Anda di halaman 1dari 12

Pengaruh Kadar Asam Urat terhadap Kejadian Batu Asam Urat pada Pasien

Batu Saluran Kemih

Salik Hawariy*, Arry Rodjani**


*Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2009
**Staf Pengajar Departemen Urologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta – Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia

Abstrak: Kadar asam urat diduga merupakan salah satu faktor resiko terjadinya batu saluran kemih.
Hal tersebut berkaitan dengan adanya kristalisasi asam urat pada saluran kemih, yang berujung pada
batu asam urat. Penelitian bertujuan untuk melihat apakah ada hubungan antara kadar asam urat
dengan kejadian batu asam urat pada pasien batu saluran kemih. Penelitian dilakukan di
Departemen Urologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada Juni 2012 hingga Juni 2013 dengan
menggunakan data rekam medis pasien tahun 2009-2011 sebanyak 102 sampel. Data yang diambil
adalah kadar asam urat pasien yang dikelompokkan menjadi normal (≤6,8 mg/dL) dan tinggi (>6,8
mg/dL), serta hasil analisis batu saluran kemih, apakah terdapat batu asam urat atau tidak. Hasil
menunjukkan bahwa pada pasien dengan kadar asam urat normal, batu asam urat terjadi pada 33
dari 84 orang (39,3%), dan pada pasien dengan kadar asam urat tinggi terjadi pada 6 dari 18 orang
(33,3%). Hasil uji chi-square menunjukkan p=0,637, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat hubungan bermakna antara kadar asam urat dengan kejadian batu asam urat.
Kata kunci: batu saluran kemih, kadar asam urat, batu asam urat

Abstract: Uric acid level in blood is thought to be one of many risk factors in urolithiasis. It is
related to the crystallization of uric acid in the urinary tract which will become uric acid stone.
Objective of this study was to determine whether there is a correlation between uric acid level in
blood with uric acid stone occurrence or not. The study was done at Urology Department Cipto
Mangunkusumo Hospital in June 2012 until June 2013, using 102 data from medical record year
2009-2011. Data used for study were uric acid level, which was categorized into normal (≤6,8
mg/dL) and high (>6,8 mg/dL), and stone analysis, whether there was uric acid or not. The results
showed that uric acid stone occured in 33 of 84 patients (39,3%) with normal uric acid level, and in
6 of 18 patients (33,3%) with high uric acid level. Chi-square test showed that p=0,637, which
proved that there was no correlation between uric acid level with uric acid stone occurrence.

