Anda di halaman 1dari 8

1

Autokorelasi Spasial Untuk Pemetaan Karakteristik


Persentase Penduduk Miskin Pada Kabupaten/Kota
Di Jawa Timur Tahun 2015
1
Fahmi Cholid, 2 Gangga Anuraga
1,2,
Program Studi Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas PGRI Adi
Buana Jl. Dukuh Menanggal, Surabaya Indonesia
e-mail: fahmicholid@gmail.com

Abstrak –Kemiskinan merupakan suatu masalah yang dihadapi


dan menjadi perhatian di setiap negara, terutama di negara- II. TINJAUAN PUSTAKA
negara berkembang. Negara terbelakang atau berkembang
adalah negara yang dicirikan dengan kemiskinan seperti
A. Regresi Berganda
tercermin pendapatan perkapita rendah (Jhingan, 2004).Provinsi Analisis regresi berganda merupakan analisis untuk
Jawa Timur tahun 2015 mempunyai persentase penduduk miskin mendapatkan hubungan dan model matematis antara variabel
cukup tinggi yaitu sebesar 12,34 persen berada diatas rata-rata dependen(Y) dan satu atau lebih variabel independen (X).
nasional sebesar 11,22 persen. Banyak faktor yang menyebabkan Metode yang dapat digunakan untuk mengestimasi parameter
besarnya persentase penduduk miskin di Provinsi Jawa Timur model regresi linier salah satunya metode kuadrat terkecil
diantaranya aspek pendidikan, Indeks pembangungan manusia (ordinary least square/OLS). Secara umum hubungan tersebut
dan kependudukan.Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dapat dinyatakan sebagai berikut.
dicari pola hubungan antara persentase penduduk miskin di p
Provinsi Jawa Timur tahun 2015 dengan faktornya angka
harapan sekolah, indeks pembangunan manusia, tingkat
Yi   0  
k 1
k X ik   i [1]
pengangguran terbuka, tingkat partisipasi angkatan kerja, angka
melek huruf, lama sekolah dan laju pertumbuhan penduduk. Keterangan
Dalam penelitian ini sering kali ditemukan suatu aspek kedekatan Y = Variabel dependen
antar wilayah sehingga perlu diperhatikan juga aspek kedekatan  k = Koefisien regresi
antar wilayah. Dengan memperhatikan kedekatan antar wilayah
maka digunakan metode regresi parsial. Diperoleh Rata-rata X k = Variabel Independen atau bebas
persentase penduduk miskin dari kabupaten/kota di jawa timur
tahun 2015 sebesar 12,165 dengan nilai terendah dan tertinggi  i = Nilai error regresi dengan 𝜀~IIDN (0,  2 I )
berada di kabupaten Gresik dan Blitar.Nilai moran’s I sebesar Dalam bentuk matriks adalah sebagai berikut:
0,78495 berarti terdapat tidak ada autokorelasi spasial. 𝑌 = 𝑋𝛽 + 𝜀 [2]
Dimana:
Kata Kunci : Jawa Timur, Kemiskinan, Morans’I, Regresi Spasial 𝑦1 𝛽1 𝜀1
𝜀2 1 𝑋11 𝑋12 ⋯ 𝑋15
𝑦2 𝛽2 𝑋 𝑋 𝑋
I. PENDAHULUAN 𝑌 = [ . ] 𝛽 = ∙ 𝜀 = ∙ 𝑋 = [1 21 22 ⋯ 25 ]
. ∙ ∙ 1 ⋮ ⋮ ⋱ ⋮
𝑦38 [𝜀38 ] ; 𝑋381 𝑋382 ⋯𝑋385
[𝛽5 ]
alah satu indikator utama keberhasilan pembangunan

