DISUSUN OLEH :
AJI PRATAMA PUTRA
1504024
BAB II
PEMBAHASAN
a. Gophering Coyoting
Metode Gophering Coyoting mempunyai ciri-ciri:
Arah penambangan hanya mengikuti arah endapan bijih.
Cara pengerjaannya tidak sistematis.
Alat dan cara penambangnya sangat sederhana.
Tanpa perencanaan rinci, karena dalam penambangnya hanya
mengikuti arah endapan.
b. Glory Hole Methode
Metode Glory
Hole Methode merupakan sistem penambangan dengan cara bebas
membuat lubang bukaan, dikarenakan baik batuan induk maupun
endapan bijih relatif kuat. mempunyai ciri-ciri:
Metode ini cocok untuk endapan yang sempit atau relatif sedikit.
Lebar endapan antara 1 – 5 m, tetapi dengan arah memanjang ke
bawah berbentuk bulat atau elips.
Endapan bijih dan batuan induk kuat.
c. Shrinkage Stoping
Metode Shrinkage Stoping mempunyai syarat atau ciri-ciri:
Cocok untuk batuan kuat.
Endapan mempunyai kemiringan lebih dari 70o.
Tebal endapan tidak lebih dari 3 m.
Endapan bijih memiliki nilai yang tinggi baik kadar maupun
harganya.
Endapan bijih harus homogen atau uniform.
Penambangan tidak selektif.
Bukan merupakan endapan Sulfida (Fe), karena endapan Sulfida
harus dengan metode selektif mining, hal ini guna menghindari
pengaruhnya pada asam tambang.
d. Sublevel Stoping
Sublevel Stoping adalah penambangan bawah tanah dengan cara
membuat level-level, kemudian dibagi menjadi sublevel-sublevel.
Sedangkan syarat-syaratnya sebagai berikut:
Ketebalan cebakan antara 1 – 20 m.
Kemiringan lereng sebaiknya lebih dari 30o.
Baik endapan bijih dan batuan induk harus kuat dan keras.
Batas endapan bijih dan batuan induk harus kuat dan tidak ada retak-
retak ketika dilakukan penambangan. Hal ini diperlukan agar tidak
terjadi dilusi atau pencampuran dua material. Dalam hal ini
pencampuran endapan bijih dengan batuan induk.
Penyebaran kadar bijih sebaiknya homogen.
3. Caving method
Caving method disebut juga metode ambrukan, yang dibagi menjadi 2 :
a. Top slicing
Top Slicing adalah suatu penambangan untuk endapan-endapan
bijih dan lapisan penutup (overburden) yang lemah atau mudah runtuh.
Penambangan dilakukan selapis demi selapis dari atas ke bawah
pada lombong yang disanggah. Kalau lombong sudah selesai digali, maka
penyanggah diatasnya dibiarkan runtuh sedikit demi sedikit atau secara
bertahap. Metode ini akan memungkinkan perolehan tambang yang tinggi
walaupun sering terjadi “dillution”
Upaya untuk meningkatkan efisiensi sistem penambangan ini
adalah :
Untuk memperbesar produksi, daerah penggalian diperbesar di
beberapa permukaan kerja (front).
Mengurangi jumlah “raise” berarti jarak antara raise dapat
diperbesar.
Mengurangi pekerjaan, persiapan harus diimbangi dengan
pengangkutan yang lebih efisien
Untuk menghindari bahaya dan mengurangi keselamatan kerja,
proses ambrukan sebaiknya dibuat secara pelan-pelan agar tidak runtuh
dalam skala besar.
Keuntungan Top Slicing :
Jika batuan samping tidak terlalu lemah, maka pengotoran
jarang terjadi.
Dapat mengadakan pengambilan conto batuan (sampling)
didalam lombong secara teratur untuk mengetahui batas
endapan yang pasti.
Dapat menghasilkan produksi yang besar.
Jika endapan bijih teratur dan jelas batas-batasnya, maka
perolehan tambangnya sangat tinggi (90-95).
Kerugian Top Slicing :
Pada saat hujan, air masuk melalui retakan-retakan.
Dapat menyebabkan amblesan yang merusak topografi dan tata
lingkungan
Ventilasi lombong menjadi sukar, sehingga perlu peralatan
khusus.
