Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan merupakan salah satu
unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).
Kesehatan sangat penting bagi pembentukan sumber daya manusia
Indonesia, peningkatan ketahanan, daya saing bangsa, dan pembangunan
nasional. Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan
nasional diarahkan guna mencapai kesadaran, kemauan, dan kemampuan
untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Makna kesehatan berdasarkan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 (UU 36/2009) adalah keadaan sehat,
baik secara fisik, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang
untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Kesehatan bukan hanya merupakan tanggung jawab individu, namun
merupakan tanggung jawab bersama individu, masyarakat, pihak swasta, dan
pemerintah. Sebagai bagian dari tanggun jawab pemerintah, kesehatan
menjadi urusan bersama yang bersifat wajib antara pemerintah pusat,
provinsi dan kabupaten/kota. Status kesehatan masyarakat sangat
dipengaruhi oleh determinan sosial kesehatan, yang mencakup kondisi
tempat manusia dilahirkan, tumbuh, hidup, bekerja, dan menjadi tua.
Determinan sosial kesehatan yang kurang baik dapat Kandungan kimia serta
dampak kesehatan dari produk tembakau telah dikena luas. Badan Pengawas
Obat dan Makanan Amerika Serikat (US FDA) merilis daftar 93 zat kimia yang
berbahaya atau memiliki potensi bahaya bagi kesehatan yang terkandung di
dalam rokok, dari lebih dari 5000 zat kimia yang telah dikenal terkandung di
dalam tembakau. Nikotin merupakan zat kimi kandungan utama tembakau
yang memiliki efek adiksi dan bersifat toksik terhadap organ reproduktif atau
pertumbuhan janin. Selain itu, terdapat tidak dari 50 zat kimia yang
memiliki potensi memicu kanker (karsinogenik) seperti aseton, arsenik,

1
kadmium, bahkan uranium. Pembakaran rokok atau produk tembakau juga
menghasilkan zat kimia yang disebut tar yang bersifat sangat karsino genik 1.
Rokok secara luas telah menjadi salah satu penyebab kematian terbesar
di dunia. Adapun penyebab utama kematian para perokok itu adalah kanker,
penyakit jantung, paru-paru, dan stroke. Selain kanker juga menyebabkan
gangguan stress di ruang perkantoran, walaupun rokok menyebabkan bagi
berbagai jenis penyakit tetapi para perokok seakan-akan tidak peduli
terhadap dampak yang ada 2. Dampak dari bahaya asap rokok bagi si perokok
maupun   bagi orang yang berada disekitarnya. Kebiasaan merokok
merupakan   perilaku yang sulit untuk diubah karena efek kecanduan yang
ditimbulkan   dari nikotin, namun disadari untuk dapat mengurangi
dampak negatifnya   terutama terhadap lingkungan, demi kesehatan
masyarakat, harus ada   kebijakan efektif yang diambil, salah satunya
dengan penerapan kawasan tanpa rokok .
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam menanggulangi
bahaya merokok agar masyarakat tidak merokok atau mengurangi rokok,
dengan mencantumkan larangan merokok di berbagai beberapa sekolah dan
tempat-tempat pelayanan kesehatan serta beberapa tempat yang memiliki
pendingin ruangan. Upaya lain juga di lakukan seperti menetapkan larangan
dan instruksi melalui program-program yang di terapkan pemerintah sendiri,
seperti Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri
No. 440/3529/SJ/1990, tentang penerapan bebas rokok di lingkungan
Departemen Dalam Negeri. Menteri Kesehatan sebagai orang yang
bertanggungjawab terhadap masalah kesehatan di Indonesia mengeluarkan
Instruksi Menteri Kesehatan No. 161/ MenKes/Inst/III/1990, tentang
lingkungan kerja bebas asap rokok. Di lanjutkan dengan Instruksi Mentri
Kesehatan No.459/MenKes/Inst/VI/1999, tentang kawasan bebas rokok
pada sarana kesehatan. Kemudian Menteri Kesehatan kembali mengeluarkan
Instruksi Menteri Kesehatan No. 84/MenKes/Inst/II/2002, tentang kawasan

1
Akib, Muhamad. Penegakan Hukum Lingkungan Dalam Perspektif Holisastik-Ekologis.
Bandar Lampung: Universitas Lampung. 2011 : 1.
2
Prasetyo E. Orang Miskin Dilarang Sakit. Yogyakarta: Insist Press, 2004: 10.

