Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Agama Islam bertugas mendidik dhahir manusia, mensucikan jiwa
manusia, dan membebaskan diri manusia dari hawa nafsu. Dengan ibadah
yang tulus ikhlas dan aqidah yang murni sesuai kehendak Allah, insya
Allah kita akan menjadi orang yang beruntung.Ibadah dalam agama Islam
banyak macamnya. Haji adalah salah satunya, yang merupakan rukun
iman yang kelima. Ibadah haji adalah ibadah yang baik karena tidak hanya
menahan hawa nafsu dan menggunakan tenaga dalam mengerjakannya,
namun juga semangat dan harta.
Dalam mengerjakan haji, kita menempuh jarak yang demikian jauh untuk
mencapai Baitullah, dengan segala kesukaran dan kesulitan dalam
perjalanan, berpisah dengan sanak keluarga dengan satu tujuan untuk
mencapai kepuasan batin dan kenikmatan rohani.
Untuk memperdalam pengetahuan kita, penulis mencoba memberi
penjelasan secara singkat mengenai pengertisn haji dan umrah, tujuan
yang ingin kita capai dalam haji dan umrah, dasar hukum perintah haji dan
umrah, syarat, rukun dan wajib haji dan umrah serta hal-hal yang dapat
membatalkan haji dan umrah.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana pengertian dan sejarah sa’i?
Apa filosofi sa’i?
Bagaimana hukum sa’i?
Apa syarat-syarat sa’i?
C. Tujuan Penulisan

Untuk memahamkan pembaca tentang bagaimana pengertian, filosofi,


hukum dan syarat sa’i.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Sejarah Sa’i

Pengertian Sa’i ialah berjalan dari bukit Safa ke bukit Marwah, dan
sebaliknya sebanyak 7 kali yang dimulai dari bukit Safa dan berakhir di bukit
Marwah. Perjalanan dari bukit Safa ke bukit Marwah atau sebaliknya masing-
masing dihitung 1 kali.1

“Sesungguhnya Shofa dan Marwah adalah sebagian dari syiar Allah. Maka barang
siapa yang beribadah haji ke Baitulloh atau ber umroh, maka tiada dosa baginya
mengerjakan sa’i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu
kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri lagi
Maha Mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah:158)2

Bagaimana sejarah asal muasal ibadah Sa’i ini?

Zaman dahulu, Nabi Ibrahim diperintahkan Allah untuk meninggalkan istrinya


Siti Hajar dengan Ismail yang saat itu masih bayi di sebuah gurun yang tandus.
Tidak ada makanan atau pun air di situ. Namun dari sinilah akhirnya
berdirinya kota Mekkah yang sekarang ramai dikunjungi oleh puluhan juta orang
setiap tahun. Jadi perintah Allah itu tidak sembarangan.

Ibrahim a.s. lalu berangkat. Ibu Ismail mengikuti suaminya, lalu berkata:
“Kemanakah Anda hendak pergi dan mengapa Anda meninggalkan kita di lembah
ini, tanpa ada seorangpun sebagai kawan dan tidak ada sesuatu apapun?” Hajar

1
Taufiq kamal, Fiqih Haji (Jakarta : Departemen Agama RI, 2000) hal. 47-50.
2
https://www.google.com/amp/s/kabarislamia.com/2016/07/19/sejarah-syai-antara-
bukit-shofa-dan-marwah/amp/ diakses 17 sep 2019.
berkata demikian itu berulang kali, tetapi Ibrahim a.s. sama sekali tidak menoleh
kepadanya.

Kemudian Hajar berkata: “Adakah Allah yang memerintahkan Anda berbuat


semacam ini?” Ibrahim a.s. menjawab: “Ya.” Hajar berkata: “Kalau demikian,
pastilah Allah tidak akan menyia-nyiakan nasib kita.”