Membutuhkan persiapan kerja yang lama dan banyak
Banyak menggunakan penyangga kayu sehingga dapat
menyebabkan kebakaran dan menimbulkan gas-gas beracun
dari proses pembusukan kayu penyangga.
b. Sub Level Caving
Sub Level Caving merupakan suatu cara penambangan yang
mirip top slicing tetapi penambangan dari sub level, artinya
penambangan dari atas ke bawah dan setiap penambangan pada suatu
level dilakukan lateral atau meliputi seluruh ketebalan bijih. Endapan
bijih antara dua sub level ditambang dengan cara diruntuhkan atau
diambrukkan. Suata tumpukan bekas penyangga (timber mat) akan
dibentuk di bagian atas dari ambrukan, sehingga akan memisahkan
endapan bijih yang pecah dari lapisan penutup di atasnya.
Metode ini cocok untuk endapan-endapan bijih yang memiliki
sifat sebagai berikut :
Bentuk endapan tidak homogen.
Kekuatan batuan samping lemah dan dapat pecah menjadi
bongkahan-bongkahan dan akan menjadi penyangga batuan terhadap
timber dibawahnya.
Kekuatan bijih lemah tetapi batuan dapat bertahan untuk tidak runtuh
selama beberapa waktu bengan penyanggahan biasa walaupun tetap
akan runtuh bila penyanggahan ini diambil.
Sub Level Caving merupakan salah satu metode penambangan untuk
tambang bawah tanah yang berproduksi besar, tetapi cukup berbahaya.
Umumnya kecelakaan yang terjadi adalah tertimpa penyangga.
Keuntungan Sub Level Caving :
Cara penambangannya agak murah
Tidak ada pillar yang ditinggalkan
Kemungkinan terjadinya kebakaran kecil, karena penggunaan
penyangga kayu sedikit, kecuali pada endapan-endapan
sulfida.
Ventilasi agak lebih baik dibandingkan dengan top slicing.
Bias mengadakan pencampuran dengan memilih penambangan
dari berbagai lombong yang berbeda kadarnya.
Pekerjaan persiapan sebagian besar dilakukan pada badan
bijih, sehingga sekaligus dapat berproduksi.
Kerugian Sub Level Caving :
Sukar untuk mengadakan tambang pilih (selektif mining),
karena tak dapat ditambang bagian demi bagian
Perolehan tambang tidak terlalu tinggi
Dillution sering terjadi sampai 10%. Bila dillution harus
rendah maka mining recoverynya juga menurun.
Merupakan cara penambangan yang kurang luwes karena
terlalu banyak syarat yang harus dipenuhi dan tidak mudah
diubah ke metode lain.
4. Stope dengan Penyanggahan Alamiah
Gophering
Gophering adalah cara penambangan untuk endapan bijih yang kecil yaitu
lebih dari 3 meter, bentuknya tidak teratur dan terpisah-pisah tapi batuannya
keras dan bijihnya memiliki nilai tinggi.
Penambangan metode gophering yang baik dilakukan dengan ketentuan:
a. Jalan masuk menuju urat bijih emas harus dibuat lebih dari satu buah, dan
dapat dibuat datar/horizontal, miring/inclined maupun tegak lurus/vertikal
sesuai dengan kebutuhan.
b. Ukuran jalan masuk dapat disesuaikan dengan kebutuhan, disarankan
diameter > 100 cm.
c. Lokasi jalan masuk berada pada daerah yang stabil ( kemiringan < 30o )
dan diusahakan tidak membuat jalan masuk pada lereng yang curam.
d. Lubang bukaan harus dijaga dalam kondisi stabil/tidak runtuh, bila
diperlukan dapat dipasang suatu sistem penyanggaan yang harus dapat
menjamin kestabilan lubang bukaan ( untuk lubang masuk dengan
kemiringan > 60o disarankan untuk selalu memasang penyangga ).
e. Kayu penyangga yang digunakan disarankan kayu kelas 1 ( kayu jati,
kihiang, rasamala, dll ). Ukuran diameter/garistengah kayu penyangga
yang digunakan disarankan tidak kurang dari 7 cm. Jarak antar penyangga
disarankan tidak lebih dari 0.75 x diameter bukaan ( tergantung kelas kayu
penyangga yang digunakan dan kekuatan batuan yang disangga ).
f. Sirkulasi udara harus terjamin sehingga dapat menjamin kebutuhan
minimal 2 m3 /menit, bila perlu dapat menggunakan blower / kompresor
untuk men-supply kebutuhan oksigen ke dalam lubang
g. Disekitar lubang masuk dibuat paritan untuk mencegah air masuk, dan
paritan diarahkan menuju ke kolam pengendap dengan pengendapan
dilakukan bertahap, bila perlu dapat menggunakan pompa air submersible
untuk membuang genangan air dari dalam lubang.