S nasional adalah laju penurunan jumlah penduduk


miskin. Penduduk Indonesia lebih dari 110 juta jiwa
masih hidup dalam kemiskinan dengan penghasilan
kurang dari US$ 2 per hari, bahkan sebagian besar
B. Uji Efek Spasial
Aspek spasial yang terjadi antar wilayah dapat dibagi
menjadi dua jenis, yaitu dependensi spasial dan heterogenitas
penduduk miskin di Asia Tenggara bertempat tinggal di spasial. Uji dependensi spasial dilakukan dengan uji Morans’I
Indonesia [1]. Kemiskinan merupakan suatu masalah yang dan Lagrange Multiplier (LM). Sedangkan uji heterogenitas
dihadapi dan menjadi perhatian di setiap negara, terutama di spasial dengan uji Breusch Pagan. Statistik uji Morans’I adalah
negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau sebagai berikut (Anselin,1988):
berkembang adalah negara yang dicirikan dengan kemiskinan [3]
seperti tercermin pendapatan perkapita rendah (Jhingan, 2004).
Provinsi Jawa Timur tahun 2015 mempunyai persentase Identifikasi pola menggunakan kriteria nilai indeks I,
penduduk miskin cukup tinggi yaitu sebesar 12,34 persen yaitu jika I >𝐼0 maka memiliki pola mengelompok (cluster), I
berada diatas rata-rata nasional sebesar 11,22 persen. Banyak <𝐼0 maka memiliki pola menyebar. Jika I = 𝐼0 maka memiliki
faktor yang menyebabkan besarnya persentase penduduk pola menyebar tidak merata (tidak ada autokorelasi), dan I ≠𝐼0
miskin di Provinsi Jawa Timur diantaranya aspek pendidikan, berarti terjadi autokorelasi positif saat I positif dan sebaliknya
Indeks pembangungan manusia dan kependudukan. terjadi autokorelasi negatif saat I negatif.
Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dicari pola Uji Lagrange Multiplier (LM) adalah uji untuk
hubungan antara persentase penduduk miskin di Provinsi Jawa menentukan apakah model memiliki efek spasial atau tidak. LM
2

yaitu residual dari OLS yang diberi efek spasial dalam bentuk (Lesage, 1999). Matriks pembobot spasial merupakan matriks
matrik bobot spasial (W).Pengujian hipotesis adalah: simetris dan diagonal utama selalu bernilai nol.
𝐻0 : 𝜌 = 0 (tidak terdapat autokorelasi spasial lag pada variabel
terikat)
𝐻1 : 𝜌 ≠ 0 (terdapat autokorelasi spasial lag pada variabel
terikat)
Sedangkan hipotesis untuk Spatial Error Model (SEM) adalah:
𝐻0 : 𝜆 = 0 (tidak terdapat autokorelasi spasial pada error)
Gambar 1. Contoh Ilustrasi wilayah
𝐻1 : 𝜆 ≠ 0 (terdapat autokorelasi spasial pada error)
Serta hipotesis untuk Spatial Autoregressive Moving Average Susunan matriks untuk queen continguity yang belum
(SARMA) adalah: distandarisasi baris berukuran 5x5 adalah sebagai berikut
𝐻0 : 𝜌, 𝜆 = 0 (tidak terdapat autokorelasi spasial lag dan efek
spasial pada error) 0 0 0 0 0
𝐻1 : 𝜌, 𝜆 ≠ 0 (terdapat autokorelasi spasial lag dan efek spasial  0 1 0 1
pada error) 
Statistik uji yang digunakan adalah: WQueen  1 0 1 
 
LM  E 1
RY  2 2

T  2RY RE T  RE  D  T  LM  X q  [4]
2
0 0 1 0 1
Pengambilan keputusannya yaitu tolak H 0 apabila 0 1 1 0
LM >𝑋 2 (𝑞) .
Keragaman spasial menggunakan uji Breusch-Pagan E. Pemilihan Model terbaik
(Anselin, 1988). Hipotesis yang diuji adalah: Pemilihan model terbaik dilakukan untuk mendapatkan
𝐻0 : ragam residual (error) pada model homogen faktor yang paling mendukung penelitian. Ukuran sebagai
𝐻1 : ragam residual (error) pada model tidak homogen kriteria pemilihan model terbaik yang digunakan adalah
Statistik uji Breusch-Pagan (BP) adalah: 1. Koefisien determinasi (R2) menunjukkan ketepatan
1
𝐵𝑃 = ( ) 𝑓 𝑇 𝑍(𝑍 𝑇 𝑍)−1 𝑍 𝑇 𝑓~𝑋 2 (𝑝) (5) suatu model (Goodness Of Fit). (R2) dinotasikan
2
Pengambilan keputusannya yaitu tolak H0 apabila SSE
R 2  1 [7]
BP>𝑋 2 (𝑝) . y y  ny 2
T