2
tanpa rokok di tempat kerja dan sarana kesehatan. Instruksi ini dikeluarkan
sebagai penekanan ulang dari Instruksi Menteri Kesehatan sebelumnya
seperti Instruksi Menteri Kesehatan No. 161/MenKes/Inst/III/1990.
Selain itu upaya yang dilakukan pemerintah juga berupa suatu kegiatan
yaitu berupa :
1. Menerbitkan buletin secara berkala segala sesuatu yang berkaitan
dengan bahaya rokok dan perilaku merokok serta upaya untuk berhenti
merokok.
2. Memberikan penyuluhan secara berkesinambungan ke berbagai
institusi seperti institusi pemerintah, swasta termasuk juga berbagai
institusi pendidikan.
3. Mendukung dan melakukan berbagai penelitian yang berkaitan dengan
bahaya rokok dan perilaku merokok 3.
Jumlah perokok pemula semakin meningkat. Hampir 88,6 persen
perokok mulai menghisap rokok dibawah usia 13 tahun, Ketua Tobacco
Control Support Center, Dr. Santi Martini, dr. M. Kes. mengakui bahwa harga
rokok di Indonesia   memang terlalu murah. Hal itu menyebabkan jumlah
perokok pemula meningkat dari 7,2 persen pada 2013 menjadi 8,8 persen
pada 2016 (Sirkesnas, 2016). Berdasarkan riset Atlas Tobbaco, Indonesia
menduduki ranking tiga negara dengan jumlah perokok tertinggi di dunia.
Jumlah perokok di   Indonesia tahun 2016 mencapai 90 juta jiwa.
Indonesia menempati urutan   tertinggi prevalensi merokok bagi laki-laki
di ASEAN yakni sebesar 67,4 persen. Kenyataan itu diperparah semakin
muda usia perokok di Indonesia. Data Komisi Nasional (Komnas)
Perlindungan Anak menunjukkan, jumlah perokok anak di bawah umur 10
tahun di Indonesia mencapai 239.000   orang. Sebanyak 19,8 persen
pertama kali mencoba rokok sebelum usia 10 tahun dan hampir 88,6 persen
pertama kali mencobanya di bawah usia 13 tahun. Kebanyakan perokok
berasal dari keluarga kurang mampu 4
. Rokok dapat membahayakan
3
Kintoko ,Rochadi. Berbagai Upaya Penanggulangan Perilaku Merokok Di Indonesia.
2005 : 127.
4
Ariyadin. Rokok Anda : Relakah Mati demi Sebatang Rokok?. Yogyakarta: Manyar Media.
2011 : 3.

3
kesehatan baik bagi perokok itu sendiri maupun orang-orang yang berada
disekitarnya hingga saat ini jumlah perokok aktif terus meningkat. Dan saat
ini para pemula perokok aktif di Kota Surabaya masih pelajar pada tahun
2012 sebanyak 12,89% pelajar di Surabaya yang merupakan perokok aktif 5.
Dia menjelaskan 84,8 juta jiwa perokok di Indonesi berpenghasilan kurang
dari Rp 20.000 per hari. Per 3 okok di Indonesia 70 persen di antaranya
berasal   dari kalangan keluarga miskin 4.
Upaya yang diarahkan untuk
menurunkan jumlah perokok, baik aktif maupun pasif, dapat meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat Indonesia secara berarti.
Gambar 2.1. Pravalensi (%) Merokok Penduduk Umur ≥10 Tahun
Menurut Provinsi 2018

Sumber : Riskesdas 201

Udara memiliki fungsi yang sangat penting bagi kehidupan manusia


maupun makhluk hidup lainnya sehingga diperlukan adanya pengendalian
terhadap hal-hal yang dapat memengaruhi kualitas udara. Upaya melindungi
kualitas udara dapat dilakukan dengan pengendalian terhadap hal-halyang
dapat menyebabkan pencemaran udara serta pengendalian terhadap
aktivitas yang dapat memengaruhi kualitas udara. Adapun salah satu
penyebab pencemaran udara berasal dari polutan asap rokok. Pemberlakuan
Kawasan Tanpa Rokok (KTR) merupakan salah satu upaya yang dapat

5
Nugroho, Rizky. Perilaku Merokok Remaja (Perilaku Sebagai Identitas Sosial Remaja
Dalam Pergaulan di Surabaya). Universitas Airlangga : 4.

