Anda di halaman 1dari 21

DAFTAR ISI

Halaman Judul............................................................................................. i
Kata Pengantar ............................................................................................ ii
Daftar Isi...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang .............................................................................. 1
B.Rumusan masalah.......................................................................... 2
C.Tujuan Penulisan............................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A.Definisi ......................................................................................... 3
B.Etiologi.......................................................................................... 3
C.Patofisiologi................................................................................... 4
D.Manifestasi Klinis.......................................................................... 5
E.Pemeriksaan Diagnosis.................................................................. 7
F.Penatalaksanaan Medis.................................................................. 9
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF CARE
A.Definisi Perawatan Paliatif............................................................ 11
B.Prinsip Perawatan Paliatif.............................................................. 11
C.Karakteristik Perawatan Paliatif.................................................... 11
D.Manfaat Perawatan Paliatif........................................................... 12
E.Pelaksanaan Perawatan Paliatif..................................................... 12
F.Syarat Perawatan Paliatif Yang Baik............................................ 12
G.Jenis Perawatan.............................................................................. 13
H.Penatalaksanaan............................................................................. 13
I.Penanganan ................................................................................... 14
J.Terapi GGK................................................................................... 15
BAB IV PENUTUP
A.Kesimpulan.................................................................................... 20
B.Saran ............................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Ginjal merupakan organ vital yang berperan sangat penting sangat penting dalam
mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan cairan
tubuh dan elektrolit dan asam basa dengan cara menyaring darah yang melalui ginjal,
reabsorbsi selektif air, elektrolit dan non-elektrolit, serta mengekskresi kelebihannya
sebagai kemih.
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstra sel dalam
batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi
glomerulus, reabsorbsi dan sekresi tubulus.
Ginjal dilalui oleh sekitar 1.200 ml darah per menit, suatu volume yang sama dengan 20
sampai 25 persen curah jantung (5.000 ml per menit). Lebih 90% darah yang masuk ke ginjal
berada pada korteks, sedangkan sisanya dialirkan ke medulla.
Di negara maju, penyakit kronis tidak menular (cronic non-communicable diseases)
terutama penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit ginjal kronis,
sudah menggantikan penyakit menular (communicable diseases) sebagai masalah kesehatan
masyarakat utama.
Gangguan fungsi ginjal dapat menggambarkan kondisi sistem vaskuler sehingga dapat
membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini sebelum pasien mengalami komplikasi
yang lebih parah seperti stroke, penyakit jantung koroner, gagal ginjal, dan penyakit
pembuluh darah perifer.
Pada penyakit ginjal kronis terjadi penurunan fungsi ginjal yang memerlukan terapi
pengganti yang membutuhkan biaya yang mahal. Penyakit ginjal kronis biasanya desertai
berbagai komplikasi seperti penyakit kardiovaskuler, penyakit saluran napas, penyakit
saluran cerna, kelainan di tulang dan otot serta anemia.
Selama ini, pengelolaan penyakit ginjal kronis lebih mengutamakan diagnosis dan
pengobatan terhadap penyakit ginjal spesifik yang merupakan penyebab penyakit ginjal
kronis serta dialisis atau transplantasi ginjal jika sudah terjadi gagal ginjal. Bukti ilmiah
menunjukkan bahwa komplikasi penyakit ginjal kronis, tidak bergantung pada etiologi,
dapat dicegah atau dihambat jika dilakukan penanganan secara dini. Oleh karena itu, upaya
yang harus dilaksanakan adalah diagnosis dini dan pencegahan yang efektif terhadap
penyakit ginjal kronis, dan hal ini dimungkinkan karena berbagai faktor risiko untuk penyakit
ginjal kronis dapat dikendalikan.