Keywords: urolithiasis, uric acid level, uric acid stone

Pengaruh kadar…, Salik Hawariy, FK UI, 2013


Pendahuluan
Batu dalam saluran kemih, disebut juga dengan urolitiasis, merupakan massa keras pada
saluran kemih. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya urolitiasis, termasuk di dalamnya zat
yang merupakan komposisi dari batu tersebut, salah satunya adalah asam urat. Pathogenesis
terbentuknya batu saluran kemih melibatkan zat tersebut, sehingga perlu diketahui bagaimana
pathogenesis terbentuknya batu saluran kemih.1
Batu saluran kemih memiliki berbagai macam komposisi, mulai dari kalsium oksalat,
struvit, asam urat, sistin, dan lainnya. Sebagian besar kasus batu saluran kemih, yaitu sebesar 80%,
memiliki komposisi kalsium oksalat, baik dengan campuran kalsium fosfat maupun tidak,
sedangkan zat lainnya yaitu magnesium amonium fosfat sebesar 10%, asam urat atau sistin sebesar
6-9%.2 Telah disebutkan bahwa terdapat zat-zat yang dapat mempengaruhi terjadinya batu saluran
kemih, zat-zat tersebut adalah garam oksalat, sistein, asam urat, dan xantin. Hal tersebut dilakukan
dengan cara supersaturasi, konsentrasi zat-zat tersebut tinggi sehingga tidak dapat dilarutkan oleh
urin. Supersaturasi juga bergantung pada beberapa faktor lain seperti pH urin, konsentrasi cairan,
kekuatan ion, dan pembentukan kompleks.3,4 Kristalisasi zat-zat tersebut juga akan lebih didukung
dengan adanya pengurangan volume urin.1
Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi penderita urolitiasis pada laki-laki dewasa adalah
13% dan wanita dewasa 7%. Ras juga berpengaruh terhadap kejadian urolitiasis. Ras Asia atau
Afrika lebih cenderung terkena urolitiasis, dengan perbandingan antara pria dan wanita sebesar tiga
banding satu.4 Sedangkan data prevalensi di Indonesia pada tahun 2002 di seluruh rumah sakit di
Indonesia sebanyak 37.636 kasus baru, jumlah kunjungan 58.959, rawat inap 19.018, dan
meninggal 378 orang.5 Data tahun 2009-2011 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada
departemen Urologi menunjukkan banyak pasien yang menderita urolitiasis sebanyak lebih dari
1100 orang. Sedangkan untuk data prevalensi hiperurisemia seluruh Indonesia masih belum ada
yang pasti, akan tetapi beberapa daerah memiliki data tentang prevalensi hiperurisemia. Data
tersebut bervariasi antara satu tempat dengan tempat yang lainnya. Salah satu contohnya adalah data
prevalensi hiperurisemia di Jawa Tengah yang mencapai 24,3% untuk laki-laki dan 11,7% untuk
perempuan pada tahun 1990an, dan pada kota Denpasar mencapai 18,2% pada tahun 2005.6
Banyak penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan batu saluran kemih. Penelitian
tersebut dilakukan dengan tujuan untuk meneliti gejala yang berkaitan, sebagai cara untuk
diagnosis, terapi, maupun prognosis dari urolitiasis. Beberapa penelitian juga berkaitan dengan
komposisi batu. Penelitian yang dilakukan oleh Rini (2008) dilakukan dengan mencari kaitan kadar
asam urat serum dengan kejadian batu ginjal.7 Penelitian lain yang berkaitan dengan asam urat dan
analisa komposisi batu dilakukan oleh Khan et al (2010).8 Beberapa penelitian lain juga meneliti

Pengaruh kadar…, Salik Hawariy, FK UI, 2013


tentang klasifikasi jenis batu, baik berdasarkan letaknya, besarnya, maupun komposisi dari batu
tersebut.9
Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan kadar asam urat dengan terjadinya batu
asam urat pada penderita batu ureter karena beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk mencari
kaitan antara kadar asam urat serum dan kejadian batu asam urat menunjukkan hasil yang berbeda
antara satu dengan lainnya. Terlebih aspek tersebut masih belum diteliti lebih lanjut di Indonesia,
terutama di RSCM. Penelitian dilakukan dengan cara evaluasi rekam medis status pasien batu ureter
di RSCM, Departemen Urologi, selama tiga tahun, mulai dari 2009-2011.

Tinjauan Pustaka
A. Pembentukan Urin

Urin dibentuk dalam ginjal melalui tiga proses utama. Proses tersebut dimulai dengan
penyaringan, penyerapan kembali, dan penambahan zat sisa. Berikut penjelasan dari masing-masing
proses pembentukan urin tersebut.

1. Penyaringan (Filtrasi)

Proses penyaringan, atau disebut juga filtrasi, terjadi di dalam glomerulus, suatu susunan
jaringan kapiler. Glomerulus berfungsi untuk menahan komponen seluler dan protein besar agar
tidak ikut terbuang. Glomerulus merupakan jaringan kapiler yang memiliki tiga lapisan. Lapisan
tersebut adalah kapiler endothelial, membran dasar, dan epitelium visceral.