Dimana y adalah rata-rata dari y. Nilai dari koefisien


C. Model Umum Regresi
Model umum regresi spasial dapat dinyatakan pada determinasi ini adalah 0  R 2  1 . Semakin besar
persamaan 6 (Lesage, 1999; dan Anselin 1988). (model semakin tepat dalam menggambarkan fenomena
Y  WY  X  u dari variabel respon)
[6] 2. Akaike Info Criterion (AIC)
u  Wu   ,  ~ (0,  2 ) Akaikei mengembangkan metode untuk memilih model
terbaik. AIC dirumuskan sebagai berikut
Keterangan :
ln L( p*) p*
Y : Matriks variabel dependen, berukuran (n x 1) AIC( p*)  2 2 [8]
X : Matriks variabel Independen, berukuran (n x (p + 1)) n n
 : Vektor koefisien parameter regresi berukuran Model terbaik berdasarkan kriteria AIC adalah model
yang dilihat nilai AIC paling kecil.
(p + 1) x1
 : Koefisien autoregresi lag spasial F. Persentase Penduduk Miskin
 : Koefisien autoregresi lag pada error yang bernilai Persentase penduduk miskin adalah persentase
 1 penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita
perbulan dibawah garis kemiskinan. Kemiskinan dipandang
u : Vektor error diasumsikan mengandung autokorelasi sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi
berukuran n x 1 kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari
 : Vektor error yang berukuran n x 1. Yang berdistribusi sisi pengeluaran
normal dengan N~ (0,  2 ) III. METODOLOGI PENELITIAN
W : Matriks pembobot spasial, berukuran n x n
N : Banyaknya amatan/lokasi A. Sumber Data dan Variabel Penelitian
D. Matriks Pembobotan Spasial Sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah
Pembobotan spasial yang digunakan dalam penelitian data sekunder. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik
ini adalah queen continguity (persingungan sisi sudut). Matriks Provinsi Jatim mengenai tingkat kemiskinan dengan unit
pembobot queen mendefinisikan Wij = 1 untuk wilayah yang pengamatan sebanyak 38 Kab/Kota Provinsi Jawa Timur 2017.
bersisian atau titik sudutnya bertemu dengan wilayah yang Adapaun variabel penelitian yang digunakan pada penelitian ini
menjadi perhatian, sedangkan Wij = 0 untuk wilayah lainnya dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Variabel Penelitian
3

Variabel Keterangan Satuan


Y Tingkat Kemiskinan Persentase
X1 Tingkat Partisipasi Angkatan Persentase
kerja (TPAK)
X2 Kepadatan Penduduk Jiwa /Km2
X3 Angka Harapan Sekolah (AHS) Persentase
X4 Indeks Pembangunan Manusia Persentase
(IPM)

B. Langkah Analisis
Langkah analisis yang akan dilakukan pada penelitian
ini adalah sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan tingkat kemiskinan di Kab/kota
Provinsi Jawa Timur tahun 2017.
2. Melakukan pemodelan dengan regresi linear berganda
3. Melakukan analisis regresi linear berganda dan uji
asumsi pada model.
a) Uji normalitas
b) Uji indepedensi
c) Uji heterokedastisitas
4. Membentuk matriks pembobot spasial Queen Contiguity
untuk mengetahui hubungan antar wilayah amatan
dilihat dari persinggungan sisi sudut
5. Melakukan uji efek spasial dengan uji Lagrange
Multiplier untuk mengetahui model regresi spasial yang Gambar 1. Diagram Alir
digunakan. IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
6. Melakukan pemodelan dengan Spatial Autoregressive A. Statistika Deskriptif
Model (SAR) dan melakukan uji asumsi pada SAR, Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui
yaitu uji normalitas dan uji heterokedastisitas. karakteristik persebaran tingkat kemiskinan Provinsi Jawa
7. Melakukan pemodelan dengan Spatial Error Model Timur tahun 2017 dengan 38 Kabupaten/kota mencapai rata-
(SEM) dan melakukan uji asumsi pada SEM, yaitu uji rata 11,77%, berikut ini merupakan peta wilayah persentase
normalitas dan uji heterokedastisitas. penduduk miskin di Provinsi Jawa Timur tahun 2017.
8. Melakukan pemodelan dengan Spatial Autoregressive
Moving Average (SARMA) dan melakukan uji asumsi
pada SARMA, yaitu uji normalitas dan uji
heterokedastisitas.
9. Melakukan pemilihan model regresi spasial terbaik
antara regresi global, SAR, SEM dan SARMA.
10. Menginterpretasikan dan menyimpulkan dari analisis
yang telah dilakukan.
C. Diagram alir
Adapun flowchart atau diagram alir dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut.