B.Rumusan masalah
1.Apakah pengertian dari etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostic
dan penatalaksanaan medis yang terjadi pada penyakit gagal ginjal kronis?
2.Bagaimanaka pengkajian pada pasien dengan gangguan sitem perkemihan akibat gagal
ginjal kronis, cara menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
perkemihan akibat gagal ginjal kronis, cara membuat rencana tindakan keperawatan yang
akan dilakukan pada pasien dengan gagal ginjal kronis, dan intervensi keperawatan dan
mengevaluasi pasien dengan gangguan sistem perkemihan akibat gagal ginjal kronis

C.Tujuan Penulisan
1.Mengetahui mengenai pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan
diagnostic dan penatalaksanaan medis yang terjadi pada penyakit gagal ginjal kronis.
2.Mengetahui pengkajian pada pasien dengan gangguan sitem perkemihan akibat gagal
ginjal kronis, mengetahui cara menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien dengan
gangguan sistem perkemihan akibat gagal ginjal kronis, dapat mengetahui cara membuat
rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan pada pasien dengan gagal ginjal kronis,
dan dapat mengetahui intervensi keperawatan dan mengevaluasi pasien dengan gangguan
sistem perkemihan akibat gagal ginjal kronis.
BAB II
PEMBAHASAN

A.Definisi
Gagal ginjal kronis biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara
bertahap (Doenges, 1999; 626) Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu
mempertahankan lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan
fungsi tidak dimulai. Pada kebanyakan individu transisi dari sehat ke status kronis atau
penyakit yang menetap sangat lamban dan menunggu beberapa tahun. (Barbara C Long,
1996; 368).
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001;
1448).
Gagal ginjal kronis merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan
lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812) Gagal ginjal kronis adalah
kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan
dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi
penumpukan sisa metabolit ( toksik uremik ) di dalam darah. (Arif Muttaqin,2011; 166)
Gagal ginjal kronis (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi
ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif, dan cukup lanjut. Hal ini terjadi apabila
laju filtrasi glomerulus kurang dari 50 ml/menit. (Arjatmo Tjokonegoro,2001;427).

B.Etiologi
Begitu banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronis.
Akan tetapi apapun sebabnya, respon yang terjadi adalah penurunan fungsi ginjal secara
progresif. Kondisi klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari
ginjal sendiri dan dari luar ginjal.
1.Penyakit dari ginjal
a. penyakit pada saringan (glomerulus) : glomerulonephritis
b.infeksi kuman : pyelonefritis, ureteritis
c. batu ginjal : nefrolitiasis
d.kista di ginjal : polcystis kidney
e.trauma langsung pada ginjal
f.keganasan pada ginjal
g.sumbatan : tumor, batu, penyempitan/striktur
2.Penyakit umum di luar ginjal
 penyakit sistemik : diabetes mellitus, hipertensi, kolesterol tinggi
 dyslipidemia
 infeksi di badan : tbc paru, sifilis, malaria, hepatitis
 preeklamsi
 obat-obatan
 kehilangan banyak cairan yang mendadak ( luka bakar )

C.Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang
utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan
ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron– nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut
menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai
poliuri dan haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul
disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih
jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang
80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai
15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368).
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin
berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium yaitu:
1.Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)
Di tandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN) normal dan
penderita asimtomatik.
2.Stadium 2 (insufisiensi ginjal)
Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration Rate besarnya 25%
dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen mulai meningkat diatas normal, kadar
kreatinin serum mulai meningklat melabihi kadar normal, azotemia ringan, timbul nokturia
dan poliuri.
3.Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia). Timbul apabila 90% massa nefron telah
hancur, nilai glomerulo filtration rate 10% dari normal, kreatinin klirens 5-10 ml permenit

D.Manifestasi Klinis
Karena pada gagal ginjal kronis setiap sisem tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia,
maka pasien akan memperhatikan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala
bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari, dan usia
pasien.Manifestasi kardiovaskuler, pada gagal ginjsl kronis mencakup hipertensi (akibat
retensi cairan dan natrium dari aktivasi system rennin-angiotenin-aldosteron), gagal jantung
kongestif, dan edema pulmoner (akibat cairan berlebihan), dan perikarditis (akibat iritasi
pada lapisan pericardial oleh toksin uremik).
Gejala dermatologi yang sering terjadi mencakup rasa gatal yang parah (pruritis).
Butiran uremik, suatu penumpukan kristal urea di kulit, saat ini jarang terjadi akibat
penanganan dini dan agresif terhadap penyakit ginjal tahap akhir. Gejala gastrointestinal
juga sering terjadi dan mencakup anoreksia, mual, muantah dan cegukan. Perubahan
neuromuskuler mencakup perubahan tingkat kesadaran, ketidak mampuan berkonsentrasi,
kedutan otot dan kejang. Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):
1. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi
2. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak
nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis
mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat
retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin – aldosteron), gagal
jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat
iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan,
kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).
Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
1. Sistem kardiovaskuler
 Hipertensi
 Pitting edema
 Edema periorbital
 Pembesaran vena leher
 Friction sub pericardial
2. Sistem Pulmoner
 Krekel
 Nafas dangkal
 Kusmaull
 Sputum kental dan liat
3. Sistem gastrointestinal
 Anoreksia, mual dan muntah
 Perdarahan saluran GI
 Ulserasi dan pardarahan mulut
 Nafas berbau ammonia
4. Sistem musculoskeletal
 Kram otot
 Kehilangan kekuatan otot
 Fraktur tulang
5. Sistem Integumen
 Warna kulit abu-abu mengkilat
 Pruritis
 Kulit kering bersisik
 Ekimosis
 Kuku tipis dan rapuh
 Rambut tipis dan kasar
6. Sistem Reproduksi
 Amenore
 Atrofi testis

