Disusun oleh :
ASSCALBIASS
Editor:
dr. Joko Setyono, M.Sc.,
dr. Dwi Adi Nugroho, dr. Tisna Sendy Pratama, Dr. Dra.
Hernayanti, M.Si.,
Dr. Saryono, S.Kp, M.Kes., Drs. Slamet Priyanto, dr. Dwi Arini
Ernawati,
dr. Alfi Muntafiah
KATA PENGANTAR
4. dr. Dwi Adi Nugroho, dr. Tisna Sendy Pratama, Dr. Dra. Hernayanti, M.Si., Dr.
Saryono, S.Kp, M.Kes., Drs. Slamet Priyanto, dr. Dwi Arini Ernawati, dan dr.
Alfi Muntafiah, selaku dosen biokimia, pembimbing, sekaligus konsultan.
5. Orang tua selaku supporter utama dalam hidup kami.
6. Association Medical Biochemistry Assistant (ASSCALBIASS) tahun angkatan
2002-2013 yang telah memberikan arahan dan dukungan serta rasa
kekeluargaan.
7. Teman-teman angkatan 2011 dan 2012 yang telah membantu dan mendukung
dalam penyusunan buku ini.
8. Semua pihak yang telah dengan ikhlas membantu kami dalam menyelesaikan
penyusunan buku ini.
Penyusun menyadari bahwa buku panduan ini masih belum sempurna. Oleh karena
itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
penyusunan buku petunjuk praktikum biokimia selanjutnya. Semoga buku ini dapat
bermanfaat dan menambah pengetahuan dalam ilmu kedokteran, khususnya mengenai
biokimia kedokteran.
Hormat kami,
Penyusu
n
3
DAFTAR ISI
Halaman Judul..............................................................................................................1
Kata pengantar..............................................................................................................2
Daftar isi.......................................................................................................................3
Petunjuk umum keselamatan kerja di laboratorium.....................................................4
Pertolongan pertama pada kecelakaan..........................................................................5
Sampling darah vena.....................................................................................................7
PRAKTIKUM BIOKIMIA
Pemeriksaan kalsium darah ........................................................................................10
Pemeriksaan fosfat anorganik.................................................................................... 14
Pemeriksaan aktivitas CK NAC................................................................................. 17
Pemeriksaan resistensi osmotik darah cara visual .....................................................21
4
1. Dilarang makan dan minum dalam ruang laboratorium, karena beberapa bahan
kimia/bahan biologis yang digunakan bersifat racun dan berbahaya bagi kesehatan.
2. Mahasiswa wajib menggunakan jas laboratorium dan alas kaki/sepatu yang tertutup.
3. Rambut harus ringkas dan tidak boleh tergerai.
4. Dilarang menghisap pipet dengan mulut untuk asam dan basa kuat (seperti HCl,
H2SO4, HNO3, Asam asetat glasial, NH4OH, NaOH). Gunakan buret ! Atau pipet
dengan bola penghisap ! Untuk memindahkan asam/basa kuat atau bahan-bahan
beracun ke dalam tabung yang anda gunakan dan lakukan di dalam lemari asam.
5. Bila terjadi kontak dengan bahan-bahan berbahaya, korosif atau beracun, segera bilas
dengan air sebanyak-banyaknya dan segera laporkan kepada instruktur.
6. Segera tutup kembali bahan kimia yang disediakan dalam botol tertutup, untuk
mencegah inhalasi bahan-bahan tersebut.
7. Jangan sampai menumpahkan bahan-bahan kimia di meja kerja atau pada lantai. Hal
ini terutama berlaku untuk asam dan basa pekat. Segera laporkan kepada instruktor.
8. Gunakanlah alat/instrumen yang disediakan sesuai dengan cara kerjanya. Bila saudara
tidak memahami cara kerjanya mintalah bantuan instruktor.
9. Berhati-hatilah bila bekerja dengan bahan uji yang berasal dari bahan-bahan biologis
seperti darah, saliva atau urin karena kemungkinan dapat terinfeksi kuman atau virus
berbahaya seperti HIV atau hepatitis.
a. Sebaiknya gunakan sarung tangan karet sekali pakai, terutama bila ada luka.
b. Hindari kemungkinan tertusuk jarum.
c. Cuci tangan atau anggota badan yang kontak atau terpercik darah. Cuci dengan
cermat menggunakan sabun.
d. Buang bahan yang mengandung darah dalam wadah plastik tertutup.
e. Cuci alat-alat laboratorium dengan sabun dan sterilisasi dengan merendamnya dalam
larutan natrium hipoklorit 0,5 % selama 30 menit.
f. Bersihkan meja laboratorium dengan air sabun dan dengan larutan natrium hipoklorit
0,5 %.