Susunan glomerulus yang berupa jaringan kapiler berasal dari arteriol aferen, dan setelah
glomerulus, menyatu kembali membentuk arterrol eferen. Terdapat sel epitel yang membungkus
glomerulus, disebut juga dengan kapsula bowman. Di antara glomerulus dan kapsula bowman
terdapat suatu daerah yang memiliki fungsi sebagai pengumpul filtrat glomerular, yaitu cairan yang
tersaring dari glomerulus. Area tersebut disebut juga sebagai area bowman.10

Adanya tekanan hidrostatik darah kapiler dan tekanan onkotik pada cairan dalam area
bowman merupakan dasar terjadinya proses filtrasi. Selain itu, tahanan filtrasi yang ada bersifat
selektif permeable. Dengan adanya kedua tekanan dari dua sisi serta adanya tahanan selektif
permeable, maka hanya zat tertentu yang dapat melewati tahanan tersebut. Molekul dengan ukuran
radius 4 nm atau lebih tidak akan dapat melewati tahanan, sedangkan yang kurang dari 2 nm pasti
akan lolos. Dalam keadaan normal, komponen seluler dan protein plasma akan tetap berada di
dalam darah, sedangkan yang bersifat cair seperti air dan larutan lainnya keluar menjadi urin. Hasil
dari filtrasi tersebut disebut juga urin primer.10 Hal lain yang mempengaruhi proses filtrasi adalah
muatan listrik dari setiap molekul. Kation lebih mudah tersaring dibandingkan dengan anion. Selain

Pengaruh kadar…, Salik Hawariy, FK UI, 2013


itu, bahan kecil yang terlarut dalam plasma seperti glukosa, asam amino, kalium, natrium,
bikarbonat, klorida, dan garam lainnya juga ikut dalam urin primer. Hal tersebut menyebabkan hasil
akhir dari filtrasi yaitu urin primer memiliki komposisi yang hampir sama seperti darah, hanya saja
tidak mengandung protein.11

2. Penyerapan Kembali (Reabsorbsi)

Penyerapan kembali, atau disebut juga reabsorbsi, merupakan proses kedua dari
pembentukan urin, dan terjadi pada tubulus kontortus proksimal hingga distal pada nefron. Proses
reabsorbsi pada tubulus kontortus proksimal dilakukan terhadap urin primer dan berfungsi untuk
mengambil kembali zat-zat yang masih berguna. Zat tersebut adalah glukosa dan asam amino. Jika
terdapat kelebihan garam dan bahan lainnya, bahan tersebut tidak direabsorbsi. Hasil dari reabsorbsi
disebut urin sekunder. Sedangkan pada tubulus kontortus distal dilakukan reabsorbsi terhadap
air.10,11

3. Penambahan Zat Sisa (Augmentasi)

Penambahan zat sisa, atau disebut juga dengan augmentasi, terjadi pada tubulus kontortus
distal. Augmentasi dilakukan dengan menambahkan hasil anabolisme dari zat makanan yang
awalnya memiliki molekul kompleks seperti CO2, H2O, NHS, asam urat, dan pigmen empedu. CO2
dapat digunakan sebagai penjaga kestabilan pH, sedangkan H2O dapat digunakan sebagai pelarut.
Sedangkan ammonia memang merupakan zat yang berbahaya bagi tubuh, sehingga harus
dikeluarkan. Ammonia disimpan tubuh dalam bentuk yang tidak berbahaya, yaitu urea.10 Sedangkan
warna pada urin dihasilkan oleh empedu, yang merupakan hasil dari perombakan eritrosit. Asam
urat memiliki daya racun lebih rendah dibandingkan dengan ammonia, hal tersebut dikarenakan
daya larutnya yang lebih rendah dalam air.11 Hasil akhir urin yang dikeluarkan memiliki komposisi
air 96%, garam 1,5%, urea 2,5%, dan substansi lainnya.10,11

B. Batu Saluran Kemih

Proses pembentukan batu saluran kemih hingga saat ini masih belum diketahui,1 hanya
diduga terdapat beberapa faktor yang berperan. Faktor tersebut diantaranya adalah faktor genetik,
biologis, dan beberapa faktor lain seperti jenis kelamin, ras, dan gaya hidup.12 Faktor-faktor tersebut
adalah:

1. Faktor genetik pada: septiuria, hiperkalsiuria primer, hiperoksaliuria primer.

Pengaruh kadar…, Salik Hawariy, FK UI, 2013


2. Faktor biologis berupa:
a. Supersaturasi urin
b. Faktor proteksi yang kurang
c. PH urin
d. Nukleasi
3. Jenis kelamin (pria 3 kali lebih banyak)4
4. Ras (lebih banyak pada ras asia dan afrika)
5. Gaya hidup (kebiasaan minum dan olahraga/bergerak)
6. Sosial ekonomi (masyarakat ekonomi tinggi lebih sering batu saluran kencing atas,
sedangkan ekonomi rendah lebih sering batu saluran kencing bawah)
7. Geografis (pada suhu tinggi, lebih sering terjadi)
8. Infeksi (masih belum jelas)
Dari faktor tersebut, faktor yang sangat berpengaruh secara langsung terjadinya batu
saluran kencing adalah faktor biologis. Berikut merupakan penjelasan lebih lanjut dari faktor
biologis tersebut.1

1. Supersaturasi urin. Merupakan adanya kelebihan suatu bahan dalam urin hingga
melebihi batas kelarutan dalam urin. Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahan-bahan
tersebut adalah garam-garam
Gambar  2.1.  Bagan  faktor  resiko  terjadinya  batu  
oksalat, sistein, asam urat, dan asam  urat  
xantin. Dalam konsentrasi tinggi,
terutama jika ditambah dengan
pengurangan volume urin,
memudahkan terjadinya
kristalisasi.1 Faktor yang
mempengaruhi terjadinya
supersaturasi adalah pH urin,
konsentrasi cairan, kekuatan ion, dan pembentukan kompleks.3,4 Sedangkan dalam batu
asam urat, yang mempengaruhi adalah rendahnya pH urin, volume urin berkurang, dan
hiperurikosuria. Secara lengkap, dapat dilihat pada bagan di atas faktor yang
mempengaruhi terjadinya batu asam urat.

2. Faktor proteksi. Dalam urin normal terdapat zat-zat yang dapat memecahkan kristal yang
sudah terbentuk, mencegah agar kristal tidak melekat dengan cara membungkusnya, dan
membuat garam urin untuk menghambat pembentukan kristal. Pada kondisi zat proteksi

Pengaruh kadar…, Salik Hawariy, FK UI, 2013


yang rendah, akan lebih mudah terbentuk batu saluran kencing. Selain itu, infeksi juga
dapat menurunkan faktor proteksi dalam urin, sehingga lebih mudah juga terbentuk batu.

3. PH urin. Kadar pH urin yang bervariasi mempengaruhi terbentuknya kristal garam. Hal
tersebut terjadi pada kadar urin yang terlalu asam atau terlalu basa. Normalnya pH urin
dijaga pada kadar 5,6-6,5 agar tidak terbentuk batu saluran kencing. Pada pH yang
terlalu asam, akan lebih mudah terbentuk asam urat, sedangkan pada pH yang terlalu
basa, akan memudahkan terbentuk batu kalsium dan struvit. Batu asam urat akan lebih
mudah terbentuk pada pH yang rendah dikarenakan kelarutan asam urat pada urin yang
lebih rendah pada pH yang rendah. Pada pH 5, kelarutan asam urat sangat rendah,
sehingga jumlah asam urat yang rendah cukup untuk menyebabkan mulai terbentuknya
kristal asam urat. Sedangkan pada pH 6,5, kelarutan asam urat tinggi, hingga asam urat
sebesar 12 mg/dL masih dapat dilarutkan dalam urin. Variasi dari pH urin tersebut
dipengaruhi oleh berbagai macam hal. PH urin yang rendah dipengaruhi oleh diet
protein hewani yang tinggi, penyakit gout, obesitas, dan resistensi insulin. Selain itu,
diare juga dapat mempengaruhi rendahnya pH.13