4
ditempuh untuk melindungi masyarakat dari paparan terhadap asap rokok
dan terhadap produk tembakau pada umumnya. Hal ini didukung dengan
dikeluarkan Peraturan Daerag Kota Surabaya No. 5 Tahun 2008 tentang
kawasan tanpa rokok dan kawasan terbatas merokok (Smoking Area) adalah
untuk memberikan kenyamanan bagi warga surabaya terutama anak – anak
dan remaja (perokok pasif), dan tentunya untuk melindungi kesehatan dari
bahaya akibat merokok, memberikan pembelajaran tentang hidup sehat dan
yang ditimbulkan akibat dari para perokok aktif.
Pemerintah Kota Surabaya, menyebutkan dalam Peraturan Daerah
Nomor 5 Tahun 2008 bahwa yang dimaksud dengan Kawasan Tanpa Rokok
adalah area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan produksi. Penjualan,
iklan, promosi dan/atau penggunaan rokok. Dalam peraturan tersebut juga
dikatakan bahwa tempattempat yang disebutkan sebagai Kawasan Tanpa
Rokok adalah prasarana kesehatan, tempat proses belajar mengajar, arena
kegiatan anak, tempat ibadah, dan angkutan umum. Sedangkan yang
dimaksud dengan Kawasan Terbatas Merokok adalah tempat atau area
dimana kegiatan merokok hanya boleh dilakukan di tempat khusus (smoking
area). Area-area yang termasuk dalam Kawasan Terbatas Merokok adalah
tempat umum dan tempat kerja. Dalam pengertian Kawasan Terbatas
Merokok, Peraturan Daerah menyebutkan bahwa setiap orang yang berada di
Kawasan Terbatas Merokok dilarang merokok kecuali di tempat khusus yang
disediakan untuk merokok (smoking area).
Dengan adanya Surat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI
pertanggal 28 November 2018 dengan Nomor Surat 440/T469/Bangda
Tentang Penerapan Regulasi Kawasan Tanpa Rokok di Daerah Pemerintah
Kota Surabaya harus melakukan berbagai perubahan yaitu :
1. Dalam surat tersebut disebutkan agar pemerintah daerah segera
menetapkan Perda KTR dengan mengacu pada ketentuan perundang-
undangan yang ada, salah satunya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor
109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat
Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

5
2. Pada perda lama, kawasan tanpa rokok tersebut terdapat pada sarana
kesehatan, tempat proses belajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah
dan angkutan umum.Namun seharusnya tempat kerja juga harus
dimasukkan list kawasan tanpa rokok dan mempertegas lokasi kawasan
tanpa rokok yang sudah dijelaskan sebelumnya
3. Memberikan sanksi kepada warga yang merokok sembarangan
utamanya di kawasan tanpa rokok karena pada peraturan daerah
sebelumnya sanksi hanya diberikan kepada Pimpinan atau penanggung
jawab Kawasan Tanpa Rokok dan bagi perokok yang melanggar sanksi
yang diberikan hanya sebatas teguran lisan, imbauan, arahan dan
binaan.
4. Dengan adanya perda kawasan tanpa rokok akan mengancam
kelangsungan industri hasil tembakau di wilayah tersebut. Sehingga
diharapkan Pemerintah Kota Surabaya juga memperhatikan faktor
ekonomis sehingga perda KTR tidak merugikan pihak lain.
Pelaksanaan kawasan tanpa rokok dan kawasan terbatas rokok
sebenarnya sudah diberlakukan di Kota Surabaya yang mana sudah memiliki
kekuatan hukum namun dalam pelaksanaannya perlu dilakukan perubahan
karena masih banyak peraturan yang dianggap belum berjalan dengan
maksimal atau hukuman yang diberikan masih dianggap tidak memberatkan
para pelanggar. Pada Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 5 Tahun 2008
tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Rokok masih dianggap
merugikan beberapa pihak sehingga masih banyak timbul pro dan kontra
dikalangan masyarakat. Sehingga untuk mewujudkan hukum KTR yang
berjalan maksimal dan tidak merugikan beberapa pihak perlu dilakukan
rancangan peraturan daerah baru yang didukung oleh naskah akademik
dalam mewujudkan peraturan daerah mengenai KTR.

