Anda di halaman 1dari 44

TRANSPORTASI PASIEN KRITIS DAN KEGAWATAN ORGAN

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


di Bagian Radiologi RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun oleh:
Kania Agustina Santoso
20110310094

Diajukan kepada:
dr. Dedy Sp. An

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan


Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Departemen Anestesi
Rumah Sakit Panembahan Senopati
2016
TRANSPORTASI PASIEN KRITIS
Transport pasien dalam keadaan kritis mempunyai resiko pada pasien sehingga merupakan
tantangan yang sangat besar bagi para klinisi. Alasan untuk melakukan transport pada pasien
adalah untuk mendapatkan pelayanan kesehatan tambahan, diagnostik atau terapiutik yang lebih
canggih tidak tersedia.
Pasien dalam keadaan kritis memiliki sedikit atau tidak sama sekali cadangan fisiologis
tubuhnya. Memindahkan pasien seperti tersebut menimbulkan suatu masalah tersendiri dan dapat
menimbulkan suatu perubahan fisiologis yang merugikan dan dapat mengancam keselamatan
pasien saat transportasi. Sehingga transport pasien kritis harus dilakukan dengan persiapan yang
matang dan perhatian yang seksama dan detail pada hal-hal yang harus diperhatikan.
Guideline atau pedoman sudah tersedia dan prinsip-prinsip utama dalam melakukan
transport pasien kritis meliputi 5P:
1. Planning (perencanaan)
2. Personnel (jumlah yang cukup disertai dengan kemampuan yang sudah terstandarisir dalam
evakuasi pasien kritis).
3. Properties (alat yang dipakai dalam transportasi)
4. Procedures (alat yang dipakai mengukur kestabilan keadaan pasien sebelum dan saat
diberangkatkan)
5. Passage (pilihan rute dan tehnik transport).
KATAGORI
Transport pasien dalam keadaan kritis dibagi menjadi dua yaitu intramural (didalam
lingkungan rumah sakit) dan ekstramural (diluar lingkungan rumah sakit). Ekstramural dibagi
menjadi dua yaitu ekstramural primer (prehospital) transport pasien dari tempat kecelakaan
menuju ke rumah sakit tujuan; ekstramural sekunder (interhospital) transport pasien antar rumah
sakit atau international transport.
Ekstramural Transport
1. Ekstramural Primer (prehospital)
Seorang intensivist harus membantu staf pelayanan gawat-darurat pada transport
pasien kritis prehospital oleh karena kecelakaan kendaraan, bencana massal dan SAR
(misalnya pada bencana tanah longsor). Sebuah bencana adalah keadaan yang tidak
terduga dan menimbulkan suatu efek buruk pada alam dan manusia yang menyebabkan
kewalahannya petugas medis setempat.
Kemudian jumlah pasien yang ditransport dari tempat kejadian bencana menuju ke
rumah sakit tujuan melebihi kapasitas rumahsakit menerima pasien dalam satu waktu.
Sehingga distribusi pasien harus merata ke rumah-sakit tujuan yang jaraknya relatif dekat
dengan tempat kejadian. Setiap rumah sakit harus sudah memiliki team yang siap
diberangkatkan kapan saja dalam respon terhadap adanya bencana. Counter disaster
medicine dalam hal ini sangat penting untuk diadakan pada tiap rumah sakit dengan segala
fasilitas dan alat-alat medis yang mencukupi untuk mengatasi suatu bencana dalam jumlah
yang relatif besar.
Transport antar rumah sakit
Meliputi transport dari rumah sakit di daerah pedalaman atau kabupaten menuju ke
rumah sakit pusat rujukan. Team khusus terapi intensif yang dapat dimobilisasi dengan
cepat sangat diperlukan.
Transport jarak jauh (internasional)
Jarak yang ditempuh dalam kriteria ini adalah lebih dari 3000 km dan memerlukan
alat transport tambahan misalnya pesawat udara bermesin jet biasanya disediakan
maskapai penerbangan komersial. Anggota team, pasien dan peralatan yang dibawa
memerlukan minimal 15 tempat duduk. Pesawat udara militer misalnya Hercules C 130
kapasitasnya besar namun agak bising dan kecepatannya lebih lambat dibandingkan
pesawat komersial. Pesawat terbang komersial biasanya menyediakan listrik 28 V DC
akan tetapi tidak semua maskapai mengijinkan penggunaannya. Pesawat terbang yang
bukan secara khusus dibuat penggunaannya untuk tujuan transport medis biasanya tidak
menyediakan listrik 28 V DC untuk keperluan gawat darurat. Pasien sebelumnya harus
ditentukan sudah stabil untuk penerbangan. Pada kasus infark miokard akut, transport
medis dengan penerbangan dinyatakan aman setelah 2 minggu pascaserangan.
Kelengkapan imigrasi, akomodasi, konsumsi, legal status dari staf harus
dipersiapkan sebelumya. Setelah tibanya dari tugas evekuasi setiap anggota team medis
harus mendapatkan istirahat kuranglebih 12 jam sebelum ikut dalam shift jaga. Secara
umum tiap anggota team harus mempersiapkan keperluan mereka sendiri. Adaptor listrik
dan gas medis terutama tidak cocoknya koneksi harus dapat diatasi . Sampah medis
misalnya jarum suntik, syringe, dressing harus sudah disediakan tempat yang khusus.

PENGADAAN TRANSPORT MEDIK


Perencanaan
Komunikasi dan koordinasi yang baik diantara team evakuasi dan ambulans dan staf yang
berada di rumah sakit adalah sangat penting. Komunikasi yang kurang, penyebaran detail
informasi yang terbatas menyebabkan staf spesialis mengalami kesulitan dalam mengendalikan
keadaan kritis dari pasien secara adekuat. Saluran telepon dan faksimil yang baik akan
mempermudah personel team evakuasi memperoleh advis dalam melakukan resusitasi serta
evakuasi pasien di tempat kejadian.
Personel
Setiap anggota team harus dapat melakukan diagnostik dan resusitasi. Direkomendasikan
setiap anggota team harus bersertifikasi ATLS. Kemampuan setiap anggota untuk melakukan
prosedur tindakan, komunikasi yang tepat dan benar akan berefek pada outcome pasien. Mabuk
perjalanan (motion sickness) obstruksi tuba eustasius atau masalah sakit lainnya akan berefek pada
pasien dan staf. Personel team yang memiliki masalah mabuk perjalanan tidak boleh
diikutsertakan. Obat yang paling efektif menangani mabuk perjalanan adalah hyoscine
hydrobromide (scopolamine) diminum 4 jam sebelum perjalanan, sedangkan transdermal patch
perlu waktu 8 jam sebelum perjalanan ditempelkan dikulit, efeksampingnya dalah mulut kering
dan distonia.
Pemilihan Pasien
Salah satu hal yang penting mendapat perhatian dalam keberhasilan transportasi pasien
kritis adalah pemilihan pasien yang tepat dengan fasilitas pelayanan ambulans atau evakuasi yang
disediakan. Kriteria pasien yang memerlukan evakuasi medis:
• Pasien dengan diagnosis yang potensial kearah perburukan
• Pasien yang memerlukan monitoring ketat dan intervensi medis segera.
• Pasien yang memerlukan
Rumah sakit rujukan dan ambulans servis harus waspada apabila terjadi kasus perburukan
pada pasien saat transport diluar perkiraan team yang merujuk pasien tersebut. Mekanisme
penilaian kelayakan pasien yang akan dirujuk berdasarkan keadaan kritis yang dialami pasien
dengan standar peralatan yang ada di ambulans transport harus sangat sensitif dan spesifik.
Komunikasi
Pendekatan yang sistematik harus dilakukan untuk memastikan kecepatan dan ketepatan
respon dari team apabila terdapat kasus pasien kritis yang harus segera dirujuk. Nomer telefon
bebas pulsa dengan kemampuan melakukan confrence call paling ideal untuk disediakan. Faksimil
dan kemampuan teleradiologi juga penting untuk disediakan. Pengiriman team transport ketempat
yang memerlukan pertolongan, merujuk pasien ketempat pelayanan medis yang lebih tinggi
sebelumnya sudah harus melalui mekanisme pertimbangan medis klinis dari staf medis setempat.
Singkatnya, pertimbangan klinis sederhana yang meliputi kemampuan rumah sakit perujuk dalam
menangani pasien kritis, team transport medis dan rumah sakit tujuan rujukan merupakan hal yang
paling penting. Walau bagaimanapun cepatnya respon team transport medis, jika tanpa adanya
kemampuan dalam menanggulangi masalah utama jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi maka
mustahil pasien akan selamat. Pertimbangan terus menerus meliputi stabilisasi dan persiapan
pasien untuk dilakukannya transport medis sangat diperlukan sebelum tibanya team transport
medis. Cek lis perawatan pasien yang sudah dilakukan dan persiapan rujukan merupakan syarat
yang sudah harus dilaksanakan sebelum pengiriman pasien ke rumah sakit rujukan.
Team transport medis harus sudah berkomunikasi sebelumnya dengan rumah sakit tujuan
rujukan, khususnya apabila ada suatu perubahan kondisi pasien saat perjalanan, prakiraan waktu
tiba, manajemen pascatransport, pertimbangan jarak tempat rujukan atau pengalihan rujukan
pasien ke pusat rujukan lain yang disesuaikan dengan keadaan kritis pasien. Telepon selular
merupakan salah satu pilihan yang paling baik untuk komunikasi akan tetapi hal ini disesuaikan
dengan sinyal dan jaringan penyedia layanan. Radio komunikasi merupakan pilihan lain yang lebih
relevan dalam mengatasi masalah ini terutama apabila menyangkut transportasi atau evakuasi
medis dari darat udara.

ALAT-ALAT
Hal Yang Harus Diperhatikan
Alat-alat resusitasi harus sudah lengkap dan siap pakai saat prosedur evakuasi dan
transportasi dilaksanakan. Kemasan medis (medical pack) beratnya tidak melebihi 40 kg. Usungan
(stretcher) untuk pasien dalam pesawat atau ambulans sudah masing-masing tersedia. Selimut
khusus untuk pasien yang ditransport melalui pesawat udara untuk memproteksi dari perubahan
suhu harus disediakan; bila tidak ada alternatifnya dengan memakai lembar plastic transparan yang
cukup kuat untuk selimut pasien. Alat-alat perlindungan diri yang cukup untuk staf dari material
pencetus infeksi misalnya sarung tangan steril dan gaun sekali pakai,alat proteksi mata, tempat
penampungan alat-alat tajam dan peralatan injeksi non jarum.
Transport monitor, infusion pumps, ventilator harus sudah ada baterenya, dalam keadaan
siap pakai dan mudah dibawa (portable). Pemilihan sumber tenaga listrik dari batere dianjurkan
memilih tipe lithium karena dapat discharge berkali-kali tanpa mengalami gangguan performa
yang nyata. Batere cadangan harus selalu disediakan apabila jarak tempuh tempat rujukan
diperkirakan lebih dari setengah kemampuan batere. Tenaga listrik suplemen juga harus tersedia
didalam kendaraan transport atau evekuasi medis.
Portabilitas alat bantu medis pada kendaraan transport medis dapat digolongkan menjadi
dua yaitu: alat yang dapat dipasang dan dilepaskan dari kendaraan medis atau disebut dengan
modular unit. Dan mobile intensive care module dimana alat-alat bantu tersebut menempel pada
usungan pasien (stretcher) bisa terpasang dibagian bawah atau ditengah-tengah (stretcher bridge).
Desain inilah yang sekarang banyak dipakai dalam transportasi medis oleh karena mempercepat
waktu dalam memindahkan pasien, meminimalkan masalah konektivitas alat yang memerlukan
tenaga listrik dan mengurangi resiko tertinggalnya alat-alat bantu medis tersebut setelah prosedur
evakuasi selesai.