4. Nukleasi. Inti kristal dapat terbentuk dari kristal dari partikel debris dan ireguler di
dalam dinding saluran kencing. Inti kristal tersebut dapat menjadi sumber terjadinya
batu. Sedangkan debris, sebagai sumber dari inti kristal, dapat terbentuk karena adanya
benda asing, aliran urin yang kurang lancer, obstruksi, kelainan kongenital, maupun
infeksi.1

Batu saluran kemih dapat dibagi berdasarkan komposisi batu tersebut. Bahan komposisi
batu dapat dilihat dari tabel di bawah ini.3,14

Tabel 2.1. Bahan pembentuk batu berdasarkan persentase kejadian


Batu Persentase

Kalsium oksalat (fosfat) 75

Struvit (Mg, Ca, NH3, PO4) 10-15

Asam urat 6

Sistin 1-2

Lainnya ± 10

Pengaruh kadar…, Salik Hawariy, FK UI, 2013


Telah disebutkan di atas bahwa proses pembentukan batu secara pasti masih belum
diketahui, akan tetapi berdasarkan komposisi batu, dapat dilihat faktor yang mempengaruhi
terjadinya batu.3

1. Batu kalsium. Lebih mudah terjadi dalam kondisi hiperkalsiuria absorptive, hiperkalsiuria
renalis, dan rendahnya kadar sitrat.

2. Batu oksalat. Lebih mudah terjadi pada kondisi adanya faktor genetik (autosomal resesif),
ingesti-inhalasi dari vitamin C, methoxyflurance, ethylene glycol, anestesi, dan kondisi
hiperoksaluria enteric.

3. Batu asam urat. Lebih mudah terjadi jika mengkonsumsi makanan yang banyak
mengandung purin, penggunaan sitostatik pada pengobatan neoplasma, dehidrasi kronis, dan
konsumsi obat-obatan seperti tiazid, furosemide, dan salisilat.

C. Hiperurisemia

Merupakan kondisi kadar asam urat dalam plasma atau serum lebih dari 6,8 mg/dL. Hal
tersebut dapat terjadi karena meningkatnya produksi dari asam urat atau menurunnya ekskresi dari
asam urat, dan juga dapat terjadi karena keduanya sekaligus. Hiperurisemia merupakan faktor
predisposisi seseorang untuk mendapatkan gout, urolitiasis, atau disfungsi ginjal.15

Peningkatan produksi urat dapat disebabkan berbagai macam penyakit seperti polisitemia
vera, psoriasis, ataupun dari olahraga, alcohol, obesitas, dan diet kaya purin. Sedangkan eksresi
asam urat yang menurun dapat disebabkan oleh insufisiensi ginjal, penyakit ginjal polikistik,
diabetes insipidus, hipertensi, penyakit lainnya, serta karena konsumsi obat seperti salisilat, diuretik,
alkohol, levodopa, etambutol, dan lainnya.15

Metode
Desain penelitian terpilih adalah studi cross-sectional analitik untuk mengetahui hubungan
antara kadar asam urat dengan kejadian batu asam urat. Populasi target dari penelitian ini adalah
pasien batu saluran kemih di Indonesia, dengan populasi terjangkau pasien batu saluran kemih di
Departemen Urologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Subyek penelitian ini adalah pasien batu
saluran kemih di Departemen Urologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo periode tahun 2009-2011
yang memenuhi kriteria penelitian.
Penelitian dilakukan di Departemen Urologi RSCM sejak Juni 2012 hingga Juni 2013.
Sampel berjumlah 102 diambil dengan kriteria inklusi yaitu rekam medis pasien penderita batu
saluran kemih (urolithiasis) di Departemen Urologi pada tahun 2009-2011 serta terdapat data yang
diperlukan, berupa kadar asam urat dan analisa batu urat ada dalam status. Kriteria eksklusi pada

