, yang merupakan fase dimana aliran
darah koroner paling besar. Pada kondisi normal, terjadi dilatasi
koroner; tetapi pada penyempitan arteri koroner, dilatasi terbatas
padahal aliran sudah menurun akibat fase diastolik yang pendek.
Situasi ini menimbulkan aliran darah koroner yang tidak adekuat
demikian halnya suplay oksigen. Perubahan nilai ambang ini
disebabkan oleh spasme arteri koroner.

2. Latihan
Jawablah pertanyaan berikut dengan jelas dan benar !
1. Jelaskan 3 kegunaan respon sistem kardiovaskular pada latihan fisik
2. Jelaskan mengenai VO2max
3. Menjelaskan faktor sentral yang mempengaruhi O2max
4. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi isi sekuncup
5. Menjelaskan makna curah jantungdan faktor-faktor yang mempengaruhi
6. Menjelaskan faktor perifer yang mempengaruhi VO2max
7. Menjelaskan makna a-v O2 difference
8. Menjelaskan makna konsumsi oksigen (oxygen consumption)
9. Menjelaskan interaksi kelainan perfusi miocard yang ditimbulkan oleh
latihan dengan fungsi miocard
10. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruh perfusi miocard

3. Rangkuman
Data dapat didefinisikan sebagai fakta tercatat tentang sesuatu
objek. Jadi, apa pun yang berupa catatan tentang sesuatu objek dapat
disebut data. Jenis-jenis data diantaranya data teks, data numerik, data
gambar, data video dan data audio.

4. Tes Formatif

5. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


F. Kegiatan Belajar 3

UJI LATIH JANTUNG DALAM PRAKTEK KLINIK

1. Uraian dan contoh


Setelah ditemukannya depresi segmen ST pada EKG ketika terjadi
iskemia miokard akibat latihan fisik maka timbul konsep uji latih jantung.
Sekarang ULJ sering dipakai, baik sendiri atau mendahului pencitraan
seperti nuklir atau ekokardiografi.
a. Keuntungan Uji Latih Jantung
 Dapat mengukur kapasitas fungsional yang merupakan predictor
kematian
 Keberadaannya tersebar luas
 Aman dan administratifnya yang mudah
 Relative murah
 Ideal untuk pasien tua dengan dugaan sedang mengidap PJK

b. Kerugian Uji Latih Jantung


Sebagai sarana skrinning PJK pada subyek asimptomatis, tak
banyak manfaatnya; karena sensitivity dan spesifity rendah, kecuali
kalau dilakukan seleksi ketat.
Indikasi ULJ terbagi atas tiga kelas, pembagian ini di dasarkan
atas kemungkinan adanya penyakit atau beratnya penyakit yang sudah
didiagnosis.
1) Kelas 1: kondisi dimana terdapat bukti kuat atau disetujui bersama
bahwa prosedur atau pengobatan akan bermanfaat dan efektif.
2) Kelas 2: kondisi dimana terdapat bukti yang masih bertentangan atau
perbedaan pendapat tentang manfaat atau keuntungan suatu
prosedur atau pengobatan
- Kelas 2a: bukti atau pendapat yang mendukung lebih besar
- Kelas 2b: bukti atau pendapat yang mendukung lebih kecil
3) Kelas 3: kondisi dimana terdapat bukti kuat atau disetujui bersama
bahwa prosedur atau pengobatan yang akan dilakukan tidak
bermanfaat, bahkan mungkin berbahaya.