Gambar : Gophering
Kesimpulan
3. Tambang bawah tanah adalah suatu sistim penambangan mineral atau
batubara dimana seluruh aktivitas penambangan tidak berhubungan
langsung dengan udara terbuka .
4. Metode tambang bawah tanah terbagi mejadi:
Open Stope Methodes
Supported Stope Methodes
Caving Methodes
Coal Mining Methodes
3. Untuk menentukan tambang bawah tanah harus memperhatikan:
Karakteristik penyebaran deposit atau geometri deposit (massive, vein,
disseminated, tabular, platy, sill, dll)
Karakteristik geologi dan hidrologi (patahan, sesar, air tanah,
permeabilitas)
Karakteristik geoteknik (kuat tekan, kuat tarik, kuat geser, kohesi, Rock
Mass Rating, Q-System, dll)
Faktor-faktor teknologi (hadirnya teknologi baru, penguasaan teknologi,
Sumber Daya Manusia, dll)
4. Berdasarkan pembagian metode penambangan, dapat kita ketahui bahwa
penambangan metode penambangan batubara dipisahkan dari metode-metode
yang lain. Hal ini dikarenakan :
a. Batubara berupa lapisan sedimen.
b. Penyusunnya berupa Karbon, dan banyak mengandung Methane (gas
beracun).
DAFTAR PUSTAKA
http://dynosidiq.blogspot.com/p/tambang-bawah-tanah.html
http://infotambang.com/tambang-bawah-tanah-ii-p331-86.htm
http://rizkimartarozi.blogspot.com/2011/03/metode-tambang-bawah-tanah.html
http://waiiand-miner.blogspot.com/2012/06/tambang-bawah-tanah.html
http://www.najibpanjah.com/2011/02/tambang-bawah-tanah-underground-
mine.html
"Empat pekerja lain berhasil dievakuasi pada sekitar pukul 20:00 (WIT).
Salah seorang di antaranya dilaporkan stabil dan dirawat di rumah sakit
Tembagapura. Dua tengah diperiksa dan yang keempat tengah diperiksa
luka-lukanya. Tidak ada korban meninggal dilaporkan sejauh ini," kata
Freeport dalam pernyataan yang dikirimkan ke BBC Indonesia.
"Tapi tim evakuasi dari ERG (Emergency Respons Grup) Freeport masih
berupaya. Harus diingat medannya sulit dan berbahaya karena berupa
terowongan," tambah Sumerta.
Butuh waktu
Mengingat tingkat kesulitan yang dihadapi, maka proses penyelamatan akan
membutuhkan waktu.Freeport
Kantor Berita Antara menyebut titik runtuh berada di bawah tambang Big
Gossan, namun belum ada konfirmasi resmi dari Freeport.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Struktur Geologi Terowongan
Bawah Tanah Freeport Dikaji
Ulang", https://nasional.kompas.com/read/2013/05/19/05573017/struktur.geologi.tero
wongan.bawah.tanah.freeport.dikaji.ulang.
Penulis : Kontributor Kompas TV, Alfian Kartono
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Susilo Siswoutomo mensinyalir
runtuhnya pelatihan tambang tersebut murni kejadian alam. Menurutnya, kondisi terowongan
tersebut sudah dinilai cukup kuat untuk didiami. Namun, adanya deformasi dari batuan
terowongan, mengakibatkan bebatuan di atas terowongan rubuh.
Susilo menyatakan, untuk melakukan evakuasi, pihak Freeport dan inspektur tambang
membutuhkan penyangga dengan besi kuat untuk menahan ambrukan batu. "Kita beri
penyangga besi agar kita bisa masuk dan lakukan evakuasi," tutur dia di kantor Kementerian
ESDM, Jakarta, Senin (27/5/2013).
Lalu pertanyaannya adalah, mengapa penyangga dari besi tersebut baru diimplementasikan
jika memang lambat laun terjadi deformasi?
