Anda di halaman 1dari 19

Macam-Macam Teori Belajar, Implikasi Teori Belajar Terhadap Praktik

Pembelajaran, Masalah-Masalah Intern Belajar, Faktor-Faktor Eksteren


Belajar dan Merancang Cara Menentukan Masalah Belajar

Abstrak
Dalam proses pembelajaran ada beberapa teori utama yang sering digunakan,
yaitu; Teori behavioristik, kognitif, sosial, humanistik dan konstruktivisme, Teori
belajar behavioristik merupakan teori belajar yang lebih mengutamakan pada
perubahan tingkah laku siswa sebagai akibat adanya stimulus dan respon. Dengan
kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal
kemampuannya yang bertujuan merubah tingkah laku dengan cara interaksi antara
stimulus dan respon. Dengan demikian, teori belajar behavioristik lebih
memfokuskan untuk mengembangkan tingkah laku siswa ke arah yang lebih baik
begitupun dengan teori-teori lainnya. Disamping itu kita juga harus mengetauhi
masalah-masalah belajar siswa baik faktor-faktor intern maupun ekstern dari
siswa tersebut dan mampu merancang cara untuk menemukan masalah-masalah
yang dihadapi sisiwa dalam pembelajaran.
Kata Kunci: Teori-teori belajar, masalah-masalah belajar, merancang cara
menentukan masalah belajar.
A. Pendahuluan
Pendidikan merupakan sebuah proses dari internalisasi warisan ilmu-ilmu
yang selalu berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, dengan pendidikan
seseorang dapat memahami dunia yang yang selalu berubah dalam menghadapi
tantangan. Pendidikan dimulai sejak dalam rahim seorang Ibu yang mana proses
transfer ilmu itu berjalan. Maka dari itu, pendidikan Islam yang paling awal
adalah al ummu madrasatul ula. Seorang Ibu akan mengajarkan segala apa yang
diketahuinya agar anaknya kelak menjadi seorang yang diharapkan di masa yang
akan datang.
Belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh individu
untuk suatu perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memiliki sikap
menjadi bersikap benar, dari tidak terampil menjadi terampil melakukan sesuatu.

1
Belajar tidak hanya sekedar memetakan pengetahuan atau informasi yang
disampaikan. Namun bagaimana melibatkan individu secara aktif membuat atau
pun merevisi hasil belajar yang diterimanya menjadi suatu pengalamaan yang
bermanfaat bagi pribadinya. Pembelajaran merupakan suatu sistim yang
membantu individu belajar dan berinteraksi dengan sumber belajar dan
lingkungan.
Teori adalah seperangkat azas yang tersusun tentang kejadian-kejadian
tertentu dalam dunia nyata dinyatakan oleh McKeachie dalam grendel 1991: 5
(Hamzah Uno, 2006:4). Sedangkan Hamzah (2003:26) menyatakan bahwa teori
merupakan seperangkat preposisi yang didalamnya memuat tentang ide, konsep,
prosedur dan prinsip yang terdiri dari satu atau lebih variable yang saling
berhubungan satu sama lainnya dan dapat dipelajari, dianalisis dan diuji serta
dibuktikan kebenarannya.
Dari dua pendapat diatas Teori adalah seperangkat azas tentang kejadian-
kejadian yang didalamnnya memuat ide, konsep, prosedur dan prinsip yang dapat
dipelajari, dianalisis dan diuji kebenarannya. Teori belajar adalah suatu teori yang
di dalamnya terdapat tata cara pengaplikasian kegiatan belajar mengajar antara
guru dan siswa, perancangan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan di
kelas maupun di luar kelas.
1. Identifikasi Masalah
a. Mengidentifikasi macam-macam teori belajar yang utama (teori belajar
behaviorisme, kognitif, sosial, humanisme dan konstruktivisme).
b. Membandingkan pengertian belajar dari berbagai teori (teori belajar
behaviorisme, kognitif, sosial, humanisme dan konstruktivisme).
c. Membandingkan implikasi teori belajar terhadap praktik pembelajaran dari
masing-masing teori belajar.
d. Menjelaskan masalah-masalah intern belajar.
e. Menjelaskan faktor-faktor ekstern belajar.
f. Merancang cara menentukan masalah-masalah belajar.
2. Rumusan Masalah
Untuk lebih terarahnya pembahasan ini maka permasalahan akan
dirumuskan pada 6 hal yaitu:

2
a. Apa pengertian teori belajar behaviorisme, kognitif, sosial, humanisme dan
konstruktivisme?
b. Bagaimana perbandingan pengertian belajar menurut teori belajar
behaviorisme, kognitif, sosial, humanisme dan konstruktivisme?
c. Bagaimana perbandingan implikasi teori belajar behaviorisme, kognitif,
sosial, humanisme dan konstruktivisme?
d. Apa saja masalah-maslah intern belajar?
e. Apa saja faktor-faktor ekstern belajar?
f. Bagaimana cara menentukan masalah-masalah belajar?
3. Tujuan Masalah
a. Mengetahui tentang teori belajar behaviorisme, kognitif, sosial, humanisme
dan konstruktivisme.
b. Membandingkan pengertian belajar menurut teori behaviorisme, kognitif,
sosial, humanisme dan konstruktivisme).
c. Membandingkan implikasi teori belajar behaviorisme, kognitif, sosial,
humanisme dan konstruktivisme).
d. Menganalisis masalah-masalah intern belajar
e. Menganalisis faktor-faktor ekstern belajar
f. Merancang cara menentukan masalah-masalah belajar
B. Pembahasan
1. Pemgertian Teori Behaviorisme, Kognitif, Sosial, Humanisme dan
Konstruktivisme.
a. Teori behaviorisme
Teori Behavioristik adalah teori yang mempelajari perilaku manusia.
Perspektif behavioral berfokus pada peran dari belajar dalam menjelaskan tingkah
laku manusia dan terjadi melalui rangsangan berdasarkan (stimulus) yang
menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respons). Asumsi dasar mengenai
tingkah laku menurut teori ini adalah bahwa tingkah laku sepenuhnya ditentukan
oleh aturan, bisa diramalkan, dan bisa ditentukan.
Menurut teori ini, seseorang terlibat dalam tingkah laku tertentu, karena
mereka telah mempelajarinya melalui pengalaman-pengalaman terdahulu,
menghubungkan tingkah laku tersebut dengan hadiah. Seseorang menghentikan

3
suatu tingkah laku, mungkin karena tingkah laku tersebut belum diberi hadiah
atau telah mendapat hukuman. Karena semua tingkah laku baik yang bermanfaat
ataupun yang merusak, merupakan tingkah laku yang dipelajari.1
Tokoh-tokoh teori behaviorisme,yaitu;
Pertama, Edward Lee Thorndike. Menurut Thorndike, belajar adalah
proses interaksi antara stimulus (yang berupa pikiran, perasaan, atau gerakan) dan
respons (yang juga berupa pikiran, perasaan, dan gerakan), perubahan tingkah
laku boleh berwujud sesuatu yang konkret (dapat diamati), atau yang non-konkret
(tidak bisa diamati).
Teori Thorndike disebut sebagai aliran koneksionisme (connectionism).
Prosedur eksperimennya ialah membuat setiap binatang lepas dari kurungannya
sampai ketempat makanan. Dalam hal ini apabila binatang terkurung maka
binatang itu sering melakukan bermacam-macam kelakuan, seperti menggigit,
menggosokkan badannya kesisi-sisi kotak, dan cepat atau lambat binatang itu
tersandung pada palang sehingga kotak terbuka dan binatang itu akan lepas ke
tempat makanan.2
Kedua, Ivan Petrovich Pavlov. Teorinya dinamakan Classic Conditioning
(Pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov
melalui percobaannya terhadap hewan Anjing, dimana perangsang asli dan netral
dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga
memunculkan reaksi yang diinginkan. Dari contoh tentang percobaan dengan
hewan anjing bahwa dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat
dikendalikan melalui cara dengan mengganti stimulus alami dengan stimulus yang
tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara
individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari
luar dirinya.3
Ketiga, John B. Watson. Berbeda dengan Thorndike, menurut Watson
pelopor yang datang sesudah Thorndike, stimulus dan respons tersebut harus

1
Eni Fariyatul Fahyuni, Psikologi Belajar & Mengajar. Sidoarjo: Nizamia Learning Center, 2016.
Hlm. 26-27.
2
Budi Haryanto, Psikologi Pendidikan dan Pengenalan Teori-teori Belajar, Sidoarjo: Universitas
Muhammadiyah Sidoarjo, 2004. Hlm. 63-65.
3
Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana Prenamadia Group, 2013. Hlm. 100-
102.

