Anda di halaman 1dari 29

DAFTAR ISI

BAB I.................................................................................................................................1

PENDAHULUAN.............................................................................................................1

A. Latar Belakang.....................................................................................................1

B. Rumusan Masalah................................................................................................2

C. Tujuan...................................................................................................................2

D. Manfaat.................................................................................................................2

BAB II...............................................................................................................................3

PEMBAHASAN................................................................................................................3

A. Pengertian Sendi...................................................................................................3

B. Cairan Sendi (Synovial Fluid).............................................................................4

C. Komposisi Cairan Sendi......................................................................................5

D. Patofisiologi.........................................................................................................10

E. Jenis Pemeriksaan Cairan Sendi.......................................................................10

F. Abnormalitas / Gangguan Sendi.......................................................................29

BAB III............................................................................................................................31

PENUTUP.......................................................................................................................31

A. Kesimpulan.........................................................................................................31

B. Saran...................................................................................................................31

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................32

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air (pelarut) dan zat
tertentu (zat terlarut).Cairan tubuh dibedakan atas cairan intrasel (CIS) yaitu
cairan yang terdapat didalam sel dan cairan ekstrasel ( CES) yaitu cairan
yang berada diluar sel. Sekitar 70 % cairan tubuh adalah cairan intrasel dan
sisanya adalah cairan esktrasel. Cairan ekstrasel antara lain cairan interstisial
yang berada diantara sel jaringan, cairan intravaskular yang berada dalam
pembuluh darah, cairan limfe yang berada dalam pembuluh limfe, cairan
transseluler yang berada pada tempat-tempat khusus. Cairan intraokuler
( terdapat dalam bola mata), cairan serebrospinalis dan cairan dalam
persendian adalah contoh cairan transseluler (Sumardjo, 2009).
Cairan sendi adalah cairan viscous dalam rongga sendi yang
mensuplai makanan bagi tulang rawan sendi,selain itu berfungsi sebagai
pelumas, mengurangi koefisien tahanan , pergerakan serta mempunyai daya
adhesi yang berfungsi menjaga stabilitas sendi.Cairan sendi merupakan
suatu cairan bersifat viscous yang terdapat didalam sendi.Prinsip dari peran
cairan sendi adalah untuk mengurangi friksi antara sendi tulang rawan sendi
pada saat pergerakan. Cairan sendi diproduksi oleh membran dalam dari
ruangan sendi yang kita sebut membran sinovial. Cairan tersebut terdiri dari
hyaluronick acid yang disekresi oleh sel yang menyerupai fibroblas yang
terdapat pada membran sinovial dan cairan interstisial yang disaring dari
plasma darah. Cairan ini berbentuk lapisan tipis 50 um pada permukaan
kartilago dan menutupi iregularitas permukaan kartilago (Tjokroprawiro,
2015).
Analisis cairan sendi adalah beberapa tes laboratorium terhadap
cairan sendi yang bertujuan menunjang diagnosis, memantau perjalanan
penyakit, menilai efektivitas terapi dan melihat komplikasi (Tjokroprawiro,
2015). Pemeriksaan cairan sendi dilakukan untuk membantu mendiagnosis
penyebab peradangan, nyeri, dan pembengkakan sendi. Cairan sendi diambil

1
menggunakan jarum yang ditusuk kedalam cairan itu berada diarea antara
tulang pada sendi tersebut. Indikasi memeriksa cairan sendi diberikan oleh
bertambah banyaknya cairan itu dan pemeriksaan laboratorium membantu
diagnosis kelainan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan cairan sendi ?
2. Bagaimana patofisiologi cairan sendi ?
3. Apa saja komposisi cairan sendi ?
4. Apa saja jenis pemeriksaan yang dilakukan pada cairan sendi, Serta
persiapan pemeriksaan cairan sendi?
5. Apa saja gangguan atau kelainan pada sendi ?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menjelaskan secara umum pemeriksaan cairan sendi.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui cairan sendi.
b. Mengetahui patofisiologi cairan sendi.
c. Mengetahui komposisi cairan sendi
d. Mengetahui jenis pemeriksaan yang dilakukan pada cairan sendi,
serta persiapan pemeriksaan cairan sendi.
e. Mengetahui gangguan atau kelainan pada sendi.

D. Manfaat
1. Bagi Penulis
Untuk memperluas wawasan, meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman tentang pemeriksaan cairan sendi.
2. Bagi Institusi
Untuk perkembangan ilmu pengetahuan serta menjadi sumber informasi
dalam ilmu kesehatan.

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Sendi
Sendi adalah bagian tubuh tempat dua tulang saling
berhubungan.Sendi itu dapat merupakan suatu hubungam yang dapat
bergerak atau yang tidak dapat bergerak.Sendi tak bergerak terdapat pada
tulang tengkorak.Tengkorak dibentuk oleh banyak tulang yang masing-

2
masing dihubungkan satu sama lain melalui sendi yang dinamakan
sutura.Contoh lain terdapat pada panggul (Tjokroprawiro, 2015).
Sendi merupakan tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Sendi dapat
dibagi menjadi tiga tipe, yaitu:
1. sendi fibrosa dimana tidak terdapat lapisan kartilago, antara tulang
dihubungkan dengan jaringan ikat fibrosa, dan dibagi menjadi dua
subtipe yaitu sutura dan sindemosis;
2. sendi kartilaginosa dimana ujungnya dibungkus oleh kartilago hialin,
disokong oleh ligament, sedikit pergerakan, dan dibagi menjadi subtipe
yaitu sinkondrosis dan simpisis; dan
3. sendi sinovial. Sendi sinovial merupakan sendi yang dapat mengalami
pergerakkan, memiliki rongga sendi dan permukaan sendinya dilapisi
oleh kartilago hialin. Kapsul sendi membungkus tendon-tendon yang
melintasi sendi, tidak meluas tetapi terlipat sehingga dapat bergerak
penuh. Sinovium menghasilkan cairan sinovial yang berwarna
kekuningan, bening, tidak membeku, dan mengandung leukosit. Asam
hialuronidase bertanggung jawab atas viskositas cairan sinovial dan
disintesis oleh pembungkus sinovial. Cairan sinovial mempunyai fungsi
sebagai sumber nutrisi bagi rawan sendi.
Jenis sendi sinovial :
a. Ginglimus : fleksi dan ekstensi, monoaxis ;
b. Selaris : fleksi dan ekstensi, abd & add, biaxila ;
c. Globoid : fleksi dan ekstensi, abd & add; rotasi sinkond multi axial ;
d. Trochoid : rotasi, mono aksis ;
e. Elipsoid : fleksi, ekstensi, lateral fleksi, sirkumfleksi, multi axis.

Artrosentesis adalah tidakan penyedotan cairan yang ada di dalam


sendi untuk menentukan penyebab artristik dengan prosedur terapi
mengalihkan efusi atau hermartosis,memasukkan kostikosteroid atau
enestersi local.