c. Uji Latih Jantung Untuk Diagnosis Penyempitan Arteri Koroner


1) Kelas 1: pasien dewasa (termasuk pasien dengan RBBB/Right
Bundle Branch Block atau depresi segmen ST < 1 mm) dengan
kemungkinan PJK derajat sedang berdasarkan jenis kelamin, usia
dan keluhan.
2) Kelas 2a: pasien dengan angina vasospatik atau spasme
3) Kelas 2b:
a) Pasien dengan kemungkinan PJK derajat tinggi berdasarkan
jenis kelamin, usia dan keluhan
b) Pasien dengan kemungkinan PJK derajat rendah berdasarkan
jenis kelamin, usia dan keluhan
c) Pasien dengan depresi segmen ST<1 mm dan minum digoxin.
d) Pasien dengan gambaran EKG yang memenuhi kriterial hipertrofi
ventrikel kiri dan depresi segmen ST <1 mm.
4) Kelas 3:
a) Pasien dengan gambaran EKG istirahat memperlihatkan
kelainan:
o Sindrom preeksitasi (Wolf-Parkinson-White)
o Irama ventrikel dipacu secara elektronik
o Depresi segmen ST > 1 mm
o LBBB (Left Bundle Branch Block) komplit
b) Pasien terdokumentasi infark miokard atau hasil angiografi
sebelumnya dipastikan terdapat penyakit jantung coroner
(iskemia dan risiko dapat ditentukan dengan ULJ)

d. Uji Latih Jantung Untuk Menentukan Risiko Dan Prognosis Pasien


Dengan Keluhan Atau Adanya Riwayat PJK
1) Kelas 1.
a) Pasien menjalani evaluasi dengan dugaan adanya penyakit
jantung coroner (kecuali pada kelas 2b), termasuk pasien engan
penyakit RBBB komplit atau depresi ST< 1 mm pada saat
istirahat
b) Pasien dengan dugaan atau telah diketahui bahwa terdapat
penyakit jantung coroner sebelumnya, dan sekarang
memperlihatkan perubahan yang besar pada status klinisnya.
c) Pasien dengan angina pectoris tak stabil risiko rendah, 8-12 jan
setelah presentasi angina dan telah bebas dari iskemia pada
aktivitas atau tak ada keluhan tentang gagal jantung
d) Pasien dengan angina pectoris tak stabil dengan risiko sedang,
2-3 hari setelah presentasi angina dan telah bebas dari iskemia
pada aktifitas atau taka da keluhan gagal jantung.

2) Kelas 2a.
Pasien dengan diagnose angina pectoris tak satbil dengan
resiko sedang dengan enzim jantung yang normal, jika dilakukan
pemeriksaan EKG ulang maka tetap tidak ada perubahan yang
bermakna, enzim jantung 6-12 jam setelah adanya keluhan normal,
dan tidak terdapat keluhan ataupun bukti lain yang mendukung
terjadinya iskemia selama observasi berlangsung.

3) Tanda-tanda yang berkaitan dengan prognosis yang buruk:


a) Terjadinya hipotensi akibat latihan
b) Terdapat angina yang membatasi latihan
c) Adanya fungsional yang rendah (< 5 MET)
d) Terdapat segmen ST dengan depresi downsloping khsusnya saat
fase pemulihan
e) Terdapat depresi segmen ST yang mulai terjdi pada double
product rendah (< 15.000)
f) Depresi segmen ST yang menetap sampai akhir pada fase
pemulihan.

Kelainan EKG istirahat yang dapat menyulitkan diagnosis


pada perubahan ST adalah:
a) Terdapat Left Bundle Brunch Block
b) Terdapat hipertrofi ventrikel kiri dengan kelainan repolarisasi
c) Terapi digitalis
d) Terdapat irama pacing ventrikel
e) Terdapat sindrom Wolff Parkinson White
f) Kelainan ST disertai SVT atau AF
g) Adanya kelainan ST pada prolapse katup mitral atau anemia berat