Alat-alat yang harus dipersiapkan


I. Alat bantu pernafasan
1. Intubasi
• Pipa endotrakeal dan konektornya - untuk dewasa dan anak-anak
• Introducer, bougie, forsep magill
• Laringoskop, bilah laringoskop, lampu laringoskop dan betere
•Alat tambahan: syringe untuk mengembangkan cuff, manometer, forsep klip, pipa
endotrakeal leher angsa, jelly untuk pelicin, plester, filter penyerap cairan.
2. Alat bantu nafas lain
• Sederhana : nasofaring dan Guedel
• Supraglotik : laryngeal mask dan combitube
• Infraglotik : krikotirotomi set dan pipa krikotiroid
3. Masker oksigen: (termasuk masker oksigen untuk FiO2 bertekanan tinggi, tubing dan
nebulizer.
4. Alat suction
• Sistem utama: biasanya terpasang pada kendaraan transport
• Portable suction
• Suction tubing, alat pemegang suction, kateter, cadangan alat tersebut.
5. Self inflating hand ventilator, mask dan PEEP (positive end expiratory pressure) valve.
6. Ventilator portable dengan alarm (alarm disconnect dan overpressure).
7. Sirkuit ventilator dan cadangannya.
8. Spirometer dan manometer cuff ( pengukur tekanan cuff pipa endotrakeal)
9. Capnograf (pengkur kadar karbondioksida)
10. Alat drainase pleura :
• Kateter interkosta dan kanula-nya.
• Set alat bedah beserta alat dan benang jarit.
• Heimlich type valve dan drainage bags
11. Sistem oksigen utama (biasanya sudah ada di kendaraan transport medis) yang sudah cukup
terisi oksigen dengan flowmeter dengan outlet dinding yang standar.
12. Tabung oksigen cadangan dengan flowmeter dan outlet standar.

II. Alat bantu sirkulasi


1. Defibrilator/monitor/pacu jantung eksterna beserta dengan leads, elektroda dan pads.
2. Peralatan pemberian cairan intravena:
• Berbagai cairan infus : kristaloid isotonik, dekstrose, koloid.
• Infus set dan blood set.
• Kanula intravena berbagai ukuran: perifer dan sentral
• Ekstensi intravena set (three way dan needle free injection system)
• Syringe, jarum
• Alcohol swipes (untuk desinfeksi kulit), plester dan peralatan dressing intravena.
• Pressure infusion bag
• Arteri line.
3. Peralatan monitoring tekanan darah
• Kanula arteri beserta arteri tubing dan transdusernya.
• Monitor tekanan darah invasif dan non invasif.
• Sphygmomanometer aneroid (non merkuri) dan cuff berbagai macam ukuran yang
kompatibel dengan monitor elektronik atau manual.
• Oksimeter nadi dengan probe jari dengan berbagai macam jenis serta ukurannya.
4. Syringe / infusion pump (minimal 2 buah) dan tubing yang sesuai.

III. Peralatan Lainnya.


1. Kateter urine dan drainase/ bag penampung urine.
2. Gastric tube beserta bag penampungnya.
3. Peralatan bedah minor:
• Kateter interkostal , kateter vena sentral, krikotirotomi.
• Instrumen steril: skalpel, gunting, forsep, tempat jarum.
• Peralatan menjarit dan jarum jarit.
• Antiseptik, peralatan desinfeksi kulit dan perawatan pascatindakan.
• Sarung tangan steril (berbagai macam ukuran), gaun steril dan drapes.
4. Cervical collar, peralatan immobilisasi tulang belakang, splints.
5. Baju pneumatik antisyok (military antishock trousers/MAST).
6. Termometer (non merkuri) dan atau probe temperatur/ monitor.
7. Selimut reflektif dan kain penutup yangberfungsi sebagai penahan panas (thermal insulation
drapes).
8. Perban, plester, gunting heavyduty.
9. Sarung tangan dan kacamata proteksi.
10.Wadah penampungan benda tajam dan terkontaminasi.
11.Pulpen dan map tempat tulis-menulis.
12.Lampu senter.
13.Label untuk memberi tanda pada obat dan pulpen marker.
14.Dekongestan nasal (utnuk pencegahan barotitis).
Agen Farmakologi
1. Obat-obatan susunan saraf pusat:
• Golongan narkotika dan non-narkotika analgetika.
• Ansiolitik / sedatif
• Trankuiliser mayor
• Antikonvulsan.
• Hipnotika intravena/ obat anestetik
• Antiemetik
• Anestetik lokal.
2. Obat-obatan jantung:
• Antiaritmia.
• Antikolinergik.
• Inotropik/ vasokonstriktor.
• Nitrat.
• α dan β bloker dan obat hipotensif.
3. Elektrolit dan obat-obatan Renal:
• Sodium bikarbonat.
• Kalsium klorida
• Magnesium
• Antibiotika
• Oksitosin
• Potasium
• Loop diuretika
• Osmotik diuretika
4. Obat-obatan metabolik dan endokrin:
• Glukose (konsentrat) dan glukagon
• Insulin
• Steroid
5. Obat-obatan lain:
• Blok neuromuskular : depolarisasi dan non depolarisasi.
• Antikolinesterase ( untuk reverse obat blok neuromuskular).
• Antagonis narkotik dan benzodiazepine.
• Bronkodilator.
• Antihistamin.
• Penghambat reseptor H2 dan penghambat pompa proton.
• Antikoagulan atau trombolitik.
• Vitamin K.
• Tokolitik.
6. Cairan: saline dan air steril.

7. Obat-Obat Emergensi pada Anestesi


Emergensi adalah serangkaian usaha-usaha pertama yang dapat dilakukan padakondisi
gawat darurat dalam rangka menyelamatkan pasien dari kematian. Pengelolaan pasien
yang terluka parah memerlukaan penilaian yang cepat dan pengelolaan yang tepat untuk
menghindari kematian.
Obat-obatan emergency atau gawat darurat adalah obat-obat yang digunakan untuk
mengatasi situasi gawat darurat atau untuk resusitasi/life support.2 Pengetahuan mengenai obat-
obatan ini penting sekali untuk mengatasi situasi gawat darurat yang mengancam nyawa dengan
cepat dan tepat.
Obat-obat emergency atau obat-obat yang dipakai pada gawat darurat adalah atrofin,
efedrinn, ranitidin, ketorolak, metoklorpamid, amonofilin, asam traneksamat, adrenalin,
kalmethason, furosemid, lidokain, gentamisin, oxitosin,methergin, serta adrenalin.
Adapun macam-macam obat emergency yang akan dibahas dalam referat iniadalah
sebagai berikut:
1. Epinefrin (Adrenalin)
Epinefrin merupakan prototipe obat kelompok adrenergik. Dengan
mengerti efek epinefrin, maka mudah bagi kita untuk mengerti efek obat adrenergik
yang bekerja di reseptor lainnya. epinefrin bekerja pada semua reseptor adrenergik:
α1, α2, β1 dan β2sedangkan norepinefrin bekerja pada reseptor α1, α2, β1 sehingga
efeknya sama dengan epinefrin dikurangi efek terhadap β2. Selektivitas obat tidak
mutlak, dalam dosis besar selektivitas hilang. Jadi dalam dosis besar agonis β2 tetap
dapat menyebabkan perangsangan reseptor β1 di jantung.

2. Efedrin
Efedrin adalah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan yang disebut efedra
atau ma-huang. Ma-huang mengandung banyak alkaloid mirip efedrin yang
kemudian dapat diolah menjadi efedrin. Bahan herbal yang mengandung efedrin telah
digunakan di Cina selama 2000 tahun, dan sejak puluhan tahun merupakan komponen
obat herbal Cina untuk berbagai klaim misalnya obat pelangsing, obat penyegar atau
pelega napas.
Efedrin mulai diperkenalkan di dunia kedokteran modern pada tahun 1924
sebagai obat simpatomimetik pertama yang dapat dikonsumsi secara oral. Karena
efedrin adalah suatu non-katekolamin maka efedrin memiliki bioavailabilitas yang
tinggi dan secara relative memiliki durasi kerja yang lama selama berjam-jam.
Efedrin belum secara luas diteliti pada manusia, meskipun sejarah
penggunaanya telah lama. Kemampuannya untuk mengaktivasi reseptor β mungkin
bermanfaan pada pengobatan awal asma. Karena efeknya yang mencapai susunan
saraf pusat maka efedrin termasuk suatu perangsang SSP ringan. Pseudoefedrin yang
merupakan satu dari empat turunan efedrin, telah tersedia secara luas sebagai
campuran dalam obat-obat dekongestan. Meskipun demikian penggunaan efedrin
sebagai bahan baku methamfetamin meyebabkan penjualannya telah dibatasi.

3. Sulfas Atropin (Anti Muskarinik)


Penghambat reseptor muskarinik atau anti-muskarinik dikelompokkan dalam
3 kelompok yaitu:
1. Alkaloid antimuskarinik : Atropin dan Skopolamin
2. Derivat semisintetisnya, dan
3. Derivat sintetis
Sintesis dilakukan dengan maksud mendapatkan obat dengan efek khusus
terhadap gangguan tertentu dan efek samping yang lebih ringan. Kelompok obat ini
bekerja pada reseptor muskarinik dengan afinitas berbeda untuk berbagai subtipe
reseptor muskarinik. Oleh karena itu saat ini terdapat antimuskarinik yang digunakan
untuk:
1. Mendapatkan efek perifer tanpa efek sentral misalnya, antispasmodik.
2. Pengunaan lokal pada mata sebagai midriatikum.
3. Memperoleh efek sentral, misalnya untuk mengobati penyakit Parkinson
4. Bronkodilatasi
5. Memperoleh efek hambatan pada sekresi lambung dan gerakan saluran cerna.
Atropin (campuran α dan l-hiosiamin) terutama ditemukan pada Atropa
belladonna dan Datura stramonium, merupakan ester organik dari asam tropat
dengan tropanol atau skopin (basa organik). Walaupun selektif menghambat reseptor
muskarinik, pada dosis sangat besar atropine memperlihatkan efek penghambatan
juga di ganglion otonom dan otot rangka yang reseptornya nikotinik.

4. Aminofilin (Derivat Xantin: theophylline ethylenediamine)


Derivat xantin yang terdiri dari kafein, teofilin dan teobromin ialah alkaloid
yang terdapat dalam tumbuhan. Sejak dahulu ekstrak tumbuh-tumbuhan ini
digunakan sebagai minuman. Kafein terdapat dalam kopi yang didapat dari
biji Coffea Arabica, Teh dari daun Thea sinensis mengandung kafein dan teofilin.
Cocoa, yang didapat dari bijiTheobroma cacao mengandung kafein dan teobromin.
Ketiganya merupakan derivat xantin yang mengandung gugus metil. Xantin sendiri
ialah dioksipurin yang mempunyai struktur mirip dengan asam urat.