4
berbentuk tingkah laku yang bisa diamati (observable). Dengan kata lain, Watson
mengabaikan berbagai perubahan mental yang mungkin terjadi dalam belajar dan
menganggapnya sebagai faktor yang tidak perlu diketahui. Bukan berarti semua
perubahan mental yang terjadi dalam benak siswa tidak penting. Semua itu
penting, akan tetapi, faktor-faktor tersebut tidak bisa menjelaskan apakah proses
belajar sudah terjadi atau belum, hanya dengan asumsi demikianlah menurut
Watson dapat diramalkan perubahan apa yang bakal terjadi pada siswa.
Keempat, Burrhus Frederic Skinner. Menurut Skinner, deskripsi antara
stimulus dan respons untuk menjelaskan parubahan tingkah laku (dalam
hubungannya dengan lingkungan) menurut versi Watson tersebut adalah deskripsi
yang tidak lengkap. Respons yang diberikan oleh siswa tidaklah sesederhana itu,
sebab pada dasarnya setiap stimulus yang diberikan berinteraksi satu dengan
lainnya, dan interaksi ini akhirnya mempengaruhi respons yang dihasilkan.
Sedangkan respons yang diberikan juga menghasilkan berbagai konsekuensi yang
pada gilirannya akan mempengaruhi tingkah laku siswa. Oleh karena itu, untuk
memahami tingkah laku siswa secara tuntas, diperlukan pemahaman terhadap
respons itu sendiri, dan berbagai konsekuensi yang diakibatkan oleh respons
tersebut (lihat bel-Gredler, 1986).
Skinner juga memperjelaskan tingkah laku hanya akan membuat segala
sesuatunya menjadi bertambah rumit, sebab alat itu akhirnya juga harus dijelaskan
lagi. Misalnya, apabila dikatakan bahwa seorang siswa berprestasi buruk sebab
siswa ini mengalami frustasi, hal itu akan menuntut perlu dijelaskan apa itu
frustasi. Penjelasan tentang frustasi ini besar kemungkinan akan memerlukan
penjelasan lain, dan begitu seterusnya.4
b. Teori kognitivisme
Istilah cognitive berasal dari kata cognition, yang berarti knowing atau
mengetahui, yang dalam arti luas berarti perolehan, penataan, dan pengunaan
pengetahuan.5 Secara sederhana, dapat dipahami bahwa kemampuan kognitif
adalah kemampuan yang dimiliki anak untuk berfikir lebih kompleks, serta
kemampuan penalaran dan pemecahan masalah. Dalam perkembangan

4
Budi Haryanto, Psikologi Pendidikan dan Pengenalan Teori-teori Belajar. Hlm. 67-70.
5
Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya, 2011. hlm. 65.

5
selanjutnya, istilah kognitif menjadi populer sebagai salah satu ranah psikologis
manusia meliputi perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman,
pengolahan informasi, pemecahan masalah dan keyakinan.
Menurut Chaplin dalam Dictionary of Psycologhy karyanya, kognisi
adalah konsep umum yang mencakup seluruh bentuk pengenalan, termasuk
didalamnya mengamati, menilai, memerhatikan, menyangka, membayangkan,
menduga, dan menilai. Sedangkan menurut Mayers menjelaskan bahwa kognisi
merupakan kemampuan membayangkan dan menggambarkan benda atau
peristiwa dalam ingatan dan bertindak berdasarkan penggambaran ini.6
Dari pengertian diatas dapat dipahami bahwa kognisi adalah istilah yang
digunakan oleh ahli psikologi untuk menjelaskan semua aktivitas mental yang
berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan, dan pengolahan informasi yang
memungkinkan seseorang untuk memperoleh pengetahuan.
c. Teori belajar sosial
Berdasarkan teori pembelajaran sosial yang dipelopori oleh Albert
Bandura pemerhati akan peniru, menurut Bandura orang belajar melalui
pengalaman langsung atau pengamatan (modelling), setiap tingkah laku model
tersebut mempunyai ciri-ciri seperti bakat, kecerdasan, kuasa, atau pun populariti
yang diminta oleh pemerhati. Dalam teori ini lebih kepada tingkah laku seorang
pengajar agar memberikan uswah kepada peserta didik itu sendiri.
d. Teori belajar humanisme
Bagi penganut teori humanistik, proses belajar harus berhulu dan bermuara
pada manusia. Dari teori-teori belajar, seperti behavioristik dan konstruktivistik,
teori inilah yang paling abstrak, teori ini banyak berbicara tentang pendidikan dan
proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih
tertarik pada gagasan tentang belajar dalam bentuknya yang paling ideal, seperti
apa yang diamati dalam dunia keseharian, karena itu teori ini bersifat eklektik,
artinya teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuannya untuk “Memanusiakan
manusia” (aktualisasi diri) dapat tercapai7.
Menurut Bloom dan Kratwohl menunjukan apa yang mungkin dikuasi
(dipelajari) oleh siswa tercakup dalam tiga kawasan, yaitu kawasan kognitif,
6
Desmita. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Hlm. 98.
7
Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, Bogor: Ghalia Indonesia 2015. Hlm 34

6
afektif, dan psikomotorik. Taksonomi Bloom telah berhasil memberi inpirasi
kepada banyak pakar lain untuk mengembangkan teori-teori belajar dan
pembelajaran.
e. Teori belajar konstruktivisme
Pendekatan konstruktivistik dalam belajar dan pembelajaran didasarkan
pada perpaduan antara beberapa penelitian dalam psikologi kognitif dan psikologi
sosial, sebagaimana teknik-teknik dalam memodifikasi prilaku yang didasarkan
pada teori operant conditioning dalam psikologi behaviorial. Premis dasarnya
adalah bahwa individu harus secara aktif “Membangun” pengetahuan dan
keterampilannya (Brunner 1990) dan informasi yang diperoleh dalam proses
membangun kerangka oleh pelajar dari lingkungan diluar dirinya.8
Teori konstruktivistik memahami belajar sebagai proses pembentukan
(kontruksi) pengetahuan oleh si pelajar itu sendiri. Pengetahuan ada di dalam diri
seseorang yang sudah mengetahui. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu
saja dari otak seorang guru kepada orang lain (siswa).
Menurut Glaserfeld, Bettencourt (1989) dan Matthews (1994),
mengemukakan bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan hasil
kontruksi (bentukan) orang itu sendiri. Sementara Piaget (1971), mengemukakan
bahwa pengetahuan merupakan ciptaan manusia yang dikonstruksikan dari
pengalamannya, proses pembentukan berjalan terus menerus dan setiap kali
terjadi rekontruksi karena adanya pemahaman yang baru.
2. Pengeritan Belajar Menurut Teori Behaviorisme, Kognitif, Sosial,
Humanisme dan Konstruktivisme
a. Teori behaviorisme
Belajar menurut psikologi behavioristik adalah suatu kontrol instrumental
yang berasal dari lingkungan.9 Belajar tidaknya seseorang bergantung pada faktor-
faktor kondisional yang diberikan lingkungan.
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai
akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Belajar merupakan bentuk

