Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebagai falsafah negara, tentu Pancasila ada yang merumuskannya. Pancasila
memang merupakan karunia terbesar dari Allah SWT dan ternyata merupakan light-
star bagi segenap bangsa Indonesia di masa-masa selanjutnya, baik sebagai pedoman
dalam memperjuangkan kemerdekaan, juga sebagai alat pemersatu dalam kehidupan
berbangsa, serta sebagai pandangan hidup untuk kehidupan manusia Indonesia sehari-
hari. Pancasila lahir 1 Juni 1945, ditetapkan pada 18 Agustus 1945 bersama-sama
dengan UUD 1945. Bunyi dan ucapan Pancasila yang benar berdasarkan Inpres
Nomor 12 tahun 1968 adalah Satu, Ketuhanan Yang Maha Esa. Dua, Kemanusiaan
yang adil dan beradab. Tiga, Persatuan Indonesia. Empat, Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Lima, Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sejarah Indonesia telah mencatat bahwa di antara tokoh perumus Pancasila itu
ialah, Mr. Mohammad Yamin, Prof. Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno. Dapat
dikemukakan mengapa Pancasila itu sakti dan selalu dapat bertahan dari guncangan
kisruh politik di negara ini, yaitu pertama ialah karena secara intrinsik dalam
Pancasila itu mengandung toleransi, dan siapa yang menantang Pancasila berarti dia
menentang toleransi.

Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia yang harus diketahui oleh
seluruh warga negara Indonesia agar menghormati, menghargai, menjaga dan
menjalankan apa-apa yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya pahlawan
proklamasi yang telah berjuang untuk kemerdekaan negara Indonesia ini. Sehingga
baik golongan muda maupun tua tetap meyakini Pancasila sebagai dasar negara
Indonesia tanpa adanya keraguan guna memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa
dan negara Indonesia.

1
1.2 Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam penulisan ini penulis
memperoleh hasil yang diinginkan, maka penulis mengemukakan bebe-rapa rumusan
masalah. Rumusan masalah itu adalah:

1. Apa itu Pengertian Sistem?


2. Bagaimana Pancasila Sebagai Sistem Filsafat?
3. Mendeskripsikan Bentuk dan Susunan Pancasila?
4. Mensitesakan Hakikat Sila-Sila Pancasila sebagai Kesatuan?

5. Mengevaluasi Bentuk Susunan Pancasila yang Hirarkis ,Pyramidal saling


mengualifikasi?

1.3 Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain:

1. Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pancasila.


2. Untuk menambah pengetahuan tentang Pancasila dari aspek filsafat.
3. Untuk memahami bentuk dan susunan pancasila.
4. Untuk memahami hakikat sila-sila pancasila sebagai kesatuan.
5. Untuk memahami Bentuk Susunan Pancasila yang Hirarkis ,Pyramidal saling
mengualifikasi

BAB II

2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sistem

 Pengertian sistem menurut Wikipedia Indonesia adalah sistem berasal dari bahasa Latin
(systēma) dan bahasa Yunani (sustēma) adalah suatu kesatuan yang terdiri komponen atau
elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau
energi. Istilah ini sering dipergunakan untuk menggambarkan suatu set entitas yang
berinteraksi, di mana suatu model matematika seringkali bisa dibuat.

Sistem juga merupakan kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan yang berada dalam
suatu wilayah serta memiliki item-item penggerak, contoh umum misalnya seperti negara.
Negara merupakan suatu kumpulan dari beberapa elemen kesatuan lain seperti provinsi yang
saling berhubungan sehingga membentuk suatu negara dimana yang berperan sebagai
penggeraknya yaitu rakyat yang berada dinegara tersebut.

 Pengertian Sistem Menurut Para Ahli

Istilah sistem merupakan istilah dari bahasa yunani “system” yang artinya adalah himpunan
bagian atau unsur yang saling berhubungan secara teratur untuk mencapai tujuan bersama.

Pengertian sistem menurut sejumlah para ahli :

1. L. James Havery

Menurutnya sistem adalah prosedur logis dan rasional untuk merancang suatu rangkaian
komponen yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan maksud untuk berfungsi sebagai
suatu kesatuan dalam usaha mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan.