Pengaruh kadar…, Salik Hawariy, FK UI, 2013


penelitian ini adalah jika data rekam medis tidak lengkap. Variabel terikat dalam penelitian ini
adalah batu asam urat dengan variabel bebas kadar asam urat dalam darah.
Rekam medis diambil sesuai dengan kriteria subyek penelitian, lalu dipilih kembali dengan
metode consecutive sampling. Data yang dibutuhkan dari rekam medis, yaitu kadar asam urat
dalam darah dan hasil analisa batu diambil dan dianalisis sesuai dengan korelasi dalam penelitian.
Data akhir yang didapatkan berupa tabel berisi semua data yang diperlukan. Data kemudian
diubah ke dalam skala kategorik seperti yang telah ditetapkan di dalam definisi operasional
penelitian, yaitu kadar asam urat normal dan tinggi, serta komposisi batu ginjal, terdapat asam urat
atau tidak terdapat asam urat. Data selanjutnya diolah dengan program PASW Statistics version 18,
dan diuji pembuktian hipotesis dengan menggunakan uji Chi-square. Analisis data dilakukan
dengan melihat nilai p dalam uji Chi-square. Jika didapatkan nilai p < 0,05, berarti variabel bebas
berhubungan bermakna dengan variabel terikat. Sebaliknya, jika didapatkan p > 0,05, berarti
variabel bebas tidak berhubungan bermakna dengan variabel terikat.

Hasil
Pada periode tahun 2009-2011 di Departemen Urologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo,
periode tahun 2009-2011, didapatkan data yang memenuhi kriteria sebagai subyek penelitian
sebanyak 102. Karakteristik pasien batu asam urat berdasarkan data tersebut dapat dilihat pada
Tabel 4.1. Pasien batu asam urat sebagian besar merupakan laki-laki (60,8%), memiliki rerata usia
49,5 tahun dan sebagian besar memiliki kadar asam urat normal (≤6,8 mg/dL).

Tabel 4.1. Karakteristik pasien batu asam urat.


Range Keterangan
Jenis kelamin Jumlah (%):
Laki-laki 62 (60,8%)
Perempuan 40 (39,2%)
Usia (tahun) 28-69 Rerata: 49,5
Kadar asam urat 2,3-11 Median: 4,4
darah (mg/dL)

Pengaruh kadar…, Salik Hawariy, FK UI, 2013


Tabel 4.2. Komposisi batu saluran kemih dan kadar asam urat dalam darah
n=102 Komposisi batu saluran kemih
Terdapat asam Tidak terdapat asam
urat (%) urat (%)
n=39 n=63
Kadar asam urat
dalam darah
Tinggi 6 (33,3%) 12 (66,7%)
(>6.8mg/dL)
Normal 33 (39,3%) 51 (60,7%)
(≤6.8mg/dL)

Gambar 4.1 Grafik perbandingan pasien dengan komposisi batu saluran kemih terdapat
asam urat dengan tidak terdapat asam urat, dikelompokkan berdasarkan kadar asam urat
dalam darah.

60  

50  

40  
Tidak  terdapat  asam  urat  pada  
30   batu  

Terdapat  asam  urat  pada  batu  


20  

10  

0  
Kadar  asam  urat  normal   Kadar  asam  urat  ?nggi  

Data yang ditunjukkan pada tabel 4.2 menunjukkan sebagian besar data pasien yang
didapatkan tidak memiliki kandungan asam urat pada batu saluran kemih (63 pasien) dibandingkan
dengan memiliki kandungan asam urat pada batu saluran kemih (39 pasien). Selain itu juga
didapatkan bahwa sebagian besar pasien memiliki kadar asam urat normal (84 pasien) dibandingkan
dengan pasien dengan kadar asam urat tinggi (18 pasien).
Perbandingan data dapat dilihat lebih jelas pada gambar 4.1, terlihat bahwa pasien dengan
kadar asam urat normal, 51 dari 84 orang (60,7%) tidak terdapat asam urat pada batu, sedangkan