Gambar 2. Persentase penduduk miskin


Berdasarkan Gambar 2. dapat diketahui bahwa pola
penyebaran persentase kemiskinan warna lokasi semakin gelap,
menunjukkan semakin tinggi tingkat kemiskinan di lokasi
tersebut. Terlihat bahwa Kabupaten/Kota dengan kategori
persentase tingkat kemiskinan sangat tinggi terletak antara
16,37-23,56 terdapat di empat Kabupaten/Kota yaitu
Kabupaten Sampang, Bangkalan, Sumenep dan Probolinggo
dengan Kabupaten Sampang menduduki persentase tingkat
kemiskinan tertinggi 23,56%. Sedangkan pola penyebaran
persentase tingkat kemiskinan warna lokasi semakin terang.
Terlihat tingkat kemiskinan sangat rendah terletak antara 4,17-
6,23 terdapat di lima Kabupaten/Kota yaitu Kota Surabaya,
4

Malang, Madiun, Batu dan Kabupaten Sidoarjo. Kota Malang Tolak H0 apabila p-value < α (10%=0.1).
menduduki persentase tingkat kemiskinan terendah sebesar Tabel 4. Uji Heterokedastisitas
4,17%. Value p-value Keputusan
1,63682 0,20076 Gagal tolak
B. Model Regresi Linear Berganda Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa p-value
Regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui sebesar 2.561e-04 yang lebih dari α (10%=0.1), maka gagal
arah hubungan antara variabel-variabel prediktor (Tingkat tolak H0 sehingga ragam residual (error) pada model tidak
partisipasi angkatan kerja /TPAK, kepadatan penduduk, angka homogen..
harapan sekolah, indeks pembangunan manusia/IPM) terhadap 2. Pemeriksaan Asumsi Residual Independen
variabel respon (tingkat kemiskinan) di Provinsi Jawa Timur. Pemeriksaan asumsi residual bersifat independen
Berikut hasil pengujian regresi linear berganda dapat dilihat dilakukan dengan uji Durbin-Watson yang dapat dijabarkan
pada Tabel 2.. sebagai berikut.
Tabel 2. Regresi berganda H0 :   0 (Residual data bersifat independen)
Variabel Koefesien P-value H1 :   0 (Residual data bersifat dependen)
Constant 65,6314772 2,52e-05***
Taraf Signifikan :   10%
X1 -0,0059495 0,963908
Daerah Kritis : Tolak H0 apabila p-value < α (10%=0.1)
X2 0,0001137 0,727097
Tabel 5. Uji Asumsi Residual Independen
X3 -0,1222912 0,894684
Durbin Watson p-value Keputusan
X4 -0,7481656 0,000193
1,65333 0,268 Gagal tolak
R2 = 64,83%
Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa p-value
Berdasarkan tabel 2. dapat diketahui bahwa hanya
sebesar 0.268 yang lebih dari α (10%=0.1), sehingga dapat
terdapat satu variabel yang signifikan terhadap tingkat
diputuskan gagal tolak H0 yang berarti bahwa residual data
kemiskinan yaitu variabel IPM karena memiliki p-value < alpha
bersifat independen.
(0,1). Selanjutnya meregresikan variabel yang signifikan yang
3. Pemeriksaan Asumsi Residual Distribusi Normal
hasil pengujiannya dapat dilihat pada Tabel 3.
Pemeriksaan asumsi residual bersifat distribusi normal
Tabel 3. Regresi berganda dengan variabel signifikan