1.2. Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut di atas sasaran perda adalah
mengatur perilaku buruk dari merokok yang diakibatkan oleh adiksi nikotin
agar tidak mengganggu aktifitas dan kesehatan warga lainnya di ruang-ruang
publik. Ruang lingkup utama perda yang dibutuhkan adalah pengaturan dan

6
penetapan kawasan tanpa asap rokok, termasuk perdagangan produk-produk
yang mengandung zat adiktif serta pengiklanan dalam berbagai bentuk.
Dalam kaitannya dengan penjelasan di atas, masalah yang perlu diidentifikasi
adalah :
1. Bagaimana penegakan aturan KTR dapat diwujudkan di Kota Surabaya ?
2. Bagaimana problematika KTR berkaitan dengan materi yang akan
diatur di Kota Surabaya ?
3. Bagaimana muatan materi KTR yang dibutuhkan sesuai dengan norma
nasional dan kondisi lokal yang ada di Kota Surabaya ?
4. Bagaimana harmonisasi dan sinkronisasi Perda KTR dengan Perda
lainnya di Kota Surabaya?
1.3. Tujuan dan Kegunaan Naskah Akademik
Berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
pembentukan Peraturan Perundang-undangan dicantumkan bahwa setiap
pembentukan Peraturan Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten Kota harus
disertai dengan adanya keterangan atau penjelasan atau yang biasa disebut
dengan naskah akademik. Naskah akademik adalah naskah hasil penelitian
atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah
tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai
pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-Undang,
Rancangan peraturan Daerah Provinsi,Rancangan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan
hukum masyarakat.
Adapun tujuan dari pembuatan naskah ini berdasarkan Peraturan Daerah
Nomor 5 Tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas
Rokok yaitu :
1. Memberikan landasan akademik dan kerangka pemikiran bagi
Rancangan Perda tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas
Rokok
2. Mengkaji dan meneliti pokok-pokok materi apa saja yang ada dan harus
ada dalam Rancangan Perda tentang Kawasan Tanpa Rokok dan
Kawasan Terbatas Rokok
3. Melihat keterkaitannya dengan peraturan perundang-undangan lainnya
sehingga jelas kedudukan dan ketentuan yang diaturnya;

7
4. Memberikan bahan dan data untuk menjadi bahan pembanding antara
peraturan perundang-undangan yang ada dalam merancang Rancangan
Perda tentang Kawasan Tanpa Rokok Kawasan Terbatas Rokok.
1.4. Metode
a. Jenis Penelitian
Metode pengumpulan data dilakukan secara kualitatif yaitu melalui
studi kepustakaan/literatur, focus group discussion (FGD) dan wawancara.
Studi kepustakaan/literatur adalah penelaahan terhadap peraturan
perundang-undangan, putusan pengadilan/Mahkamah Konstitusi,
perjanjian internasional, buku, kamus, ensiklopedia, atau hasil
penelitian/pengkajian yang ada hubungannya dengan permasalahan dalam
naskah akademik. Focus Group Discussion (FGD) adalah bentuk diskusi
yang didesain untuk memunculkan informasi mengenai keinginan,
kebutuhan, sudut pandang, kepercayaan dan pengalaman yang dikehendaki
peserta terhadap materi naskah akademik. Wawancara adalah proses
memperoleh keterangan melalui tanya jawab dengan tatap muka antara
pewawancara dengan orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa
menggunakan pedoman wawancara.
Studi kepustakaan atau literature dilakukan dengan menelaah
perundang-undangan yang dijadikan sebagai acuan dan pedoman dalam
perizinan tanah baik secara nasional maupun lingkup Kota Surabaya saja.
Dari studi kepustakaan atau literature dapat dilihat bahwa ada beberapa
bagian yang masih belum relevan dengan keadaan saat ini sehingga perlu
dilakukan perubahan untuk dapat memecahkan permasalahan yang ada.
Focus group discussion dilakukan untuk mendapatkan pengayaan materi
muatan.Wawancara dilakukan untuk megetahui kondisi dilapangan
sehingga tidak hanya sekedar dari kajian kepustakaan atau literature
sehingga kebijakan yang akan dibuat akan lebih sesuai dengan kondisi
masyarakat saat ini.
b. Pendekatan Masalah
Pendekatan yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik ini
adalah pendekatan sosiolegal. Dengan ini, maka kaidah-kaidah hukum baik
yang berbentuk peraturan perundang-undangan, maupun kebiasaan dan