8
Burhanudin, Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar Ruzz Media 2015.
9
Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, Bogor: Ghalia Indonesia 2015. Hlm 25

7
perubahan yang dialami oleh siswa dalam hal kemampuan untuk bertingkah laku
dengan cara yang baru sebagai interaksi stimulus dan respon.
b. Teori belajar kognitif
Teori ini lebih menekankan proses belajar dari pada hasil belajar. Bagi
penganut aliran kognitivistik belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara
situmulus dan respons. Lebih dari itu belajar adalah melibatkan proses berpikir
yang sangat kompleks10. Menurut teori kognitivistik, ilmu pengetahuan dibangun
dalam diri seseorang melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan
lingkungan. Proses ini tidak berjalan terpatah-patah, terpisah-pisah, tapi melalui
proses yang mengalir, sambung-menyambung dan menyeluruh.
Menurut psikolog kognitif, belajar dipandang sebagai suatu usaha untuk
mengerti sesuatu. Usaha itu dilakukan secara aktif oleh siswa, keaktifan itu dapat
berupa mencari pengalaman, informasi, memecahkan masalah, mencermati
lingkungan, serta mempraktikan sesuatu untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Para psikolog kognitif berkeyakinan bahwa pengetahuan yang dimiliki
sebelumnya sangat menentukan keberhasilan mempelajari informasi/pengetahuan
yang baru.
Menurut Piaget, proses belajar sebenernya terdiri dari tiga tahapan, yakni
asimilasi, akomodasi dan equilibrasi (penyeimbangan). Asimilasi adalah proses
pengintegrasian informasi baru kestruktur kognitif yang sudah ada. Akomodasi
adalah proses penyesuaian struktur kognitif kedalam situasi yang baru, sedangkan
equilibrasi adalah penyesuaian kesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.
c. Teori belajar sosial
Teori Pembelajaran Sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku
yang tradisional (behavioristik). Teori pembelajaran sosial ini dikembangankan
oleh Albert Bandura (1986).11 Teori ini menerima sebagian besar dari prinsip-
prinsip teori-teori belajar perilaku, tetapi memberikan lebih banyak penekanan
pada kesan dan isyarat-isyarat perubahan prilaku dan pada proses-proses mental
internal. Jadi, dalam teori pembelajaran sosial kita akan menggunakan penjelasan-
penjelasan reinforcement eksistensial dan penjelasan-penjelasan kognitif internal
untuk memahami bagaimana belajar dan orang lain. Menurut Bandura,
10
Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, Bogor: Ghalia Indonesia 2015. Hlm 30
11
Risma Vitri, Psikologi Belajar. Surabaya: UIN Sunan Ampel 2014. Hlm. 103

8
sebagaimana dikutip oleh (Kard.S. 1997:14) pada sebagian besar manusia belajar
melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain. jadi
inti dari pembelajaran sosial adalah permodelan (modelling).
d. Teori belajar humanisme
Belajar Humanistik dipergunakan oleh para pemikir-pemikir ilmu
pengetahuan untuk menunjukkan hipotesis-hipotesis tertentu dalam rangka
membuktikan kebeneran-kebenaran melalui eksperimentasi dan observasi serta
berfungsi menjelaskan pokok bahasannya. O’Connor mendefinisikan istilah teori
sebagaimana yang dikutip Abdurrahman Shaleh Abdullah adalah sebagai berikut:
Kata “teori” sebagaimana yang digunakan dalam konteks pendidikan
secara umum adalah sebuah tema yang apik. Teori yang dimaksudkan agar
dianggap absah manakala kita tetapkan hasil-hasil eksperimentalnya yang
dibangun dengan baik dalam bidang psikologi atau sosiologi hingga sampai
kepada praktik pendidikan.12
Menurut teori ini yang dimaksud dengan belajar adalah proses perubahan
tingkahlaku individu. Perubahan ini terjadi terus-menerus dalam diri individu
yang tidak banyak ditentukan oleh faktor turunan atau genetik. Perubahan ini
mungkin terjadi dalam pengetahuan, keterampilan, sikap, kepribadian, pandangan
hidup, persepsi, norma-norma, motivasi, atau gabungan dari unsur-unsur itu.
Perubahan itu terjadi sebagai dampak dari teori dan seperangkat (konstruk)
konsep, dan definisi yang berfungsi untuk melihat fenomena secara sistemik,
melalui spesifikasi hubungan antar variable, sehingga dapat berguna untuk
menjelaskan dan meramalkan fenomena pengalaman yang diperoleh dalam situasi
khusus. Penyebab terjadinya perubahan itu mungkin dengan sengaja dan
sistematis, mungkin meniru perbuatan orang lain, atau mungkin juga tanpa
sengaja dirancang terlebih dahulu.13
Sedangkan humanistik adalah memandang manusia sebagai manusia,
artinya makhluk hidup ciptaan Tuhan dengan fitrah-fitrah tertentu, sebagai