5
1. KEBAKARAN
d. Jika ada yang terbakar, selimutilah dia dengan kain yang cukup basah. Pakaian
yang melekat dilepas dengan cara memotong-motong dengan gunting dan
segeralah dibawa ke rumah sakit.
Bahan-bahan kimia yang dapat menimbulkan luka atau kerusakan pada badan :
a. H2SO4, HNO3, HCl, HF, dan CH3COOH
b. Setelah itu jika terkena asam kuat cucilah dengan larutan natrium bikarbonat.
c. Jika yang mengenai anggota badan adalah basa kuat maka setelah dicuci dengan
air kemudian dicuci dengan air bor (H3BO3) atau asam asetat encer (0,24 N).
d. Jika terkena air Brom maka anggota badan yang terkena dicuci dengan air
kemudian dengan campuran amoniak, minyak terpentin, alkohol (1:1:10).
6
e. Jika terkena oksidator kuat maka setelah dicuci dengan air dicuci lagi dengan
larutan ammonium sulfat encer.
f. Jika bahan kimia tersedot ke mulut dan tenggorokan berkumurlah dengan air
sebanyak-banyaknya. Minumlah air bersih 1 atau 2 gelas dan segera pergi berobat
ke dokter.
3. GAS-GAS BERACUN
Gas-gas beracun pada umumnya CO, H2S, Uap Hg, HCN, NO2, Cl2 dan Br2.
a. untuk mencegah terjadinya keracunan oleh gas-gas tersebut maka percobaan yang
menggunakan atau menimbulkan bahan-bahan beracun tadi harus dilakukan
dalam ruangan asam.
b. Jika mencium gas-gas tadi segeralah keluar dan bernafas dalam-dalam di udara
terbuka.
Sampel darah yang dapat ditampung dengan atau tanpa antikoagulan. Dengan darah
vena dapat diperoleh bermacam-macam sampel, yaitu :
1. Whole Blood/darah penuh
2. Plasma
3. Serum
4. Defibrinated Blood
5. Clot Blood
3. Periksa spuit, adakah udara, jarum kencang, bias dihisap dengan mudah.
4. Setelah alkohol kering (tidak ditiup-tiup), kulit ditegangkan, tusuk dengan jarum
dengan sudut 45 derajat, arah jarum sejajar dengan arah vena, jarum menghadap
keatas.
6. Lepaskan tourniquet, jarum ditarik, tekan dengan kapas alcohol. Penderita diminta
untuk tetap menekan dengan kapas alcohol.
7. Lepaskan jarum dari spuit, tuangkan darah kedalam botol penampung, dengan cara
mengalirkan darah lewat dinding botol penampung.
8
Catatan :
1. Daerah pengambilan mengalami kongesti akan menyebabkan hemokonsentrasi.
5. Pada saat menuang darah spuit kedalam botol, jarum harus dilepas, tidak boleh
disemprot (harus dialirkan lewat dinding tabung) dan tidak boleh dikocok terlalu
keras.
9
PRAKTIKUM BIOKIMIA
10
B. Dasar Teori
Kalsium adalah salah satu logam golongan alkali tanah yang penting dalam
tubuh yang memiliki wujud ion Ca2+. Kalsium di dalam tubuh terutama terdapat
dalam tulang dan gigi. Sebagian kecil kalsium berupa ion di dalam cairan tubuh,
termasuk darah, yang penting untuk pengaturan proses penjendalan darah, pengatur
fungsi jantung, otot, saraf, dan permeabilitas membran. Ion kalsium mengatur
sejumlah reaksi fisiologis dan biokimiawi yang penting. Proses tersebut diantaranya
mencakup eksitabilitas neuromuskuler, koagulasi darah, proses sekresi, integritas
membran, pengangkutan transmembran, reaksi enzim, pelepasan hormon serta
neurotransmitter, dan kerja intrasel sejumlah hormon sebagai third messenger. Selain
itu konsentrasi Ca2+ dalam periosteum serta cairan ekstrasel diperlukan untuk proses
mineralisasi tulang.