5. Deksamethason (Kortikosteroid)
Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan lemak;
dan mempengaruhi juga fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik, sistem saraf
dan organ lain. Korteks adrenal berfungsi homeostatis, artinya penting bagi
organisme untuk dapat mempertahankan diri dalam menghadapi perubahan
lingkungan.
Glukokortikoid memiliki efek yang tersebar luas karena mempengaruhi fungsi
dari sebagian besar sel-sel tubuh. Dampak metabolik yang utama dari sekresi atau
pemberian glukokortikoid adalah disebabkan karena kerja langsung hormon-hormon
ini pada sel. Tetapi dampak pentingnya adalah dalam menghasilkan respon
homeostatik pada insulin dan glucagon. Meskipun banyak efek dari glukokortikoid
berkaitan dengan dosis dan efeknya membesar ketika sejumlah besar glukokortikoid
diberikan untuk tujuan terapi.

Peralatan Tambahan
1. Pacu jantung dan transvenous temporary pacing kit.
2. Darah (biasanya golongan darah O rhesus negatif dan atau produk darah lain.
3. Infusion pump cadangan dan peralatan pemasangan kanulasi vena cadangan.
4. Peralatan untuk melahirkan.
5. Peralatan khusus pediatrik tambahan.
6. Anti bisa atau anti racun binatang/serangga.
7. Obat-obatan spesifik lain dan antagonisnya.
________________________________________________________________
MONITORING
Observasi ketat tanda vital pasien oleh personel yang sudah mendapat pelatihan khusus
dan berpengalaman adalah yang paling penting dalam monitoring, beberapa penilaian klinis seperti
auskultasi tidak mungkin bisa dilakukan didalam kendaraan transport medis. Oleh karena itu,
monitoring dengan alat yang tepat minimal harus sama atau kalau bisa lebih canggih didalam
kendaraan transport medis. Rumah sakit yang merujuk harus tidak mengijinkan pasien bila
ditransport oleh anggota team yang memiliki kemampuan yang rendah dalam monitoring pasien.
Keistimewaan monitor transport medis berupa EKG, Saturasi O2, pemantauan tekanan darah
invasif dan non invasif, kapnografi dan temperature telah menggantikan tehnik lama dalam
pemantauan pasien kritis seperti perkiraan tekanan darah sistolik dengan palpasi dan monitoring
MAP (mean arterial pressure) dengan menggunakan pengukur tensi aneroid dan gauge.
Beberapa tehnik lain yang bisa dipakai sebagai cadangan misalkan alat defibrilator bisa
dipakai pengganti EKG, alat pengukur saturasi oksigen dan kapnograf portabel. Alat pengukur
tekanan darah non invasif dan probe pulse oksimetri dapat menimbulkan kesalahan pengukuran
sehingga lebih dianjurkan penggunaan monitor arteri invasif dan pemberian alat pelapis probe
pulse oksimetri. Alat yang mengandung mercury lebih baik tidak dipergunakan bila memakai
pesawat udara sebagai sarana transport. Apabila waktu transport atau evakuasi medis memakan
waktu yang cukup lama maka pasien dengan masalah gangguan pernafasan dan masalah biokimia
dianjurkan membawa pula alat analisa gas darah dan biokimia yang portabel.

PENUNJANG VENTILASI DAN RESPIRASI


Ventilator mekanik harus dipergunakan pada semua pasien yang memerlukan bantuan alat
nafas. Ventilasi secara manual oleh anggota team tidak memberikan volume tidal yang konstan
serta EtCO2 yang stabil dan sudah barang tentu anggota team yang bertugas memompa tersebut
tidak bisa mengerjakan tindakan lain selain memompa. Suatu hal yang penting dipertimbangkan
mengenai ventilator mekanik yaitu antara portabilitasnya atau kelengkapan pilihan mode
ventilasinya.
Tidak ada ventilator mekanik portabel yang sempurna seperti yang dipaparkan pada tabel
. Tiap model ventilator dibuat berdasarkan spesifikasi tersendiri, sehingga pemilihan ventilator
mekanik portabel memegang peranan yang penting saat perencanaan awal secara klinis dan
operasional evakuasi atau transport medis. Back up alat ventilasi mekanik secara manual harus
tetap tersedia. Pada beberapa kasus pernafasan yang berat akan diperlukan ventilator mekanik
sesuai standar ruang ICU. Hal ini memerlukan tersedianya tabung udara medis dan tenaga listrik
dengan arus AC. Saat ini sudah terdapat ventilator mekanik portabel baru yang merupakan hybrid
antara ventilator ICU dengan ventilator transport medis sehingga tidak memerlukan lagi tabung
udara medis dan tenaga listrik dengan arus AC. Peralatan yang sama juga diperlukan dalam
mentransport pasien yang sedang dilakukan extracorporeal membrane oxygenation.
Penyediaan alat bantu nafas continuous positive airways pressure (CPAP) menemui
kendala dalam hal ini oleh karena system clapperboard pada alat ini yang sangat hemat
penggunaan gas tapi sangat berat bila dipakai untuk keperluan transport medis. Sedangkan alat
CPAP yang konvensional sangat boros dengan pengunaan gas sehingga alat ini tidak praktis
dipergunakan dan hanya dipakai apabila jarak transport medisnya pendek. Sebenarnya saat ini
sudah terdapat ventilator mekanik dengan mode CPAP secara otomatis namun ada beberapa
laporan yang menyatakan hasil yang tidak baik saat dipakai. Sehingga mode ventilasi pasien
terpaksa dirubah menjadi synchronized intermittent mandatory ventilation (SIMV) atau
intermittent positive-pressure ventilation (IPPV) saat dilakukan transport-evakuasi medis.
Pemeliharaan kelembaban dari gas inspirasi sangat penting saat transport. Pada sebagian
besar kasus, alat pengatur panas dan kelembaban harus berjalan sempurna pada pasien yang
terintubasi. Pada keadaan khusus misalnya pada pasien neonatus dan kistik fibrosis lebih baik
dilakukan humidifikasi aktif dengan nebulisasi.
Sistem suction dan alat cadangannya harus tersedia selama dalam masa transport medis.
Yang dapat dipilih adalah sistem venturi, aspirator manual bertenaga listrik. Sistem venturi
oksigen lebih ringan dari sistem bertenaga listrik akan tetapi konsumsi oksigennya sangat banyak
yaitu 40 liter/menit.
Syarat-syarat ventilator khusus transport-evakuasi medis
• Kecil, ringan, kuat dan murah.
• Tidak tergantung dari tenaga listrik eksternal.
• Gampung dipergunakan dan bersih dengan daya tahan terhadap goncangan, air serta segala
macam hal dalam perjalanan transportevakuasi medis.
• Irit dalam penggunaan gas.
• Cocok untuk pasien dari neonatus sampai dewasa berukuran besar.
• FiO2 yang dipergunakan bisa dari udara atmosfer sampai kadar oksigen 100%.
• Disertai dengan mode PEEP (positive end expiratory pressure), CPAP (continuous positive
airways pressure), SIMV (synchronized intermittent mandatory ventilation) dan PS (pressure
support).
• Rasio inspirasi-ekspirasi yang bervariasi.
• Terdapat mode flow dan pressure.
• Monitoring dan alarm yang terintegrasi disertai sinyal suara dan gambar.
• Tahan terhadap perubahan tekanan (dalam pesawat udara).
INFUS
Pasien sakit kritis sering mendapatkan beberapa macam obat melalui alat infus yang harus
dilanjutkan saat transport-evakuasi medis dilakukan. Pengurangan alat infusion pump dapat
dilakukan dengan menukar cara pemberiannya yaitu dengan cara bolus intravena intermiten. Saat
proses transport-evakuasi sangat penting untuk mengetahui dengan pasti jumlah infus yang harus
tetap diberikan dan yang mana boleh dirubah metode pemberiannya. Alat syringe pump yang
sekarang ukurannya kecil dan ringan yang banyak dipilih untuk transportevakuasi akan tetapi
apabila kebutuhan pemberian cairan pada pasien dalam volume yang besar maka yang dipilih
adalah volumetric pump. Metode infus lama yaitu dengan drop-counting atau hitung tetes,
mempunyai kecenderungan untuk berhenti menetes apabila ada perubahan tekanan dan
dipengaruhi oleh posisi dan pergerakan pasien dan alat ini seharusnya sudah tidak dipergunakan
lagi.
Infusion pressure bags juga harus disediakan untuk menjaga kestabilan tetesan cairan infus.

ALAT-ALAT BANTU LAIN


Alat transcutaneus pacing juga baik untuk disediakan bila ada kasus gawat darurat yang
memerlukannya. Namun bila dalam keadaan elektif harus disediakan transvenous pacing. Alat-
alat lain yang berkaitan dengan terapi khusus lain bila diperlukan juga harus disediakan. Pada
beberapa keadaan misalnya pasien dengan pompa balon intra-aorta (intra aortic ballon-pump)
ukuran alatnya relatif besar dan mempengaruhi pemilihan kendaraan untuk transportasi-evakuasi.
Alat heimlich atau yang serupa yang dipergunakan untuk drainase pleura adalah sangat
penting karena seal (segel pengunci) sistem drainase dalam air tidak cocok untuk transport-
evakuasi. Alat-alat lain misalnya pipa nasogastrik, kateter urine dan drainase luka juga diperlukan.
PILIHAN TRANSPORT-EVAKUASI
Ada 3 buah pilihan transport yang biasanya dipilih: jalan darat, pesawat udara (bersayap)
dan helikopter (baling-baling). Kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh alat transport-evakuasi
pasien dalam keadaan kritis ditampilkan di tabel.
Kendaraan yang dibuat khusus untuk transport-evakuasi medis yang harus dipilih, namun
tetap ada kendaraan cadangan yang harus dapat segera dimodifikasi sebagai kendaraan pengganti
bila diperlukan. Pilihan kendaaan transport-evakuasi ini tergantung dari jarak yang ditempuh dari
rumah sakit perujuk ke tempat rujukan, tergntung juga kegawatan kasus pasiennya.
Guideline atau petunjuk mengenai penggunaan kendaraan tersebut harus dibuat, namun
tetap ada fleksibilitasnya pada beberapa keadaan misalnya beban kerja, kemacetan lalu-lintas,
cuaca dan keterbatasan pemakaian alat transport lainnya.
1. Jalan Darat
Ambulans darat adalah yang paling sering dipergunakan sebagai mobil gawatdarurat.
Pada pasien dimana waktu bukan merupakan ancaman kegawatan dan pengawasan pasien
lebih dipentingkan dari kecepatan tiba di tempat tujuan rujukan maka jalan darat yang
paling dipertimbangkan untuk dipilih karena lebih mudah dikerjakan dan pada beberapa
grup pasien justru lebih aman dalam metode transport ini.