dilakukan dengan uji Shapiro-Wilk yang dapat dijabarkan
Variabel Koefesien P-value sebagai berikut.
Constant 62,32590 6,85e-13*** H0 : Residual data berdistribusi normal
X4 -0,72645 1,48e-10*** H1 : Residual data tidak berdistribusi normal
R2 = 67,61 % Taraf Signifikan :   10%
Daerah Kritis : Tolak H0 apabila p-value < α (10%=0.1)
Berdasarkan Tabel 3. diperoleh persamaan regresi Tabel 6 Pengujian Asumsi Residual Distribusi Normal
berganda adalah sebagai berikut Shapiro-Wilk p-value Keputusan
yˆ  62 ,32590  0,72645 X   0,97177 0,4415 Gagal tolak
4
Interpretasi dari hasil pemodelan tersebut adalah jika Berdasarkan Tabel 6 diperoleh p-value sebesar 0,4415
variabel IPM bertambah satu satuan, maka tingkat kemiskinan yang lebih dari α (10%=0.1), sehingga dapat diputuskan gagal
berkurang sebesar 0,72645, sementara untuk koefisien tolak H0 yang berarti bahwa residual data berdistribusi normal.
determinasi diperoleh nilai R2 sebesar 67,61 % yang berarti
bahwa model regresi tersebut dapat menjelaskan variabilitas D. Matriks pembobot Spasial Queen Continguity
data sebanyak 32,39% sedangkan sisanya dijelaskan oleh Matriks pembobot spasial yang digunakan pada tahap ini
variabel lain yang tidak masuk dalam model penelitian. Setelah yaitu pembobot spasial Queen Continguity dengan matriks
di dapatkan model regresi, penelitian dilanjutkan pada uji berukuran 38 x 38. Dengan demikian diperoleh matriks-
asumsi residual untuk mengetahui apakah model yang sudah pembobot spasial pada data tingkat kemiskinan
dibuat telah memenuhi asumsi atau tidak. Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur tahun 2017 sebagai
C. Pemeriksaan Asumsi residual IIDN berikut.
Pemeriksaan asumsi IIDN (Identik, Independen, 𝑃𝑎𝑐𝑖𝑡𝑎𝑛 𝑃𝑜𝑛𝑜𝑟𝑜𝑔𝑜 𝐵𝑎𝑡𝑢
Distribusi Normal) merupakan uji yang harus dilakukan untuk 𝑃𝑎𝑐𝑖𝑡𝑎𝑛 0 1 ⋯ ⋯ 0
mengetahui apakah data yang digunakan telah memenuhi ketiga 𝑃𝑜𝑛𝑜𝑟𝑜𝑔𝑜 1 0 ⋯ ⋯ ⋮
asumsi tersebut atau tidak dalam melakukan pengujian. 𝐖𝟑𝟖×𝟑𝟖 = ⋮ ⋮ ⋯ ⋯ ⋱ ⋮
𝑆𝑢𝑟𝑎𝑏𝑎𝑦𝑎 0 0 ⋯ ⋯ 1
1. Pengujian Heterokedastisitas
𝐵𝑎𝑡𝑢 [0 0 ⋯ ⋯ 0]
Uji Heterokedastisitas dilakukan untuk mengetahui
kehomogenan ragam pada residual dengan menggunakan E. Identifikasi Awal Adanya Efek Spasial
Heteroscedasticity. Model regresi dikatakan baik apabila Diagnosis ini untuk mengetahui apakah ada
terhindar dari heterokedastisitas. Adapun hipotesis pengujian heterogenitas spasial dan dependensi spasial. Hal ini penting
sebagai berikut: dilakukan untuk menentukan tindakan selanjutnya, yaitu
H0 :ragam residual (error) pada model homogen menentukan model spasial manakah yang akan digunakan
H1 :ragam residual (error) pada model tidak homogen untuk memodelkan tingkat kemiskinan. Model regresi klasik
Taraf Signifikan :   10% (OLS) juga menginformasikan diagnostic untuk spatial
dependence. Berikut ini merupakan hasil output.
5