Mekanisme yang pasti untuk setiap manifestasi tersebut belum dapat diidentifikasi. Namun
demikian produk sampah uremik sangat dimungkinkan sebagai penyebabnya.

E.Pemeriksaan Diagnostic
1.Laboratorium :
 Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan
hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang
rendah.
 Ureum dan kreatini : Meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan kreatinin
kurang lebih 20 : 1. Perbandingat meninggi akibat pendarahan saluran cerna,
demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih.
Perbandingan ini berkurang ketika ureum lebih kecil dari kreatinin, pada diet rendah
protein, dan tes Klirens Kreatinin yang menurun.
 Hiponatremi : Umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia : biasanya terjadi
pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunya dieresis
 Hipokalemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena berkurangnya sintesis vitamin D3
pada GGK.
 Phosphate alkaline : meninggi akibat gangguan metabolisme tulang, terutama
isoenzim fosfatase lindi tulang.
 Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia : umunya disebabkan gangguan
metabolisme dan diet rendah protein.
 Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolism karbohidrat pada gagal ginjal (
resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer ).
2.Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan peninggian hormone
insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.
Asidosis metabolic dengan kompensasi respirasi menunjukan Ph yang menurun, BE yang
menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun, semuanya disebabkan retensi asam-
asam organic pada gagal ginjal.
3.Radiology
Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal ( adanya batu atau adanya suatu
obstruksi ). Dehidrasi karena proses diagnostic akan memperburuk keadaan ginjal, oleh
sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
4.IIntra Vena Pielografi (IVP)
Untuk menilai system pelviokalisisdan ureter.
5.USG
Untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim ginjal,
anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
6.EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia,
gangguan elektrolit (hiperkalemia)

F.Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan pada gagal ginjal kronis adalah untuk mempertahankan
fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin. Semua factor yang berperan dalam
terjadinya gagal ginjal kronis dicari dan diatasi.
Adapun penatalaksanaannya yaitu : Penatalaksanaan konservatif, Meliputi
pengaturan diet, cairan dan garam, memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan asam
basa, mengendalikan hiperensi, penanggulangan asidosis, pengobatan neuropati, deteksi
dan mengatasi komplikasi. Dan penatalaksanaan pengganti diantaranya dialysis
(hemodialisis, peritoneal dialysis) transplantasi ginjal.
Selain itu tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit dan
mencegah komplikasi yaitu sebagai berikut :
1.Dialisis
Dialysis dapat dlakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang serius, seperti
hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialysis memperbaiki abnormalitas biokimia,
menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat dikonsumsi sevara bebas, menghilangkan
kecenderungan pendarahan, dan membantu menyembuhkan luka.
2.Koreksi hiperkalemi
Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat menimbulkan
kematian mendadak. Hal yang pertama harus diingat adalah jangan menimbulkan
hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosis
dengan EEG dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan
mengurangi intake kalium, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infuse glukosa.
3.Koreksi anemia
Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Transfusi darah
hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, missal pada adanya insufisiensi koroner.
4.Koreksi asidosis.
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium bikarbonat
dapat diberikan peroral atau parenteral. Hemodialisis dan dialysis peritoneal dapat juga
mengatasi asidosis
5.Pengendalian hipertensi
Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa, dan vasodilator dilakukan. Mengurangi intake
garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati karena tidak semua gagal ginjal
disertai retensi natrium.
6.Transplantasi ginjal
Dengan pencangkokan ginjal yang sehat ke pasien GGK, maka seluruh faal ginjal diganti
oleh ginjal yang baru.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF CARE
PADA KLIEN GAGAL GINJAL KRONIS