Ibu Ismail lalu kembali ke tempatnya semula. Ibrahim a.s. berangkatlah, sehingga
sewaktu beliau itu datang di Tsaniyah, di sesuatu tempat yang tidak terlihat oleh
Hajar dan anaknya, kemudian menghadap kiblat dengan wajahnya yakni ke
Baitullah. Nabi Ibrahim berdoa:

”Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di


lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah)
yang dihormati. Ya Tuhan kami, (yang demikian itu) agar mereka mendirikan
shalat. Maka, jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri
rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.(QS
Ibrahim ayat 37).

Nabi Ibrahim memberi bekal makanan dan minuman untuk istri dan anaknya. Ibu
Ismail menyusui Ismail dan minum dari air yang ditinggalkan itu, sehingga
setelah habislah air yang ada di tempat air dan iapun haus, juga anaknya pun haus
pula.

Siti Hajar melihat anaknya bergulung-gulung di tanah sambil memukul-mukulkan


dirinya di atas tanah itu. Karena tidak tahan melihat keadaan anaknya, Siti Hajar
melihat sekelilingnya dan tampaklah olehnya bahwa Shafa adalah bukit terdekat
yang ada di samping dirinya. Ia pun pergi ke puncak bukit Shofa dan melihat
kalau-kalau ada orang yang lewat.
Selanjutnya ia turun dari bukit Shofa, sehingga setelah ia sampai di lembah lagi,
ia pun mengangkat gamisnya, terus berlari-lari kecil sehingga lembah itu
dilampauinya, kemudian mendatangi bukit Marwah, berdiri di atas puncak
Marwah ini, menengok ke lembah, kalau-kalau ada orang yang lewat. Tetapi tidak
ada, sehingga Hajar mengerjakan sedemikian itu sebanyak tujuh kali -yakni pergi
bolak-balik antara Shafa dan Marwah.”

Oleh sebab itu para manusia dalam mengerjakan ibadah haji meneladani kelakuan
Siti Hajar tersebut, bersa’i -yakni berlari-lari kecil -antara Shafa dan Marwah.”

Siti Hajar tidak berani meninggalkan Ismail terlalu jauh, sehingga akhirnya beliau
bolak-balik ke bukit Shofa dan Marwah hingga 7x. Saat Ismail menangis, beliau
hampiri. Di dekat Ismail, ada malaikat yang menjejakkan kakinya ke bumi. Dari
situ keluar air segar yang kita kenal dengan mata air Zam Zam. Siti Hajar pun
kemudian menciduk air Zamzam tsb dengan kedua tangannya dan ditaruh ke
tempat air sehingga Ismail bisa minum air tersebut dan berhenti menangis.

Dengan keluarnya air Zamzam , daerah situ pun jadi subur. Kabilah Arab yang
lewat dari suku Jurhum akhirnya minta izin kepada Siti Hajar untuk tinggal di
situ. Sejak itu, daerah yang asal mulanya tandus itu terus berkembang sehingga
menjadi kota Mekkah yang kita kenal sekarang. Kota Mekkah ini dikunjungi
puluhan juta orang setiap tahunnya untuk berhaji dan umroh.

Air Zamzam pun tetap mengalir dan tidak habis meski ratusan juga bahkan
milyaran orang sudah meminumnya selama ribuan tahun.3

3
https://www.google.com/amp/s/kabarislamia.com/2016/07/19/sejarah-syai-antara-
bukit-shofa-dan-marwah/amp/ di akses 17 sep 2019.
B. Filosofi Sa’i

Sa’i dilakuakan setelah melakukan thawaf. Sa’i memiliki filosofi dan


pelajaran yang sangat banyak, diantaranya keyakinan bahwa sebuah orientasi
hidup harus direalisasikan dengan usaha keras. Kalau dalam masalah duniawi
semua memahami bahwa segala keberhasilan dicapai dengan usaha keras maka
demikian pula dengan idealis iman. Perjuangan untuk melakukan islamisasi
kehidupan, untuk keberhasilan dunia dan kebahagiaan akhirat sangat memerlukan
usaha keras pula. Allah berfirman:

“Siapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi) maka Kami segerakan


baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki
dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam, ia akan memasukinya dalam
keadaan tercela dan terusir. Dan siapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan
berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin maka
mereka itu adalah orang-orang hyang usahanya dibalas dengan baik. Kepada
masing-masing golongan baik golongan ini maupun golongan itu Kami berikan
bantuan dari kemurahan Tuhanmu. Dan kemurahan Tuhanmu tidak dapat
dihalangi.” (Q.S. al Isra: 18-20).4

Orang beriman bukan hanya berusaha keras tapi berlomba untuk yang terbaik dan
terdepan.