a) ULJ setelah infark miokard


1) Kelas 1
a) Sebelum meningkatkan rumah sakit, untuk menentukan
prognosis, tuntunan aktifitas fisik yang boleh dilakukan, atau
evaluasi terapi medis (submaksimal, dilakukan 4-6 hari setelah
infark)
b) Segera setelah pulang dari rumah sakit, untuk menentukan
prognosis dan rehabilitas jantung, bila ULJ sebelum pulang
tidk dikerjakan (ULJ dibatasi oleh keluhan, dilakukan 14-21
hari setelah infark)
c) Lama setelah keluar rumah sakit, untuk menentukan
prognosis, tuntunan aktifitas fisik yang boleh dilakukan,
evaluasi terapi medis, dan rehabilitas jantung bila ULJ yang
lebih awal menunjukkan submaksimal (ULJ dibatasi oleh
keluhan, dilakukan 3-6 minggu setelah infark)
2) Kelas 2a
Setelah meninggalkan rumah sakit, untuk konsultasi mengenai
aktifitas fisik yang boleh dilakukan atau latihan fisik sebagai bagian
rehabilitasi jantung bagi pasien yang abru menjalani revaskularisasi
koroner.
3) Kelas 2b
a) Pasien dengan kelainan EKG:
1) LBBB (Left Bundle Brunch Block) komplit
2) Sindrom preeksitasi (Wolff-Parkinson-White)
3) Hipertrofi ventrikel kiri
4) Terapi digoxin
5) Irama ventrikel dipacu secara elektronik
6) Depresi segmen ST > 1 mm saat istirahat
b) Pemantauan periodik bagi pasien yang terus mengikuti latihan
fisik atau rehabilitasi jantung.
4) Kelas 3
a) Pasien dengan komorbiditas berat yang akan mengurangi
harapan hidup pasien dan/atau merupakan kandidat bagus
untuk revskularisasi
b) Pasien dengan infark miokard akut dan gagal jantung kongestif
tidak terkompensasi. Aritmia atau kondisi non kardiak yang
sangat menghambat kemampuan beraktifitas fisik
c) Sebelum keluar rumah sakit, pasien akan dilakukan atau telah
menjalani kateterisasi jantung (dianjurkan untuk tes pencitraan
dengan pembebanan)

b) ULJ bagi subyek tanpa keluhan atau tidak diketahui menderitas PJK
1) Kelas 1 : tidak ada
2) Kelas 2a : pasien diabetes mellitus asimptomatis yang akan
menjalani latihan fisik berat
3) Kelas 2b
a) Subyek dengan faktor risiko multiple
b) Laki-laki usia > 45 tahun dan perempuan > 55 tahun tanpa
keluhan, yang akan memulai latihan fisik berat (terutama bila
biasanya diam)
c) Pekera yang berdamak besar pada keselamatan public
d) Berisiko PJK karena penyakit lain yang dideritanya
4) Kelas 3
Skrining rutin pada pria atau wanita tanpa keluhan.

e. Kontra Indikasi ULJ


Kontra indikasi ULJ terbagi atas kategori absolute dan relative.
1) Kontra indikasi absolute
a) Infark miokard akut (dalam waktu 2 hari)
b) Angina pectoris tidak stabil berisiko tinggi
c) Aritmia jantung yang tak dapat di atasi dan menimbulkan
keluhan atau gangguan hemodinamik
d) Stenosis katup aorta yang berat dan simptomatis
e) Gagal jantung yang belum teratasi dan simptomatis
f) Emboli paru atau infark paru akut
g) Di duga atau telah di pastikan menderita diseksi aneurisma
aorta
h) Di duga atau telah di pastikan menderita miokarditis,
perikarditis atau endokarditis akut
i) Gangguan non kardiak yang akut yang mungkin
mempengaruhi kemampuan ULJ atau menjadi lebih berat
setelah ULJ (misalnya infeksi, gagal ginjal, tirotoksikosis)
j) Mengalami gangguan emosi (psikosis)
2) Kontra indikasi relative
a) Stenosis arteri cabang utama kiri atau ekivalen
b) Stenosis katup derajat sedang
c) Tekanan darah diastol saat istirahat > 110 mmHg atau
tekanan darah sistol saat istirahat >200 mmHg
d) Kelainan elektrolit (misalnya hipokalemia, hipomagnesemia)
e) Pacemaker yang lajunya konstan
f) Atriovantricular block derajat tinggi
g) Aritmia ektopik ventrikuler yang sering dan kompleks
h) Aneurisma ventrikel
i) Kelainan metabolik tak terkontrol (misalnya diabetes,
tirotoksikosis, mixedema)
j) Penyakit infeksi kronik (misalnya mononukliosis, hepatitis,
sindrom immuno defisiensi yang di dapat)
k) Kelainan neuromuskular, muskuloskeletal atau reumatoid
yang dapat kambuh dengan latihan
l) Kehamilan tua atau bermasalah
m) Kardiomiopati hipertrofik dan bentuk lain obstruksi alur keluar
n) Gangguan jiwa yang cenderung untuk tidak kooperatif