8
kemungkinan permasalahan yang timbul dengan adanya kawasan tanpa
rokok, kawasan tanpa rokok tersebut dicari dan digali, untuk kemudian
dirumuskan menjadi rumusan pasal-pasal yang dituangkan ke dalam
rancangan peraturan daerah (Raperda). Pendekatan ini dilandasi oleh
sebuah teori bahwa hukum yang baik hukum yang juga berlandaskan pada
kenyataan yang ada dalam masyarakat, bukan semata-mata merupakan
kehendak penguasa saja. Secara sistematis penyusunan naskah akademik
dilakukan melalui tahapan- tahapan yang runtut dan teratur. Tahapan yang
dilakukan meliputi:
a. inventarisasi bahan hukum;
b. identifikasi bahan hukum;
c. sistematisasi bahan hukum;
d. analisis bahan hukum; dan
e. perancangan dan penulisan
Rangkaian tahapan dimulai dengan inventarisasi dan identifikasi
terhadap sumber bahan hukum yang relevan (primer dan sekunder), yaitu
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan keabsahan
pemerintah daerah dalam membuat kawasan tanpa rokok di Kota
Surabata, serta Langkah berikutnya melakukan sistematisasi keseluruhan
bahan hukum yang ada. Proses sistematisasi ini juga diberlakukan
terhadap asas-asas hukum, teori-teori, konsep-konsep, doktrin serta
bahan rujukan lainnya. Rangkaian tahapan tersebut dimaksudkan untuk
mempermudah pengkajian dengan adanya kawasan tanpa rokok.Melalui
rangkaian tahapan ini diharapkan mampu memberi rekomendasi yang
mendukung perlunya reinterpretasi dan reorientasi pemahaman terhadap
kewenangan pemerintah daerah dalam melakukan penataan
penyelenggaraan kawasan tanpa rokok di Kota Surabaya, instrument yang
dilakukan dalam melakukan penataan dan pengendalian serta prosedur
atau tahapan yang dilakukan agar penyelenggaraan jaringan utilitas dapat
dilakukan secara optimal. Secara garis besar proses penyusunan peraturan
daerah ini meliputi tiga tahap yaitu:
1. Tahap Konseptualisasi
Tahap ini merupakan tahap awal dari kegiatan technical assistance yang

9
dilakukan oleh tim penyusun. Pada tahap ini tim penyusun melakukan
konseptualisasi naskah Akademik dan perumusan Rancangan Peraturan
Daerah tentang adanya kawasan tanpa rokok untuk melakukan identifikasi
masalah dan alternatif solusi yang dapat digunakan dalam menyelesaikan
masalah. Kegiatan konseptualisasi juga dilakukan dengan adanya grup
forum diskusi tim dan pemerintah daerah yang terlibat dalam
inventarisasi dan identifikasi

2. Tahap Sosialisasi dan Konsultasi Publik


Pada tahap ini, tim penyusunan melakukan Sosialisasi dan Konsultasi
publik mengenai Peraturan Daerah Tentang kawasan tanpa rokok di Kota
Surabaya melalui sosialisasi yang dihadiri oleh pejabat pemerintah daerah
dan masyarakat. Target output kegiatan sosialisasi ini adalah
tersosialisasikannya rencana pembentukan rancangan Peraturan Daerah
tentang kawasan tanpa rokok dan memperoleh masukan dari peserta guna
perbaikan dan penyempurnaan rancangan peraturan daerah.
3. Tahap Proses Politik dan Penetapan
Proses politik dan penetapan merupakan tahap akhir dari kegiatan
technical assistance. Proses politik merupakan pembahasan Raperda
tentang Penyelenggaraan kawasan tanpa rokok. Tahap penetapan adalah
tahap ketika Raperda sudah disetujui oleh DPRD Kota Surabaya bersama
dengan Walikota Surabaya untuk disahkan menjadi Peraturan Daerah.
c. Sumber Data
Sumber data yang diperlukan dapat berupa data primer dan data
sekunderData primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari
sumber pertama dan data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil
penelusuran pustaka, yang terdiri atas bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer meliputi UUD
NRI Tahun 1945 dan berbagai peraturan perundang-undangan terkait
lainnya. Bahan hukum sekunder diperoleh melalui pengkajian hasilhasil
penelitian, buku-buku, jurnal ilmiah, dan yurisprudensi, serta bahan
pustaka lainnya yang membahas tentang perkumpulan. Data sekunder

