Anda di halaman 1dari 6

DASAR TEORI ARGENTOMETRI

Menurut Harjadi Argentometri merupakan titrasi yang melibatkan pembentukan


endapan dari garam yang tidak mudah larut antara titrant dan analit. Hal dasar yang
diperlukan dari titrasi jenis ini adalah pencapaian keseimbangan pembentukan yang cepat
setiap kali titran ditambahkan pada analit, tidak adanya interferensi yang menggangu titrasi,
dan titik akhir titrasi yang mudah diamati. (Harjadi, 2009)
Sedangkan menurut Anonim Titrasi argentometri adalah penetapan kadar suatu zat
yang didasarkan atas reaksi pembentukan endapan dari komponen zat uji dengan titran
larutan perak nitrat (AgNO3).Selain reaksi pengendapan, dasar reaksi argentometri disebut
juga reaksi penggaraman. Garam adalah suatu senyawa yang terdiri dari kation dan anion
atau asam dengan basa. Sedangkan pengendapan adalah zat yang memisahkan diri sebagai
fase padat yang keluar dari larutan. (Anonim, 2015)
Pada argentometri, ion perak memegang peranan penting dalam pembentukan
endapan. Cara ini dipakai untuk penetapan kadar ion halide, anion yang dapat membentuk
endapan garam perak, atau penetapan kadar perak itu sendiri. Oleh karena garam perak peka
terhadap cahaya, maka pengaruh cahaya matahari langsung atau sinar neon harus dihindari.

Titrasi argentometri juga ada cara langsung (langsung dititer oleh baku sekunder
pertama) dan tidak langsung (dititer dengan baku sekunder pertama berlebih, kelebihan ini
dititrasi balik dengan baku sekunder kedua). Cara langsung dikemukaan oleh Mohr dan
Fajans, dimana Mohr menggunakan indikator K2CrO4 dan Fajans menggunakan indikator
adsorbs (eosin). Cara tidak langsung dinyatakan oleh Volhard dimana indikator yang
digunakan adalah FeCl3. (Mulyono, 2009)
a. Metode Mohr
Metode ini digunakan untuk menetapkan kadar klorida atau bromide dalam suasana netral
atau agak alkalis (pH = 6,5-9). Dalam suasana asam, Ag2CrO4 larut karena terbentuk
dikromat dan dalam suasana basa akan terbentuk perak hidroksida. Pada metode ini, titrasi
halida dengan AgNO3 dilakukan dengan indikator Na2CrO4. Pada titrasi ini akan terbentuk
endapan baru yang berwarna. Pada titik akhir titrasi ion Ag+ yang berlebihan diendapkan
sebagai Ag2CrO4 yang berwarna merah bata.
Reaksi : Cl- + Ag+ AgCl
(ion klor) (ion perak) (perak klorida)

CrO42- + 2 Ag+ Ag2CrO4 (merah bata)[3]


(ion kromat) (ion perak) (perak kromat)

Pada kondisi yang cocok, metode Mohr cukup akurat dan dapat digunakan pada
konsentrasi klorida yang rendah. Pada jenis titrasi ini, endapan indikator berwarna harus
lebih larut disebanding endapan utama yang terbentuk selama titrasi. Akan tetapi tidak
boleh terlalu banyak larut, karena akan diperlukan lebih banyak pereaksi dari yang
seharusnya( Khopkar, 2008). Titrasi Mohr terbatas untuk larutan dengan perak dengan pH
antara 6,0–10,0.
b. Metode Fajans
Titrasi argenometri dengan cara fajans adalah sama seperti pada cara Mohr, hanya terdapat
perbedaan pada jenis indikator yang digunakan. Indikator yang digunakan dalam cara ini
adalah indikator absorbsi seperti eosine atau fluonescein menurut macam anion yang
diendapkan oleh Ag+. Titrannya adalah AgNO3 hingga suspensi violet menjadi merah. pH
tergantung pada macam anion dan indikator yang dipakai. Indikator absorbsi adalah zat
yang dapat diserap oleh permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna.
Pengendapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekuivalen antara lain dengan memilih
macam indikator yang dipakai dan pH. Sebelum titik ekuivalen tercapai, ion Cl - berada
dalam lapisan primer dan setelah tercapai ekuivalen maka kelebihan sedikit AgNO3
menyebabkan ion Cl- akan digantikan oleh Ag+ sehingga ion Cl- akan berada pada lapisan
sekunder(Khopkar , 2008) . Indikator adsorpsi mempunyai beberapa keunggulan.
Indikator ini memberikan kesalahan yang kecil pada penentuan titik akhir titrasi.
Perubahan warna yang disebabkan adsorpsi indikator biasanya tajam. Adsorpsi pada
permukaan berjalan baik jika endapan mempunyai luas permukaan yang besar. Warna
adsorpsi titrasi tidak begitu jelas jika endapan terkoagulasi, misalnya dengan adanya
muatan ion yang besar, missal: Al(III). (Anonim, 2015)
Kurva titrasi untuk reaksi pengendapan dapat dibuat dan seluruhnya analog dengan
kurva titrasi asam-basa da pembentukan kompleks. Perhitungan keseimbangan didasarkan
pada tetepan hasil kali kelarutan. (Anonim, 2015)
Gambar 1.2.2. Kurva titrasi dari NaCl, NaBr dan NaI
Contoh: 50 ml larutan NaCl 0,10 M dititrasi dengan larutan AgNO3 0,10 M. Hitung
konsentrasi ion klorida selama titrasi dan buat kurva pCl vs ml AgNO3. Ksp AgCl =
10 x 10-10.
˗ Awal sebelum titrasi:
[Cl-] = 0,10 M, maka pCl = 1,00
˗ Setelah penambahan 10 ml AgNO3:
Ag+ + Cl- AgCl
(ion perak) (ion klorida) (perak klorida)
Awal 1 mmol 5 mmol -
Perubahan 1 mmol 1 mmol -
Kesetimbangan - 4 mmol -
4 mmol
[Cl-] = 60,0 mL = 0,067 M