12
Abdurrahman Shaleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Quran, Jakarta: Rineka
Cipta, 1990. Hal 21.
13
http://translate.google.co.id/translate?
hl=id&sl=en&u=http://academic.udayton.edu/gregelvers.TeoriBelajarHumanistik.diaksespadatang
gal25Oktober2008

9
mahkluk hidup ia harus melangsungkan, mempertahankan, dan mengembangkan
hidupnya dengan potensi-potensi yang dimilikinya.14
e. Teori konstruktivisme
Belajar menurut teori konstruktivisme adalah membangun pengetahuan
sedikit demi sedikit yang kemudian hasilnya diperluas melalui konteks yang
terbatas. Borich dan Tambari 1997 (Dalam royer 2007) mendefinisikan
konstrutivisme dalam belajar sebagai sebuah pendekatan yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk membangun (mengkonstruk) sedikit demi sedikit
makna terhadap apa yang dipelajarinya, dengan membangun hubungan secara
internal atau keterkaitan antara ide-ide dengan fakta-fakta yang diajarkan.15
3. Perbandingan Implikasi Teori Behaviorisme, Kognitif, Sosial, Humanisme
dan Konstruktivisme dalam Pembelajaran
Perkembangan teori belajar cukup pesat, berikut ini adalah teori belajar
dan implikasinya dalam kegiatan pembelajaran.
Pertama aliran tingkah laku (Behaviorisme), belajar adalah perubahan
tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respons. Perubahan
prilaku dapat berujud sesuatu yang kongkret atau yang non-kongkret, berlangsung
secara mekanik memerlukan penguatan. Aplikasi teori belajar behavioristic dalam
pembelajaran, lebih ditekankan kepada sifat materi pelajaran, karakteristik siswa,
media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Menurut teori ini dalam belajar
yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.16
Kedua aliran kognitivisme, belajar adalah perubahan persepsi dan
pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku, menekankan
pada gagasan bahwa pada bagian-bagian suatu situasi berhubungan dengan
konteks seluruh situasi tersebut. Pengetahuan dibangun dalam diri seseorang
melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Aplikasi
teori belajar kognitivisme, guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai
orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan
awal sekolah dasar, belajar menggunakan benda-benda kongkret, keaktifan siswa

14
Baharuddin dan Moh. Makin, Pendidikan Humanistik Konsep, Teori, dan Aplikasi Praksis
Dalam Dunia Pendidikan. Hal. 22.
15
Burhanudin, Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media 2015. Hlm, 164.
16
http://Dosenpsikologi.com teori belajar behavioristik menurut para ahli

10
sangat dipentingkan, guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau
logika tertentu dari yang sederhana sampai ke yang kompleks, guru menciptakan
pembelajaran yang bermakna, memperhatikan perbedaan individual siswa untuk
mencapai keberhasilan siswa.
Ketiga aliran humanisme, belajar adalah menekankan pentingnya isi dari
proses belajar bersifat elektik, tujuannya adalah memanusiakan manusia atau
mencapai aktualisasi diri. Aplikasi teori humanistic dalam pembelajaran guru
lebih megarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta
membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar.
Keempat implikasi teori kontruktivisme merupakan belajar artikulasi.
Belajar artikulasi merupakan proses mengartikulasikan ide, pikiran dan solusi.
Implikasinya dalam pembelajaran terbagi menjadi beberapa fase, yaitu:
a. Orientasi, merupakan fase untuk memberikan kesempatan kepada peserta
didik, memerhatikan dan mengembangkan mitivasi terhadap topik materi
pembelajaran.
b. Elicitasi, merupakan fase membantu peserta didik menggali ide-ide yang
dimilikinya dengan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
mendiskusikan atau menggambarkan pengetahuan dasar atau ide mereka.
c. Restruksi ide, dalam fase ini idea atau pengetahuan yang telah dibentuk peserta
didik perlu diaplikasikan pada bermacam-macam situasi yang dihadapi.
d. Review, dalam fase ini memungkinkan peserta didik mengaplikasikan
pengetahuannya pada situasi yang dihadapi sehari-hari, merevisi gagasannya
dengan menambah suatu keterangan atau dengan cara mengubahnya menjadi
lebih lengkap.
4. Masalah-Masalah Intern Belajar
Secara umum kondisi yang terjadi pada sisi internal dan eksternal akan
mempengaruhi belajar siswa. Kondisi itu pertama lingkungan fisik, lingkungan
fisik yang ada dalam proses dan disekitar proses pembalajaran memberi pengaruh
bagi proses belajar. Kedua suasana emosional siswa, suasana emosional siswa
akan memberikan pengaruh dalam proses pembelajaran siswa, hal ini bisa
dicermati ketika kondisi emosional siswa sedang labil, maka proses belajarpun
akan mengalami gangguan. Ketiga lingkungan sosial, lingkungan sosial yang
berada disekitar siswa juga turut mempengaruhi bagaimana seorang siswa belajar.