B. Cairan Sendi (Synovial Fluid)


Cairan sendi adalah suatu cairan yang berifat viskous yang terdapat
dalam sendi. Prinsip dari peran cairan sendi adalah untuk mengurangi friksi
antara sendi tulang rawan sendi pada saat pergerakan. Cairan sendi di
produksileh membran dalam dari ruang sendi yang kita sebut membran

3
synovial. Cairan tersebut terdiri dari hyaluronic acid yang di sekresiolehsel
yang mempunyai fibroblast yang terdapat pada membrane synovial dan
cairan intertisial yang di saring dari plasma darah. Cairan ini berbentuk
lapisan tipis 50 um pada permukaan kartilago dan menutupi regularitas
permukaan kartilago.
Cairan sendi adalah cairan viscous dalam rongga sendi yang menyuplai
makanan bagi tulang rawan sendi, selain itu berfungsi sebagai pelumas, serta
mengurangi koefesien tahanan,pergerakan serta mempunyai daya adhesi yang
berfungsi menjaga stabilitas sendi.
Analisis cairan sendi adalah beberapa tes laboratorium terhadap cairan
sendi yang bertujuan menunjang diagnosis, memantau perjalanan penyakit,
menilai efektifitas terapi dan melihat komplikasi.

Fungsi dari cairan sendi adalah sebagai berikut :

1. Mengurai friksi dengan berfungsi sebagai pelumas sendi


2. Meredam beban dengan menyebabkan tekanan kesegala arahdan
merubah kualitas viskositas cairan sendi sesuai dengan derajat tekanan.
3. Transportasi nutrisi dan produksi sisa (sampah) dengan mensuplai
oksigen dan makanan juga membersihkan karbon dioksida dan sampah
metabolic dari sel chondrocyte yang ada di dalam tulang rawan
(kartilago).

C. Komposisi Cairan Sendi


Jaringan sinovial bersifat steril dan terdiri dari jaringan ikat dengan
vaskularisasi pada dasar membran. Didapatkan 2 tipe sel yaitu sel A dan B.
Sel tipe A adalah monocyte yang berfungsi membersihkan debris dari cairan
sinovial. Sel tipe B memproduksi cairan sinovial yang terdiri dari asam
hyaluronat, lubricin, proteinase, collagenase. Cairan sinovial menunjukkan
karakteristik cairan non Newton, dimana koefisien viskositas tidak bersifat
tetap dan bersifat thixotropic yaitu viskositas cairan akan menurun dan cairan
akan menipis jika mengalami penekanan dalam jangka waktu yang lama.
Cairan sinovial yang normal terdiri dari 3 – 4 mg/ml hyaluronan. Lubricin
adalah komponen pelumas kedua yang disekresi oleh sel fibroblas sinovial
yang berfungsi menurunkan gesekan antara permukaan cartilago, mengaur
pertumbuhan sel sionovial dan membuang debris akibat proses aktivitas sendi

4
(tear and wear). Cairan sendi yang normal adalah jernih, pucat kekuningan,
kental namun tidak mudah menggumpal. Cairan sendi sebenarnya adalah
modifikasi dialisat plasma yang disekresi oleh jaringan sendi. Yang
membedakan cairan sendi dengan cairan tubuh yang lain adalah komponen
hyaluronic acid yang hanya terdapat di cairan sendi. Didapatkan adanya
transport medium yang bersifat aktif untuk menyalurkan nutrisi dari jaringan
membran sinovial menuju cartilago. Glukosa untuk kondrosit dalam kartilago
ditransport oleh jaringan vaskular periatrikular melalui cairan sendi. Dalam
keadaan puasa kadar glukosa cairan sendi sama dengan kadar glukosa dalam
plasma darah. Penurunan jumlah glukosa dalam cairan sendi dihubungkan
dengan beberapa kondisi seperti artritis septik dan artritis karena proses imun.
Permeabilitas membaran sinovial sama halnya dengan pembuluh darah sangat
dipengaruhi oleh proses inflamasi, dimana imunoglobulin, kompleks imun
dan komplemen akan terakumulasi dalam membran sinovial menuju cairan
sinovial sebagai jalan keluar.
Jumlah sel dalam cairan sendi sangat bervariasi antar sendi, namun
pada umumnya jumlahnya renda dengan rerata hitung sel 0-3000 sel/mm3.
Jumlah terbesar didominasi oleh limfosit yaitu limfosit B dan T. Neutrofil
berjumlah normal. Makrofag hanya tampak sesekali. Pada cairan yang
patologis dapat dijumpai kondrosit, osteoblas, dan osteoklas jika tulang
subkondral mengalami ekspose. Fungsi utama sel mononuklear adalah untuk
membersihkan debris sel. Didapatkan adanya hubungan antara leukositosis
cairan sendi dengan pH sendi dimana peningkatan leukosit akan
menyebabkan pH cairan sendi menjadi turun pada kasus artritis kronis
maupun akut. Eritrosit sangat jarang pada cairan sendi yang normal, jika ada
merupakan kontaminasi dari sel darah perifer pada saat aspirasi.
Sinovial join terdiri dari dua sistem yang memerlukan lubrikasi yaitu
sistim soft tissue dan sistem antar kartilago dalam sendi. Lubrikasi dari soft
tissue membutuhkan hyaluronan dan glikoprotein. Pada tekanan yang rendah,
sistem lubrikasi dari glikoprotein akan bersifat mengikat. Pada tekanan yang
tinggi, permukaan cartilago akan terjaga dengan cairan sendi yang bersifat
menyebar sehingga elastisitas dapat dipertahankan.