2. John Mc Manama

3
Menurutnya sistem adalah sebuah struktur konseptual yang tersusun dari fungsi-fungsi yang
saling berhubungan yang bekerja sebagai suatu kesatuan organik untuk mencapai suatu hasil
yang diinginkan secara efektif dan efesien.

3. C.W. Churchman.

Menurutnya sistem adalah seperangkat bagian-bagian yang dikoordinasikan untuk melaksanakan


seperangkat tujuan.

4. J.C. Hinggins

Menurutnya sistem adalah seperangkat bagian-bagian yang saling berhubungan.

5. Edgar F Huse dan James L. Bowdict

Menurutnya sistem adalah suatu seri atau rangkaian bagian-bagian yang saling berhubungan dan
bergantung sedemikian rupa sehingga interaksi dan saling pengaruh dari satu bagian akan
mempengaruhi keseluruhan.

2.2 Pancasila Sebagai Sistem Filsafat

1. Tahu Dan Pengetahuan, Ilmu dan Filsafat


a. Tahu dan Pengetahuan
Gejala awal orang belajar; menuntut ilmu dan filsafat adalah karena manusia ada
gejala ingin tahu terhadap segala hal, terutama hal-hal yang menarik minatnya. Tanpa bekal tahu,
maka ilmu dan filsafat tidak mungkin akan didapat. Berbagai hasil dari tahu yang ia telah miliki
maka manusia mempunyai pengetahuan, berbagai tahu tentang bercocok tanam, maka ia
mempunyai pengetahuan bercocok tanam. Lalu apakah tahu itu? Dan bagaimana
mendapatkannya? Tahu didapat karena manusia kontak dengan objek atau benda-benda diluar
dirinya atau juga dengan dirinya sendiri dan proses kontaknya itu dalam kesadaran (yang artinya
manusia memahami apa yang dialaminya) dan kemudian tersimpan dalam pikiran
(ingatan/memori) dan mengendap (save). Selama tersimpan (memori) itulah manusia mempunyai
tahu, dan tahu yang banyak tentang sesuatu hal yang sama disebut mempunyai pengetahuan.
Misalnya tahu banyak tentang memasak maka ia mempunyai pengetahuan memasak, tetapi

4
memiliki pengetahuan yang sesuatu belum tentu telah mempunyai ilmu tentang sesuatu tersebut,
karena ilmu memerlukan syarat-syarat lebuh lanjut.
Cara mendapatkan pengetahuan ada dua cara, yaitu pertama usaha sendiri dengan
cara pengamatan atau tangkapan sendiri, dengan melihat dan merasakan sendiri atau secara lebih
luas lagi dengan pengalaman indera sendiri, dari jenis ini pengetahuan bersifat sangat subjektif.
Dan yang kedua melalui perantaraan orang lain, yang ini ada dua macam, yang pertama secara
langsung misalnya diberitahukan secara individu, atau melalui forum informasi umum
(khalayak), sedang yang kedua secara tidak langsung, atau melalui media informasi, baik melalui
media informasi elektronik, maupun media cetak. Dari berbagai cara tersebut manusia dapat
memperoleh pengetahuan sesuai yang ia terima dan inginkan.

2. Sumber Timbulnya Pengetahuan


Ada tiga pandangan/aliran tentang sumber timbulnya pengetahuan, yaitu :
a) Aliran Emperisme; mengatakan bahwa semua pengetahuan awalnya diperoleh dari hasil
tangkapan indera manusia. Tokoh aliran ini adalah John Locke (1632-1704) dengan
teorinya “tabula rasa”, yang artinya bahwa anak yang baru lahir diibaratkan sebagai kertas
putih yang masih kosong belum terisi pengetahuan.