11
Dalam hal ini, maka problematika dalam pembelajaran dikategorikan kedalam dua
hal berdasarkan sifatnya, yaitu internal dan eksternal.17
Dari dimensi siswa, masalah-masalah belajar yang dapat muncul sebelum
kegiatan belajar, dapat berhubungan dengan karakteristik atau ciri siswa, baik
berkenaan dengan minat, kecakapan, maupun pengalaman-pengalaman.
Selanjutnya selama proses belajar, masalah belajar seringkali berkaitan dengan
sikap terhadap belajar, motivasi, konsentrasi, pengolahan pesan pembelajaran,
menyimpan pesan dan menggali kembali pesan yang telah tersimpan.
Sedangkan dari dimensi guru, masalah belajar dapat terjadi sebelum
kegiatan belajar, selama proses belajar dan evaluasi hasil belajar. Sebelum belajar,
masalah belajar seringkali berkenaan dengan bahan belajar dan sumber belajar.
Sedangkan sesudah kegiatan belajar, masalah belajar yang dihadapi guru
kebanyakan berkaitan dengan evaluasi hasil belajar.
Faktor-faktor internal yang mempengaruhi proses belajar siswa, yaitu:18
1. Ciri khas/karekteristik siswa
Persoalan intern berkaitan dengan kondisi kepribadian siswa, baik fisik
maupun mental. Berkaitan dengan aspek-aspek fisik tentu akan relatif lebih
mudah diamati dan dipahami, dibandingkan dengan dimensi-dimensi mental atau
emosional. Sementara itu dalam kenyataannya, persoalan-persoalan pembelajaran
lebih banyak berkaitan dengan dimensi mental atau emosional.
2. Sikap terhadap belajar
Dalam berbagai literatur kita menemukan bahwa sikap adalah
kecenderungan seseorang untuk berbuat. Sikap sesungguhnya berbeda dengan
perbuatan, karena perbuatan merupakan implementasi atau wujud nyata dari
sikap. Namun demikian sikap seseorang akan tercermin melalui tindakannya.
Sebagai contoh, ketika seorang siswa merasa tertarik untuk mempelajari
suatu mata pelajaran tertentu, maka dalam dirinya sudah ada keinginan untuk
menerima atau menolak pelajaran tersebut, walaupun waktu itu belum dimulai
atau dilaksanakan kegiatan pembelajaran. Namun apabila seseorang tidak senang
dengan sesuatu, maka ia akan menolak dan pada gilirannya ia tidak bersedia untuk

17
Eveline Siregar, Teori Belajar dan Pembelajaran, Bogor: Ghalia Indonesia, 2015. Hlm. 173
18
Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran, Bandung: Alfabeta 2012

12
melakukan atau akan mengabaikan kesempatan untuk melakukan kegiatan
tersebut.
3. Motivasi belajar
Di dalam aktifitas belajar, motivasi individu dimanifestasikan dalam
bentuk ketahanan atau ketekunan dalam belajar, kesungguhan dalam menyimak,
mengerjakan tugas dan sebagainya. Umumnya kurang mampu untuk belajar lebih
lama, karena kurangnya kesungguhan di dalam mengerjakan tugas. Oleh karena
itu, rendahnya motivasi merupakan masalah dalam belajar yang memberikan
dampak bagi ketercapaianya hasil belajar yang diharapkan.
4. Konsentrasi belajar
Kesulitan berkonsentrasi merupakan indikator adanya masalah belajar
yang dihadapi siswa, karena hal itu akan menjadi kendala di dalam mencapai hasil
belajar yang diharapkan. Untuk membantu siswa agar dapat berkonsentrasi dalam
belajar tentu memerlukan waktu yang cukup lama, disamping menuntut
ketelatenan guru.
5. Mengelola bahan pelajaran
Siswa mengalami kesulitan didalam mengelola bahan, maka berarti ada
kendala pembelajaran yang dihadapi siswa yang membutuhkan bantuan guru,
bantuan guru tersebut hendaknya dapat mendorong siswa agar memiliki
kemampuan sendiri untuk terus mengolah bahan belajar, karena konstruksi berarti
merupakan suatu proses yang berlangsung secara dinamis.
6. Menggali hasil belajar
Bagi guru dan siswa sangat penting memperhatikan proses penerimaan
pesan dengan sebaik-baiknya, terutama melalui pemusatan perhatian secara
optimal. Guru hendaknya berupaya mengaktifkan siswa melalui pemberian tugas,
latihan, agar siswa mampu meningkatkan kemampuan dalam mengolah pesan-
pesan pembelajaran.