5
Artrosentesis adalah suatu prosedur memasukkan jarum kedalamsuatu
sendi yang bertujuan untuk mengambil cairan sendi.
1. Tujuan dari artrosentesis adalah:
a. Mengeluarkan cairan yang berlebih padasendi sehingga dapat
menurunkan gejala nyeri dan dapat memperbaiki mobilitas sendi.
b. Menegakkan diagnosis dengan melakukan analisis cairan sendi untuk
mengetahui penyebab dari penyakit yang mendasari
c. Bertujuan terapi dengan memasukkan obat kortikosteroid pada kasus
artritis inflamasi dan hyaluroan pada kasus artritis non inflamasi
2. Indikasi artrosentesis secara umum :
a. Artritis dengan efusi yang belum terdiagnosis kita dapat menentukan
ada tidaknya inflamasi maupun infeksi dengan mengetahui hitung sel
leukosit. Selain itu secara definitive dapat digunakan untuk
menegakkan diagnosis pada kasus gejala penyakit sendi karena Kristal
seperti pada gout dan pseudogout.
b. Artritis sendi tanpa efusi misal pada lutut atau metatarsophalangeal
(MTV) 1 jari kaki untuk menegakkan gouthy secara definitive
c. Pada kasus radang sendi yang memerlukan drainage berulang untuk
mengevakuasi cairan sendi yang timbul berlebih seperti pada
septikartritis maupun pada kasus artritis lain yang bersifat self limited
3. Indikasi arterosentesi sebagai terapi injeksi pada kasus arteritis inflamasi :
a. Artritis inflamasi
Rheumatoid arthritis,crystal induced arthritis,oligoartritis inflamasi
yang belum terdiagnosis, spondyloarthropathy, juvenile Rheumatoid
artritis, SLE, sarcodosis.
b. Artritis non inflamasi
Osteoartritis, Hemophilic arthropathy
c. Gangguan nonartikular (Tendinitis, Bursitis, Myofascial pain)
Injeksi dengan menggunakan trigger point. Rotator cuff tendinitis,
lateral epicondylitis, Carpal Tunned Syndrome, Nyeri bahu de
Quervain’s tenosynovitis,Nyeri pada trochanter, Anserine bursitis,
Patellofemoral pain syndrome, Plantar fasciitis, popliteal cysta,
Aschiles tendinitis
4. Kontra indikasi tindakan artrosentesis adalah :
a. Infeksi pada bagian terdekat tempat injeksi seperti adanya
selulitis,bursitis septik. Namun terkadang gouthy artritis dapat
menyerupai klinis seperti ini dan membuat kabur.

6
b. Septisemia, karena membawa resiko penyebaran organisme menuju
sendi.
c. Penyakit kulit tertentu yang mengalami gangguan pada mekanisme
pertahan kulit seperti psoriasis.
d. Gangguan pendarahan
e. Artritis septik
f. Akses Injeksi sendi yang sulit, namun hal ini bersifat relative dan
bergantung
g. kepada keahlian yang dimiliki oleh operator.
5. Preparat atau bahan yang digunakan pada Arterosentesis
Semua sediaan hidroksikortikosteroid efektif untuk digunakkan pada
injeksi artikuler dan perlartikuler. Hidrokortison asetat masih digunakkan
secara luas. Golongan triamcinolon dikatakan lebih larut dan mempunyai
durasi kerja lebih lama terutama dari golongan triamcinolon hexacetonid.
Banyak studi melaporkan bahwa metilprednisolon dan triamcinolon lebih
bersifat superior dibanding hidrokortison.Preparat lain yang sering
digunakkan adalah anastesi local digunakan bersama dengan cairan sendi
dapat bersifat menyeluruh (homogen) atau berebntuk gumpalan (blood
cloth). Jika darah bersifat homogen maka diistilahkan sebagai
hemarthrosis yang dapat disebabkan oleh karena suatu trauma, pigmented
villonodular synovitis,tumor, hemophilia, gangguan koagulasi, charcot
joint, chronic arthropathy seperti RA atau artritis psoriasis (Potter, 2006)

Cairan sendi secara karakteristik dapat dikelompokkan menjadi


kelompok I (penyakit non inflamasi), kelompok II (inflamasi) dan kelompok
III (septik). Pengelompokan ini dapat dilihat pada Tabel I berikut.

Noninflammatory INflamasi Septic


Hemorrhagic
(Group I) (Group II) (Group III)
Osteoarthritis Rheumatoid arthritis Pyogenic Trauma
Trauma Reactive arthritis bacterial Tumorhemophilia/coagulopathy
Rheumatic fever Psoriatic arthritis Invection Scrvy
Chronic gout Acute gout or Septic Ehlers-danios syndrome
,pseudogout pseudogout arthritis Neutropathicartropathy
Scleroderma Scleroderma Hemorrhagic
Polymyositis Polymyositis Trauma

7
Systemic lupus Systemic lupus
erythematosus erythematosus
Erythema Ankylosing
nodosummeutropthic spondylitis
Arthropathy (with Imflammatory bowel
possible disease
hemorrhage) Arthritis
Sickle-cell disease Infection
Hemochromatosis (vital,fungal,bacterial)
Acromegaly Including lyme
amyloldosis disease
Acute crystal
synovitis
TABLE 1. Klasifikasipenyakitberdasarkananalisiscairansendi (Courtney, 2009)

Cairan sendi yang normal tidak berwarna atau berwarna jerami


karena adanya bilirubin. Cairan sendi yang mengalami inflamasi akan
berwarna kuning. Cairan sendi yang terinfeksi dapat berwarna kuning,coklat
atau hijau. Kristal atau urat apatit dapat menyebabkan cairan berwarna putih
pucat maupun kuning. Sedangkan kolesterol dalam cairan sendi menyebabkan
cairan berwarna keemasan. Adanya serpihan hitam atau abu-abu dapat
merupakkan logam atau partikel yang berasal dari material penggantian total
sendi (Syarifuddin, 2006)

Cairan sendi yang normal akan bersifat kental karena adanya unsur
hyaluronan. Peningkatan viskositas terjadi pada hipotiroidisme, akromegali
dan kista mukosa pada osteoarthritis. Penurunan viskositas biasanya
disebabkan oleh peradangan,namun pada edema dan adanya cairan dibursa
dapat menyebabkan viskositas menurun. Untuk membedakancairan sendi
dengan cairan edema atau cairan anestesi dapat dilakukan tes bekuan musin,
dengan meneteskan cairan sendi ke dalam larutan asetat. Cairan sendi yang
normal akan mengalami pembekuan karena molekul hyaluronan. Cairan sendi
yang mengalami inflamasi viskositas akan menurun karena hyaluronan

8
mengalami depolimerisasi. Demikian juga dengan cairan edema dan
anestesi,bekuan tidak akan terjadi pada tes ini.

Cairan sendi yang menggumpal ketika berada didalam tabung atau


dalam spuit menunjukkan adanya inflamasi atau adanya fibrinogen dan faktor
pembekuan lain seperti protrombin. Faktor V dan VII. Molekul ini tidak
terdapat dalam cairan sendi normal dan hanya terdapat pada proses inflamasi.