A.Definisi Perawatan Paliatif


Perawatan Paliatif adalah perawatan kesehatan terpadu yang bersifat aktif dan
menyeluruh, dengan pendekatan multidisiplin yang terintegrasi. Perawatan paliatif untuk
mencegah, memperbaiki, mengurangi gejala-gejala suatu penyakit, namun bukan berupaya
penyembuhan. Suatu pendekatan untuk memperbaiki kualitas hidup pasien dan
keluarganya dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa, melalui pencegahan,
penilaian, pengobatan nyeri dan masalah-masalah fisik lain, juga masalah psikologis dan
spiritual lainnya.

B.Prinsip Perawatan Paliatif


 Menghilangkan nyeri & gejala-gejala yang menyiksa lain
 Menghargai kehidupan & menghormati kematian sebagai suatu proses normal
 Tidak bermaksud mempercepat atau menunda kematian
 Perawatan yang mengintegrasikan aspek psikologis dan spiritual, sosial, budaya dari
pasien dan keluarganya, termasuk dukungan saat berkabung.
 Memberi sistim dukungan untuk mengusahakan pasien sedapat mungkin tetap aktif
sampai kematiannya.
 Memberi sistim dukungan untuk menolong keluarga pasien melalui masa sakit
pasien, dan sewaktu masa perkabungan

C.Karakteristik Perawatan Paliatif


1. Menggunakan pendekatan tim untuk mengetahui kebutuhan pasien dan
keluarganya, termasuk konseling kedukaan bila diperlukan
2. Meningkatkan kwalitas hidup, dan juga secara positif mempengaruhi perjalanan
penyakit.
3. Perawaatan aktif, total bagi pasien yang menderita penyakit yang tidak dapat
disembuhkan
4. Pendekatan holistik : fisik, mental, spiritual, social
5. Pendekatan multi-disipliner : medis, non-medis, keluarga

D.Manfaat Perawatan Paliatif


1.Meningkatkan kualitas hidup Pasien GGK dan keluarganya
2.Mengurangi penderitaan pasien
3.Mengurangi frekuensi kunjungan ke rumah sakit
4.Meningkatkan kepatuhan pengobatan

E.Pelaksana Perawatan Paliatif


1.Petugas medis :
a.Perawat
b.Manajer kasus
c.Dokter, fisioterapis, nutrisionis
2.Keluarga pasien
3.Petugas sosial komunitas : lay support
4.Anggota KDS
5.Petugas LSM

F.Syarat Perawatan Paliatif Yang Baik


1.Menghargai otonomi dan pilihan pasien
2.Memberi akses sumber informasi yang adekuat
3.Ciptakan hubungan saling menghargai dan mempercayai antara pasien dengan pemberi
perawatan
4.Berikan dukungan bagi keluarga, anak, petugas sosial yang memberikan perawatan.
5.Hormati dan terapkan nilai-nilai budaya setempat, kepercayaan / agama, dan adat
istiadat.
G.Jenis Perawatan Paliatif
1.Pengobatan medikamentosa terutama penatalaksanaan nyeri dan gejala-gejala lain
2.Perawatan psikososial berupa :
 psikologis
 Social
 Spiritual
 kedukaan/berkabung

