Dalam kajian filsafat hukum dikenal beberapa aliran tentang hukum yang kemudian dapat diuraikan sesuai urutan kelahirannya sebagai berikut.
1. Mazab Hukum Alam (dimulai pada abad ke-5 SM)
Abad ke-5 SM (Sebelum Masehi) pada mulanya Orang Yunani masih bersifat primitif dengan memandang hukum sebagai suatu keharusan alamiah (nomos); baik alam semesta maupun hidup manusia. Sebagai contoh: lelaki berkuasa dan memiliki kemampuan politik; budak harus tetap menjadi budak, sebab begitulah aturan yang berlaku secara alamiah. Abad ke-4 SM Socrates menuntut supaya para penegak hukum mengindahkan keadilan sebagai nilai yang melebihi manusia. Plato (427 SM) dalam bukunya berjudul “Politeia” menjelaskan bahwa negara harus diatur secara seimbang menurut bagian-bagiannya, diamana tiap-tiap golongan mempunyai tempat dan tugas alamiahnya, sehingga menimbulkan keadilan. Aristoteles (348 SM) menjelaskan hukum alam merupakan suatu hukum yang selalu berlaku dan tidak pernah berubah karena kaitannya dengan alam
Mecermati pandangan-pandangan tersebut pada prinsipnya hukum alam bukanlah suatu
aturan jenis hukum, melainkan merupakan kumpulan idea tau gagasan yang keluar dari pendapat para ahli hukum. Firedmann menjelaskan bahwa sejarah hukum alam adalah sejarah umat manusia dalam usahanya untuk menemukan “keadilan yang mutlak” di samping kegagalan manusia dalam mencari keadilan.
Friedmann dan Dias berpendapat bahwa, hukum alam itu adalah:
o ideal-ideal yang menurut perkembangan hukum dan pelaksanaannya;
o dasar dalam hukum yang bersifat moral, yang menjaga jangan sampai terjadi suatu pemisahan secara total antara yang ada sekarang dan yang seharunya; o metode untuk menemukan hukum yang sempurna; o isi dari hukum yang sempurna, yang dapat didiskusikan melalui akal; o kondisi yang harus ada bagi kehadiran hukum dalam masyarakat.
2. Mazab Hukum Positif (dimulai pada abad ke- SM)
Hans Kelsen menerangkan bahwa hukum positif merupakan suatu teori tentang hukum yang senyatanya dan tidak mempersoalkan apakah hukum positif yang senyatanya itu adil atau tidak adil. Mazab hukum positif mengidentikkan hukum dengan undang-undang dimana satu-satunya sumber hukum adalah undang-undang. L.A. Hart mengajukan 5 pengertian dari hukum positif, yaitu sebagai berikut: o Anggapan bahwa undang-undang adalah perintah-perintah manusia. o Anggapan bahwa tidak perlu ada hubungan antara hukum dengan moral atau hukum yang ada dan yang seharusnya ada. o Anggapan bahwa analisis (atau studi tentang arti) dari konsepsi tentang hukum; (a) layak dilanjutkan, dan (b) harus dibedakan dari penelitian historis mengenai sebab atau asal usul undang-undang dari penelitian sosiologis mengenai hubungan hukum dengan gejala sosial lainnya dan kritik atau penghargaan hukum mengenai arti moral, tuntutan sosial, serta fungsi-fungsinya. o Anggapan bahwa sistem hukum adalah suatu sistem logis tertutup yang menghasilkan putusan hukum yang tepat dengan cara-cara yang logis dari peraturan hukum yang telah ada lebih dahulu tanpa mengingat tuntutan sosial, kebijaksanaan norma-norma moral. o Anggapan bahwa penilaian-penilaian moral tidak dapat diberikan atau dipertahankan, seperti halnya dengan pertanyaan tentang fakta, dengan alasan yang rasional, petunjuk, atau bukti.