D. Patofisiologi
Inflamasi mula - mula mengenai sendi sinovial seperti edema, kongesti
vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi seluler. Peradangan yang berkelanjutan,
sinovial menjadi menebal, terutama pada sendi articular kartiago dari sendi.
Pada persendian ini granulas membentuk panus, atau penutup yang menutupi
kartilago. Panus masuk ketulang sub chondria. Jaringan granulasi menguat
karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi artilago artikuler.
Kartilago menjadi nekrosis.
Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligamen jadi
lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau disiokasi dari persendian.
Proses fagositosis menghasilkan enzim – enzim dalam sendi. Enzim –
enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi
membran sinovial, dan akhirnya membentuk panus. Panus akan
menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang, akibatnya
menghilangkan permukaan sendi yang akan mengalami perubahan
degenerative dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi
otot (Sicane, 2004)
E. Jenis Pemeriksaan Cairan Sendi
1. Pemeriksaan Cairan Sendi
Pemeriksaan ini dikenal dengan nama formal yaitu: analisis
cairan sinovial, tetapi mempunyai nama lain berupa analisis cairan sendi.
Pemeriksaan cairan sendi dilakukan untuk membantu mendiagnosis
penyebab peradangan, nyeri, dan pembengkakan pada sendi. Cairan sendi
diambil menggunakan jarum yang ditusuk ke dalam cairan itu berada
(area diantara tulang pada sendi tersebut). Cairan sinovial menjadi
pelumas dalam sendi. Cairan sinovial akan memberikan nutrisi bagi

9
tulang rawan sehingga tidak dapat aus selama penggunaan (gesekan
dalam pergerakan sendi)(Sumardjo, 2009)
Analisis cairan sendi terdiri dari serangkaian uji yang dilakukan
untuk mendeteksi perubahan yang terjadi akibat dari penyakit tertentu.
Ada beberapa karakteristik cairan sinovial yang patut dikaji antara lain:
a. Karakteristik fisik: evaluasi dari penampilan secara umum dari
cairan sinovial, meliputi kekentalan (viskositas). Karakteristik fisik
yang normal berupa : cairan bening, berwarna jernih hingga
kekuningan, dan kental (viskositas tinggi akibat kandungan asam
hialuronat, ketika mengambilnya dengan jarum membentuk ‘string’
beberapa inchi layaknya cairan kental pada umumnya). Perubahan
yang terkait pada aspek fisik ini yaitu : cairan keputihan (berawan)
disebabkan oleh hadirnya mikroorganisme dan sel darah putih) dan
berwarna kemerahan akibat hadirnya sel darah merah. Antara
cairan sinovial berawan dan kemerahan dapat terjadi dalam satu
spesimen.
b. Karakteristik kimia: mendeteksi perubahan zat kimia tertentu pada
cairan sinovial, meliputi: glukosa (level glukosa di dalam cairan ini
lebih rendah daripada level glukosa darah dan dapat menurun lebih
signifikan lagi pada inflamasi dan infeksi sendi, protein
(kandungan protein meningkat akibat peradangan infeksi), asam
urat yang meningkat (pada Gout).
c. Karakteristik mikroskopik: menghitung sel – sel yang terdapat pada
cairan sinovial (terutama untuk menghitung leukosit) meliputi:
hitung leukosit (batas normal yaitu <200 sel / mm 3, leukosit yang
berlebihan menandakan adanya inflamasi seperti pada Gout dan
rheumatoid astritis, neutrifilia menandakan infeksi bakteri, dan
eosinifilia menandakan penyakit Lyme), dan melewati cairan
sinovial ke sinar polarisasi untuk melihat adanya kristal asam urat
(kristal jarum) pada penyakit Gout.
d. Karakteristik infeksius: menemukan agen infeksius (bakteri atau
jamur) dalam cairan sinovial meliputi: pewarnaan gram (untuk
melihat tipe agen infeeksius), pembiakan, uji kerentanan terhadap

10
antibiotik (sebagai panduan dalam memilih antibiotik) dan uji BTA
jika dikhawatirkan adanya mikrobakterium.

Analisis cairan sendi dilakukan jika menemukan sesuatu yang


mencurigakan di daerah persendian, berupa:
a. Nyeri di daerah persendian
b. Eritema meliputi daerah persendian dan sekitarnya
c. Inflamasi di daerah persendian
d. Akumulasi cairan sinovial.
Prosedur dalam pengambilan cairan sinovial dikenal dengan
arthrocentesis. Setelah dianastesi lokal, dokter akan melakukan
penyuntikan hingga masuk ke tempat cairan sinovial berada (area
diantara tulang). Selain untuk mengambil spesimen cairan sinovial,
prosedur ini dilakukan juga dalam:

a. Pengambilan cairan sinovial berlebihan untuk mengurangi


tekanan yang berlebihan.
b. Injeksi kortikosteroid ke dalam cairan sinovial yang mengalami
inflamasi.
2. Proses Pengambilan Sampel Cairan Sendi
Arthrocentesis dilakukan oleh dokter atau paramedik terlatih dengan
menggunakan alat yang steril dan tepat (S, 2004) .
Pre Analitik
a. Spuit yang digunakan (19/21 untuk sendi besar, 23/25 untuk sendi
kecil).
b. Digunakan sarung tangan steril.
c. Dilakukan anastesi lokal (lidokain atau etiklorida spray).
d. Kapas alkohol dan betadine.
e. Empat tabung penampungan tanpa antikoagulan.

Analitik

a. Ditentukan lokasi penusukan, daerah ektensor lebih aman (bebas


saraf) dan beri tanda.
b. Dilakukan tindakan aseptik pada lokasi.
c. Dilakukan anastesi lokal (inflamasi lidokain/prokain dengan jarum
halus atau etiklorida spray).

11
d. Ditusuk daerah yang sudah ditandai dengan spuit yang berisi 25 µ
sodium heparin (dibilas) dan gunakan jarum yang sesuai hingga
terasa jarum menembus membran sinovia (seperti menusuk kertas).
e. Dilakukan aspirasi perlahan – lahan (untuk meminimalisasi nyeri).
f. Spesimen ditampung (sesuai urutan tabung pertama kali diisi).
- Tabung I (tabung heparin) steril untuk pemeriksaan
mikrobiologis (gram dan biakan).
- Tabung II (tabung EDTA) untuk pemeriksaan mikrokopis,
memeriksa kristal, dan hitung jenis sel.
- Tabung III (tanpa EDTA) untuk pemeriksaan kimia atau
imunologi dan untuk pemeriksaan makroskopis.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel :

1. Mengetahui apakah pasien mempunyai gangguan hemostasis


2. Melakukan dengan tehnik yang benar dan berusaha untuk selalu steril.
3. Sampel yang didapatkan sesegera mungkin untuk dibawa
kelaboraturium.
4. Jika akan dikerjakan pemeriksaan glukosa cairan sendi makan pasien
dipuasakan 6-8 jam terlebih dahulu.
5. Bila dikehendaki antikoagulan digunakan heparin.
6. Bila akan dilakukan pemeriksaan mikrobiologi wadah untuk
menampung cairan sendi harus steril.

3. Macam-macam pemeriksaan
a. Tes Makroskopik
1) Volume
Dalam keadaan normal cairan sendi susah didapat dan biasanya
volume normal tidak melebihi 2 ml.Volume yang melebihi 2 ml
menandakan adanya kelainan,makin besar volume itu,maka
makin luas juga kelainan yang ada.
2) Warna dan kejernihan :
a) Warna
Cairan sendi normal tidak bewarna atau mempunyai warna
kekuning-kuningan yang sangat muda.Jika terjadi warna
merah karena adanya darah biasanya disebabkan oleh trauma
pungsi.
b) Kejernihan
Dalam keadaan normal cairan sendi jernih.Proses patologis
seperti radang dapat mengubah ciri-ciri itu menjadi agak keruh

12
sampai keruh sekali.Selain oleh peradangan kekeruhan
mungkin juga disebabkan proses-proses lain,yakni oleh adanya
beberapa macam Kristal atau sel-sel synovia yang terlepas.