Tabel 7 Hasil Diagnostik Dependensi Spasial Dari persamaan yang diperoleh dapat diketahui bahwa
Uji Spatial variabel IPM memiliki hubungan yang negatif terhadap tingkat
No Nilai p-value Keputusan
Dependence di Jawa Timur. Jadi, jika variabel IPM satu satuan, maka tingkat
Moran’s I kemiskinan akan menurun sebesar 0.671400. Selain itu,
1. 2,3195 0.02037 Tolak H0 diperoleh nilai p-value Rho yang tidak signifikan yang berarti
(error)
Lagrange bahwa tidak ada ketergantungan antar suatu wilayah dengan
Gagal wilayah lainnya. Dari model yang diperoleh juga dapat
2. Multiplier 1,40327 0.2362
Tolak H0 diketahui R2 sebesar 69,545 % sedangkan sisanya sebesar
(lag)
Lagrange 30.455% dijelaskan oleh peubah lain diluar model.
3. Multiplier 3,56649 0,0590 Tolak H0 Langkah selanjutnya dilakukan pengujian asumsi pada
(error) Spatial Autoregresive Model.
Lagrange 1. Uji Kenormalan
Gagal Uji kenormalan pada residual digunakan uji Shapiro-
4. Multiplier 3,68139 0,1587
Tolak H0 Wilk. Model regresi dikatakan baik apabila residual
(SARMA)
Moran’s I bertujuan untuk mengidentifikasi apakah ada berdistribusi normal. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel
dependensi spasial atau tidak. Hipotesis yang dikemukakan 9 sebagai berikut.
adalah sebagai berikut. Tabel 9 Normality Test
H0 : I M  0 (tidak ada dependensi spasial) Test On Normality Of Errors
Test Value P-value
H1 : I M  0 (ada dependensi spasial)
Shapiro-Wilk 0,97752 0,6294
Nilai p-value sebesar 0.02037 yang memberi keputusan tolak Berdasarkan tabel 4.8 dapat diketahui bahwa diperoleh
H0 karena <   10%  . Artinya ada dependensi spasial dalam p-value sebesar 0.008584 yang lebih kecil dari α (10%=0.1),
regresi tingkat kemiskinan maka gagal tolak H0 yang berarti residual (error) berdistribusi
Uji Lagrange Multiplier-Lag bertujuan untuk identifikasi normal.
adanya keterkaitan antar wilayah. Hipotesis yang dikemukakan 2. Uji Heterokedastisitas
adalah sebagai berikut. Uji Heterokedastisitas dilakukan untuk mengetahui
H0 :   0 (tidak ada dependensi spatial lag) kehomogenan ragam pada residual dengan uji yang digunakan
H1 :   0 (ada dependensi spatial lag) adalah Breush-Pagan. Model regresi spasial dikatakan baik
apabila terhindar dari heterokedastisitas. Hasil pengujian dapat
Nilai p-value sebesar 0.2362 yang memberi keputusan tolak H0
dilihat pada Tabel 10 sebagai berikut.
karena <   10%  . Artinya memang ada dependensi spatial Tabel 10 Uji Heterokedastisitas
lag. Breush-Pagan Test
Uji Lagrange Multiplier-Error dapat mendiagnosis Test Value P-value
dependensi/ keterkaitan error antar wilayah. Hipotesis yang Breush-Pagan 4,679 0.03053
dikemukakan adalah sebagai berikut. Dari tabel 10 dapat diketahui bahwa diperoleh p-value
H0 :   0 (tidak ada dependensi spatial error) sebesar 0.03052 yang lebih kecil dari α (10%=0.1), maka tolak
H1 :   0 (ada dependensi spatial error) H0 yang berarti ragam residual (error) pada model tidak
Nilai p-value sebesar 0.0590 yang memberi keputusan tolak H0 homogen.
karena <   10%  . Artinya memang terjadi dependensi G. Spatial Error Model
spatial error. Pemodelan selanjutnya yang dilakukan menggunakan
Spatial Error Model (SEM). Hasil pengujian dapat dilihat pada
F. Spatial Autoregresive Model tabel 11 sebagai berikut.
Setelah dilakukan pembobotan spasial, langkah Tabel 11 Hasil Estimasi dan Pengujian Parameter SEM
selanjutnya adalah pemodelan Spatial Autoregresive Model Variabel Koefesien P-value
(SAR) dengan melakukan estimasi dan pengujian parameter Lambda 0,31568 0,070941
untuk mengetahui parameter yang signifikan. Hasil pengujian Constant 61,656557 <2,2e-16
dapat dilihat pada Tabel 8 sebagai berikut. X4 -0,716770 4,441e-16
Tabel 8. Hasil Estimasi dan Pengujian Parameter Variabel R2= 71,079%
Signifikan SAR Berdasarkan Tabel 11, maka diperoleh model persamaan
Variabel Koefesien P-value Spatial Error Model (SEM) sebagai berikut.
W_Y(Rho) 0,15487 0,25479 yˆ  61,656557  0,716770 X  u
Constant 56,530860 1,454e-13 i 4i i
X4 -0,671400 9,375e-13 n
R2 = 69,545% u  0.31568
i  w u 
ij j 1
Berdasrkan Tabel 8 maka diperoleh model persamaan j  1, i  j
Spatial Autoregressive (SAR) sebagai berikut. Dari persamaan yang diperoleh dapat diketahui bahwa
n variabel IPM X4) memiliki hubungan yang negatif terhadap
yˆ  56,530860  0,15487  Wij _ Y  0,671400 X 4 tingkat kemiskinan di Jawa Timur. Jadi, jika variabel IPM naik
j  1, i  1 satu satuan, maka tingkat kemiskinan akan menurun sebesar
6