b) Aliran Rationalisme; mengatakan bahwa sumber pengetahuan adalah pada “akal


manusua”. Tokohnya adalah Rene Descartes (1596-1660) dengan metode keraguannya
“cogito ergo sum” yang artinya “saya berpikir maka saya ada”.
c) Aliran Kritisisme (Fenomenalisme); mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh atas dasar
keterpaduan antara tangkapan indera dengan kerja akal manusia, atau bersifat empiris-
rasionalis. Memang awalnya pengetahuan didapat melalui upaya indera, tetapi proses
selanjutnya yang mengolah adalah akal manusia. Tokohnya adalah seorang filosofi Jeramn
Ammanuel Kant (1723-1804).
I. Aspek Ontologis
Secara ontologis kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk
mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila menurut Notonagoro(1971), hakikat dasar
ontologis Pancasila adalah manusia. Mengapa? Karena manusia merupakan subjek hukum
pokok dari sila-sila Pancasila.
Hal ini dapat dijelaskan bahwa yang berketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang
adil dan beradab, berkesatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmah

5
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia pada hakikatnya adalah manusia (Kaelan, 2005).
Dengan demikian, secara ontologis hakikat dasar keberadaan dari sila-sila Pancasila
adalah manusia. Untuk hal ini, Notonagoro(1971) lebih lanjut mengemukakan bahwa manusia
sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal yang mutlak.
Yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa, serta jasmani dan rohani. Selain itu, sebagai
makhluk individu dan sosial, serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, secara hierarkis sila pertama
Ketuhanan Yang Maha Esa mendasari dan menjiwai keempat sila-sila pancasila (Kaelan, 2005).
Selanjutnya, Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia memiliki susunan
lima sila yang merupakan suatu persatuan dan kesatuan, serta mempunyai sifat dasar kesatuan
yang mutlak, yaitu berupa sifat kodrat monodualis, sebagai makhluk individu sekaligus juga
sebagai makhluk pribadi yang berdiri sendiri, sekaligus sebagai makhluk Tuhan Konsekuensinya,
segala aspek dalam penyelenggaraan negara diliputi oleh nilai-nilai Pancasila yang merupakan
suatu kesatuan yang utuh yang memiliki sifat dasar yang mutlak berupa sifat kodrat manusia
monodualis tersebut.
Kemudian, seluruh nilai-nilai Pancasila tersebut menjadidasar rangka dan jiwa bagi
bangsa Indonesia. Hal ini berarti bahwa dalam setiap aspek penyelenggaraan negara harus
dijabarkan dan bersumberkan pada nilai-nilai Pancasila, seperti bentuk negara, sifat negara,
tujuan negara, tugas/kewajiban negara dan warga negara, sistem hukum negara, moral negara
serta segala aspek penyelenggaraan negara lainnya.

II. Aspek Epistemologi


Kajian epistemologi filsafat Pancasila dimaksudkan sebagai upaya untuk mencari hakikat
Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan. Hal ini dimungkinkan karena epistemologi
merupakan bidang filsafat yang membahas hakikat ilmu pengetahuan (ilmu tentang ilmu). Kajian
epistemologi Pancasila tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya. Oleh karena itu, dasar
epistemologi Pancasila sangat berkaitan erat dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia.
Menurut Titus (1984;20) terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologi,
yaitu :
a. Tentang sumber pengetahuan manusia
b. Tentang teori kebenaran pengetahuan manusia; serta
c. Tentang watak pengetahuan manusia.

6
Epistemologi Pancasila sebagai suatu objek kajian pengetahuan pada hakikatnya meliputi
masalah sumber pengetahuan Pancasila dan susunan pengetahuan Pancasila. Adapun tentang
sumber pengetahuan Pancasila, sebagaimana telah dipahami bersama adalah nilai-nilai yang ada
pada bangsa Indonesia itu sendiri. Merujuk pada pemikiran filsafat Aristoteles, bahwa nilai-nilai
tersebut sebagai kausa materialis Pancasila.

Selanjutnya, susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan maka Pancasila


memiliki susunan yang bersifat formal logis, baik dalam arti susunan sila-sila Pancasila maupun
isi arti dari sila-sila Pancasila itu. Susunan kesatuan sila-sila Pancasila adalah bersifat hierarkis
dan berbentuk piramida, yaitu :

a. Sila pertama pancasila mendasari dan menjiwai keempat sila lainnya;


b. Sila kedua didasari sila pertama serta mendasari dan menjiwai sila ketiga,
keempat, dan kelima;
c. Sila ketiga didasari dan dijiwai sila pertama dan kedua, serta mendasari dan
menjiwai sila keempat dan kelima;
d. Sila keempat didasari dan dijiwai sila pertama, kedua, dan ketiga, serta mendasari
dan menjiwai sila kelima, serta
e. Sila kelima didasari dan dijiwai sila pertama, kedua, ketiga, dan keempat.