Tubuh manusia di dalamnya terdapat kurang lebih 1 kg kalsium dan 99 %
diantaranya dalam bentuk kristal hidroksiapatit bersama dengan fosfat yang
merupakan komponen anorganik dan struktural skeleton. Namun hanya 1 % dari
kalsium tulang yang dapat dipertukarkan secara bebas. Kalsium plasma terdapat
dalam tiga bentuk, yaitu bentuk senyawa kompleks dengan asam organik, bentuk
terikat protein, dan bentuk terionisasi. Bentuk yang terionisasi ini merupakan bentuk
biologis-aktif. Toleransi terhadap penyimpangan kadar Ca2+ dari kisaran normalnya
11
sangat kecil yaitu 1,1-1,3 mmol/l, sehingga perlu pengendalian yang kaku terutama
dilakukan oleh banyak organ (hati, kulit, tulang, usus, dan paratiroid), banyak sistem
hormon (PTH, kalsitriol serta kalsitonin). Kadar kalsium serum darah berbanding
terbalik dan memiliki hasil kali yang tetap dengan kadar fosfor serum.
C. Metode Pemeriksaan
Metode CPC Photometric
E. Cara Kerja
Panjang gelombang : 570 (578) nm
Temperatur : 18-30 0C
12
1. Persiapan sampel:
a. Diambil darah probandus sebanyak 3 cc dengan menggunakan spuit.
b. Darah dimasukkan ke dalam tabung eppendorf dan disentrifugasi dengan
kecepatan 4000 rpm selama 10 menit, kemudian diambil serumnya untuk
sampel.
Campur homogen dengan vortex dan diamkan pada suhu kamar (18-30 0C)
selama 1 menit. Baca absorbance test dan absorbane standar terhadap blanko
regensia pada panjang gelombang 570 (578) nm.
Catatan:
Pembuatan larutan kerja
Campur bagian regensia 1 dengan 1 bagian regensia 2, diamkan pada suhu kamar (18-30
C) selama 20 menit sebelum digunakan.
0
Larutan stabil selam 2 minggu pada suhu 2-8 0C dan 1 minggu pada suhu kamar (18-30
C)
0
F. Dasar Pemeriksaan
Reagensia berdasarkan metode yang diajukan oleh Moorehead and Briggs. CPC
berreaksi dengan kalsium dan magnesium dalam suasana alkalis menyusun senyawa
yang berwarna ungu tua. Intensitas warna ungu tua yang terbentuk berbanding
langsung dengan kadar kalsium dan dapat diukur dengan spektrofotometris dengan
panjang gelombang antara 550 nm – 580 nm dengan absorbance max pada 570 nm.
G. Perhitungan
Kalsium (mg/dl)= Abs. Test x kadar standar
Abs. standar
H. Nilai Normal
Kadar kalsium serum atau plasma : 8,5-10,5 mg/dl.
Anak usia < 12 th mempunyai nilai normal yang lebih tinggi
14
Dasar Teori
Fosfor merupakan unsur golongan nitrogen yang mmiliki dua isotop, yakni fosfor
merah dan fosfor putih. Fosfor merupakan oksida asam yang dapat membentuk asam
fosfat (H3PO4) dan asam fosfit (H3PO3). Senyawa fosfor berada dalam tubuh sebagai
kalsium fosfat (Ca3(PO4) yaitu sebagai substansi anorganik pada tulang, tetapi terdapat
juga di dalam sel pada fosfolipid, asam nukleat, dan adenosine trifosfat (ATP), ATP
berfungsi sebagai sumber energi. Fosfor dalam plasma hadir sebagai kalsium fosfat,
sehingga kadar fosfor dalam plasma sangat berhubungan erat dengan kadar kalsium.
Pengukuran fosfat serum dan urin dapat untuk mendeteksi kerusakan pada ginjal,
tulang, dan kelenjar paratiroid.
Metode Pemeriksaan
Metode Photometric UV Test
Prinsip Pemeriksaan
Alat
1. Spuit 3 cc
2. Torniquet
3. Sentrifugator
5. Tabung reaksi 3 ml
9. Yellow tip
11. Spektrofotometer
Bahan
2. Working reagen
Cara Kerja
dan standar terhadap blanko reagen dalam waktu max 60 menit dengan panjang
∆ A standar
Nilai Normal
Dasar Teori
Kreatinin kinase (CK) adalah enzim golongan transferase yang terdiri dari isoenzim
terutama di otot berupa CK-M dan di otak berupa CK-B. CK pada serum berupa CK total
berbentuk molekul dimer yaitu CKMM, CKMB dan CKBB sebagai makroenzim.