0,71677. Selain itu, diperoleh nilai p-value lambda yang sisanya sebesar 28,042 % dijelaskan oleh peubah lain diluar
signifikan yang berarti bahwa ada ketergantungan error antar model.
suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Dari model yang Langkah selanjutnya dilakukan pengujian asumsi pada
diperoleh juga dapat diketahui R2 sebesar 71,079% sedangkan Spatial Autoregressive Moving Average.
sisanya sebesar 28,921% dijelaskan oleh peubah lain diluar 1. Uji Kenormalan
model. Uji kenormalan pada residual digunakan uji Shapiro-
Langkah selanjutnya dilakukan pengujian asumsi pada Wilk. Model regresi dikatakan baik apabila residual
Spatial Error Model. berdistribusi normal. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel
1. Uji Kenormalan 15 sebagai berikut.
Uji kenormalan pada residual digunakan uji Shapiro- Tabel 15. Normality Test
Wilk. Model regresi dikatakan baik apabila residual Test On Normality Of Errors
berdistribusi normal. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel Test Value P-value
12 sebagai berikut. Shapiro-Wilk 0,98033 0,7294
Tabel 12 Normality Test Dari tabel 15 dapat diketahui bahwa diperoleh p-value
Test On Normality Of Errors sebesar 0,7294 yang lebih besar dari α (10%=0,1), maka gagal
Test Value P-value tolak H0 yang berarti residual (error) berdistribusi normal.
Shapiro-Wilk 0,97886 0,677 2. Uji Heterokedastisitas
Dari tabel 12 dapat diketahui bahwa diperoleh p-value Uji Heterokedastisitas dilakukan untuk mengetahui
sebesar 0,677 yang lebih besar dari α (10%=0,1), maka gagal kehomogenan ragam pada residual dengan uji yang digunakan
tolak H0 yang berarti residual (error) berdistribusi normal. adalah Breush-Pagan. Model regresi spasial dikatakan baik
2. Uji Heterokedastisitas apabila terhindar dari heterokedastisitas. Hasil pengujian dapat
Uji Heterokedastisitas dilakukan untuk mengetahui dilihat pada tabel 16 sebagai berikut.
kehomogenan ragam pada residual dengan uji yang digunakan Tabel 16 Uji Heterokedastisitas
adalah Breush-Pagan. Model regresi spasial dikatakan baik Breush-Pagan Test
apabila terhindar dari heterokedastisitas. Hasil pengujian dapat Test Value P-value
dilihat pada tabel 13 sebagai berikut. Breush-Pagan 3,7245 0,05362
Tabel 13 Uji Heterokedastisitas Dari Tabel 16 dapat diketahui bahwa diperoleh p-value
Breush-Pagan Test sebesar 0,05362 yang lebih besar dari α (10%=0.1), maka tolak
Test Value P-value H0 yang berarti ragam residual (error) pada model tidak
Breush-Pagan 4,8094 0,02831 homogen.
Dari tabel 13 dapat diketahui bahwa diperoleh p-value
sebesar 0.228 yang lebih besar dari α (10%=0.1), maka tolak H0 I. Pemilihan model terbaik
yang berarti ragam residual (error) pada model tidak homogen. Pemilihan model terbaik dengan menggunakan kriteria
H. Spatial Autoregresive Moving Average nilai R2 dan AIC dari tiap-tiap model yang dapat dilihat pada
Pemodelan selanjutnya yang dilakukan menggunakan Tabel 17
Spatial Autoregressive Moving Average (SARMA). Hasil Tabel 17 Perbandingan Nilai R2 dan AIC
pengujian dapat dilihat pada tabel 14 sebagai berikut. Model R2 AIC
Tabel 14 Hasil Estimasi dan Pengujian Parameter SARMA Regresi Berganda (OLS) 67,671
Variabel Koefesien P-value Spatial Autoregressive Models
69,545 187,58
Rho -0,30803 0,15339 (SAR)
Lambda 0,60028 0,00091579 Spatial Error Models (SEM) 98,763 185,62
Constant 65,564080 <2,2e-16 Spatial Autoregressive Moving
71,958 186,45
X4 -0,714412 2,4423-15 Average (SARMA)
R2=71,958% Model dapat dikatakan baik apabila nilai R2 yang besar
Berdasarkan Tabel 14, maka diperoleh model persamaan dan nilai AIC yang kecil. Tabel 17 menunjukkan bahwa model
Spatial Autoregressive Moving Average (SARMA) sebagai Spatial Error Models (SEM) merupakan model regresi spasial
berikut. terbaik karena memiliki nilai AIC yang lebih kecil dibanding
yˆ  65,564080  0,30803 W _ Y  0,714412 X  u model lainnya serta nilai R2 lebih besar dibanding dengan
i 4i i model yang lain.
n V. Kesimpulan dan Saran
u  0,60028
i  w u 
ij j 1 A. Kesimpulan
j  1, i  j Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang
Dari persamaan yang diperoleh dapat diketahui bahwa dijelaskan sebelumnya, dapat diambil kesimpulan sebagai
variabel IPM (X4) memiliki hubungan yang negatif dan berikut.
berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Timur. Jadi, 1. Kabupaten/Kota dengan kategori persentase tingkat
jika variabel IPM naik satu satuan, maka kasus tingkat kemiskinan sangat tinggi terletak antara 16,37-23,56 terdapat di
kemiskinan akan menurun sebesar0,714412. Dari model yang empat Kabupaten/Kota yaitu Kabupaten Sampang, Bangkalan,
diperoleh juga dapat diketahui R2 sebesar 71,958% sedangkan Sumenep dan Probolinggo dengan Kabupaten Sampang
menduduki persentase tingkat kemiskinan tertinggi 23,56%.
7