Persyaratan kendaraan transport-evakuasi medis


• Senantiasa siap untuk melaksanakan tugas.
• Keselamatan operasional yang selalu terjaga.
• Dapat mengangkut setidaknya dua usungan (stretcher) dan peralatan intensive care
mobile.
• Tempat duduk yang aman bagi seluruh personel medis yang bertugas, termasuk yang
bertugas diposisi kepala pasien dan sebelah pasien.
• Ruang yang cukup untuk observasi dan melakukan suatu tindakan medis pada pasien.
• Dilengkapi oleh persediaan oksigen yang cukup / gas lain saat transportasi-evakuasi
medis berlangsung.
• Diperlengkapi oleh sumber listrik medis yang cukup disertai oleh tegangan dan arus
listrik yang memadai.
• Kecepatan kendaraan yang mencukupi disertai oleh kenyamanan didalamnya saat tiba-
tiba terjadi akselerasi dari segala sudut.
• Disertai oleh peredam suara dan getaran yang memadai.
• Penerangan kabin, ventilasi dan kontrol kelembaban yang memadai.
• Diperlengkapi oleh kait gantungan cairan intravena dan wadah penampungan benda tajam
medis dan sampah medis.
• Kemudahan dalam menaikkan dan menurunkan pasien serta team medis.
• Dilengkapi rado dan telefon untuk komunikasi medis.
2. Pesawat udara bersayap
Pesawat udara bersayap adalah yang palin tepat untuk transport-evakuasi pasien
jarak jauh. Kecepatannya tidak dapat ditandingi oleh metode transport yang lainnya.
Kelebihannya dibandingkan dengan helikopter adalah terdapatnya kabin dengan
pengaturan tekanan, kabin yang tenang dibandingkan dengan helicopter dan dapat dipakai
saat segala macam cuaca (termasuk di negara dengan empat musim di saat musim salju).

3. Pesawat dengan baling-baling.


Pada jenis ini helikopter yang paling sering dipilih, dimana dengan helicopter
memerlukan beberapa jenis pelatihan bagi anggota team transport-evakuasi untuk bisa
beradaptasi dalam menangani pasien saat berada didalam helikopter. Helikopter berukuran
kecil sangat tidak cocok untuk dipilih sebagai air ambulance. Helikopter dengan ukuran
sedang merupakan pesawat yang serbaguna dalam range atau jarak tempuh mereka yaitu
30 - 50 km. Efisiensi maksimum didapat dengan pilihan transport-evakuasi medis ini dalam
hal waktu, kemampuan beban kerja yang tinggi dan dapat menghindari kemacetan
lalulintas (terutama untuk rumah-sakit yang tersedia fasilitas helipad).

KESELAMATAN DAN PELATIHAN


Transport-evakuasi medis dengan metode apapun menimbulkan resiko bagi staf dan pasien
dan juga menimbulkan pembatasan dalam pelayanan didalam perjalanan. Pada transport-evakuasi
medis dengan pesawat udara bila anggota team tidak mengenali dengan seksama tatacara evakuasi
medis dalam pesawat, maka pelayan kepada pasien tidak akan bisa sempurna, sehingga tiap
anggota team harus terlatih dan diperlengkapi dengan alat-alat medis yang sesuai dengan metode
transport-evakuasi medis yang dipilih. Mereka harus sudah terbiasa dalam menggunakan alat-alat
perlengkapan medis yang ada pada tiap metode transport-evakuasi misalnya: oksigen, suction, alat
listrik medis, system komunikasi perlengkapan penunjang lain dan kotak persediaan obat
gawatdaruratnya.
Anggota senior dari team harus melatih dan mendampingi anggota team yang baru
bergabung untuk beberapa kali misi tugas evakuasi medis. Apabila ada spesialis lain yang yang
ikut menjadi anggota team juga harus diberika pengarahan dengan cepat dan detail mengenai
prosedur kerja yang benar oleh salah satu anggota team. Pelatihan anggota team
transportasievakuasi melalui udara harus meliputi pengenalan dan penggunaan alat-alat
keselamatan, crash response, penyelamatan diri apabila ada kecelakaan pesawat. Prosedur
keselamatan merupakan hal paling utama dalam setiap perjalanan. Aktivitas yang dapat
mengancam keselamatan jiwa seperti mengendarai kendaraan atau pesawat dengan ugal-ugalan
tidak dapat diterima.
Anggota team dilarang memaksa sopir atau pilot untuk mengambil resiko yang berbahaya
dalam mengemudikan kendaraan atau pesawatnya. Karena hal ini telah diketahui sebagai sebagai
kontributor pada kecelakaan ambulans udara.

FISIOLOGI TRANSPORT UDARA DAN KETINGGIAN


Seluruh kendaraan transport-evakuasi medis menimbulkan suara bising, getaran, turbulensi
dan akselerasi. Seluruh anggota team harus waspada terhadap komplikasi yang dapat terjadi yang
berkaitan dengan ketinggian. Seiring dengan peningkatan ketinggian di udara akan menimbulkan
turunnya tekanan parsial oksigen sesuai dengan hukum Dalton dan hukum Boyle.
Persyaratan kendaraan transport-evakuasi medis
Mobil Helikopter Pesawat Bersayap
Waktu berangkat 3-5 menit 5-10 menit 30-60 menit
Kecepatan 10-120 km/ jam 120-150 knots 140-180 knots
(piston)
230-271 knots
(turboprop)
375-460 knots (jet)
Jarak efektif 0-100 km (dapat 50- 50-300 km 200-2000 km
300 km lebih jauh
bila perlu)
Tingkat kebisingan Rendah (kecuali bila Sedang-tinggi Rendah-sedang
kecepatan tinggi) (cruise)
Tinggi (take off-
landing)
Getaran Bervariasi Sedang Rendah (cruise)
(tergantung Sedang-tinggi (take
kecepatan, off-landing)
permukaan jalan)
Akselerasi Bervariasi Minimal Signifikan (saat take
off-landing)
Kemampuan khusus Tergantung jenis Banyak (point to Kabin bertekanan
kendaraan point capability) khusus tahan segala
cuaca
Biaya saat membeli Paling rendah Tinggi Sedang (piston)
Sangat tinggi (jet)
Biaya operasional sedang Sedang – tinggi Rendah - sedang

OKSIGENASI DAN HIPOKSIA


Pasien kritis yang sudah tergantung dengan FiO2 yang tinggi akan terancam
keselamatannya dengan penurunan tekanan atmosfer. Suplementasi oksigen sangat diperlukan
tetap menjaga agar PaO2 arteri tetap stabil. Hanya pada keadaan tertentu misalnya penerbangan
dengan helikopter atau dekompresi tiba-tiba kabin pesawat, akan mengakibatkan timbulnya
hipoksia pada anggota team, oleh karena itu semua anggota team harus waspada akan gejala dan
resiko yang akan terjadi.
Ekspansi Gas
Ekspansi gas yang terperangkap dapat bermanifestasi pada rongga udara fisiologis,
rongga udara patologis dan alat-alat medis yang mengandung udara. Katagori rongga udara
fisiologis yaitu rongga telinga tengah, sinus nasalis dan saluran pencernaan. Hal ini dapat
berefek pada anggota team ataupun pasien yang di evakuasi sehingga anggota team yang
mengalami infeksi saluran nafas bagian atas atau gangguan pencernaan tidak
diperkenankan untuk ikut terbang.
Katagori rongga udara patologis yaitu misalnya pneumothoraks, kiste paru
emfisematus atau bulla pada paru-paru, udara yang terperangkap di intraokuler atau
intrakranial akibat trauma, obstruksi usus, ruptur atau emboli gas pada saluran cerna.
Pasien seperti tersebut tadi harus ditempatkan pada kabin pesawat yang paling rendah atau
ketinggian pesawat dibuat tidak terlalu tinggi terbangnya dengan monitor lengkap dan
pengawasan ekstra ketat terutama pada fase pesawat mendaki ketinggian terbangnya. Efek
yang terjadi akibat terperangkapnya gas pada organ berongga dapat dikurangi dengan
denitrogenisasi dengan cara bernafas dengan O2 100% sebelum dan saat terbang dalam
pesawat.
Peralatan medis yang mengandung udara didalamnya seperti: pipa endotrakeal dan
cuff pipa trakeostomi, pipa sengstaken-blakemore, balon kateter arteri pulmoner, air splint,
baju pneumatik anti syok (Military Anti Shock Trouser suit) dan pleura, gaster dan
beberapa tas untuk drainase luka. Tekanan pipa endotrakeal harus diukur ulang saat
penerbangan atau diisi dengan air.
Peningkatan volume tidal pada ventilator pneumatik dapat terjadi pada peningkatan
ketinggian pesawat dan memerlukan perubahan setting dari ventilator tersebut.

TEKANAN DI KABIN PESAWAT


Hampir semua pesawat air ambulance memiliki kabin dengan tekanan tertentu, yang dapat
mengurangi hipoksia dan ekspansi gas. Kabin bertekanan tertentu artinya tekanan didalam kabin
tersebut tetap dipelihara stabil seperti tekanan sewaktu didarat dari itulah timbul istilah cabin
altitude. Cabin altitude ini sangat tergantung dari model pesawat udaranya, sebagian besar air
ambulance jenis turboprop dapat mengatur tekanan kabin sebanyak 350 mmHg (46,7 kPa) atau
cabin altitude setinggi 1000m (3000 ft) saat terbang setinggi 6500 m (20.000 ft). Saat tekanan
pengaturan maksimum tercapai, pengaturan tekanan hanya dapat dicapai dengan menurunkan
ketinggian pesawat dan tentunya hal ini dapat mengancam keselamatan penerbangan itu sendiri
contohnya dengan menurunkan ketinggian pesawat akan menimbulkan penambahan turbulensi
atau goncangan pada pesawat (apabila hal tersebut dilakukan dibawah standar penerbangan
terendah yang boleh dilakukan). Sehingga apabila hal tersebut sudah tercapai maka team transport-
evakuasi medis tidak boleh meminta penerbang menurunkan lagi ketinggian jelajah pesawat.
Kegagalan pengaturan tekanan dalam kabin sangat jarang terjadi dan apabila terjadi akan terjadi
hal dramatis terjadi pada pasien sehingga seluruh anggota team transpor-evakuasi medis harus tahu
apa yang mesti dilakukan.

PERTIMBANGAN LAIN
Suhu akan turun 2°C setiap kenaikan ketinggian terbang 300 m (1000 ft).
Tekanan parsial air juga akan turun dan hal ini tidak terkoreksi oleh pengaturan tekanan kabin.
Sistem respirasi dan mukosa yang terekspos akan menjadi dehidrasi dan akan menimbulkan akibat
hipovolemia sistemik. Pasien yang terintubasi harus paling tidak memiliki pasif humidifikasi. Pada
perjalan yang cukup jauh anggota team transport-evakuasi medis akan terpengaruh juga.
Anggota team evakuasi medis sehari sebelum keberangkatan harus menjalani latihan ketahanan
terhadap perubahan tekanan dalam penerbangan.