Demikianlah, susunan pancasila memiliki sistem logis, baik yang menyangkut kualitas
maupun kuantitasnya. Dasar-dasar rasional logis Pancasila juga menyangkut kualitas ataupun
kuantitasnya. Selain itu, dasar-dasar rasional logis Pancasila juga menyangkut isi arti sila-sila
Pancasila tersebut. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa memberi landasan kebenaran pengetahuan
manusia yang bersumber pada intuisi. Kedudukan dan kodrat manusia pada hakikatnya adalah
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu, sesuai dengan sila pertama Pancasila
epistemologi Pancasila juga mengakui kebenaran wahyu yang bersifat mutlak. Hal ini sebagai
tingkat kebenaran yang tertinggi.

Selanjutnya, kebenaran dan pengetahuan manusia merupakan suatu sintesis yang


harmonis diantara potensi-potensi kejiwaan manusia, yaitu akal, rasa, dan kehendak manusia
untuk mendapatkan kebenaran yang tertinggi. Selain itu, dalam sila ketiga, keempat, dan kelima,
epistemologi Pancasila mengakui kebenaran konsensus terutama dalam kaitannya dengan
hakikat sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.

7
Sebagai suatu paham epistemologi, Pancasila memandang bahwa ilmu pengetahuan pada
hakikatnya tidak bebas nilai karena harus diletakkan pada kerangka moralitas kodrat manusia
serta moralitas religius dalam upaya untuk mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan dalam
hidup manusia itulah sebabnya Pancasila secara epistemologis harus menjadi dasar moralitas
bangsa dalam membangun perkembangan sains dan teknologi dewasa ini.

III. Aspek Aksiologi


Kajian aksiologi filsafat Pancasila pada hakikatnya membahas tentang nilai praksis atau
manfaat suatu pengetahuan tentang Pancasila. Karena sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem
filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologi, maka nilai-nilai yang terkandung dalamnya pada
hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan. Selanjutnya, aksiologi Pancasila mengandung arti
bahwa kita membahas tentang filsafat nilai Pancasila. Istilah nilai dalam kajian filsafat dipakai
untuk merujuk pada ungkapan abstrak yang dapat juga diartikan sebagai “keberhargaan” (worth)
atau “kebaikan” (goodness), dan kata kerja yang artinya sesuatu tindakan kejiwaan tertentu
dalam menilai atau melakukan penilaian (Frankena; 229).
Di dalam Dictionary of Sociology’ an Related Sciences dikemukakan bahwa nilai adalah
suatu kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat
dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok. Dengan demikian,
nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, sesuatu itu
mengandung nilai, artinya ada sifat atau kualitas yang melekat padanya, misalnya bunga itu
indah, perbuatan itu baik, indah dan baik adalah sifat atau kualitas yang melekat pada bunga dan
perbuatan. Jadi, nilai itu sebenarnya adalah suatu kenyataan yang tersembunyi di balik
kenyataan-kenyataan lainnya. Adanya nilai itu karena adanya kenyataan-kenyataan lain sebagai
pembawa nilai.
Terdapat berbagai macam teori tentang nilai dan hal ini sangat bergantung pada titik tolak
dan sudut pandang setiap teori dalam menentukan pengertian nilai. Kalangan materialis
memandang bahwa hakikat nilai yang tertinggi adalah nilai material, sedangkan kalangan
hedonis berpandangan bahwa nilai yang tertinggi adalah nilai kenikmatan. Namun, dari berbagai
macam pandangan tentang nilai dapat dikelompokkan pada dua macam sudut pandang, yaitu
bahwa sesuatu itu bernilai karena berkaitan dengan subjek pemberi nilai, yaitu manusia. Hal ini
bersifat subjektit, tetapi juga terdapat pandangan bahwa pada hakikatnya nilai sesuatu itu
melekat pada dirinya sendiri. Hal ini merupakan pandangan dari paham objektivisme.