Pre Analitik

Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan khusus.


Persiapan sampel : tidak ada persiapan khusus.
Prinsip tes : setiap kelainan memberi warna dan kejernihan
yang berbeda.
Alat : Tabung yang steril
Analitik
Cara kerja :
1. Sampel dimasukan kedalam tabung steril.
2. Dilihat warna dan kejernihan sampel.
3. Nilai rujukan : tidak berwarna dan jernih.

Pasca Analitik

Interpretasi :

1. Kuning jernih : atritis traumatic,osteoarthritis dan artritis


rematoid ringan.
2. Kuning keruh : Inflamasi spesifik dan non spesifik,karena
bertambahnya lekosit.
3. Seperti susu (chyloid) ; artritis rematoid dengan efusi
kronik,pirai dengan efusi akut dan obstruksi limfatik
dengan efusi.
4. Seperti nanah atau purulent :artritis septik yang lanjut.
5. Seperti darah : pada trauma,hemophilia dan sinovisitis
ilonodularis hemoragik. Bila darah terjadi karena trauma
pada waktu aspirasi maka warna merahnaya akan
berkurang bila aspirasi diteruskan,sedangkan jika bukan
oleh trauma maka warna merah akan menetap.
6. Kuning kecoklatan : pada perdarahan yang telah lama
(Gandasoebrata,2006).
3) Bekuan
Cairan sendi normal tidak membeku karena tidak berisi
fibrinogen.Proses peradangan dapat menyebabkan menyusupnya
fibrinogen kedalam cairan sendi.Kalau ada bekuan laporkanlah

13
besarnya bekuan itu,semakin besar bekuan itu,maka semakin
berat proses inflamasi.
Pre analitik
Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan khusus.
Persiapan sampel : tidak ada persiapan khusus.
Prinsip tes : fibrinogen menyebabkan sampel membeku.
Alat : tabung yang steril.
Analitik
1. Sampel dimasukan dalam tabung steril.
2. Dibiarkan sampel selama 1 jam.
3. Dilihat ada tidaknya bekuan.
4. Nilai rujukan :tidak membeku.

Pasca analitik

Interpretasi :

Bekuan (+) : ada proses peradangan.( Gandasoebrata,2006)

4) Viskositas
Cairan sendi mempunyai nilai viskositas tertentu,beberapa
keadaan patologis dapat mengurangi viskositas sehingga cairan
itu seolah-olah encer. Untuk menguji viskositas isaplah cairan
sendi kedalaman semprit 2 ml,kemudian biarkan cairan itu
mengalir keluar dari semprit(tanpa jarum) dan perhatikan
penjangnya benang lender yang dapat dibentuk samapai saat
cairan itu jatuh. Dalam keadaan normal panjangnya paling
sedikit 5 cm.Makin pendek benang itu,maka makin
abnormal,kadang-kadang viskositas itu rendah sekali sehingga
menetes seperti itu saja.
Pra analitik
Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan khusus.
Persiapan sampel : tidak ada persiapan khusus.
Prinsip tes : asam hialuronat dalam cairan sendi menentukan
viskositas cairan.
Alat : spuit atau semprit tanpa jarum.
Analitik
Cara kerja :
1. Dihisap sampel kedalam spuit atau semprit tanpa jarum.
2. Diteteskan samapi ke luar dari spuit tersebut.

14
3. Diukur panjang tetesan.Atau ambil sampai jari
telunjuk,direntangkan antar jari telunjuk dengan ibu jari.
4. Hitung panjang rentang.
5. Nilai rujukkan : panjangnya tanpa putus 4-6 cm disebut
viskositas tinggi.

Pasca analitik

Interpretasi :

Non inflamatorik : viskositas tinggi

Viskositas menurun (< inflamatorik akut atau septik)

Hemoragic : viskositas bervariasi ( Gandasoebrata,2006).

b. Test Mikroskopik
1) Menghitung jumlah sel
Upaya dilakukan seperti menghitung leukosit dalam darah
tepi. Akan tetapi cairan pengencer turk tidak dapat dipakai
karena asam acetat membekukan mucin yang terdapat dalam
cairan sendi. Pakailah larutan NaCl 0.85 % sebagai pengganti
cairan truk untuk menghitung jumlah sel dan kamar hitung
fuchs-Rosenthal seperti diterangkan dalam bab mengenai cairan
otak. Dalam keadaan normal jumlah sel dalam cairan sendi
kurang dari 200 per µl. Pertambahan cairan sendi oleh causa
bukan radang dapat meningkatkan jumlah itu sampai 2000 per
µl, sedangkan adanya radang mendorong angka itu sampai lebih
dari 2000 per µl.
Jumlah leukosit
Hasil hitung leukosit total maupun hitung jenis leukosit pada
sendi dapat membedakan inflammatory arthritis, non
inflammatory arthritis dan infectious arthritis.
a) Pre analitik
Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan khusus.
Persiapan sampel :
 Sampel diencerkan dengan NaCl 0.9 % atau metilen
biru dalam NaCl 0.9% untuk cairan yang jernih.

15
 Jika ciran sendi terlalu kental kemungkinan sulit untuk
dipipet, maka sampel harus di encerkan dengan buffer
hialuronidase.
 Bila cairan sendi banyak mengandung erirtosit , maka
digunakan HCL 0.1 % atau saporin 1%, karena cairan
ini dapat melisiskan eritrosit.
Prinsip tes :
Sampel yang diencerkan dan dimasukan kedalam kamar
hitung (hemositometer) . dengan mengperhitungkan. Faktor
pengenceran, jumlah lekosit dalam darah dapat diketahui.
b) Analitik
Cara kerja :
1. Dipipet sampel kedalam pipet leukosit sampai tanda 0.5
2. Dipipet NaCl 0.9 % sampai tanda 11, kocok isi pipet
beberapa menit agar isi pipet bercampur baik.
3. Kemudian dibuang 4-5 tetes isi pipet.
4. Disimpan kamar hitung dengan cover glass di atasnya .
5. Diteteskan isi pipet perlahan –lahan kedalam kamar
hitung.
6. Dihitung jumlah leukosit yang tampak dalam 4 kotak
lekosit dengang menggunakan perbesara lensa objektif
10 x dan hasilnnya dikali 50 (pengenceran ).
7. Nilai rujukan jumlah leukosit <200/mm3
c) Pasca analitik
Interprestasi :
I. Jumalah leukosit 200-500/mm3 penyakit non
inflamatorik (penyakit degeneratif)
II. Jumlah leukosit 2000-100.000/ mm3 menandakan
inflamatorik akut.
-
Artritis gout akut : jumlah leukosit 750-45.000/
mm3. Rata-rata 13.500/ mm3 .
-
Faktor rematoid : jumlah leukosit 300-98.000/
mm3 . rata-rata 17.800 / mm3.
-
Artritis rematoid : jumlah leukosit 300- 75.000/
mm3 . rata –rata 15.500 / mm3 .
-
Septik (infeksi) : jumlah leukosit 20.000-
200.000 / mm3 . .
-
Artritis gonore : jumlah leukosit 1.500- 108.000 /
mm3 . . rata-rata 14.000 / mm3 . .