PERSIAPAN PASIEN SEBELEM TRANSPORT-EVAKUASI MEDIS


Persiapan pasien sangat tergantung dari diagnosis pasien dan kondisinya.
Bila memungkinkan pasien harus stabil terlebih dahulu, tindakan seperti pembedahan bila
diperlukan harus dikerjakan terlebih dahulu untuk memelihara kestabilan keadaan umum pasien
selama evakuasi berlangsung. Dengan pengecualian apabila harus sesegera mungkin
diberangkatkan untuk mendapatkan intervensi medis darurat di tempat tujuan rujukan.
Mengevakuasi pasien seperti ini sudah tentu sangat beresiko tinggi namun hal ini tidak akan siasia
dibandingkan menstabilkan terlebih dahulu pasien yang keadaannya terus bertambah buruk.
Sebelum dilakukan prosedur evakuasi, jalan nafas pasien harus sudah aman bila perlu dilakukan
intubasi-ventilasi dan akses intravena.
Perdarahan eksterna yang terjadi harus sudah terkontrol. Pemeriksaan penunjang tambahan harus
sudah dikerjakan sesuai indikasi pasien (misalnya x-Ray dan analisa gas darah). Pasien harus
dalam keadaan aman diatas stretcher (usungan medis) dan terkoneksi dengan ventilator serta alat
monitor elektronik sesuai dengan derajat stabilitas keadaannya dengan keterbatasan waktu yang
tersedia. Cairan infus harus sudah diperhitungkan dengan tepat dan obat sedasi diberikan saat
perjalan.
Apabila terpasang thoraks drain intercosta harus sudah terkoneksi dengan katup tipe Heimlich.
Apabila nutrisi parenteral dihentikan, maka harus diberikan infus dekstrose sebagai penggantinya
dengan kontrol gula darah yang ketat.
Dokumentasi yang lengkap harus dilakukan termasuk surat rujukan, hasil evaluasi dirumah sakit
asal rujukan, perlengkapan ambulans harus dilengkapi saat melakukan evakuasi. Team evakuasi
harus memastikan sudah membawa perlengkapan legal-medis yang diperlukan.

PENGAWASAN PASIEN SAAT TRANSPORT-EVAKUASI MEDIS


Apabila pasien dipersiapkan secara optimal seharusnya dalam fase ini tidak akan ada permasalahan
saat dilakukannya transport-evakuasi.
Kewaspadaan yang penuh harus dilakukan saat awal pemberangkatan, karena pada saat awal
tersebutlah akan terlihat dekompensasi fisiologis tubuh dan masalah teknis seperti diskonetifitas
peralatan transportasi-evakuasi akan terlihat. Sesudah berada pada kendaraan transportasi maka
prosedur recheck kelengkapan dan kesiapan pakai alat-alat harus dilakukan. Terapi, monitoring
dan dokumentasi harus dilakukan saat transportasi. Pasien yang ditransportasievakuasi akan
terancam dengan keadaan hipotermia khususnya apabila terintubasi dan atau diberikan pelumpuh
otot dan atau diberikan beragam cairan infus. Pemanasan aktif diberikan didalam kendaraan
transport sedangkan pemanasan secara pasif dilakukan saat menaikkan dan menurunkan pasien,
hal tersebut harus dilakukan oleh anggota team transportasi-evakuasi. Apabila ada masalah
kegawatdaruratan yang mengharuskan anggota team meninggalkan tempat duduknya maka hal
tersebut harus diinformasikan pada sopir kendaraan atau pilot pesawat udara.
Kematian saat transportasi merupakan hal yang sangat jarang terjadi.
Apabila terjadi maka kejadian tersebut harus diberitahukan ke kerabat terdekat mengenai jarak,
lokasi dan tempat rujukan yang akan dituju saat terjadinya kematian dalam hal mendapatkan
persetujuan keluarga diteruskan atau tidaknya transportasi-evakuasi itu. Membawa serta salah satu
anggoa keluarga merupakan suatu hal yang masih kontroversial saat ini. Namun apabila pasien
masih dalam keadaan sadar khususnya pasien anak-anak anggota keluarga yang turut serta
membawa banyak keuntungan. Untuk pasien yang tidak sadar tidak terlalu menguntungkan
mengikutsertakan keluarga menimbang tempat yang terbatas pada kendaran transport dan reaksi
keluarga tersebut apabila terjadi suatu keadaan kritis dari pasien. Untuk itu harus ada aturan
mengenai keikutsertaan keluarga dan apabila terjadi suatu kematian saat transportasievakuasi.
JAMINAN KUALITAS DENGAN EDUKASI DAN PENELITIAN
Sistem transportasi-evakuasi pasien kritis sekarang masih dalam tahap pengembangan terutama
mengenai standar dan pedoman baku/ guideline-nya.
Hal ini berarti masih ada kemungkinan pertimbangan masalah, kesalahan dan insiden yang terjadi
dalam proses tersebut. Oleh karena itu pengembangan penelitian untuk peningkatan kualitas harus
segera dilakukan. Hal ini tentunya memerlukan kumpulan data baik secara klinis dan operasional
dan outcome pasien. Proses tersebut harus dilakukan secara teliti dan waspada terhadap adanya
kesalahan sistem (system error) pada tiap individu pasien, peralatan dan anggota team. Hasil
penelitian awal mengenai adanya suatu kesalahan pada monitoring pasien telah dilaporkan. Para
pengguna jasa ini harus diinformasikan mengenai setiap adanya perubahan sistem. Inovasi dan
penelitian yang berkesinambungan harus terus dilakukan oleh tiap anggota team dalam
menghasilkan suatu sistem yang baku pada transportasi-evakuasi pasien.

Transportasi-evakuasi Pasien Pada Keadaan Khusus.


Transport Perinatal
Meliputi transport neonatus intrauterine dan ekstrauterine. Untuk transportasi neonatus
biasanya dilakukan oleh team khusus neonatus. Alternatif lainnya adalah sebagian atau seluruh
team transport-evakuasi dewasa ikut mendampingi spesialis anak subbagian neonatus. Usungan
atau stretchers neonatus ukurannya besar dan berat serta memerlukan tenaga listrik yang cukup
besar yaitu 250 watt untuk menjalankan alat pelembab (humidifier), incubator serta monitor,
ventilator dan infusion pump. Juga diperlukan untuk mengatur medical air supaya tetap terjaganya
regulasi FiO2 (fraksi oksigen) dalam ventilator. Transportasi-evakuasi wanita hamil beresiko
terjadinya kelahiran prematur dan melahirkan dalam perjalanan (walau jarang terjadi), kalau hal
ini terjadi akan terjadi suatu keadaan suboptimal dari bayi yang lahir prematur.
Sehingga sebelum dilakukannya transportasi-evakuasi pada ibu hamil, maka lebih baik
diusahakan sudah dapat dilahirkan di rumah sakit asal, dengan konsekwensinya setelah melahirkan
maka team transportasi-evakuasi yang berangkat harus berkualifikasi dalam neonatal dan maternal
transport.
Transport Pasien Kecelakaan Menyelam
Pasien dengan masalah dekompresi atau emboli gas arterial memerlukan transportasi-
evakuasi medis yang cepat menuju ke tempat yang menyediakan fasilitas rekompresi. Sehingga
harus diperhatikan bahwa berkurangnya tekanan sedikit saja dari ambang tekanan yang ditoleransi
pasien, misalnya 10 meter (30 feet) peningkatan ketinggian penerbangan akan menimbulkan suatu
keadaan yang mengancam jiwa pasien tersebut. Pasien seperti tersebut diatas memiliki jumlah total
nitrogen yang tinggi dalam tubuhnya sehingga dengan penerbangan dapat meningkatkan resiko
bertambahnya jumlah gas tersebut dalam tubuh. Ada beberapa laporan mengenai penggunaan
ruang hiperbarik dalam transportasi udara akan tetapi masih diragukan penggunaannya apabila
terjadi suatu masalah yang diakibatkannya serta terapi yang dapat dilakukan dalam perjalanan.
Saat ini yang dilakukan adalah dengan penggunaan kabin dengan tekanan mendekati tekanan
dipermukaan air laut dengan 100% kadar oksigen.

Transport-evakuasi Internasional Jarak Jauh.


Transport-evakuasi ini pada pasien kritis sudah semakin meningkat jumlahnya. Sering
terjadi permasalahan yang kompleks pada pasien mengenai status medis-sosial-ekonomi untuk
merujuk pasien. Harus dipertimbangkan untuk hal ini mengenai visa, imigrasi, keperluan logistik
dan masalah medis yang kemungkinan terjadi pada transortasi-evakuasi medis dengan jarak yang
cukup jauh. Team dokter memiliki kemungkinan lebih sedikit menemui permasalahan
dibandingkan dengan team paramedis yaitu dari masalahan logistik sampai jadwal jaga personal
apabila mengikuti evakuasi jarak jauh. Selan itu juga dan pertimbangan menggunakan pesawat
komersial biasa yang lebih murah dibandingkan dengan air ambulance. Kebanyakan penerbangan
komersial hanya menerima pasien yang sudah dalam keadaan stabil dan bisa dalam posisi duduk
namun ada juga yang menerima pasien dengan usungan atau stretcher dan alat penunjangnya yang
lain. Oksigen sistem yang terpisah harus disediakan didalam pesawat komersial karena sistem
oksigen pesawat tersebut biasanya hanya menyediakan aliran oksigen 4 liter permenit hal ini tidak
memenui syarat untuk transport pasien kritis. Clearance alat-alat medis yang dibawa serta dalam
pesawat komersial harus didapatkan dari tehnisi ahli sebelum keberangkatan.
Demikian pula sumber listrik atau baterai yang dibawa serta untuk suplai listrik alat-alat
medis harus dikomunikasikan sebelumnya. Sedangkan air ambulance diindikasikan bagi pasien
yang gawat, masih dalam fase infeksi dan memerlukan tekanan kabin tertentu dalam penerbangan,
sedangkan pasien dengan masalah miokard yang sudah stabil diperbolehkan terbang dengan
pesawat komersial biasa dengan tentunya dikawal oleh team medis transport-evakuasi.