“Sesungguhnya orang yang berbakti itu benar-benar berada dalam kenikmatan


yang besar (surga). Mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang.
Kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kemantapan mereka yang penuh
kenikmatan. Mereka diberi minum dari khamar mjurni yang dilak (tempatnya).
Laknya adalah kesturi, dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-
lomba” (Q.S. al Muthaffifin:22-26)

Kalau hanya untuk mendapatkan sebagian kecil dari dunia yang fana manusia
berjuang keras, berkompetisi untuk mendapatkannya, bagaimana dengan surga

4
Muh. Mu’inudinillah Bashri, Kuketuk Pintu Rumah-Mu Ya Allah, ( Surakarta: Indiva Pustaka,
2009) hal 27-30.
yang luasnya seluas bumi dan langit. Maka seharusnya manusia bersegera lari
menuju Allah.

“Maka segeralah kembali kepada (menaati) Allah. Sesungguhnnya aku seorang


pemebri peringatan yang nyata dari Allah untukmu” (Q.S. adz Dzariyat:50)

Lari kepada Allah adalah lari menuju surga dan ridha-Nya :

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga
yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang
bertakwa” (Q.S. Ali Imran:133)

Seperti kata Musa kepada Rabb-Nya

“Berkata Musa, ‘itulah mereka sedang menyusuli aku dan aku bersegera kepada-
Mu. Wahai Rabbku, agar supaya Engkau ridha (kepadaku). (Q.S. Thaha:84)

Rasulullah memotivasi untuk menyingsingkan baju dalam bekerja mengejar


surganya:

“Adakah yang menyingsingkan baju untuk mengejar surga, dia (surga) itu demi
Pemelihara Kakbah: cahaya gemerlapan, aroma wangi yang semerbak, sungai
yang mengalir, istri yang cantik indah di taman. Kesenangan dalam tempat
tinggal yang abadi.” (H.R. Thabari, Ibnu Hibban, Ibnu Majah)

Sa’i menggambarkan bahwa usaha merupakan ibadah itu sendiri maka


harus dilakukan secara terus-menerus dan prima. Adapun hasil adalah bonus dari
Allah SWT. Adapun apa yang diusahakan di balik sa’ adalah nilai-nilai tauhid
dalam kehidupan, sebagaimana diisyaratkan denga kuat apa yang dibaca
berulang-ulang dalam sa’i, baik ketika di atas Shafa maupun Marwa.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahil Hamd. Wallahu akbar ‘alaa
maa hadaanaa. Walhamdulillahi ‘alaa maa hadaanaa wa aulaanaa. Walaa illaha
illallahu wahdahu laa syarikalah. Lahul mulku wa lahul hamdu, yuhyi wa
yumituu biyadihil khoiru wa huwa ‘alaa kulli syain qodiir. Walaa illahaillahu.
Shadaqa wa’dahu, wa nashara ‘abdahu, wa hazamal ahzaabu wahdah. Laa illaha
illahahu walaa na’budu illa iyyaahy mukhlishiina lahud-diina walau karihal
kaafiruun.

“Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, hanya milik Allah


segala pujian. Allah Mahabesar atas apa yang Dia tunjuki Kami dan berikan
kepada Kami, tidak ada ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah yang Esa.
Milik-Nyalah segala kerajaan, untuk-Nyalah segala pujian. Dialah Dzat yang
menghidupkan dan mematikan. Di tangan-Nyalah segala kebaikan. Dan Dia
berkuasa atas segala sesuatu, tidak ada ilaah yang berhak disembah kecuali
Allah. Dia membuktikan kebenaran janji-Nya, menolong hamba-Nya,
mengalahkan pasukan sekutu sendirian, tidak ada ilaah yang berhak disembah
kecuali Allah. Kita tidak menyembah kecuali Dia, dengan mengikhlaskan diin
untuk-Nya, walaupun orang-orang kafir tidak suka.”

Setiap sampai di Shafa dan Marwa doa ini dulang-ulang tiga kali, sebagai spirit
dan orientasi sa’i dari Shafa dan Marwa dan segala usaha dalam kehidupan.

Antara Usaha dan Hasil

Sa’i adalah napak tilas apa yang dilakukan oleh sayyidatuna Hajar dalam
usahanya mencari air. Allah SWT menghargai apa yang dilakukan beliau dengan
menetapkan sa’i, lari-lari dari Shafa dan Marwa, sebagai satu syiar ibadah haji.
Sebagai pelajaran bahwa selemah apapun manusia harus melakukan usaha yang
digariskan Allah SWT, dan Allahlah yang memberikan hasilnya, baik melalui
usaha tersebut atau melalui yang lainnya. Seperti usaha Hajar dalam mencari air
lari dari Shafa ke Marwa, atau seperi perintah Allah kepada Maryam yang baru
saja melahirkan agar menggoyangkan pangkal kurma, “Dan goyanglah pangkal
pohon kurma itu kearahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma
yang masak kepadamu.” (Q.S, Maryam:25)5

5
Ibid
C. Hukum Sa’i

Menurut imam Syafi’i , Maliki dan Hambali. Sa’i adalah salah satu
rukun haji, sedangkan menurut imam hanafi, Sa’i adalah satu wajib haji.

D. Syarat-syarat Sa’i

Sa’i dimulai dari Shafa dan diakhiri di Marwah sebanyak tujuh kali. Dimana
cara menghitungnya adalah, dari Shafa ke Marwah dihitung satu kali, dan dari
Marwah ke Shafa dihitung satu kali, sehingga hitungan ketujuh berkahir di
Marwah. Dan ketika sa’i disunnahkan memperbanyak dzikir, tasbih dan do’a. Dan
setiap sampai di Shafa atau Marwah membaca takbir tiga kali dengan mengangkat
kedua tangan seraya menghadap ke Ka’bah sebagaimana dilakukan Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Adapun yang disyari’atkan dalam sa’i adalah, agar seseorang dalam awal sa’inya
membaca ” Inna as-shaffaa wal marwata min sya’a ‘irillahi”, sebagaimana
dilakukan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun mengulang-ngulang
demikian itu, maka kami tidak mengetahui dalil yang menunujukkan sunnahnya
hal tersebut. Dan di sunnahkan bagi orang yang sa’i dalam setiap putaran
memperbanyak mengingat Allah (dzikir), do’a, tasbih (membaca subhanallah),
tahmid (membaca alhamdulillah), takbir (membaca Allahu Akbar) dan istighfar
(membaca astagfirullah). Demikian pula ketika dalam thawaf. Sebab nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;
“Artinya : Sesungguhnya dijadikannya thawaf di sekeliling Baitullah, sa’i di
antara Shafa dan Marwah, dan melontar jumrah adalah untuk mengingat Allah”
[Hadits Riwayat Ahmad dan Abu Dawud dengan sanad hasan].6

Pandangan dari berbagai madzhab

6Read more https://almanhaj.or.id/1721-sifat-sai-doa-ketika-memulai-sai-mendahulukan-


sai-atas-thawaf-thawaf-tetapi-tidak-sai.html diakses 18 sep 2019.
a. Madzhab Syafi’i

1)Perjalanan dari bukit Safa ke bukit Marwah dihitung 1 kali demikian


pula perjalanan dari bukit Marwah ke bukit Safa dihitung 1 kali.