10
tersebut di atas dilengkapi dengan data primer yang diperoleh melalui
diskusi publik dengan menghadirkan narasumber sesuai dengan
kompetensinya dan dihadiri oleh berbagai stake holders.6
Dalam hal ini sumber data primer yang diperoleh melalui focus
discussion group (FGD) dan wawancara hal ini ditempuh untuk
mendapatkan masukan guna memenuhi persyaratan formal dan ideal
penyusunan undang-undang. Data sekunder diperoleh dari bahan hukum
primer dan bahan hukum sekunder dimana bahan hukum primer
meliputi :
1. Undang-Undang Nomor 13 tahun 1954 tentang Pembentukan Kota-
Kota Besar dan Kota-Kota Kecil di Jawa
2. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
4. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2005 tentang bangunan gedung
5. Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan
6. Undang-Undang Nomor 9 tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah
7. Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan
Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi
Kesehatan
8. Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 05 Tahun 2008 tentang
Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Rokok
9. Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 18 tahun 2014 tentang
Penyidik Pegawai Negeri Sipil
10. Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 14 tahun 2016 tentang
Pembentukan Dan Susunan Perangkat Daerah Kota Surabaya
Dan untuk bahan hukum sekunder dalam penyusunan naskah
akademik ini diperoleh melalui dilakukan melalui studi pustaka hasil dari
pengkajian dari penelitian yang pernah dilakukan, buku-buku yang
membahas mengenai rokok dan KTR, dan jurnal ilmiah.
d. Pengolahan Data
Analisis terhadap bahan hukum dan data yang diperoleh selanjutnya
dilakukan berdasarkan metode deskriptif analitik, yaitu penelaahan

6
Pedoman Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Undang Undang

11
terhadap konsep-konsep pemikiran, asas-asas hukum, norma-norma
hukum, dan sistem hukum yang berkaitan dengan penyusunan tematika
yang dibahas dan selanjutnya dipaparan secara deskriptif agar dapat dibaca
secara lebih utuh dan komprehensif.

12
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIS

2.1 Kajian Teoritis


2.1.1 HAK ASASI MANUSIA
Menurut James, Hak Asasi Manusia merupakan hak-hak yang bersifat
universal yang dimiliki oleh manusia semata-mata karena posisinya sebagai
manusia. Pandangan ini menunjukan secara tidak langsung bahwa
karakteristik seperti ras, jenis kelamin, agama, kedudukan sosial dan
kewarganegaraan tidak relefan untuk dipersoalkan apakah seseorang
memiliki atau tidak memeiliki hak asasi manusia.
Louis Henkin menambahkan bahwa, Berdasarkan uraian tentang konsepsi
HAM yang telah tersebut di atas, dapat disebutkan bahwa ciri-ciri HAM
sebagai berikut:
1. HAM tidak perlu diberikan, dibeli atau diwarisi. HAM adalah bagian
dari manusia secara otomatis.
2. HAM berlaku dan dimiliki oleh semua manusia, tanpa memandang
jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik, atau asal-usul
sosial, bangsa. Semua manusia lahir dengan martabat yang sama.
3. HAM tidak bisa dilanggar, dicabut, atau dihilangkan walaupun sebuah
negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggarnya. 7
Empat kelompok HAM dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Hak-hak asasi Negatif (Liberal): melindungi kehidupan pribadi
manusia terhadap campur tangan negara dan kekuatan sosial lainnya
2. Hak-hak asasi Aktif (Demokrasi): keyakinan akan kedaulatan, hak
rakyat memerintah diri sendiri
3. Hak-hak asasi positif : menuntut prestasi negara berupa pelayanan
publik
4. Hak-hak asasi Sosial: perluasan paham kewajiban negara.8