pCl = 1,17
˗ Setelah penambahan 49,9 ml AgNO3:
Ag+ + Cl- AgCl
(ion perak) (ion klorida) (perak klorida)
Awal 4,99 mmol 5 mmol -
Perubahan 4,99 mmol 4,99 mmol -
Kesetimbangan - 0,01 mmol -
0,01 mmol
[Cl-] = = 1,0 x 10-4 M
99,9 mL
pCl = 4,00
˗ Pada titik ekuivalen (TE):
Ag+ + Cl- AgCl
(ion perak) (ion klorida) (perak klorida)
Awal 4,99 mmol 5 mmol -
Perubahan 4,99 mmol 4,99 mmol -
Kesetimbangan - 0,01 mmol -
[Ag+] = [Cl-] [Ag+][Cl-] = Ksp = 1,0 x 10-10
[Cl-] = 1,0 x 10-5 maka pCl = 5,00
˗ Setelah penambahan 60,0 mL AgNO3:
Ag+ + Cl- AgCl
(ion perak) (ion klorida) (perak klorida)
Awal 4,99 mmol 5 mmol -
Perubahan 4,99 mmol 4,99 mmol -
Kesetimbangan - 0,01 mmol -
1,00 mmol
[Ag+] = = 9,1 x 10-3 M
110 mL

pAg = 2,04 maka pCl = 10,00 – 2,04 = 7,96


˗ Secara umum untuk halida:
Ag+ + X- AgX
1 1
Tetapan kesetimbangan: K = [Ag+ ][X−] = Ksp

Makin kecil Ksp makin besar K suatu titrasi.( Danney, 2009)


Seperti sistem asam, basa dapat digunakan sebagai suatu indikator untuk titrasi
asam-basa. Pembentukan suatu endapan lain dapat digunakan untuk menyatakan lengkapnya
suatu titrasi pengendapan. Dalam hal ini terjadi pula pada titrasi Mohr, dari klorida dengan
ion perak dalam mana digunakan ion kromat sebagai indikator. Pemunculan yang permanen
dan dini dari endapan perak kromat yang kemerahan itu diambil sebagai titik akhir (TE).
Penambahan indikator ini akan menjadikan warna larutan menjadi kuning. Dipilih indikator
K2CrO4 karena suasana sistem cenderung netral. Kalium kromat hanya bisa digunakan dalam
suasana netral.( Harjadi, 2010)
Fluorescein merupakan sebuah asam organik lemah yang dapat kita nyatakan
sebagai HFl. Jika fluorescein ditambahkan kepada botol titrasi, anion Fl- tidak diserap oleh
perak klorida kolodial selama ion klorida ada berlebih. Akan tetapi apabila ion perak dalam
keadaan berlebih, ion Fl- dapat ditarik ke permukaan partikel bermuatan positif. fluorescein
dapat digunakan hanya dalam batas pH kira-kira 7 sampai 10. ( Harjadi, 2010)

Tabel 1.2.1. Indikator Asam Basa

Perubahan Warna
Nama Indikator Range pH
Dari Ke
Timol Biru Merah Kuning 1,2-2,8
2,6 Dinitrofenol Tak berwarna Kuning 2,0-4,0
Metil Kuning Merah Kuning 2,9-4,0
Bromofenol Biru Kuniing Biru 3,0-4,6
Metil Jingga Merah Kuning 3,1-4,4
Bromkresol Hijau Kuning Biru 3,8-5,4
Metil Merah Merah Kuning 4,2-6,2
Lakmus Merah Biru 5,0-8,0
Metil Merah Ungu Ungu Hijau 4,8-5,4
p-Nitrofenol Tak berwarna Kuning 5,6-7,6
Bromtimol Biru Kuning Biru 6,0-7,6
Fenol Merah Kuning Biru 6,8-8,4
Fenolftalein Tak berwarna Merah 8,0-9,6
Timolftalein Tak berwarna Biru 9,3-10,6
Alizarin Kuning R Kuning Violet 10,1-12,0
1,3,5-Trinitrobenzena Tak berwarna Orange 12,0-14,0
Daftar pustaka

Anonim, 2015, Penuntun Praktikum Kimia Analisis, Fakultas Farmasi, Universitas Muslim
Indonesia : Makassar.

Danney, B., 2009, Vogel Analisis Kuantitatif Anorganik, EGC:Jakarta.


Ham, Mulyono, 2009, Kamus Kimia, Bumi Aksara : Bandung

Harjadi, W., 2009, Ilmu Kimia Analitik Dasar, PT Gramadia Pustaka Utama: Jakarta.

Harjadi, W., 2010, Ilmu Kimia Analitik Dasar, Gramedia : Jakarta.

Underwood, A.L., 2008, Analisis Kimia Kuantitatif, Erlangga : Jakarta.

Khopkar, S.M. Kimia Analisis Kuantitatif . UIP Press: Yogyakarta. 2008

Anda mungkin juga menyukai