8
Notonagoro(1971) merinci tentang nilai, ada yang bersifat material dan nonmaterial.
Dalam hubungan ini, manusia memiliki orientasi nilai yang berbeda bergantung pada pandangan
hidup dan filsafat hidup masing-masing. Ada yang mendasarkan pada orientasi nilai material,
tetapi ada pula yang sebaliknya, yaitu berorientasi pada nilai yang nonmaterial. Nilai material
relatif lebih mudah diukur menggunakan panca indera ataupun alat pengukur. Akan tetapi, nilai
yang bersifat rohaniah sulit diukur, tetapi dapat juga dilakukan dengan hati nurani manusia
sebagai alat ukur yang dibantu oleh cipta, rasa, serta karsa dan keyakinan manusia (Kaelan,
2005).
Menurut Notonagoro(1971), nilai-nilai Pancasila itu termasuk nilai kerohanian, tetapi
nilai-nilai kerohanian yang mengakui nilai material dan nilai vital. Dengan demikian, nilai-nilai
Pancasila yang tergolong nilai kerohanian itu juga mengandung nilai-nilai lain secara lengkap
dan harmonis, seperti nilai material, nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan atau estetis, nilai
kebaikan atau nilai moral, ataupun nilai kesucian yang secara keseluruhan bersifat sistemik-
hierarkis. Sehubungan dengan ini sila pertama, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi basis
dari semua sila-sila Pancasila (Darmodihardjo: 1978).
Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila
(subcriber of values Pancasila). Bangsa Indonesia yang berketuhanan, yang berkemanusiaan
yang berpersatuan, yang berkerakyatan, dan yang berkeadilan sosial. Sebagai pendukung nilai
bangsa Indonesialah yang menghargai, mengakui, serta menerima Pancasila sebagai sesuatu
yang bernilai. Pengakuan, penghargaan, dan penerimaan Pancasila sebagai sesuatu yang bernilai
itu akan tampak menggejala dalam sikap, tingkah laku, serta perbuatan manusia dan bangsa
Indonesia, maka bangsa Indonesia dalam hal ini sekaligus adalah pengembannya dalam sikap,
tingkah laku, dan perbuatan manusia Indonesia.

2.3 Mendeskripsikan Bentuk dan Susunan Pancasila

Hierarkis berarti tingat, sedangkan yang dimaksud bentuk Piramid dari kesatuan
Pancasila ialah bahwa sila yang pertama dan seterusnya tiap-tiap sila bagi sila berikutnya adalah
menjadi dasar dan tiap-tiap sila berikutnya itu merupakan penjelmaan atau pengkhususan dari
sila yang mendahuluinya. Selanjutnya Notonagoro menjelaskan bahwa hal ini hanya suatu

9
gambaran dari suatu bentuk secara matematis, sehingga sebenarnya dapat saja orang membuat
gambaran secara lain dari kesatuan Pancasila dalam hal bentuknya. Secara singkat uraian
Notonagoro di atas dapat dinyatakan bahwa bentuk susunan hierarkis-piramidal Pancasila ialah:
Kesatuan bertingkat yang tiap sila di muka sila lainnya merupakan basis atau pokok pangkalnya,
dan tiap sila merupakan pengkhususan dari sila di mukanya. Sila pertama menjelaskan bahwa
pada sila pertama itu meliputi dan menjamin isi sila 2, 3, 4, dan 5, begitu pula sila- sila
berikutnya saling berkaitan erat dan menjiwai satu dengan yang lain.