7. Rasa percaya diri


Salah satu kondisi psikologis seseorang yang berpengaruh terhadap
aktivitas fisik dan mental dalam proses pembelajaran adalah rasa percaya diri.

13
Rasa percaya diri umumnya muncul ketika seseorang akan melakukan atau
terlibat di dalam suatu aktivitas tertentu, dimana pikirannya terarah untuk
mencapai sesuatu hasil yang diinginkannya.
8. Kebiasaan belajar
Kebiasaan Belajar adalah perilaku belajar seseorang yang telah tertanam
dalam waktu yang relatif lama, sehingga memberikan ciri dalam aktivitas belajar
yang dilakukan. Ada beberapa bentuk kebiasaan belajar yang sering dijumpai pada
sejumlah siswa, yaitu:19
a) Belajar tidak teratur.
b) Daya tahan rendah (belajar secara tergesa-gesa).
c) Belajar hanya menjelang ulangan atau ujian.
d) Tidak memiliki catatan pelajaran yang lengkap.
e) Tidak terbiasa membuat ringkasan.
f) Tidak memiliki motivasi untuk memperkaya materi pelajaran.
g) Senang menjiplak pekerjaan teman, termasuk kurang percaya diri di dalam
menyelesaikan tugas.
h) Sering datang terlambat.
i) Melalukan kebiasaan-kebiasaan buruk (Misal merokok).
5. Faktor-Faktor Ekstern Belajar
Faktor-faktor ekstern yang mempengaruhi hasil belajar siswa antara lain:20
a. Faktor guru
Guru harus mengembangkan strategi pembelajaran yang tidak hanya
menyampaikan informasi, melainkan juga mendorong para siswa untuk belajar
secara bebas dalam batas-batas yang ditentukan.
b. Lingkungan sosial
Lingkungan sosial dapat memberi dampak positif dan negatif terhadap
siswa. Contoh, seorang siswa bernama Rudi yang terpengaruh teman sebayanya
dengan kebiasaan rekan-rekannya yang baik, maka akan berdampak positif dan
sebaliknya.
c. Kurikulum sekolah
Kurikulum merupakan panduan yang dijadikan oleh guru sebagai
kerangka atau acuan untuk mengembangkan proses pembelajaran, seluruh
aktivitas pembelajaran berpedoman pada kurikulum. Perubahan pada kurikulum
pada sisi lain juga dapat menimbulkan masalah, seperti:

19
Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran, Bandung: Alfabeta 2012
20
http://nihblog punya ane.overblog.com 2015/01. makalah tentang masalah-masalah belajar

14
a) Tujuan yang akan dicapai berubah
b) Isi pendidikan berubah
c) Kegiatan belajar mengajar berubah
d) Evaluasi belajar
d. Sarana dan prasarana
Ketersediaan sarpras yang memadai berdampak pada terciptanya iklim
pembelajaran yang kondusif, terjadinya kemudahan bagi siswa untuk
mendapatkan informasi dan sumber belajar yang memadai, sehingga dapat
mendorong berkembangnya motivasi siswa untuk mencapai hasil belajar yang
lebih baik.
6. Merancang Cara Menentukan Masalah-Masalah Belajar
Agar bimbingan dapat lebih terarah dalam upaya membantu siswa dalam
mengatasi kesulitan belajar, kami rasa perlu melakukan cara-cara sebagai
berikut:21
a. Indentifikasi
Identifikasi adalah suatu kegiatan yang diarahkan untuk menemukan siswa
yang mengalami kesulitan belajar, yaitu mencari informasi tentang siswa dengan
melakukan:
1) Data dokumentasi hasil belajar mereka.
2) Menganalisis absensi siswa di dalam kelas.
3) Mengadakan wawancara dengan siswa.
4) Tes untuk memberi data tentang kesulitan belajar atau permasalahan yang
sedang dihadapi.
b. Diagnosis
Adalah keputusan atau penentuan mengenai hasil dari pengelolaan data
tentang siswa yang mengalami kesulitan belajar dan jenis kesulitan yang
dialami siswa. Diagnosis ini dapat berupa hal-hal sebagai berikut:
1) Keputusan mengenai hasil kesulitan belajar siswa,
2) Keputusan mengenai faktor-faktor yang menjadi sumber sebab-sebab
kesulitan belajar,

21
Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran, Bandung: Alfabeta 2012