STABILISASI PASIEN
A. Airway & B. Ventilasi
– Jalan napas aman/terintubasi
– Tracheal tube terfiksasi baik, posisi diyakini benar dengan Chest X-ray
– Sedasi, paralisis, ventilasi
– Ventilasi dengan ventilator portable
– Cek AGD untuk menilai ventilasi dan oksigenasi adekuat
C. Sirkulasi
– Laju nadi dan Tekanan darah stabil
– Adekuat perfusi jaringan dan organ
– Perdarahan terkontrol
– Resusitasi cairan adekuat
– Minimal 2 akses vena
– Bila diperlukan arteri line dan central venous line
D. Neurologi
– Kejang teratasi, masalah metabolik disingkirkan
– Peningkatan Tekanan intra kranial diatas E. Metabolik
– Gula Darah> 70 mg/dl – Kalium < 6 mmol/L
– Gangguan asam basa tidak ada-ringan
E. Trauma
– C-spine aman/terproteksI
– Pneumotorak terpasang drain
– Perdarahan intratorak/abdominal terkontrol
– Cidera intraabdominal telah diperiksa dan diatasi
– Fraktur tulang panjang dan pelvis telah difiksasi

KLASIFIKASI PASIEN
• Stabil tanpa resiko perburukan
• Oksigen, iv line, monitor
• Stabil dengan resiko rendah
• Iv fluid, iv obat anlagetik, pulse oxymetri
• Stabil dengan resiko tinggi
• Terintubasi, on ventilator, obat vasoaktif, riwayat tidak stabil dan kemungkinan
memburuk
• Pasien tidak stabil
• Tidak dapat distabilkan ditempat asal pasien, membutuhkan monitor invasive,
balloon pump, membutuhkan tim critical care.
Keseimbangan Asam Basa dalam Darah
Derajat keasaman merupakan suatu sifat kimia yang penting dari darah dan cairan tubuh
lainnya. Satuan derajat keasaman adalah pH:
1. pH 7,0 adalah netral
2. pH diatas 7,0 adalah basa (alkali)
3. pH dibawah 7,0 adalah asam.
Suatu asam kuat memiliki pH yang sangat rendah (hampir 1,0); sedangkan suatu basa kuat
memiliki pH yang sangat tinggi (diatas 14,0). Darah memiliki ph antara 7,35-7,45. Keseimbangan
asam-basa darah dikendalikan secara seksama, karena perubahan pH yang sangat kecil pun dapat
memberikan efek yang serius terhadap beberapa organ.
Tubuh menggunakan 3 mekanisme untuk mengendalikan keseimbangan asam-basa darah:
1. Kelebihan asam akan dibuang oleh ginjal, sebagian besar dalam bentuk amonia. Ginjal
memiliki kemampuan untuk mengatur jumlah asam atau basa yang dibuang, yang biasanya
berlangsung selama beberapa hari.
2. Tubuh menggunakan penyangga pH (buffer) dalam darah sebagai pelindung terhadap
perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dalam pH darah. Suatu penyangga ph bekerja secara
kimiawi untuk meminimalkan perubahan pH suatu larutan. Penyangga pH yang paling penting
dalam darah adalah bikarbonat. Bikarbonat (suatu komponen basa) berada dalam
kesetimbangan dengan karbondioksida (suatu komponen asam).
Jika lebih banyak asam yang masuk ke dalam aliran darah, maka akan dihasilkan lebih
banyak bikarbonat dan lebih sedikit karbondioksida. Jika lebih banyak basa yang masuk ke
dalam aliran darah, maka akan dihasilkan lebih banyak karbondioksida dan lebih sedikit
bikarbonat.
3. Pembuangan karbondioksida.
Karbondioksida adalah hasil tambahan penting dari metabolisme oksigen dan terus
menerus yang dihasilkan oleh sel. Darah membawa karbondioksida ke paru-paru dan di paru-
paru karbondioksida tersebut dikeluarkan (dihembuskan) pusat pernafasan di otak mengatur
jumlah karbondioksida yang dihembuskan dengan mengendalikan kecepatan dan kedalaman
pernafasan. Jika pernafasan meningkat, kadar karbon dioksida darah menurun dan darah
menjadi lebih basa. Jika pernafasan menurun, kadar karbondioksida darah meningkat dan
darah menjadi lebih asam.
Dengan mengatur kecepatan dan kedalaman pernafasan, maka pusat pernafasan dan
paru-paru mampu mengatur pH darah menit demi menit.
Adanya kelainan pada satu atau lebih mekanisme pengendalian ph tersebut, bisa
menyebabkan salah satu dari 2 kelainan utama dalam keseimbangan asam basa, yaitu asidosis atau
alkalosis.
Asidosis adalah suatu keadaan pada saat darah terlalu banyak mengandung asam (atau terlalu
sedikit mengandung basa) dan sering menyebabkan menurunnya pH darah.
Alkalosis adalah suatu keadaan pada saat darah terlalu banyak mengandung basa (atau terlalu
sedikit mengandung asam) dan kadang menyebabkan meningkatnya pH darah.
Asidosis dan alkalosis bukan merupakan suatu penyakit tetapi lebih merupakan suatu
akibat dari sejumlah penyakit. Terjadinya asidosis dan alkalosis merupakan petunjuk penting dari
adanya masalah metabolism yang serius.
Asidosis dan alkalosis dikelompokkan menjadi metabolik atau respiratorik, tergantung
kepada penyebab utamanya. Asidosis metabolik dan alkalosis metabolik disebabkan oleh
ketidakseimbangan dalam pembentukan dan pembuangan asam atau basa oleh ginjal.
Asidosis respiratorik atau alkalosis respiratorik terutama disebabkan oleh penyakit paru-
paru atau kelainan pernafasan.

Asidosis Respiratorik
Defenisi :
Asidosis Respiratorik adalah keasaman darah yang berlebihan karena penumpukan
karbondioksida dalam darah sebagai akibat dari fungsi paru-paru yang buruk atau pernafasan yang
lambat. Kecepatan dan kedalaman pernafasan mengendalikan jumlah karbondioksida dalam darah.
Dalam keadaan normal, jika terkumpul karbondioksida, pH darah akan turun dan darah
menjadi asam. Tingginya kadar karbondioksida dalam darah merangsang otak yang mengatur
pernafasan, sehingga pernafasan menjadi lebih cepat dan lebih dalam.
Gejala:
Asidosis respiratorik ditandai dengan sakit kepala dan rasa kantuk. Jika keadaanya
memburuk rasa mengantuk akan berlanjut menjadi stupor (penurunan kesadaran) dan koma.
Stupor dan koma dapat terjadi dalam beberapa saat jika pernapasan terhenti atau jika pernapasan
sangat terganggu atau setelah berjam-jam jika pernapasan tidak terlalu terganggu. Ginjal berusaha
untuk mengkompensasi asidosis dengan menahan bikarbonat, namun proses ini memerlukan
waktu beberapa jam bahkan beberapa hari.
Penyebab :
Asidosis respiratorik terjadi jika paru-paru tidak dapat mengeluarkan karbondioksida
secara adekuat. Hal ini dapat terjadi pada penyakit-penyakit berat yang mempengaruhi paru-paru,
seperti:
1. Emfisema
2. Bronkitis kronis
3. Pneumonia berat
4. Edema pulmoner
5. Asma.
Asidosis respiratorik dapat juga terjadi bila penyakit-penyakit dari saraf atau otot dada
menyebabkan gangguan terhadap mekanisme pernafasan. Selain itu, seseorang dapat mengalami
asidosis respiratorik akibat narkotika dan obat tidur yang kuat, yang menekan pernafasan.

Asidosis Metabolik
Defenisi :
Asidosis Metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan, yang ditandai dengan
rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan keasaman melampaui sistem
penyangga pH, darah akan benar-benar menjadi asam. Seiring dengan menurunnya pH darah,
pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat sebagai usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan
asam dalam darah dengan cara menurunkan jumlah karbon dioksida.
Pada akhirnya, ginjal juga berusaha mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara
mengeluarkan lebih banyak asam dalam air kemih. Tetapi kedua mekanisme tersebut bisa
terlampaui jika tubuh terus menerus menghasilkan terlalu banyak asam, sehingga terjadi asidosis
berat dan berakhir dengan keadaan koma.
Gejala:
Gejala Asidosis metabolik ringan bisa tidak menimbulkan gejala, namun biasanya
penderita merasakan mual, muntah dan kelelahan. Pernafasan menjadi lebih dalam atau sedikit
lebih cepat, namun kebanyakan penderita tidak memperhatikan hal ini. Sejalan dengan
memburuknya asidosis, penderita mulai merasakan kelelahan yang luar biasa, rasa mengantuk,
semakin mual dan mengalami kebingungan. Bila asidosis semakin memburuk, tekanan darah dapat
turun, menyebabkan syok, koma dan kematian.
Penyebab :
Penyebab asidosis metabolik dapat dikelompokkan kedalam 3 kelompok utama:
1. Jumlah asam dalam tubuh dapat meningkat jika mengkonsumsi suatu asam atau suatu
bahan yang diubah menjadi asam. Sebagian besar bahan yang menyebabkan asidosis bila
dimakan dianggap beracun. Contohnya adalah metanol (alkohol kayu) dan zat anti beku
(etilen glikol). Overdosis aspirin pun dapat menyebabkan asidosis metabolik.
2. Tubuh dapat menghasilkan asam yang lebih banyak melalui metabolisme. Tubuh dapat
menghasilkan asam yang berlebihan sebagai suatu akibat dari beberapa penyakit; salah satu
di antaranya adalah diabetes melitus tipe I. Jika diabetes tidak terkendali dengan baik,
tubuh akan memecah lemak dan menghasilkan asam yang disebut keton. Asam yang
berlebihan juga ditemukan pada syok stadium lanjut, dimana asam laktat dibentuk dari
metabolisme gula.
3. Asidosis metabolik bisa terjadi jika ginjal tidak mampu untuk membuang asam dalam
jumlah yang semestinya. Bahkan jumlah asam yang normal pun bisa menyebabkan asidosis
jika ginjal tidak berfungsi secara normal. Kelainan fungsi ginjal ini dikenal sebagai asidosis
tubulus renalis (ATR) atau rhenal tubular acidosis (RTA), yang bisa terjadi pada penderita
gagal ginjal atau penderita kelainan yang mempengaruhi kemampuan ginjal untuk
membuang asam.
Penyebab utama dari asidois metabolik:
1. Gagal ginjal
2. Asidosis tubulus renalis (kelainan bentuk ginjal)
3. Ketoasidosis diabetikum
4. Asidosis laktat (bertambahnya asam laktat)
5. Bahan beracun seperti etilen glikol, overdosis salisilat, metanol, paraldehid, asetazolamid
atau amonium klorida
6. Kehilangan basa (misalnya bikarbonat) melalui saluran pencernaan karena diare, ileostomy
atau kolostomi.

Alkalosis Respiratorik
DefInisi :
Alkalosis Respiratorik adalah suatu keadaan dimana darah menjadi basa karena pernafasan
yang cepat dan dalam, sehingga menyebabkan kadar karbondioksida dalam darah menjadi rendah.
Gejala:
Alkalosis secara primer dimanifestasikan oleh gejala-gejal yang berhubungan dengan
penurunan ionisasi kalsium, seperti kesemutan pada jari-jari tangan dan kaki, pusing, dan
hipertonik otot. Fraksi terionisasi kalsium serum menurun pada adanya alkalosis karena lebih
banyak kalsium berkaitan dengan protein serum. Karena fraksi kalsium terionisasi yang
mempengaruhi aktivitas neuromuskular, gejala-gejala hipokalsemia sering merupakan gejala-
gejala yang menonjol pada alkalosis. Pernapasan terdepresi sebagian akibat aksi kompensatori
oleh paru-paru. Takikardia atrium dapat terjadi, dengan meningkatnya pH diatas 7,6 dan terjadi
hipokalemia, dapat terjadi ganguan ventrikel. Penurunan motilitas dan paralisis ileus juga dapat
terjadi.
Penyebab :
Pernafasan yang cepat dan dalam disebut hiperventilasi, yang menyebabkan terlalu
banyaknya jumlah karbondioksida yang dikeluarkan dari aliran darah. Penyebab hiperventilasi
yang paling sering ditemukan adalah kecemasan.