Bentuk susunan hierarkis-piramidal Pancasila, dapat digambarkan dalam bentuk diagram


yang disebut dengan diagram hierarkis-piramidal Pancasila. Dengan adanya bentuk diagram ini,
terlebih dahulu dapat diuraikan sebagai pengantar bahwa Tuhan Pencipta segala makhluk, Yang
Maha Kuasa, Yang Maha Esa, asal segala sesuatu dan sekaligus sebagai dasar semua hal yang
ada dan yang mungkin ada. Oleh karena itu Tuhan sebagai dasar dari penciptaannya, yang di
dalam diagram digambarkan sebagai dasar terbentuknya diagram itu, dan salah satu ciptaan
Tuhan adalah manusia. Diagram hierarkis-piramidal Pancasila menunjukkan sekelompok
himpunan manusia yang mempunyai sifat-sifat tertentu. Adapun himpunan yang merupakan
dasar adalah adanya sekelompok manusia yang dalam kehidupannya selalu mengakui dan
meyakini adanya Tuhan baik dengan pernyataan maupun perbuatannya. Selanjutnya sebagai
pengkhususan diikuti suatu himpunan manusia yang saling menghargai dan mencintai sesama
manusia, memberikan dan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana mestinya. Dalam kehidupan
manusia, secara kodrati terbentuk adanya suatu kelompok-kelompok atau perserikatan-
perserikatan persatuan sebagai penjelmaan makhluk sosial. Dan salah satu perserikatan adalah
Persatuan Indonesia. Di dalam persatuan itu membutuhkan pimpinan serta kekuasaan untuk
mengatur kehidupan sehari-hari sebagai warga persatuan, dan karena persatuan dibentuk dari
warga rakyat, maka pimpinan harus di tangan rakyat secara kekeluargaan, yang disebut dengan
istilah kerakyatan, sering juga disebut dengan kedaulatan rakyat, dalam arti rakyatlah yang
berkuasa, rakyat yang berdaulat.

10
2.4 Mensitesakan Hakikat Sila-Sila Pancasila sebagai Kesatuan
Pancasila yang terdiri atas 5 sila pada hakikatnya merupakan suatu system filsafat. Pengertian
system adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling berkerja sama
untuk suatu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh.
System lazimnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1.Suatu kesatuan bagian-bagian


2.Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri
3.Saling berhubungan dan saling ketergantungan
4.Keseluruhanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu ( tujuan system )
5.Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks (shore dan Voich, 1974)

Pancasila yang terdiri atas bagian-bagian yaitu sila-sila pancasila setiap sila pada hakikatnya
merupakan suatu asas sendiri. Fungsi sendiri-sendiri namun secara keseluruhan merupakan
suatu kesatuan yang sistematis.
1.Susunan Kesatuan Sila-sila Pancasila yang bersifat Organis
2.Susunan Pancasila yang bersifat Hierarkhis dan berbentuk Piramidal
3.Rumusan Hubungan Kesatuan Sila-sila Pancasila yang saling mengisi dan saling
Mengkualifikasi.
4.Kesatuan Sila-sila Pancasila sebagai suatu system filsafat.

1.Dasar Antropologis Sila-sila Pancasila


Dasar ontologis pancasila pada hakikatnya adalah manusia yang memiliki hakikat mutlak
monopluralis, oleh karena itu hakikat dasar ini juga disebut sebagai dasar Antropologis. Filsafat
Pancasila bahwa hakikatnya dasar Antropologis sila-sila Pancasila adalah manusia. Manusia
sebagai pendukung pokok pancasila secara ontologism memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu
terdiri atas susunan kodrat raga dan jiwa jasmani dan rohani. Sifat Kodrat manusia adalah
sebagai makhluk individu dan makhluk social serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk
pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk tuhan yang maha esa.

2.Dasar Epistemologis Sila-sila Pancasila


Terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemology yaitu : pertama tentang sumber
pengetahuan manusia, kedua tentang teori kebenaran pengetahuan manusia, ketiga tentang
watak pengetahuan manusia (Titus, 1984:20)

11
3.Dasar Aksiologis Sila-sila Pancasila
Sila-sila sebagai suatu system filsafat juga memiliki satu kesatuan dasar aksiologinya sehingga
nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan.