15
3) Keputusan mengenai jenis mata pelajaran apa yang mengalami kesulitan
belajar.
c. Prognosis
Prognosis merujuk pada aktivitas penyusunan rencana atau program yang
diharapkan dapat membantu mengatasi masalah kesulitan belajar siswa, prognosis
ini dapat berupa:
1) Bahan atau materi yang diperlukan.
2) Metode yang akan digunakan.
3) Alat bantu belajar mengajar yang diperlukan.
4) Waktu kegiatan dilaksanakan.
d. Terapi
Terapi disini adalah pemberian bantuan kepada anak yang mengalami
kesulitan belajar sesuai dengan program yang telah disusun pada tahap prognosis.
Bentuk terapinya antara lain:
a) Bimbingan belajar kelompok.
b) Bimbingan belajar individu.
c) Pengajaran remedial.
e. Tindak lanjut atau follow up
Adalah usaha untuk mengetahui keberhasilan bantuan yang telah diberikan
kepada siswa dan tindak lanjutnya yang didasari hasil evaluasi terhadap tindakan
yang dilakukan dalam upaya pemberian bimbingan.

C. Kesimpulan
Dalam dunia pendidikan untuk melakkan pembelajaran ada beberapa teori
utama yang sering dipakai, yaitu;
1. Teori behavioristik, yaitu sebuah teori tentang perubahan tingkah laku sebagai
hasil dari pengalaman. Teori behavioristik dengan model stimulus dan
responnya, mendudukan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Aliran
ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.

16
Belajar menurut teori ini adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
adanya interaksi antara stimulus dan respon.
2. Teori kognitif, munculnya aliran kognitif dalam teori belajar merupakan respon
terhadap aliran behavioristik. Aliran ini mempunyai pengaruh terhadap praktik
belajar yang dilaksanakan di sekolah dengan kontribusinya terhadap
penggunaan unsur kognitif atau mental dalam proses belajar. Menurut aliran
kognitif belajar adalah sebuah proses mental yang aktif untuk mencapai,
mengingat, dan menggunakan pengetahuan.
3. Teori sosial, teori belajar sosial dikenalkan oleh Albert Bandura yang mana
konsep dari teori ini menekankan pada komponen kognitif dari pikiran,
pemahaman, dan evaluasi. Menurut teori ini orang belajar melalui pengalaman
langsung atau pengamatan (mencontoh model). Orang belajar dari apa yang ia
baca, dengar, dan lihat di media dan juga dari orang lain dan lingkungannya.
4. Teori belajar humanistik, dalam pandangan humanistik siswa harus mempunyai
kemampuan untuk mengarahkan sendiri perilakunya dalam belajar, apa yang
akan dipelajari dan sampai tingkatan mana, kapan, dan bagaimana mereka akan
belajar. Pasa dasarnya teori humanistik adalah teori belajar yang
memanusiakan manusia, pembelajarannya dipusatkan pada pribadi seseorang.
5. Teori konstruktivisme, teori belajar konstruktivisme didefinisikan sebagai
pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan menciptakan sesuatu
makna dari apa yang dipelajari. Menurut teori ini suatu prinsip yang mendasar
adalah guru tidak hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, namun siswa
juga harus berperan aktif membangun sendiri pengetahuan di dalam
memorinya.
Dalam proses pembelajaran siswa juga menghadapi kendala, baik faktor-
faktor intern maupun ekstern. Masalah-masalah dari faktor intern, yaitu; ciri
khas/karekteristik siswa, sikap terhadap belajar, motivasi belalar, konsentrasi
belajar, mengelola bahan ajar, menggali hasil belajar, rasa percaya diri dan
kebiasaan belajar. Adapun faktor-faktor eksternnya yaitu; faktor guru atau
lingkungan sekolah, lingkungan sosial, kurikulum sekolah, sarana dan prasarana.

17
Dalam merancang untuk menemukan masalah-masalah belajar maka kita
perlu melakukan beberapa hal, yaitu; melakukan identifikasi, diagnosis,
prognosis, terapi dan tindak lanjut atau follow up.

Daftar Pustaka
Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran, Bandung: Alfabeta 2012
Burhanudin, Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media 2015.
Eni, Fariyatul, Fahyuni, Istikomah. Psikologi Belajar & Mengajar. Sidoarjo:
Nizamia Learning Center, 2016.
Haryanto, Budi, Psikologi Pendidikan dan Pengenalan Teori-teori Belajar,
Sidoarjo: Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, 2004.
Jahja, Yudrik, Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana Prenamadia Group,
2013.
Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT.
Remaja Rosda Karya, 2011.

18
Shaleh, Abdurrahman Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Quran,
Jakarta: Rineka Cipta, 1990.
Siregar, Eveline, Teori Belajar dan Pembelajaran, Bogor: Ghalia Indonesia, 2015.
Vitri, Risma, Psikologi Belajar. Surabaya: UIN Sunan Ampel, 2014.
http://nihblogpunyaane.overblog.com2015/01.makalahtentangmasalah-
masalahbelajar
http://Dosenpsikologi.com teori belajar behavioristik menurut para ahli
http://translate.google.co.id/translate?
hl=id&sl=en&u=http://academic.udayton.edu/gregelvers.TeoriBelajarHuma
nistik,diakses pada tanggal 25 Oktober 2008

19

Anda mungkin juga menyukai