Penyebab lain dari alkalosis respiratorik adalah:


1. Rasa nyeri
2. Sirosis hati
3. Kadar oksigen darah yang rendah
4. Demam
5. Overdosis aspirin.
Pengobatan :
Biasanya satu-satunya pengobatan yang dibutuhkan adalah memperlambat pernafasan.
Jika penyebabnya adalah kecemasan, memperlambat pernafasan bisa meredakan penyakit ini.
Jika penyebabnya adalah rasa nyeri, diberikan obat pereda nyeri.
Menghembuskan nafas dalam kantung kertas (bukan kantung plastik) bisa membantu
meningkatkan kadar karbondioksida setelah penderita menghirup kembali karbondioksida yang
dihembuskannya.
Pilihan lainnya adalah mengajarkan penderita untuk menahan nafasnya selama mungkin,
kemudian menarik nafas dangkal dan menahan kembali nafasnya selama mungkin. Hal ini
dilakukan berulang dalam satu rangkaian sebanyak 6-10 kali.
Jika kadar karbondioksida meningkat, gejala hiperventilasi akan membaik, sehingga mengurangi
kecemasan penderita dan menghentikan serangan alkalosis respiratorik.

Alkalosis Metabolik
Defenisi :
Alkalosis Metabolik adalah suatu keadaan dimana darah dalam keadaan basa karena
tingginya kadar bikarbonat.
Penyebab :
Alkalosis metabolik terjadi jika tubuh kehilangan terlalu banyak asam. Sebagai contoh
adalah kehilangan sejumlah asam lambung selama periode muntah yang berkepanjangan atau bila
asam lambung disedot dengan selang lambung (seperti yang kadang-kadang dilakukan di rumah
sakit, terutama setelah pembedahan perut). Pada kasus yang jarang, alkalosis metabolik terjadi
pada seseorang yang mengkonsumsi terlalu banyak basa dari bahan-bahan seperti soda bikarbonat.
Selain itu, alkalosis metabolik dapat terjadi bila kehilangan natrium atau kalium dalam
jumlah yang banyak mempengaruhi kemampuan ginjal dalam mengendalikan keseimbangan asam
basa darah.
Penyebab utama akalosis metabolik:
1. Penggunaan diuretik (tiazid, furosemid, asam etakrinat)
2. Kehilangan asam karena muntah atau pengosongan lambung
3. Kelenjar adrenal yang terlalu aktif (sindroma Cushing atau akibat penggunaan
kortikosteroid).
Analisis Gas Darah (AGD) adalah prosedur pemeriksaan medis yang bertujuan untuk mengukur
jumlah oksigen dan karbon dioksida dalam darah. AGD juga dapat digunakan untuk menentukan
tingkat keasaman atau pH darah.
A. Interpretasi Hasil Pemeriksaan pH
Serum pH menggambarkan keseimbangan asam basa dalam tubuh. Sumber ion hidrogen
dalam tubuh meliputi asam volatil dan campuran asam (seperti asam laktat dan asam keto).
Nilai normal pH serum :
 Nilai normal : 7.35 - 7.45
 Nilai kritis : < 7.25 - 7.55
Implikasi Klinik
1. Umumnya nilai pH akan menurun dalam keadaan asidemia (peningkatan pembentukan
asam)
2. Umumnya nilai pH meningkat dalam keadaan alkalemia (kehilangan asam)
3. Bila melakukan evaluasi nilai pH, sebaiknya PaCO2 dan HCO3 diketahui juga untuk
memperkirakan komponen pernafasan atau metabolik yang mempengaruhi status asam
basa
B. Interpretasi Hasil Tekanan Parsial Karbon Dioksida (PaCO2 )
PaCO2 menggambarkan tekanan yang dihasilkan oleh CO2 kyang terlarut dalam plasma. Dapat
digunakan untuk menetukan efektifitas ventilasi dan keadaan asam basa dalam darah.
Nilai Normal : 35 - 45 mmHg SI : 4.7 - 6.0 kPa
Implikasi Klinik :
1. Penurunan nilai PaCO2 dapat terjadi pada hipoksia, anxiety/ nervousness dan emboli paru.
Nilai kurang dari 20 mmHg perlu mendapatkan perhatiaan khusus.
2. Peningkatan nilai PaCO2 dapat terjadi pada gangguan paru atau penurunan fungsi pusat
pernafasan. Nilai PaCO2 > 60 mmHg perlu mendapat perhatian khusus.
3. Umumnya peningkatan PaCO2 dapat terjadi pada hipoventilasi sedangkan penurunan nilai
menunjukkan hiperventilasi.
4. Biasanya penurunan 1 mEq HCO3 akan menurunkan tekanan PaCO2 sebesar 1.3 mmHg.
C. Interpretasi Hasil Tekanan Parsial Oksigen (PaO2 )
PaO2 adalah ukuran tekanan parsial yang dihasilkan oleh sejumlah oksigen yang terlarut
dalam plasma. Nilai ini menunjukkan kemampuan paru-paru dalam menyediakan oksigen bagi
darah.
Nilai Normal (suhu kamar, tergantung umur) ; 75 - 100 mmHg SI : 10 - 13.3 kPa
Implikasi Klinik
1. Penurunan nilai PaO2 dapat terjadi pada penyakit paru obstruksi kronik (PPOK), penyakit
obstruksi paru, anemia, hipoventilasi akibat gangguan fisik atau neoromuskular dan
gangguan fungsi jantung. Nilai PaO2 kurang dari 40 mmHg perlu mendapatkan perhatian
khusus.
2. Peningkatan nilai PaO2 dapat terjadi pada peningkatan penghantaran O2 oleh alat bantu
(contoh; nasal prongs, alat ventilasi mekanik) hiperventilasi dan polisitemia (peningkatan
sel darah merah dan daya angkut oksigen)
D. Interpretasi Hasil Saturasi Oksigen (SaO2)
Jumlah oksigen yang diangkut oleh hemoglobin, ditulis sebagai persentasi total oksigen
yang terikat pada hemoglobin.
Nilai Normal : 95 - 99 % O2
Implikasi Klinik
1. Saturasi oksigen digunakan untuk mengevaluasi kadar oksigenasi hemoglobin dan
kecakupan oksigen pada jaringan
2. tekanan parsial oksigen yang terlarut di plasma menggambarkan jumlah oksigen yang
terikat pada hemoglobin sebagai ion bikarbonat
E. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Karbon Dioksida (CO2)
Dalam plasma normal, 95% dari total CO2 terdapat sebagai ion bikarbonat, 5% sebagai
larutan gas CO2 terlarut dan asam karbonat. Kandungan CO2 plasma terutama adalah bikarbonat,
suatu larutan yang bersifat basa dan diatur oleh ginjal. Gas CO2 yang larut ini terutama bersifat
asam dan diatur oleh paru-paru. Oleh karena itu nilai CO2 plasma menunjukkan konsentrasi
bikarbonat.
Nilai Normal Karbon Dioksida (CO2) : 22 - 32 mEq/L SI : 22 - 32 mmol/L
Kandungan CO2 plasma terutama adalah bikarbonat, suatu larutan yang bersifat basa dan diatur
oleh ginjal. Gas CO2 yang larut ini terutama yang bersifat asam dan diatur oleh paru-paru. Oleh
karena itu nilai CO2 plasma menunjukkan konsentrasi bikarbonat.
Implikasi Klinik
1. Peningkatan kadar CO2 dapat terjadi pada muntah yang parah, emfisema, dan
aldosteronisme
2. Penurunan kadar CO2 dapat terjadi pada gagal ginjal akut, diabetik asidosis dan
hiperventilasi
3. Peningkatan dan penurunan dapat terjadi pada penggunaan nitrofurantoin

F. Anion Gap (AG)


Anion gap digunakan untuk mendiagnosis asidosis metabolik. Perhitungan menggunakan
elektrolit yang tersedia dapat membantu perhitungan kation dan anion yang tidak terukur. Kation
dan anion yang tidak terukur termasuk Ca+ dan Mg2+. Anion yang tidak terukur meliputi protein,
posfat sulfat dan asam organik. Anion gap dapat dihitung menggunakan dua pendekatan yang
berbeda.
Na+ - (Cl- + HCO3) atau Na + K - (Cl + HCO3) = AG
Nilai Normal Pemeriksaan Anion Gap : 13 - 17 mEq/L
Implikasi Klinik
1. Nilai anion gap yang tinggi (dengan pH tinggi) menunjukkan penciutan volume
ekstraseluler atau pada pemberian penisilin dosis besar.
2. Anion gap yang tinggi dengan pH rendah merupakan manifestasi dari keadaan yang sering
dinyatakan dengan singkatan "MULEPAK" yaitu akibat asupan metanoll, uremia, asidosis
laktat, etilen glikol, paraldehid, intoksikasi aspirin dan ketoasidosis.
3. Anion gap rendah dapat terjadi pada hipoalbuminemia, dilution, hipernatremia,
hiperkalsemia yang terlihat atau toksisitas litium.
4. Anion gap yang normal dapat terjadi pada metabolik asidosis akibat diare, asidoses tubular
ginjal atau hiperkalsemia.
Ketoasidosis Diabetik
Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah gawat darurat akibat hiperglikemia dimana terbentuk
banyak asam dalam darah. Hal ini terjadi akibat sel otot tidak mampu lagi membentuk energi
sehingga dalam keadaan darurat ini tubuh akan memecah lemak dan terbentuklah asam yang
bersifat racun dalam peredaran darah yang disebut keton. Biasanya paling sering ditemukan pada
penderita DM Tipe 1, namun pada penderita DM Tipe 2 pada keadaan tertentu seperti stress,
infeksi, kelainan vaskuler ataupun stress emosional juga beresiko mendapatkan KAD.
Keluhan dan gejala KAD timbul akibat adanya keton yang meningkat dalam darah.
Keluhan dan gejala tersebut berupa nafas yang cepat dan dalam, nafas bau keton atau aseton, nafsu
makan turun, mual, muntah, demam, nyeri perut, berat badan turun, capek, lemah, bingung,
mengantuk, dan kesadaran menurun sampai koma.