Pengaruh kadar…, Salik Hawariy, FK UI, 2013


sisanya, 33 orang (39,3%) terdapat asam urat pada batu. Sedangkan pasien dengan kadar asam urat
tinggi, 12 orang dari 18 (66,7%) tidak terdapat asam urat pada batu, dan sisanya 6 orang (33,3%)
memiliki asam urat pada batu.
Terhadap data tersebut dilakukan analisa antara kaitan kadar asam urat dengan adanya
kandungan asam urat pada batu saluran kemih. Analisa dilakukan dengan menggunakan metode
chi-square. Dari uji tersebut, didapatkan nilai p=0,637, yang berarti menunjukkan tidak ada
hubungan antara kedua variabel, sehingga tidak ada hubungan antara kadar asam urat dengan
kejadian batu asam urat.

Pembahasan
Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya memiliki hasil yang berbeda antara
satu dengan yang lainnya, dengan hasil yang mendukung penelitian ini ataupun tidak mendukung.
Khan et al (2010), menilai kaitan antara kadar asam urat pada penderita batu ginjal dan kelompok
kontrol yang tidak menderita batu ginjal. Didapatkan bahwa rata-rata kadar asam urat dalam darah
antara kedua kelompok tersebut tidak jauh berbeda, dan mereka menyimpulkan bahwa dalam
penelitian mereka didapatkan bahwa kadar asam urat tidak mempengaruhi pembentukan batu
ginjal.8 Sedangkan studi yang dilakukan di RSUD Dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan tahun
2008, menunjukkan hasil yang bertolak belakang, yaitu bahwa terdapat kaitan antara peningkatan
kadar asam urat serum dengan kejadian batu ginjal secara keseluruhan.7 Perbedaan hasil tersebut
diduga disebabkan oleh kadar asam urat tersebut sendiri bukan merupakan penyebab langsung
terjadinya batu asam urat, tetapi tetap merupakan salah satu faktor resiko terbentuknya batu asam
urat. Pembentukan batu asam urat lebih disebabkan oleh penurunan pH urin (asam), volume urin
yang rendah, dan hiperurikosuria.3,4

Asam urat dalam urin lebih mudah dilarutkan dalam pH yang lebih tinggi, sehingga dalam
kondisi pH rendah, kristal asam urat lebih mudah terbentuk. Rendahnya pH urin sendiri dipengaruhi
oleh beberapa hal, seperti diet protein hewani yang tinggi, adanya penyakit gout, obesitas, dan
resistensi insulin, serta diare.13 Volume urin yang rendah dapat disebabkan oleh asupan cairan yang
kurang, maupun kondisi diare. Sedangkan hiperurikosuria salah satunya disebabkan oleh
hiperurisemia.

Edwards N.L., seorang profesor sekaligus wakil ketua Departemen Kedokteran di


Universitas Florida, mengatakan bahwa kondisi hiperurisemia berkaitan dengan umur, jenis kelamin
laki-laki, hipertensi, diabetes mellitus, hipertrigliseridemia, obesitas, dan resistensi insulin.18
Beberapa kondisi tersebut merupakan faktor yang dapat mempengaruhi penurunan pH urin. Oleh
karena itu, dapat disimpulkan bahwa hiperurisemia tidak mempengaruhi secara langsung

Pengaruh kadar…, Salik Hawariy, FK UI, 2013


pembentukan batu asam urat. Pengaruh secara tidak langsung oleh hiperurisemia disebabkan oleh
karena pengaruhnya terhadap faktor penurunan pH. Kondisi hiperurisemia tidak serta merta akan
langsung membuat seseorang menderita batu asam urat. Selain itu, hiperurisemia bukan satu-
satunya faktor yang mempengaruhi terbentuknya batu asam urat, sehingga dapat dimengerti jika
hasil penelitian yang menunjukkan tidak adanya kaitan antara kadar asam urat dengan kejadian batu
asam urat.