H.Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan
homeostasis selama mungkin. Seluruh factor yang berperan pada gagal ginjal tahap akhir
dan factor yang dapat dipulihkan (mis : obstruksi) diidentifikasi dan ditangani. Komplikasi
potensial gagal ginjal kronis yang memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan
mencakup :
1.Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme, dan masukkan
diet berlebih
2.Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialysis yang tidak adekuat
3.Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system renin-angiostensin-
aldosteron
4.Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah marah,
perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin, kehilangan darah selama hemodialisis
5.Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang
rendah, metabolism vitamin D abnormal, dan peningkatan kadar aluminium.
Komplikasi dapat dicegah atau dihambat dengan pemberian antihipertensif, eritropoetin,
suplemen besi, agens pengikat fosfat, dan suplemen kalsium. Pasien juga perlu mendapat
penanganan dialysis yang adekuat untuk menurunkan kadar produk sampah uremik dalam
darah.
I.Penanganan
1. Intervensi diet
Intervensi diet diperlukan pada gangguan fungsi renal dan mencakup pengaturan
yang cermat terhadap masukkan protein, masukkan cairan untik mengganti cairan
yang hilang, masukkan natrium untuk mengganti natrium yang hilang, dan
pembatasan kalium.
2. Hiperfosfatemia dan hipokalemia
Ditangani dengan antasida mengandung aluminum yang mengikat fosfat makanan
di saluran gastrointestinal.
3. Hipertensi
Ditangani dengan berbagai medikasi antihipertensif control volume intravaskuler.
Gagal jantung kongestif dan edema pulmoner juga memerlukan pennganan
pembatasan cairan, diet rendah natrium, diuretic, agens inotropik seperti digitalis
atau dobutamine, dan dialysis. Asidosis metabolic pada gagal ginjal kronis biasanya
tanpa gejala dan tidak memerlukan penanganan, namun demikian, suplemen
natrium karbonat atau dialysis diperlukan untuk mengoreksi asidosis jika kondisi ini
menimbulkan gejala.
4. Hiperkalemia
Biasanya dicegah dengan penanganan dialysis yang adekuat disertai pengambilan
kalium dan pemantauan yang cermat terhadap kandungan kalium pada seluruh
medikasi oral atau intravena.
5. Abnormalitas Neurologi
Dapat terjadi dan memerlukan observasi dini terhadap tanda-tanda seperti kedutan,
sakit kepala, delirium, atau aktivitas kejang. Pasien dilindungi dari cedera dan
menempatkan pembatas tempat tidur. Diazepam intravena (Valium) atau fenitoin
(Dilantin) biasanya diberikan untuk mengendalikan kejang.
6. Anemia
Anemia pada gagal ginjal kronis ditangani dengan Epogen (eritropoetin manusia
rekombinan). Anemia pada pasien (hematokrit kurang dari 30 %) muncul tanpa
gejala spesifik seperti malaise, keletihan umum, dan penurunan toleransi aktivitas.