‫س ْبعًا‬ َ ‫سلَ َم‬


َ ‫سعَى‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ُ ‫ع ْنهُ قَا َل ا َ نَّ َر‬
َ ُ‫س ْو َل ا هللِ صلَّى ا هلل‬ َ ُ‫ع َْن جَا ِبر َر ِض َي هللا‬
)‫غ عَلى ا ْل َم ْر َو ِة (واه مسلم‬ َ ‫صفَا َو َف َر‬
َّ ‫َبدَأ ِبا ل‬

Artinya :

Dari jabir r.a berkata bahwa sesungguhnya rasulullah saw


melaksanakan sa’i tujuh kali dimulai dari Safa dan berakhir di
Marwah (HR.Muslim).

2) Dilakukan dengan 7 (tujuh)kali perjalanan antara bukit Safa dan


Marwah dengan hitungan yang menyakinkan.

3) Niat pelaksaan Sa’i hanya semata-mata umtuk haji/umrah, buka


untuk niat yang lain selain haji/umrah.

4) Dilakukansetelah tawaf qudum atauthawaf ifadah.7

b. Madzhab Maliki

1) Dilakukan dengan melakukan perjalanan antara bukit Safa dan


Marwah sebanayak 7 (tujuh) kali.

2) Dimulai dari bukit Safa dan beakhir di bukit Marwah. Perjalanan


dari bukit Safa ke bukit Marwah atau sebaliknya dihitung 1 (satu) kali
perjalanan.

3) Perjalanan antara bukit Safa dan bukit Marwah dilakukan secara


bersambung tidak terputus terlalu lama, dan apabila terputus terlalu
lama harus mengulangi sa’inya dari awal. Tetapi kalau terputus
sebentar misalnya untuk shalat dapat dimaafkan.

7
Taufiq kamal, Fiqih Haji (Jakarta : Departemen Agama RI, 2000) hal. 47-50
4) Dilakukan setelah thawaf, kalau dilakukan tidak setelah thawaf,
maka sa’inya tidak sah.

c. Madzhab Hambali

1) Niat

2) Berakal sehat

3) Dilakukan seacara berturut-turut

4) Dilakukan denagan berjalan kaki bagi yang kuat.

5) Dilakukan setelah thawaf, meskipun thawaf itu thawaf sunat.

6) Dilakukan 7 (tujuh) kali perjalanan antara Safa dan Marwah dan


kembali dari bukit Marwah ke bukit Safa (bolak balik) dihitung satu
kali.

7) Menempuh jarak anatara Safa dan Marwah, dengan memulai dari


bukit Safa dan berakhir di bukit Marwah.

d. Madzhab Hanafi

Menurut Imam hanafi sa’i harus dikerjakan setelah thawaf. Bila sa’i
dilakukan sebelum thawaf, maka sa’inya tidak sah.
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Sa’i merupakan salah satu rukun haji yaitu berjalan dari bukit Safa
ke bukit Marwah, dan sebaliknya sebanyak 7 kali yang dimulai dari bukit
Safa dan berakhir di bukit Marwah. Perjalanan dari bukit Safa ke bukit
Marwah atau sebaliknya masing-masing dihitung 1 kali.
DAFTAR PUSTAKA

- Bashri, Muh Mu’inudinillah. Kuketuk Pintu Rumah-Mu Ya Allah.


Surakarta: Indiva Pustaka. 2009.
- Kamal, Taufiq. Fiqih Haji. Jakarta: Departemen Agama RI. 2000.
- http://www.makalah.co.id/2016/10/makalah-tentang-haji-dan-
umroh.html
- https://www.google.com/amp/s/kabarislamia.com/2016/07/19/seja
rah-syai-antara-bukit-shofa-dan-marwah/amp/ diakses 17 sep 2019
- Read more https://almanhaj.or.id/1721-sifat-sai-doa-ketika-
memulai-sai-mendahulukan-sai-atas-thawaf-thawaf-tetapi-tidak-
sai.html diakses 18 sep 2019.

Anda mungkin juga menyukai