Kesimpulan
Secara deskriptif pasien batu asam urat pada Departemen Urologi RSCM tahun 2009-2011
memiliki rentang usia 28-69 tahun, dengan rata-rata usia 49,5 tahun. Pasien dengan jenis kelamin
laki-laki lebih banyak 1,5 kali dibandingkan perempuan. Tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara kadar asam urat dengan kejadian batu asam urat pada pasien batu saluran kemih yang
dibuktikan dengan uji Chi-square (p>0,05).

Saran
Perlunya penelitian lanjutan mengenai faktor resiko lain yang dapat mempengaruhi
terbentuknya batu asam urat, terutama pH urin. Jika ingin dilakukan penelitian sejenis dengan
meneliti faktor hiperurisemia, maka diperlukan sampel yang lebih banyak dan faktor inklusi dan
ekslusi yang lebih detail, sehingga bias dari faktor lain semakin sedikit.

Referensi
1. Sja’bani M. Pencegahan Kekambuhan Batu Ginjal Kalsium Idiopatik dalam Kumpulan Makalah
Pertemuan Ilmiah ke III Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UGM. Yogyakarta. 2001;
46-64.
2. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbins Basic Pathology. 8th Edition. Philadelphia:Saunders.
2007; 571-572.
3. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, et al: Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Media
Aesculapius. 2000; 334-335.
4. Reilly, R.F. The Patient with Renal Stones. Manual of Nephrology. 5 th ed. Philadelphia. 2000;
81-90.
5. Statistik Rumah Sakit di Indonesia. Seri 3, Morbiditas dan Mortalitas. Direktorat Jenderal
Pelayanan Medik. Departemen Kesehatan RI. 2002.
6. Kurniari PK, Kambayana G, Putra TR. Hubungan hiperurisemia dan fraction uric acid
clearance di desa Tenganan pegringsingan Karangasem Bali. J Peny Dalam. 2011; 12(2):77-80.

Pengaruh kadar…, Salik Hawariy, FK UI, 2013


7. Rini DA. Hubungan peningkatan kadar asam urat serum (hyperuricemia) dengan kejadian batu
ginjal (nephrolithiasis) di RSUD Dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan periode Januari –
Desember 2008. Diunduh dari
http://eprints.umm.ac.id/5698/1/HUBUNGAN_PENINGKATAN_KADAR_ASAM_URAT_SE
RUM1.pdf pada 29 Mei 2013.
8. Khan JH, et al. Incidence of hyperuricemia in patients of renal calculi and their comparison with
chemical analysis of renal stones. Special Edition Annals. 2010; 16(1):27-30.
9. Matlaga BR, Lingeman JE. Surgical management of upper urinary tract caliculi. In: Wein AJ,
Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA. Campbell-Walsh Urology. 9th ed.
Philadelphia: Saunders Elsevier. 2007. [e-book].
10. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC. 2008; 328-30.
11. Sherwood L. Human phsyiology. 7th ed. 2010. US : Brooks/Cole.
12. Chohan S, Becker MA. Emerging urate-lowering therapies. Current Opinion in Rheumatology
2009; 21(2):143-9.
13. Wein AJ, Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA. Campbell-Walsh Urology. 9th ed.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. [e-book].
14. Kumar V. Buku Ajar Patologi Volume 2. Edisi 7 EGC.2007. hal. 602-203
15. Fauci AS, et al. Harrison’s principles of internal medicine.17th ed. New York: McGraw-Hill
Companies, Inc. 2008; 2445-7.
16. Sastroasmoro S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta : Sagung Seto. 2010.
17. Tanagho EA, McAninch JW. Smith’s general urology. 17th ed. New York : McGraw-Hill. 2007.
[e-book].
18. Edwards NL. The role of hyperuricemia and gout in kidney and cardiovascular disease.
Cleveland Clinic Journal of Medicine. 2008; 75(5):S13-6.
 
 
 

Pengaruh kadar…, Salik Hawariy, FK UI, 2013

Anda mungkin juga menyukai