Peningkatan kadar CK diobservasi pada kerusakan otot jantung dan penyakit otot
skeletal. CK terutama digunakan untuk monitoring infark miokardium dalam diagnosis
bersama dengan pemeriksaan CKMB. Kerusakan miokard pada infark miokard
menyebabkan dilepaskannya protein termasuk enzim sehingga CKMB, Mioglobin, dan
troponin kadarnya meningkat. CKMB merupakan enzim spesifik sebagai penanda
kerusakan otot jantung, enzim ini meningkat dalam waktu 6-10 jam setelah nyeri dada
dan kembali normal dalam 48-72 jam.
18
Faktor risiko
atherosklerosis
.
Plak ateroskelrosis pada
dinding arteri koroner
Penyumbatan arteri
koronaria
Angina
pektoris
19
Metode Pemeriksaan
Metode enzimatik kinetik
Prinsip reaksi
Creatin kinase + ADP CK creatin +ATP
1. Spuit 3 cc
2. Torniquet
4. Sentrifugator
5. Tabung reaksi 3 mL
9. Yellow tip
11. Spektrofotometer
Bahan
2. Working reagen 1 mL
Larutkan reagensia dengan pelarut aquabidest sesuai volume pada label botol
campurkan dengan baik. Larutan stabil selama 30 hari pada suhu 2-8 0C pada suhu
Cara Kerja
µl
blanko air pada panjang gelombang 340 nm. Hitung selisih nilai absorbancenya.
(Abs test 2- Abs test 1) + (Abs tes 3- abs tes 2) = delta Abs tes menit
Faktor : 6592
Cara perhitungan
Nilai Normal
21
DASAR TEORI
A. Hemolisis
Hemolisis adalah peristiwa keluarnya hemoglobin dari dalam sel darah
merah menuju ke cairan di sekelilingnya. Keluarnya hemoglobin ini disebabkan
karena pecahnya membran sel darah merah. Membran sel darah merah mudah
dilalui atau ditembus oleh beberapa ion-ion, seperti H+, OH-, NH4+, PO43-, HCO3-,
Cl-, dan juga oleh substansi-substansi yang lain seperti glukosa, asam amino, urea
dan asam urat. Sebaliknya, membran sel darah merah tidak dapat ditembus oleh
ion Na+, K+, Ca2+, Mg2+, fosfat organik dan juga substansi lain seperti hemoglobin
dan protein plasma.
Secara umum, membran yang dapat dilalui atau ditembus oleh suatu
substansi dapat dikatakan bahwa membran ini permeabel terhadap substansi
tersebut. Membran yang bnar-benar semi permeabel adalah membran yang hanya
dapat ditembus oleh molekul air saja, tetapi tidak dapat ditembus oleh substansi
lain. Tidak ada membran pada suatu organisme yang bersifat benar-benar semi
permeabel, yang ada adalah membran yang bersifat permeabel selektif, yaitu
membran yang dapat ditembus oleh molekul air dan substansi-substansi tertentu,
tetapi tidak dapat ditembus oleh substansi yang lain. Jadi, membran sel darah
merah termasuk yang permeabel selektif.
Ada 2 jenis hemolisis, yaitu :
1. Hemolisis osmotik : terjadi karena adanya perbedaan yang besar antara
tekanan osmostik cairan di dalam sel darah merah dengan cairan di sekeliling
sel darah merah. Dalam hal ini tekanan osmotik di dalam sel jauh lebih besar
daripada tekanan osmotik di luar sel. Tekanan osmotik di dalam sel darah
22
merah sama dengan tekanan osmotik larutan NaCl 0,9%. Bila sel darah merah
dimasukan ke dalam larutan 0,8% belum terlihat adanya hemolisis, tetapi sel
darah merah yang dimasukan ke dalam larutan NaCl 0,4% hanya sebagian saja
dari sel darah merah yang mengalami hemolisis, sedangkan sebagian sel darah
merah yang lainnya masih utuh. Perbedaan ini disebabkan karena umur sel
darah merah, Sel darah merah yang sudah tua memiliki membran sel yang
mudah pecah sedangkan sel darah merah yang masih muda memiliki membran
sel yang masih kuat. Bila sel darah merah dimasukan ke dalam larutan NaCl
0,3%, semua sel darah merah akan mengalami hemolisis sehingga disebut
sebagai hemolisis sempurna. Larutan yang mempunyai tekanan osmotik lebih
kecil daripada tekanan osmotik isi sel darah merah disebut larutan hipotonis,
sedangkan larutan yang mempunyai tekanan osmotik lebih besar dari tekanan
osmotik isi sel darah merah disebut larutan hipertonis. Suatu larutan yang
mempunyai tekanan osmotik yang sama besar dengan tekanan osmotik isi sel
darah merah disebut larutan isotonis.