"Tidak ada getaran ataupun gempa bumi pascainsiden. Semua terjadi karena memang sudah
dipakai 10 sampai 11 tahun. Makanya kami lakukan investigasi penyebab ambruknya
terowongan tersebut," tutur dia.
Susilo menyampaikan, kini pihaknya bersama tim investigasi yang terdiri tujuh peneliti dari
Institut Teknologi Bandung (ITB), serta peneliti tambang yang dibantu Inspektur Tambang
Kementerian ESDM.
Mereka akan mengambil sampel bebatuan untuk menyelidiki dampak crack yang dihasilkan
atap bebatuan sehingga memicu runtuhnya terowongan Big Gossan.
Jika memang ada kejadian akibat deformasi bebatuan, maka sesungguhnya perlu ada tindakan
mengenai fungsi keamanan di tiap terowongan. Perlu fungsi keamanan atap penyangga
sehingga insiden yang sama tidak terjadi kembali.
"Satu dua bulan mudah-mudahan bisa ditemukan hasilnya seperti apa. Yang jelas hasil
sementara memang berdasarkan fenomena alam," tutur Susilo.
Di samping memiliki tim investigasi dari pemerintah, Freeport sendiri memiliki tim internal
untuk mengecek lokasi proyek tambang bawah tanah yang kini masih aktif dieksplorasi.
"Freeport mengecek semua terowongan-terowongan lain agar tidak terjadi insiden serupa.
Semua dipastikan harus aman dan selamat," tutur Susilo.
Terkait hal ini, Dirjen Minerba, Kementerian ESDM, Thamrin Sihite menyampaikan, operasi
kinerja pertambangan ke depannya, perlu kajiaan kembali mengenai ketentuan standarisasi
keselamatan kerja dan keamanan lokasi proyek.
"Tentu itu akan ada semacam kajian kembali. Cuma kita perlu lihat kembali bagaimana
insiden ini bisa terjadi. Bagaimanapun fungsi pengawasan dan lokasi tambang memang perlu
diperhatikan agar kaidah kemanan dan keselamatan juga tetap ada," ujar dia. [hid]
Analisis sementara dari para ahli geologi PTFI, penyebab runtuhnya atap
terowongan Big Gossan adalah akibat menurunnya daya dukung atau kohesivitas
batuan. Penurunan kohesivitas diduga disebabkan oleh pelapukan kimiawi akibat air
hujan dan udara yang meresap melalui struktur rekahan alami. Wahyu mengatakan,
air hujan pada dasarnya bersifat mendekati asam, dengan indikator pH sekitar 5.
Dengan tingkat keasaman tersebut, menurut dia, air hujan akan mudah bereaksi
dengan batuan gamping yang banyak terdapat di Papua, termasuk di lokasi
tambang. Air hujan juga gampang bereaksi dengan zona termineralisasi seperti
sulfida tembaga. Kedua hal itu memungkinkan terjadinya reaksi kimia yang berujung
pelapukan batuan. "Pelapukan kimiawi secara alami pada rekahan batuan di atas
atap terowongan akibat rembesan air hujan dan udara yang terus-menerus
mengakibatkan kekuatan batuan menjadi sangat lemah. Kenapa bisa jatuh dalam
hitungan detik atau menit, karena ada rekahan yang berbentuk biji yang bentuknya
melebar di bawah, dan karena daya dukung rekahan sudah sangat rendah sehingga
batuan runtuh, memenuhi dan menutup seisi ruangan kelas," jelas Wahyu di Guest
House, Senin (20/5/2013). Meski sudah ada analisis awal dari para geolog PTFI,
tetapi Presiden Direktur PTFI Rozik B Soetjipto mengatakan tetap akan melakukan
investigasi internal yang menyeluruh serta memberikan kesempatan kepada
investigator dari Kementerian ESDM. Rozik juga berencana mendatangkan
investigator independen untuk memastikan penyebab insiden runtuhnya atap
terowongan Big Gossan yang menelan puluhan korban jiwa.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Reaksi Kimia Air Hujan dan
Batuan, Penyebab Runtuhnya Terowongan
Freeport?", https://regional.kompas.com/read/2013/05/22/07082236/Reaksi.Kimia.Air
.Hujan.dan.Batuan..Penyebab.Runtuhnya.Terowongan.Freeport.
Penulis : Kontributor Kompas TV, Alfian Kartono