f. Keterbatasan ULJ
Sebelum membuat surat permintaan ULJ, dokter perlu
memahami Bayes’ theorem dan keterbatasan ULJ.
1) Bayes’ theorem menyatakan bahwa, besarnya kemungkinan
hasil ULJ positif di pengaruhi oleh kecenderungan tes positif
pada suatu kelompok tertentu yang pernah menjalani ULJ
(pretest probability). Semakin tinggi kemungkinan ada penyakit
pada suatu kelompok tertentu sebelum tes di kerjakan, semakin
tinggi kemungkinan hasil tes yang positif benar-benar positif (true
positive).
a) Pretest probability terbagi atas kemungkinan sangat rendah,
rendah, sedang dan tinggi.
b) Pretest probability di tentukan oleh keluhan, usia, jenis
kelamin, dan faktor risiko.
2) Kemungkinan subyek dengan EKG yang abnormal benar-benar
menderita PJK, lebih tinggi pada orang tua dengan faktor risiko
multipel di banding usia muda tanpa faktor risiko.
a) ULJ paling baik di lakukan pada pasien risiko sedang dengan
keluhan atipikal atau pasien risiko rendah dengan keluhan
tipikal
b) Untuk populasi umum ULJ mempunyai sensitifitas 68% dan
spesifisitas 70%. Nilai sensitifitas dan spesifisitas lebih
rendah pada subyek berisiko rendah. Nilai sensitifitas dan
spesifisitas lebih tinggi pada subyek berisiko tinggi, dan juga
bila pasien dengan LVH, depresi ST saat istirahat, atau
minum digoxin, tidak disertakan.
c) Setelah kemungkinan pra ULJ, sensitifitas dan spesifisitas
diketahui, Positive Predictive Value (PPV) dapat dihitung.
PPV merupakan nilai dimana kecenderungan kelainan EKG
pada ULJ benar memberikan hasil positif. Ini sangat
tergantung pada kemungkinan pra ULJ (prevalensi penyakit)
pada populasi yang di periksa. Misalnya pada populasi
berisiko rendah, PPV dari ULJ hanya 21%, sedangkan pada
populasi berisiko tinggi PPV meningkat menjadi 83%.
g. Kondisi Pra Ulj (Usia, Jenis Kelamin, Dan Keluhan) Dan Kemungkinan
Mengalami PJK

Usia Jenis Angina Angina Nyeri dada Asimptomatis


(tahun) kelamin Pectoris Pectoris bukan
pasti/tipikal mungkin/at angina
ipikal
30-39 Laki Sedang Sedang Rendah Sangat
Perempu Sedang Sangat Sangat rendah
an rendah rendah Sangat
rendah
40-49 Laki Tinggi Sedang Sedang Rendah
Perempu Sedang Sangat Sangat Sangat
an rendah rendah rendah
50-59 Laki Tinggi Sedang Sedang Rendah
Perempu sedang Sedang Rendah Sangat
an rendah
60-69 Laki Tinggi Sedang Sedang Rendah
Perempu Tinggi Sedang Sedang Rendah
an

2. Latihan
Jawablah pertanyaan berikut dengan jelas dan benar !
1. Jelaskan keuntungan ULJ
2. Jelaskan kerugian ULJ
3. Jelaskan indikasi ULJ
4. Jelaskan kontraindikasi ULJ
5. Jelaskan keterbatasan ULJ

3. Rangkuman
Data dapat didefinisikan sebagai fakta tercatat tentang sesuatu
objek. Jadi, apa pun yang berupa catatan tentang sesuatu objek dapat
disebut data. Jenis-jenis data diantaranya data teks, data numerik, data
gambar, data video dan data audio.
4. Tes Formatif

5. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

G. Kunci Jawaban
1. Tes formatif 1
Text
2. Tes formatif 2
Text
3. Tes formatif 3
4. Text

H. Daftar Pustaka
text

Anda mungkin juga menyukai