16
-
Artritis septik : jumlh leukosit 15.600-213.000 /
mm3 . . rata –rata 65.400 / mm3 . .
-
Artritis TB : jumlah leukosit 2.500- 105.000 /
mm3 . . rata- rata menjadi 23.500 / mm3 . .
-
Hemoragik : jumlah leukosit 200-10.000 / mm3 . .
2) Menghitung jenis sel
Cairan sendi diperiksa seperti cairan tubuh yang lan dengan
cara membuat sediaan apus yang dipulas gimsa atau wight
dalam keadaan normal leukosit berinti segment kurang 25 %
dari semua sel yang ada dalam cairan sendi. Semakin tinggi
angka itu , maka semakin akut keadaan patologis.

Hitung jenis sel

Pada sendi dapat dibedakan inflamotoriy Artritis . non


inflamotoriy Artritis dan infection artritis.
Pre analitik
Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan khusus.
Persiapan sampel :
-
Sampel harus diperiksa < 1 jam setelah pengambilan
-
Sampel dapat langsung dari cairan aspirasi atau sedimen
cairan sendi yang telah disentrifus (paling baik).
Prinsip tes :
Cairan sendi diapuskan diatas objek glas kemudian diwarnai.
Analitik
Cara kerja perwarnaan MGG :
a) Diambil cairan sendi yang telah disentrifus
b) Diteteskan 1-2 tetesan cairan sendi diatas objek glass
biarkan mengering.
c) Difiksasi apusan tersebut dengan metanol selama 5 menit
lalu dibilas dengan air mengalir.
d) Diteteskan sediaan apusan dengan larutan may grunwald ±
1-2 menit.
e) Digenangi dengan larutan buffer pH 6,4 dan didiamkan
selama 3 menit.
f) Diwarnai dengan gimsa yang sudah diencerkan dengan
buffer 6.4 dan dibiarkan 5- 10 menit, cuci dengan air
mengalir lalu keringkan.
g) Diamati apusan dibawah microskop dengan pebesaran 100x
menggunakan oil emersi

17
h) Nilai rujukan : jumlah netrofil <25%
Pasca analitik
Interprestasi :
Jumlah netrofil < normal atau non normal inflamotoriy 25%
Jumlah netrofil pada kelompok akut inflamotoriy :
-
Artritis gout akut : jumlah netrofil 48-94%. Rata 83 %
-
Faktor rematoid : jumlah netrofil 8-89% . rata-rata 46%
-
Artritis rematoid : jumlah netrofil. 5-96%. Rata –rata 65 %
-
Septik (infeksi) : jumlah netrofil 75-100%. Rata – rata 95 %
-
Artritis gonore jumlah netrofil 2- 96 %. Rata –rata 64 %
-
Artritis TB jumlah netrofil 29-96% rata – rata 67%
-
Hemoragik : jumlah netrofil <50

3) Kristal – kristal
Pre analitik
Persiapan pasien : tidak diperlukan persiapan khusus
Persiapan sampel : sampel disentrifus terlebih dahulu
Prinsip test : jenis kristal tergantung pada jenis kelainan.
Analitik
Cara kerja :
a) Diteteskan satu sampai dua tetes cairan sendi yang telah
disentrifus di atas ojek glass atau tutup dengan cover glass.
b) Diperiksa dengan mikroskop lensa objektif 10 – 40 x
c) Nilai rujukan : tidak ditemukan kristal dalam cairan sendi.
Pasca analitik
Interprestasi :
-
Kristal monosodium urat (MSU ) ditemukan pada artritis
gout
-
Calsium pyrophospat dihydrate ( CPPD) yang ditemukan
pada kondro kaisinosis (pseudogout)
-
Calsium hydroxyapatite (HA) terdapat pada calcific
pariathritis dan tendetis.
-
Kristal kolesterol ditemukan pada artritis rematoid
c. Kimia
1) Test Bekuan Mucin
Test ini menguji kualitas mucin yang ada didalam cairan
sendi. Mucin adalah satu complex yang tersusun dari asam
hialuronat dan protein, mucin itu membeku oleh pengaruh asam
acetat.
Dalam keadaan normal dan pada proses non-radang :
a) Mucin “berkualitas baik” : terlihat satu bekuan kenyal
dalam cairan jernih.

18
b) Mucin “berkualitas lumayan” : menyusun bekuan yang
kurang kuat, bekuan itu tidak mempunyai batas-batas tegas
dalam cairan jernih.
c) Mucin “berkualitas buruk” : seperti pada proses-proses
radang teristimewa pada radang oleh infeksi, bekuan yang
terjadi itu berkeping-keping dalam cairan keruh.

 Test bekuan mucin


Pre analitik
Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan khusus.
Persiapan sampel : tidak ada persiapan khusus.
Pprinsip tes : asam asetat dapat membekukan asam hialuronat
dan protein.
Alat dan bahan :
a) Tabung reaksi
b) Pengaduk
c) Aquades
d) Asam asetat glacial
e) Asam asetat 7N

Analitik

Cara kerja :

1. Kedalam tabung reaksi dimasukkan 4mL aquadest.


2. Dimasukkan sebanyak 1 mL cairan sendi.
3. Diteteskan 1 tetes larutan asam asetat 7N.
4. Diaduk kuat-kuat dengan batang pengaduk.
5. Kemudian diperiksa hasil reaksi segera setelah diaduk
dan setelah 2 jam.
Nilai rujukan
Terlihatsatu bekuan kenyal dalam cairan jernih → Mucin
baik : normal.

Pasca analitik

Interpretasi

- Mucin sedang : jika bekuan kurang kuat dan tidak


mempunyai batas tegas dalam cairan jernih. Misalnya
pada RA

19
- Mucin buruk : jika bekuan yang terjadi berkeping-
keping dalam cairan keruh, misalnya karena infeksi.
2) Test Glukosa
Pre analitik
Persiapan pasien : pasien harus berpuasa selama 6-12 jam
sebelum pengambilan sampel.
Persiapan sampel : tidak hemolisis, cairan sendi disentrifus
terlebih dahulu.
Analitik
Cara kerja :
Test glukosa menggunakan alat Cobas Mira
a) Masukkan 50µl sampel cairan sendi ke dalam tabung mikro.
b) Kemudian letakkan dalam rak sampel sesuai dengan nomor
pemeriksaan.
c) Tempatkan reagen pad arak reagen sesuai program tes
(protein,glukosa,LDH).
d) Masukkan nomor identitas penderita dan program tes.
e) Pengukuran akan dilakukan secara otomatis.
f) Hasil tes akan keluar pada print out

Nilai rujukan : Perbedaan antra glukosa serum dan glukosa


cairan sendi adalah <10mg%.