J.Terapi GGK
1. Terapi Farmakologis
a.Kontrol tekanan darah
 Penghambat EKA atau antagonis reseptor Angiotensin II→ evaluasi kreatinin
dan kalium serum, bila terdapat peningkatan kreatinin > 35% atau timbul
hiperkalemia harus dihentikan.
 Penghambat kalsium, Diuretik
b.Pada pasien DM, kontrol gula darah→ hindari pemakaian metformin dan obat-
obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk DM tipe 1 0,2
diatas nilai normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6%
c.Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl
d.Kontrol hiperfosfatemia: polimer kationik (Renagel), Kalsitrol
e.Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO3 20-22 mEq/l
f.Koreksi hiperkalemia
g.Kontrol dislipidemia dengan target LDL,100 mg/dl dianjurkan golongan statin
h.Terapi ginjal pengganti
2.Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki
metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit (Sukandar,
2006).
 Peranan diet Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau
mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama
gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
 Kebutuhan jumlah kalori Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus
adekuat dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif
nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.
 Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah
diuresis mencapai 2 L per hari.
 kebutuhan elektrolit dan mineral Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat
individual tergantung dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).
3.Terapi simtomatik
 Asidosis metabolik Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum
kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat
diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan
intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.
 Anemia Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan
terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-
hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
 Keluhan gastrointestinal Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan
yang sering dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan
utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi
mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program
terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.
 Kelainan kulit Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit
 Kelainan neuromuskular Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi
hemodialisis reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal
paratiroidektomi.
 Hipertensi p
 emberian obat-obatan anti hipertensi.
 Kelainan sistem kardiovaskular
 Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita.
4.Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada
LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal,
dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
 Hemodialisis Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala
toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada
pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).
Hemodialisis akan mencegah kematian tetapi tidak dapat menyembuhkan atau
memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas
metabolic atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta
terapinya terhadap kualitas hidup pasien. Pasien GGK harus menjalani terapi dialysis
sepanjang hidupnya (3x seminggu selama 3-4 jam per kali terapi) atau sebelum
melakukan operasi pencangkokan ginjal.
 Dialisis peritoneal (DP)
Metode yang dikenal dengan Peritoneal Dialysis (PD) yaitu metode pencucian darah
dengan mengunakan peritoneum (selaput yang melapisi perut dan pembungkus
organ perut). Selaput ini memiliki area permukaan yang luas dan kayaakan pembuluh
darah. Zat-zat dari darah dapat dengan mudah tersaring melalui peritoneumke
dalam rongga perut. Cairan dimasukkan melalui sebuah selang kecil yang menembus
dinding perut ke dalam rongga perut. Cairan harus dibiarkan selama waktu tertentu
sehingga limbah metabolic dari aliran darah secara perlahan masuk ke dalam cairan
tersebut, kemudian cairan dikeluarkan, dibuang, dan diganti dengan cairan yang
baru.
Ada dua macam PD, yaitu Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) dan
Automated Peritoneal Dialysis (APD). APD relatif masih jarang digunakan oleh
masyarakat Indonesia. CAPD dapat menciptakan kualitas hidup yang lebih baik bagi
penderita. Sebab, mereka dapat menjalani hidupnya dengan normal, tanpa banyak
batasan untuk mengkonsumsi makanan. CAPD dipasang permanen di tubuh
penderita, tepatnya di bagian perut. Sebuah catheter (kateter) dipasang di bagian
perutnya dan disediakan sebuah kantong untuk menjamin kesterilannya. Dengan
CAPD, penderita cukup melakukan kontrol 1 kali dalam sebulan ke rumah sakit. Pola
kerja cuci darahnya, kateter disambungkan dengan titanium adapter yang akan
mengalirkan cairan dextrose.
Cairan inilah yang berfungsi untuk menarik racun dari dalam tubuh. Proses
pengaliran cairan ini hanya membutuhkan waktu10 menit. Dalam sehari dilakukan
sebanyak 3-4 kali. Jaraknya sekitar 4 sampai 6 jam dari satu pencucian dengan
pencucian berikutnya. Kalau transfer setnya bisa diganti 6 bulan sekali. Kunci dari
CAPD harus disiplin tinggi. Karena tanpa disiplin tidk bisa berhasil. Misalnya, saat
melakukan pencucian darahtangan mereka harus bersih, AC dan kipas angin tidak
boleh menyala serta lampu harus terang.
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang
termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik,
bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi
refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin >
10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia,
muntah, dan astenia berat (Sukandar, 2006). Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun
1970 dan sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya
dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput
semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang
umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal
(Rahardjo, 2006).
 Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Pertimbangan
program transplantasi ginjal, yaitu:
1)Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal,
sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah
2)Kualitas hidup normal kembali
3)Masa hidup (survival rate) lebih lama
4)Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat
imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
BAB IV
PENUTUP

A.Kesimpulan
Gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel, dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah)
mnjadi penyebab:
•Infeksi misalnya pielonefritis kronis
•Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
•Penyakit vaskuler hipertensif
•Gangguan jaringan penambung
•Gangguan kongenital dan herediter
•Penyakit metabolic
•Nefropati toksik
•Nefropati obstruktif

Tanda dan gejala


•Gangguan pernafasan
•Udema
•Hipertensi
•Anoreksia
•Ulserasi usus
•Stomatitis
•Proteinuria
•Hematuria
•Letargi, apatis, penurunan konsentrasi
•Anemi
•Perdarahan
•Turgor kulit jelek

Gatal-gatal pada kulit

•Distrofi renal
•Hiperkalemia
•Asidosis metabolic

Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti yang paling baik, akan tetapi mempunyai
beberapa kendala seperti keterbatasan donor, biaya mahal, efek samping obat-obatan
imunosupresi dan rejeksi kronis yang belum bisa diatasi. Keuntungan transplantasi ginjal
ialah menghasilkan rehabilitas paling baik dibandingkan dialysis.

B.Saran

Diharapkan makalah ini bisa memerikan masukan bagi rekan- rekan mahasiswa calon
perawat, sebagai bekal untuk dapat memahami mengenai penyakit gagal ginjal kronis
menjadi bekalkan dalam pengaplikasian dan praktik bila menghadapi kasus yang kami bahas
ini.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC

Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk


Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC

Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid 3.
Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan

Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses
Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Supartondo. ( 2001 ). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta : Balai Penerbit FKUI

http://nikomang-sugiartini.blogspot.co.id/2011/11/keperawatan-paliatif-pada-pasian-

gagal.html diakses pada tanggal 15 September 2016 Pukul 11.39 WIB

Anda mungkin juga menyukai