Kriteria diagnostik KAD dan HONK


Hiperosmolar Non-Ketotik
Hiperosmolar Non-Ketotik adalah suatu keadaan dimana kadar glukosa darah sangat tinggi
sehingga darah menjadi sangat “kental”, kadar glukosa darah DM bisa sampai di atas 600 mg/dl.
Glukosa ini akan menarik air keluar sel dan selanjutnya keluar dari tubuh melalui kencing. Maka,
timbullah kekurangan cairan tubuh atau dehidrasi.
Gejala Hiperosmolar Non-Ketotik mirip dengan ketoasidosis. Perbedaannya, pada
Hiperosmolar Non-Ketotik tidak dijumpai nafas yang cepat dan dalam serta berbau keton. Gejala
yang ditimbulkan adalah rasa sangat haus, banyak kencing, lemah, kaki dan tungkai kram,
bingung, nadi berdenyut cepat, kejang dan koma.
Tanda dan Gejala
Secara klinis sulit dibedakan dengan ketoasidosis diabetik terutama bila hasil laboratorium
berupa kadar gula darah, keton dan keseimbangan asam basa belum ada hasilnya.
 Sering ditemukan pada lanjut usia lebih dari 60 tahun, semakin muda semakin jarang.
Belum pernah ditemukan pada anak-anak.
 Hampir separuh pasien tidak mempunyai riwayat diabetes mellitus atau diabetes tanpa
pengobatan insulin
 Mempunyai penyakit dasar lain, ditemukan 85% pasien mengidap penyakit giinjal atau
kardiovaskular, pernah ditemukan pada penyakit akromegali, tirotoksikosis dan penyakit
Cushing
 Sering disebabkan oleh obat-obatan a.l : tiazid, steroid, klorpromazin, hidralazin, dilantin,
simetidin dan haloperidol. (neuroleptik)
 Mempunyai faktor pencetus misalnya infeksi, penyakit kardiovaskular, aritmia,
perdarahan, gangguan keseimbangan cairan, pankreatitis, koma hepatic dan operasi.
 Dari anamnesis keluarga biasanya datang ke rumah sakit dengan keluhan poliuri, pilodipsi,
penurunan berat badan, penurunan kesadaran.
 Kesadaran apatis sampai dengan koma
 Tanda-tanda dehidrasi seperti turgor menurun disertai tanda kelainan neurologis, hipotensi
postural, bibir dan lidah kering
 Tidak ada bau aseton yang tercium dari pernfasan
 Tidak ada pernafasan Kussmaul (cepat dan dalam)
Pemeriksaan penunjang
 Kadar glukosa darah >600 mg%
 Osmolaritas serum 350 mOsm/kg dan positif lemah
 Pemeriksaan aseton negatif
 Hipernatremia
 Hiperkalemia
 Azotemia
 BUN : Kreatinin rasio 30 : 1 (normal 10 : 1)
 Bikarbonat serum > 17,4 mEq/L
 Glukosa 1 mmol = 18 mg%
 Urea diperhitungkan bila ada kelainan fungsi ginjal

Penatalaksanaan
© Rehidrasi
 § NaCl ; bisa diberikan cairan isotonic atau hipotonik ½ normal, diguyur 1000 ml/jam
sampai keadaan cairan intravaskular dan perfusi jaringan mulai membaik, baru
diperhitungkan kekurangannya dan diberikan dalam 12-48 jam. Pemberiancairan isotonic
harus mendapat pertimbangan untuk pasien dengan kegagalan jantung, penyakit ginjal atau
hipernatremia.
 § Glukosa 5% diberikan pada waktu kadar glukosa darah sekitar 200-250 mg%

© Insulin
Pada pasien dengan HONK sensitive terhadap insulin dan diketahui pula bahwa pengobatan
dengan insulin dosis rendah pada ketoasidosis diabetik sangat bermanfaat. Karena itu
penatalaksanaan pengobatan dapat menggunakan skema mirip protocol ketoasidosis diabetik
© Kalium
Kalium darah harus dipantau dengan baik. Bila terdapat fungsi ginjal membaik, perhitungan
kalium harus segera diberikan
© Hindari infeksi sekunder
Hati- hati dengan pemasangan infus, kateter dll

Prognosis
Biasanya buruk, tetapi sebenarnya kematian pada pasien ini bukan disebabkan oleh sindom
hiperosmolarnya sendiri tetapi oleh penyakit yang mendasar atau menyertainya. Angka kematian
masih berkisar 30-50%. Di negara maju dapat dikatakan penyebab utama kematian adalah infeksi,
usia lanjut dan osmolaritas darah yang sangat tinggi. Di negara maju angka kematian dapat ditekan
menjadi sekitar 12%.
HIPERTENSI EMERGENSI DAN HIPERTENSI URGENSI

1. Hipertensi emergensi (darurat) Peningkatan tekanan darah sistolik >180 mmHg atau
diastoik > 120 mmHg secara mendadak disertai kerusakan organ target. Hipertensi
emergensi harus ditanggulangi sesegera mungkin dalam satu jam dengan memberikan
obat-obatan anti hipertensi intravena.
2. Hipertensi urgensi (mendesak) Peningkatan tekanan darah seperti pada hipertensi
emergensi namun tanpa disertai kerusakan organ target. Pada keadaan ini tekanan darah
harus segera diturunkan dalam 24 jam dengan memberikan obat-obatan anti hipertensi oral.

ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI


Faktor penyebab hipertensi intinya terdapat perubahan vascular, berupa disfungsi endotel,
remodeling, dan arterial striffness. Namun faktor penyebab hipertensi emergensi dan hipertensi
urgensi masih belum dipahami. Diduga karena terjadinya peningkatan tekanan darah secara cepat
disertai peningkatan resistensi vaskular. Peningkatan tekanan darah yang mendadak ini akan
menyebabkan jejas endotel dan nekrosis fibrinoid arteriol sehingga membuat kerusakan vaskular,
deposisi platelet, fibrin dan kerusakan fungsi autoregulasi.

PENATALAKSANAAN
1. Hipertensi Urgensi
A. Penatalaksanaan Umum
Manajenem penurunan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi urgensi tidak
membutuhkan obat-obatan parenteral. Pemberian obat-obatan oral aksi cepat akan memberi
manfaat untuk menurunkan tekanan darah dalam 24 jam awal Mean Arterial Pressure (MAP) dapat
diturunkan tidak lebih dari 25%.
Pada fase awal standard goal penurunan tekanan darah dapat diturunkan sampai 160/110
mmHg. Penggunaan obat-obatan anti-hipertensi parenteral maupun oral bukan tanpa risiko dalam
menurunkan tekanan darah. Pemberian loading dose obat oral anti-hipertensi dapat menimbulkan
efek akumulasi dan pasien akan mengalami hipotensi saat pulang ke rumah. Optimalisasi
penggunaan kombinasi obat oral merupakan pilihan terapi untuk pasien dengan hipertensi urgensi.
B. Obat-obatan spesifik untuk hipertensi urgensi
1) Captopril adalah golongan angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dengan onset
mulai 15-30 menit. Captopril dapat diberikan 25 mg sebagai dosis awal kemudian
tingkatkan dosisnya 50-100 mg setelah 90-120 menit kemudian. Efek yang sering terjadi
yaitu batuk, hipotensi, hiperkalemia, angioedema, dan gagal ginjal (khusus pada pasien
dengan stenosis pada arteri renal bilateral).
2) Nicardipine adalah golongan calcium channel blocker yang sering digunakan pada pasien
dengan hipertensi urgensi. Pada penelitian yang dilakukan pada 53 pasien dengan
hipertensi urgensi secara random terhadap penggunaan nicardipine atau placebo.
Nicardipine memiliki efektifitas yang mencapai 65% dibandingkan placebo yang mencapai
22% (p=0,002). Penggunaan dosis oral biasanya 30 mg dan dapat diulang setiap 8 jam
hingga tercapai tekanan darah yang diinginkan. Efek samping yang sering terjadi seperti
palpitasi, berkeringat dan sakit kepala.
3) Labetalol adalah gabungan antara α1 dan β-adrenergic blocking dan memiliki waktu kerja
mulai antara 1-2 jam. Dalam penelitian labetalol memiliki dose range yang sangat lebar
sehingga menyulitkan dalam penentuan dosis. Penelitian secara random pada 36 pasien,
setiap grup dibagi menjadi 3 kelompok; diberikan dosis 100 mg, 200 mg dan 300 mg secara
oral dan menghasilkan penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik secara signifikan.
Secara umum labetalol dapat diberikan mulai dari dosis 200 mg secara oral dan dapat
diulangi setiap 3-4 jam kemudian. Efek samping yang sering muncul adalah mual dan sakit
kepala.
4) Clonidine adalah obat-obatan golongan simpatolitik sentral (α2-adrenergicreceptoragonist)
yang memiliki mula kerja antara 15-30 menit dan puncaknya antara 2-4 jam. Dosis awal
bisa diberikan 0,1-0,2 mg kemudian berikan 0,05-0,1 mg setiap jam sampai tercapainya
tekanan darah yang diinginkan, dosis maksimal adalah 0,7 mg. Efek samping yang sering
terjadi adalah sedasi, mulut kering dan hipotensi ortostatik.
5) Nifedipine adalah golongan calcium channel blocker yang memiliki pucak kerja antara
10-20 menit. Nifedipine kerja cepat tidak dianjurkan oleh FDA untuk terapi hipertensi
urgensi karena dapat menurunkan tekanan darah yang mendadak dan tidak dapat
diprediksikan sehingga berhubungan dengan kejadian stroke.
2. Hipertensi Emergensi
Penatalaksanaan Umum Terapi hipertensi emergensi harus disesuaikan setiap individu
tergantung pada kerusakan organ target. Manajemen tekanan darah dilakukan dengan obat-obatan
parenteral secara tepat dan cepat. Pasien harus berada di dalam ruangan ICU agar monitoring
tekanan darah bisa dikontrol dan dengan pemantauan yang tepat. Tingkat ideal penurunan tekanan
darah masih belum jelas, tetapi penurunan Mean Arterial Pressure (MAP) 10% selama 1 jam awal
dan 15% pada 2-3 jam berikutnya. Penurunan tekanan darah secara cepat dan berlebihan akan
mengakibatkan jantung dan pembuluh darah orak mengalami hipoperfusi.
KESIMPULAN
1. Team transportasi-evakuasi medis menyediakan pelayanan pra-rumah sakit khususnya
untuk trauma mayor berupa: intubasi yang difasilitasi dengan obat sedatif dan relaksan,
krikotirotomi, thorakostomi dengan pemasangan pipa, vena seksi dan pemasangan kateter
vena sentral dan pemberian tranfusi darah sekaligus mentriase pasien dirujuk ketempat
tujuan pusat pelayanan kesehatan yang tepat. Team ini sangat berguna apabila terjadi
permasalahan medis di daerah perkotaan yang sangat sibuk disertai dengan kombinasi
penggunaan pesawat helikopter dapat memberikan hasil yang maksimal.
2. Team ini juga berguna pada keadaan bencana alam. Untuk hal ini Disaster Medicine sangat
ditekankan untuk diketahui prinsipnya oleh team yaitu memberikan atau melakukan
pertolongan dasar keselamatan jiwa (basic life support) yang sederhana pada sejumlah
besar korban. Personel yang sudah terlatih dalam transportasi-evakuasi medis sangat baik
dipilih dan dilatih untuk masalah penanggulangan bencana. Prioritas yang harus selalu
diingat dalam hal ini adalah: triage, treatment dan transport.
3. Hipertensi krisis merupakan salah satu kegawatan di bidang neuro-cardiovaskular yang
sering dijumpai di instalasi gawat darurat. Hipertensi krisis terdiri dari hipertensi emergensi
dan hipertensi urgensi. Keduanya harus ditangani dengan tepat dan segera sehingga
prognosisnya terhadap organ target (otak, ginjal dan jantung) dan sistemik dapat
ditanggulangi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Samoke.2012.Keseimbangan Asam dan Basa. Artikel online.


2. Gan Gunawan, Sulistia. 2010. Farmakologi dan Terapi UI. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
3. Devicaesaria, Asnelia. 2014. Hipertensi Krisis. Jakarta: Departemen
Neurologi FKUI.
4. Senaoathi, Tjokorda. 2015. Medical Evacuation. Jurnal.

Anda mungkin juga menyukai