Pasca analitik

Interpretasi
Kelompok non inflamatorik : perbedaannya <10mg=””o:p=””>
kelompok inflamatorik :

- Arthritis gout akut → perbedaannya 0-41mg%, rata-rata


12mg%.
- Faktor rematoid → perbedaannya 6mg%.
- Arthritis rematoid → perbedaannya 0-88 mg%, rata-rata
31mg%.

Kelompok septik :

- Arthritis tuberkulosa → perbedaannya 0-108mg%, rata-rata


57mg%.
- Arthritis gonore → perbedaannya 0-97mg%, rata-rata
26mg%.

20
- Arthritis septik → perbedaannya 40-122mg%, rata-rata
71mg%.
- Kelompok hemoragik → perbedaannya <25mg%

3) Test Laktat dehidrogenase (LDH)


Pre analitik
Persiapan pasien : tidak ada persiapan khusus
Persiapan sampel : tidak ada persiapan khusus.
Analitik
Test Laktat dehidrogenase (LDH) menggunakan alat CobasMira
a) Masukkan 50µl sampel cairan sendi ke dalam tabung mikro.
b) Kemudian letakkan dalam rak sampel sesuai dengan nomor
pemeriksaan.
c) Tempatkan reagen pad arak reagen sesuai program tes
(protein,glukosa,LDH).
d) Masukkan nomor identitas penderita dan program tes.
e) Pengukuran akan dilakukan secara otomatis.
f) Hasil tes akan keluar pada print out.

Nilai rujukan : 100-190U/L

Pasca analitik

Interpretasi : LDH meningkat pada RA,gout, dan arthritis karena


infeksi, tetapi tetap normal pada penyakit sendi generative.
(Kadir. A,2012).

4) Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaam radiologi sebagai pemeriksaan penunjang
dibutuhkan untuk melihat struktur yang dicurigai mengalami
kelainan. Pemeriksaan rontgen merupakan modalitas utama
(sekitar 60-70% kelainan musculoskeletal dapat ditegakkan
diagnosis). Berikut penjelasan dari temuan radiologic yang
meliputi penyakit pada sendi:
a) Celah sendi
Pada sendi normal, tulang yang berhubungan tidak bertemu
secara langsung. Adanya tulang rawan dan cairan synovial
memberikan gambaran adanya celah di rontgen (tulang rawan
dan cairan tidak terlihat pada foto polos). Adanya masalah di
dalam tulang rawan dan cairan synovial berakibat salah

21
satunya hubungan antara tulang mendekat sehingga celah sendi
menyempit. Hal ini bisa diakibatkan degenerasi tulang rawan
atau cairan synovial.
b) Osteofit
Osteofit merupakan penulangan baru akibat kompensasi
degenerasi tulang rawan. Karena penulangan ini di luar
‘kebiasaan’, hasil dari penulangan ini menjadi tidak teretur,
osteofit ini bisa menyebabkan nyeri jika tumbuh dan
berinteraksi dengan tulang lain dalam bergerak.
c) Sclerosis subchondral
Subchondral merupakan lapisan yang berada dibawah
tulang rawan. Karena aliran darah yang meningkat
menyebabkan penebalan lapisan ini bisa membentuk kista
subchondral dan meningkatkan tekanan pada tulang dan
menyebabkan nyeri.
Dapat dilihat foto polos articulation genu yang normal
(atas:AP, bawah:lateral)

Berikut foto polos dari gambaran penyempitan sendi,osteolit


(multipel), dan Sclerosis Subchndral.

22
5) Pemeriksaan Sitologi
Pemeriksaan ini merupakan langkah untuk menegakkan
diagnosis. Morfologi leukosit berupa polimorfonuklear
menunjukkan adanya proses infeksi pada septik artritis. Selain itu
dominasi dari sel polimorfonuklear dapat dijumpai pada RA aktif,
reaktif artritis, artritis psoriatik, dan crystal induced arthritis acute.
Sel limfosit dan monosit menjadi dominasi pada kasus Lupus, viral
artritis dan penyakit jaringan ikat yang lain. Adanya Ragocyte yaitu
granulosit yang menfagositosis kompleks imun sering dijumpai
pada RA aktif. Adanya eosinofil dalam cairan sendi menunjukkan
adanya infeksi parasit, urtikaria dan hipereosinohilic sindrome.
Adanya eritrosit, fibrin, gumpalan darah, fragmen sinovial maupun
fragmen kartilago serta butiran lemak menunjukkan adanya proses
trauma yang bisa menyebabkan terjadinya hemarthrosis.
6) Pemeriksaan dengan Pencitraan
Selain ketiga diagnose tersebut, kita juga bias
melakukannya dengan cara roentgen. Pemeriksaan ini baiknya
dilakukan pada awal setiap kali pemeriksaan sendi. Dan, jauh lebih
efektif jika roentgen ini di lakukan pada penyakit sendi yang
berlangsung kronis. Pemeriksaan roentgen perlu dilakukan untuk
melihat kelainan baik pada sendi maupun pada tulang dan jaringan
di sekitar sendi.
Seberapa sering penderita asam urat untk melakukan
pemeriksaan roentgen tergantung perkembangan penyakitnya. Jika
sering kumat, sebaiknya dilakukan pemeriksaan roentgen ulang.
Bahkan kalau memang tidak kunjung membaik, kita pun
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan magnetic resonance
imaging (MRI).