2. Hemolisis kimiawi : pada jenis ini sel darah merah dirusak oleh berbagai
macam subtansi kimia. Dinding sel darah merah utamanya tersusun atas lipid
dan protein, membentuk suatu lapisan lipoprotein. Jadi, setiap substansi kimia
yang dapat melarutkan lemak (pelarut lemak) dapat merusak atau melarutkan
membran sel darah merah. Kita mengenal bermacam-macam pelarut lemak,
yaitu kloroform, aseton, alkohol, benzene dan eter. Substansi lain yang dapat
merusak membran sel darah merah diantaranya adalah bisa ular, bisa
kalajengking, garam empedu, saponin, nitrobenzene, pirogalol, asam karbon,
resin, dan senyawa arsen.
SDM yang ditempatkan pada larutan garam yang isotonis tidak akan
mengalami kerusakan dan tetap utuh. Tetapi bila SDM ditempatkan dalam air
destilata maka sel darah merah akan mengalami hemolisis karena tekanan osmotik
isi sel darah merah yang lebih besar daripada di luar sel sehingga mengakibatkan
banyak air masuk ke dalam sel darah merah secara osmosis. Selanjutnya air yang
banyak masuk ke dalam SDM itu akan menekan membran sel darah merah
sehingga membran menjadi pecah.
23
B. Fragilitas Eritrosit
Fragilitas eritrosit adalah kurangnya daya tahan sel darah merah terhadap
hemolisis jika terpajan larutan garam yang semakin hipotonis (fragilitas osmotik)
atau bila terkena trauma mekanis (fragilitas mekanis) (Dorland et al., 2011).
Fragilitas osmotik merupakan suatu reaksi membran eritrosit untuk melawan
tekanan osmotik media di sekelilingnya. Untuk mengetahui berapa besar fragilitas
atau daya tegang dinding eritrosit dapat diketahui dengan menaruh eritrosit dalam
berbagai jenis laruutan (biasanya NaCl) dengan tekanan osmotik yang beragam.
Konsentrasi larutan dengan tekanan osmotik tertentu akan memecah eritrosit dan
inilah yang menunjukkan fragilitas eritrosit tersebut (Senturk et al.,2005).
Diketahui bahwa di dalam satu sel eritrosit terdapat kurang lebih 640 juta
hemoglobin. Oleh karena itu, saat membran eritrosit sudah tidak mampu menahan
tekanan yang ada di dalam sel eritrosit akan berakibat pada terjadinya hemolisis,
yang berarti terjadi pengeluaran hemoglobin ke media di sekeliling eritrosit.
Sebaliknya, jika eritrosit diletakkan di media yang hipertonis, cairan di dalam
eritrosit akan keluar menuju media di sekeliling eritrosit (plasma) yang berakibat
pada terjadinya krenasi pada eritrosit. Namun, krenasi ini dapat diatasi dengan
memberikan cairan isotonis ke media di sekeliling eritrosit (Senturk et al., 2005).
Fragilitas eritrosit pada dasarnya dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah :
1. Radikal bebas
Radikal bebas merupakan suatu hasil samping dari proses
oksidasi molekul di dalam tubuh yang bersifat elektrofilik karena
kekurangan satu buah elektron pada orbital terluarnya. Sebenarnya,
radikal bebas merupakan suatu senyawa yang bermanfaat bagi tubuh
jika jumlahnya dalam tubuh tidak berlebihan, misalnya untuk
mengurangi efek inflamasi, membunuh bakteri merugikan, dan
mengendalikan tonus otot polos vaskuler. Sebaliknya, jika radikal
bebas jumlahnya berlebihan dalam tubuh dapat mengakibatkan
kerusakan pada sel tubuh. Radikal bebas dapat mengganggu integritas
sel dan dapat bereaksi dengan komponen sel, baik komponen
24
METODE PRAKTIKUM
Daya tahan osmotik cara visual
25
PRINSIP
Eritrosit akan mengalami lisis bila ditempatkan pada larutan hipotonis. Daya
tahan eritrosit terhadap larutan hipotonis (osmotic fragility of the erythrocytes) berkaitan
dengan bentuk eritrosit. Pemeriksaan ini bermakna pada bermacam-macam
CARA KERJA
26
NILAI NORMAL
Initial haemolysis : pada NaCl 0,44% (0,44 ± 0,02 % NaCl)
Total haemolysis : pada NaCl 0,34% (0,34 ± 0,02% NaCl)