Sedangkan pola penyebaran persentase tingkat kemiskinan


warna lokasi semakin terang. Terlihat tingkat kemiskinan
sangat rendah terletak antara 4,17-6,23 terdapat di lima
Kabupaten/Kota yaitu Kota Surabaya, Malang, Madiun, Batu
dan Kabupaten Sidoarjo. Kota Malang menduduki persentase
tingkat kemiskinan terendah sebesar 4,17%.
2. Variabel yang berpengaruh dalam regresi linier berganda
yaitu variabel IPM (X4) dan asumsi telah terpenuhi. Sedangkan
model yang terbentuk dari regresi spasial sebagai berikut.
a. Model SAR dengan R2 sebesar 65,545% dan nilai AIC
sebesar 187,58
n
yˆ  56,530860  0,15487  Wij _ Y  0,671400 X 4
j  1, i  1
b. Model SEM dengan R2 sebesar 98,763% dan nilai AIC
sebesar 185,62
yˆ  61,656557  0,716770 X  u
i 4i i
n
u  0.31568
i  w u 
ij j 1
j  1, i  j
c. Model SARMA dengan R2 sebesar 71,958% dan nilai
AIC sebesar 186,45
yˆ  65,564080  0,30803 W _ Y  0,714412 X  u
i 4i i
n
u  0,60028
i  w u 
ij j 1
j  1, i  j
Setelah dilakukan pemodelan dengan menggunakan SAR,
SEM dan SARMA didapatkan model terbaik dengan melihat
model model yang memiliki R2 tertingggi dan nilai AIC terkecil
maka model terbaik adalah SEM.
B. Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah melakukan
analisis regresi spasial dengan menggunakan pembobot yang
berbeda-beda.
DAFTAR PUSTAKA

[1] Kosfeld, R., Spatial Econometric, 2006, URL:


http://www.scribd.com
[2] Lee,J., Wong, D.W.S. 2001, Statistical Analysis
ArchView. New York:John Wiley & Sons. Inc.
[3] LeSage, J.P. 1999. The Theory of Practice of Spatial
Econometrics. Toledo: University of Toledo.
[4] Chamid, M.S, Pertiwi, D.L, & Sutikno. (2012). Spatial
Durbin Model untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi kematian ibu di Jawa Timur. Jurnal Sains
dan Seni ITS, 1(1), 165-170ma
8

Anda mungkin juga menyukai