3. Mazab Utilitarianisme (dimulai pada abad 17 M)
Aliran ini dipelopori oleh Jeremy Bentham (1748-1783), Jhon Stuar Mill (1806-1973), dan Rudolf von Jhering (1800-1889). Pada prinsipnya aliran ini menekankan bahwa manusia akan melakukan tindakan-tindakan untuk mendapatkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan mengurangi penderitaan. Atas dasar tersebut, baik buruknya suatu perbuatan akan diukur oleh apakah perbuatan itu mendatangkan kebahagiaan atau tidak. Oleh karena itu, undang-undang yang banyak memberikan kebahagiaan pada bagian terbesar masyarakat akan dinilai sebagai undang-undang yang baik. Penganut aliran Utilitarianisme menganggap tujuan hukum adalah memberikan kemnafaatan dan kebahagiaan yang sebanyak-banyaknya kepada warga masyarakat. Hal ini didasari oleh adanya falsafah sosial yang mengungkapkan bahwa setiap warga masyarakat mendambakan kebahagiaan dan hukum merupakan salah satu alatnya. Bentham berpandangan bahwa keberadaan negara dan hukum semata-mata sebagai alat untuk mencapai manfaat yang hakiki, yaitu kebahagiaan mayoritas rakyat.
4. Mazab Sejarah (dimulai pada awal abad 19 M)
Aliran ini dipelopori oleh Friedrich Carl von Savigny dan Puchta. Lahirnya mazab sejarah adalah karena dipengaruhi oleh Montesquieu dalam bukunya yang berjudul “L’espirit de Lois” yang terlebih dahulu mengungkapkan tentang adanya hubungan antara jiwa sesuatu bangsa dengan hukumnya dan pengaruh paham nasionalisme yang mulai timbul di awal abad ke-19. Pada prinsipnya mazab sejarah merupakan mazab yang ingin melihat keterkaitan antara hukum dan masyarakat. Dalam arti bahwa, aliran ini menolak bahwa hukum itu dibuat oleh pemerintah. Von Savigny menyatakan bahwa hukum merupakan pencerminan dari jiwa rakyat (Volgeist), hukum tumbuh dan kuat bersama-sama dengan pertumbuhan rakyat dan dari kedaulatan rakyat dan pada akhirnya ia mati jika bangsa itu hilang kebangsaannya. Von Savigny mengatakan “hukum tidak dibuat, tetapi tumbuh dan berkembang bersama masyarakat”: Di dunia ini terdapat berbagai bangsa yang pada tiap-tiap bangsa tersebut mempunyai suatu volgeist (jiwa rakyat) yang berbeda-beda, baik menurut waktu dan tempatnya. Pencerminan dari jiwa rakyat yang berbeda ini tampak pada kebudayaan dari bangsa tadi yang berbeda-beda. Ekspresi itu tampak pula pada hukum yang sudah tentu berbeda pula pada setiap waktu dan tempat. Oleh karena itu tidak masuk akal jika terdapat hukum yang Universal pada semua waktu. Hukum sangat bergantung atau bersumber pada jiwa rakyat dan yang menjadi isi dari hukum itu ditentukan oleh pergaulan hidup manusia dari masa ke masa (Sejarah).
5. Mazab Sosiological Jurisprudence (dimulai pada abad M)
Aliran ini dipelopori oleh Roescoe Pound, yang menganggap bahwa hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum (nilai-nilai) yang hidup di dalam masyarakat (living law). Mazab Sosiological Jurispridence menganut paham bahwa hanya hukum yang mampu menghadapi ujian akal dapat hidup terus. Hukum adalah pengalaman yang diatur dan dikembangkan oleh akal, yang diumumkan dengan wibawa oleh badan-badan yang membuat undang-undang atau mengesahkan undang-undang dalam masyarakat yang berorganisasi politik dan dibantu oleh kekuasaan masyarakat itu.
6. Mazab Realisme Hukum (dimulai pada abad M)
Aliran realism hukum merupakan salah satu subaliran dari positivisme hukum. Menurut Llwellyn, realism hukum bukanlah merupakan aliran di dalam filsafat hukum, melaikan sebagai suatu gerakan dalam cara berpikir tentang hukum yang memiliki cirri-ciri sebagai berikut: o Realisme bukanlah suatu aliran/mazhab. Realism adalah suatu gerakan dalam cara berpikir dan cara bekerja tentang hukum. o Realisme adalah suatu konsepsi mengenai hukum yang berubah-ubah dan sebagai alat untuk mencapai tujuan sosial; maka tiap bagiannya harus diselidiki mengenai tujuan maupun hasilnya. Hal ini berarti bahwa keadaan sosial lebih cepat mengalami perubahan dari pada hukum. o Realisme menekankan pada perkembangan setiap bagian hukum haruslah diperhatikan dengan seksama mengenai akibatnya.
7. Mazab Hukum Islam (dimulai pada abad M)
Ahli hukum Islam berpendapat bahwa hukum Islam bersumber dari ajaran Islam (Alquran dan Alhadis) sehingga biasa disebut Islamic law atau syariat islam.