23
Tetapi demikian, dalam melakukan pemeriksaan roentgen,
kita jangan terlalu sering. Sebab, pemeriksaan roentgen yang
terlalu sering mempunyai resiiko terkena radiasi semakin
meningkat. Pengaruh radiasi yang berlebihan bias mengakibatkan
kanker, kemandulan, atau kelainan janin dalam kandungan pada
perempuan. Oleh karena itu, kita harus ekstra hati-hati dan harus
bias meminimalisasi dalam melakukan pemeriksaan roentgen ini
untuk mengindari kemungkinan terjadina berbagai resiko tersebut.
Sebuah sumber lain mengatakan bahwa berdasarkan
diagnosi dari American Rheumatism Association (ARA), seseorang
dikatakan menderita asam urat jika memenuhi beberapa kriteria
berikut:
a) Terdapat Kristal MSU di dalam cairan sendi.
b) Terdapat Kristal MSU di dalam cairan tofus.
c) Didapatkan 6 dari 12 kriteria di bawah ini :
- Terjadi inflamasi maksimal pada hari pertama gejala atau
serangan datang.
- Terjadi serangan arthritis akut lebih dari satu kali.
- Merupakan arthritis monoartikuler yaitu hanya terjadi di
satu sisi persendian.
- Sendi yang terserang berwarna kemerahan.
- Pembengkakan dan sakit sendi di sendi pangkal ibu kaki.
- Serangan nyeri di salah satu sisi sendi metatarsofalangeal.
- Serangan nyeri disalah satu sisi sendi tarsal.
- Adanya tofus.
- Terjadi peningkatan asam urat dalam darah.
- Pada gambar radiologis tampak ada pembengkakan sendi
asimetris.
- Pada gambar radiologis tampapk kista subkortikal tanpa
erosi.
a) Hasil kultur cairan sendi positif.
Jadi, dalam diagnosi gout arthritis, kita bias melakukan
dengan empat cara sebagaimana telah dijelaskan diatas. Kita
bias melakukan salah satu dari keempat diagnose dan juga bias
melakukannya dengan cara berurutan kalau memang sangat
dibutuhkan. Di samping itu, kita pun dapat melakukan
diagnosis lain dengan cara penyelidikan kriteria diagnosa

24
sebagaimana ditetapkan oleh American Rheumatism
Association (ARA) di atas.

Tatalaksana

Penatalaksanaan asam urat secara umum, dapat diatasi dengan:


Pengobatan diperoleh dengan menggunakan resep dokter.
(Sembiring, n.d.)
Obat-obatannya antara lain :
1. Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang berfungsi
untuk mengatasi nyeri sendi akibat proses peradangan.
2. Kortikosteroid, yang berfungsi sebagai obat anti radang dan
menekan reaksi imun. Obat ini dapat diberikan dalam bentuk
tablet atau suntikan dibagian sendi yang sakit.
3. Imunosupresif, yang berfungsi untuk menekan reaksi imun.
Obat ini jarang digunakan karena efek sampingnya cukup berat
yaitu dapat menimbulkan penyakit kanker dan bersifat racun
bagi ginjal dan hati.
4. Suplemen antioksidan yang diperoleh dari asupan vitamin dan
mineral yang berkhasiat untuk mengobati asam urat. Asupan
vitamin dan mineral dapat diperoleh dengan mngkonsumsi
buah atau sayuran segar atau orange, seperti wortel.
Selain obat-obatan tersebut, pengobatan secara medis dapat
juga dilakukan melalui program rehabilitasi. Rehabilitasi ini
berfungsi untuk mengembalikan kemampuan penderita seperti
semula sehingga dapat

F. Abnormalitas / Gangguan Sendi


Persendian dapat mengalami beberapa kelainan atau gangguan, diantaranya
sebabagai berikut :
1. Ankilosis yaitu persendian yang tidak dapat digerakkan karena seolah-
olah kedua tulang menyatu
2. Dislokasi yaitu sendi bergeser dari kedudukan semula.
3. Terkilir atau keseleo yaitu tertariknya ligamen akibat gerak yang
mendadak.
4. Artritis yaitu peradangan pada satu atau beberapa sendi dan kadang –
kadang posisi tulang mengalami perubahan. Artritis dibedakan menjadi

25
5. Gout artritis yaitu gangguan persendian akibat kegagalan metabolism
asam urat. Asam urat yang tinggi dalam darah diangkut dan ditimbun
dalam sendi yang kecil, biasanya pada jari – jari tangan. Akibat ujung-
ujung ruas jari tangan membesar
6. Osteoartritis yaitu suatu penyakit kemunduran, sendi tulang rawan
menipis dan mengalami degenarisi. Biasa terjadi karena usia tua.
7. Reumathoid yaitu suatu penyakit kronis yang terjadi pada jaringan
penghubung sendi. Sendi membengkak dan terjadi kekejangan pada otot
penggeraknya.

Kelainan sendi akibat infeksi antara lain :

1. Artritis eksudatif yaitu peradangan pada sendi dan terisi cairan nanah.
2. Arttrtis sika yaitu peradangan sendi sehingga rongga sendi menjadi
menjadi kering (kekurangan minyak sinovial)
3. Layuh sendi atau layuh semu yaitu suatu keadaan tidak bertenaga pada
persendian akibat rusaknyya cakraepifisis tulang hingga sebagian tulang
mati dan mongering.

26
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Cairan sendi adalah cairan pelumas yang terdapat pada sendi.
Pemeriksaan cairan sendi dilakukan untuk membantu mendiagnosis penyebab
peradangan, nyeri, dan pembengkakan pada sendi. Dalam proses pengambilan
sampel cairan sendi yang perlu diperhatikan yaitu sterilitas dalam proses
pengambilan dan menggunakan teknik pengambilan yang benar. Jenis
pemeriksaan dari cairan sendi diawali dengan pemeriksaan makroskopis,
pemeriksaan mikroskopis, dan pemeriksaan kimia.

B. Saran
Dari penyusunan makalah ini, masih banyak kekurangan yang ada
maka saran dan kritikan dari pembaca (Dosen dan teman-teman Mahasiswa)
sangat diharapkan untuk penulis demi penyempurnaan makalah berikutnya
atau masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Potter, P. (2006). Fundamental Keperawatan (ed 2). Jakarta: EGC.

27
S, zier. B. . E. . . . B. A. S. (2004). Buku Ajar Keperawatan Klinis. Jakarta: EGC.

Sembiring, S. (n.d.). Diagnosis Diferensial Nyeri Lutut. Retrieved from


https://books.google.co.id/books?
id=5rNVDwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=diagnosis+diferensial+nyer
i+lutut&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwi05_HswffhAhUBqY8KHQ1BCy0Q6
AEIKDAA#v=onepage&q=diagnosis diferensial nyeri lutut&f=false

Sicane, et al. (2004). Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC.

Sumardjo, D. (2009). Pengantar Kimia Buku Panduan Kuliah Mahasiswa


Kedokteran dan Program Strata 1 Fakultas Bioeksakta (1st ed.; A. dkk
Hanif, ed.). Retrieved from https://books.google.co.id/books?
id=7Lauz8HpOVAC&pg=PA17&dq=cairan+tubuh&hl=id&sa=X&ved=0ah
UKEwjzjeTco_LhAhUDeawKHTuqDBEQ6AEILTAA#v=onepage&q=caira
n tubuh&f=false

Syarifuddin. (2006). Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan (3rd ed.).


Jakarta: EGC.

Tjokroprawiro, A. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Kedua; A. dkk


Tjokroprawiro, ed.). Retrieved from https://books.google.co.id/books?
id=BICSDwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=buku+ajar+ilmu+penyakit+
dalam&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwj3j-
e6vvfhAhUDjeYKHdICDOgQ6AEILTAA#v=onepage&q=buku ajar ilmu
penyakit dalam&f=false

28

Anda mungkin juga menyukai