7
Habib Shulton Asnawi; 2012; Hak Asasi Manusia Islam dan Barat: Studi Kritik Hukum Pidana Islam
dan Hukuman Mati; yogyakarta; Supremasi Hukum, Vol. 1, No. 1
8
Samsuri.2003. Hak - Hak Asasi Manusia

13
Prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia dapat di bedakan menjadi:
1. Kesetaraan (Equality)
Konsep kesetaraan menekankan penghargaan terhadap martabat
seluruh insan manusia. Sebagaimana dinyatakan secara khusus dalam
pasal 1 DUHAM, ini adalah dasar HAM: “Semua insane manusia
dilahirkan bebas dan setara dalam martabat dan hak-haknya.”
2. Non-Diskriminasi
Konsep ini mendorong bahwa tidak seorangpun dapat diingkari hak
atas perlindungan HAMnya karena alasan faktor eksternal (ras, warna
kulit, seks, bahasa, agama, politik dan pandangan lain, asal nasional
atau sosial, kepemilikan, kelahiran atau status lain).
3. Universalitas
Nilai-nilai moral dan etika tertentu dimiliki bersama di seluruh
wilayah di dunia, dan Pemerintah serta kelompok masyarakat harus
mengakui serta menjunjungnya.
Universalitas dari hak bukan berarti bahwa hak-hak tersebut
tidak dapat berubah ataupun harus dialami dengan cara yang sam
oleh semua orang.
4. Martabat Manusia
Prinsip-prinsip HAM didasarkan atas pandangan bahwa setiap
individu, patut untuk di- hargai dan dijunjung tinggi, tanpa
memandang usia, budaya, kepercayaan, etnik, ras, jender, orientasi
seksual, bahasa, ketidakmampuan atau kelas sosial.
5. Tak Dapat Direnggut (Inalienability)
Hak yang dimiliki individu tidak dapat dicabut, diserahkan atau
dipindahkan.
6. Indivisibel
Hak-hak asasi manusia harus dilihat sebagai satu tubuh yang tidak
dapat dipisahkan termasuk diantaranya, hak sipil, politik, sosial,
ekonomi, budaya dan kolektif.
7. Interdependensi

14
 Kepedulian hak-hak asasi manusia terwujud pada semua aspek
kehidupan – rumah, sekolah, tempat kerja, pengadilan, pasar –
dimana-mana!
 Pelanggaran hak-hak asasi manusia saling terkait; hilangnya salah
satu hak akan mengganggu hak yang lainnya. Demikian pula,
pemajuan hak-hak asasi manusia di satu wilayah akan mendukung
hak-hak asasi manusia lainnya.9
Konsep HAM bukan saja terhadap hak-hak mendasar manusia, tetapi ada
kewajiban dasar manusia sebagai warga Negara untuk mematuhi peraturan
perundang-undangan, hukum tak tertulis, menghormati HAM orang lain,
moral, etika, patuh pada hukum internasional mengenai HAM yang diterima,
juga wajib membela terhadap Negara. Sedangkan kewajiban pemerintah
untuk menghormati, melindungi, menegakkan dan memajukan HAM yang
telah diatur berdasarkan peraturan perundangan dan hukum internasional
HAM yang diterima10
PELAYANAN PUBLIK
Pengertian pelayanan publik dalam Pasal 1 ayat (1) UU No. 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan publik, yaitu kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam
rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang,
jasa, dan / atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara
pelayanan publik. Sedangkan dalam ayat (5) menyebutkan pelaksana
pelayanan publik yang adalah pejabat, pegawai, petugas, dan setiap orang
yang bekerja di dalam organisasi penyelenggara yang bertugas melaksanakan
tindakan atau serangkaian tindakan pelayanan publik. Pelayanan publik
adalah suatu pelayanan yang diberikan oleh organisasi Pemerintah maupun
Pemerintah Daerah kepada segenap unsur pengguna yang memerlukan
layanan sesuai dengan keperluan masing-masing masyarakat pengguna