2.5 Bentuk Susunan Pancasila yang Hirarkis ,Pyramidal saling


mengualifikasi
Hal yang dimaksud dengan pancasila bersifat hirarkis dan berbentuk piramidal adalah
dalam pancasila ini berarti memiliki hubungan antara kelompok sila yang ada dalam pancasila
dan bersifat erat. Hirarkis sendiri memiliki arti yaitu pengelompokan / penggolongan.
Pancasila yang terdiri dari 5 sila itu saling berkaitan yang tak dapat dipisahkan:
• Sila pertama menjelaskan bahwa pada sila pertama itu meliputi dan menjamin isi sila 2, 3, 4, dan
5, artinya dalam segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan dan penyelenggaraan negara
harus dijiwai nilai-nilai ketuhanan Yang Maha Esa.
• Sila kedua tertulis kemanusiaan yang adil dan beradab yang diliputi sila ke-1 dan isinya meliputi
sila 3, 4, dan 5, dalam sila ini terkandung makna bahwa sangat menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia sebagai makhluk tuhan yang beradab, maka segala hal yang berkaitan dengan
kehidupan berbangsa dan bernegara harus mencerminkan bahwa negara ini mempunyai
peraturan yang menjunung tinggi harkat dan martabat manusia.
• Sila ketiga tertulis persatuan Indonesia yang diliputi dan dijiwai sila 1, 2 yang meliputi dan
menjiwai isi dari sila 4, dan 5, sila ini mempunyai makna manusia sebagai makhluk sosial wajib
mengutamakan persatuan negara Indonesia yang disetiap daerah memiliki kebudayaan-
kebudayaan maupun beragama yang berbeda.
• Sila keempat diliputi dan dijiwai sila 1, 2, 3 yang meliputi dan menjiwai isi dari sila kelima. Sila
ini menjelaskan bahwa negara Indonesia ini ada karena rakyat maka dari itu rakyat berhak
mengatur kemana jalannya negara ini.

• Sila kelima yang bertuliskan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia itu diliputi dan dijiwai
oleh isi dari sila 1, 2, 3, dan 4. Sila ini mengandung makna yang harus mengutamakan keadilan
bersosialisasi bagi rakyat Indonesia ini sendiri tanpa memandang perbedaan-perbedaan yang ada.

12
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpuan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa berfilsafat adalah
berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh. Sedangkan Pancasila sebagai sistem
filsafat adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling
bekerjasama antara sila yang satu dengan sila yang lain untuk tujuan tertentu dan secara
keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh yang mempunyai beberapa inti sila,
nilai dan landasan yang mendasar.

Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang


merupakan konsep dasar mcngenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan
sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu
secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala
hubungan.

Hierarkis berarti tingat, sedangkan yang dimaksud bentuk Piramid dari kesatuan
Pancasila ialah bahwa sila yang pertama dan seterusnya tiap-tiap sila bagi sila berikutnya
adalah menjadi dasar dan tiap-tiap sila berikutnya itu merupakan penjelmaan atau
pengkhususan dari sila yang mendahuluinya, Diagram hierarkis-piramidal Pancasila
menunjukkan sekelompok himpunan manusia yang mempunyai sifat-sifat tertentu.
Adapun himpunan yang merupakan dasar adalah adanya sekelompok manusia yang
dalam kehidupannya selalu mengakui dan meyakini adanya Tuhan baik dengan
pernyataan maupun perbuatannya.

Pancasila yang terdiri atas 5 sila pada hakikatnya merupakan suatu system filsafat.
Pengertian system adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling
berkerja sama untuk suatu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan
yang utuh.

13
Pancasila bersifat hirarkis dan berbentuk piramidal adalah dalam pancasila ini berarti
memiliki hubungan antara kelompok sila yang ada dalam pancasila dan bersifat erat. Hirarkis
sendiri memiliki arti yaitu pengelompokan / penggolongan. Pancasila ini terdiri dari 5 sila itu
saling berkaitan yang tak dapat dipisahkan.

3.2 Saran
Demikian yang dapat penulis paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah ini, Tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah
ini.

Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dapat memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di
kesempatan–kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya
juga para pembaca yang budiman pada umumnya.

14
DAFTAR PUSTAKA

http://letsgetrich1.blogspot.co.id/2014/12/bentuk-dan-susunan-pancasila-hirarkis.html

http://ellanardkeynes.blogspot.co.id/2010/11/rumusan-kesatuan-sila-sila-pancasila.html

http://vandome-athoullah.blogspot.co.id/2011/06/pancasila-bersifat-hirarkis-dan.html

15

Anda mungkin juga menyukai