9
Wiratman,Herlambang.2017.Prinsip
10
Al Far-Far, 2012,Konsep Hak Asasi Manusia Dan Landasan Teori Hak-Hak Narapidana.

15
layanan, dalam upaya mewujudkan kesejahteraan umum dan peningkatan
laju pembangunan.11
Prinsip pelayanan publik :
1. Kesederhanaan:
2. Kejelasan:
3. Kepastian dan tepat waktu
4. Akurasi:
5. Tidak diskriminatif: tidak membedakan suku, ras, agama, golongan,
gender, dan status ekonomi.
6. Bertanggung jawab: pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau
pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan
dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik
7. Kelengkapan sarana dan prasarana: tersedianya sarana dan prasarana
kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk
penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika.
8. Kemudahan akses: tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang
memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat dan dapat memanfaatkan
teknologi komunikasi dan informasi
9. Kejujuran
10. Kecermatan: hati –hati, teliti, telaten.
11. Kedisiplinan, kesopanan, dan keramahan: aparat penyelenggara
pelayanan harus disiplin, Sopan, ramah, dan memberikan pelayanan
dengan ikhlas, sehingga penerima pelayanan merasa dihargai hak-
haknya.
12. Keamanan dan kenyamanan: proses dan produk pelayanan publik dapat
memberikan rasa aman, nyaman dan kepastian hukum. 12
Standar pelayanan publik, sekurang-kurangnya meliputi :
1. Prosedur Pelayanan
2. Waktu Penyelesaian
3. Biaya Pelayanan

11
Aldri Frinaldi dkk; 2011; Pengaruh Budaya Kerja Etnik Terhadap Budaya Kerja Keberanian Dan
Kearifan PNS dalam Pelayanan Publik Yang Prima (Studi Pada Pemerintah Kabupaten Pasahan Barat);
Proceeding Simposium Nasional Otonomi Daerah 2011 ISBN: 978-602-96848-2-7

12
Surjadi. 2009; Pengembangan Kinerja Pelayanan Publik. Bandung: Reifika Aditama hal
65

16
4. Produk Pelayanan
5. Sarana dan Prasarana
6. Kompetensi petugas pemberi pelayanan13
KEBIJAKAN PUBLIK
Kebijakan dapat didefinisikan sebagai serangkaian rencana program,
aktivitas, aksi, keputusan, sikap, untuk bertindak maupun tidak bertindak
yang dilakukan oleh para pihak (aktor-aktor), sebagai tahapan untuk
penyelesaian masalah yang dihadapi. Penetapan kebijakan merupakan suatu
faktor penting bagi organisasi untuk mencapai tujuannya (Iskandar, 2012).
Thoha (2012) memberikan penafisiran tentang kebijakan publik sebagai hasil
rumusan dari suatu pemerintahan. Dalam pandangan ini, kebijakan publik
lebih dipahami sebagai apa yang dikerjakan oleh pemerintah dibandingkan
daripada proses hasil yang dibuat.
Kebijakan publik, lebih lanjut Wahab (2010) menyatakan bahwa: a.
kebijakan publik lebih merupakan tindakan sadar yang berorientasi pada
pencapaian tujuan daripada sebagai perilaku/ tindakan yangdilakukan secara
acak dan kebetulan; b. kebijakan publik pada hakekatnya terdiri dari
tindakan-tindakan yang saling berkaitan dan memiliki pola tertentu yang
mengarah pada pencapaian tujuan tertentu yang dilakukan oleh pemerintah,
dan bukan merupakan keputusan yang berdiri sendiri; c. kebijakan publik
berkenaan dengan aktivitas/ tindakan yang sengaja dilakukan secara sadar
dan terukur oleh pemerintah dalam bidang tertentu; d. kebijakan publik
dimungkinkan bersifat positif dalam arti merupakan pedoman tindakan
pemerintah yang harus dilakukan dalam menghadapi suatu masalah tertentu,
atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pejabat pemerintah
untuk tidak melakukan sesuatu.14
 Tahap tahap kebijakan publik

13
Surjadi. 2009; Pengembangan Kinerja Pelayanan Publik. Bandung: Reifika Aditama hal
69
14
Abdullah Rahmadhani dkk. 2017. Konsep Umum Pelaksanaan Kebijakan Publik. Bandung. Jurnal
Publik Vol. 11; No. 01.

17
Berikut ini adalah tahap-tahap kebijakan publik yang merupakan
tahap penilaian kebijakan bukan merupakan tahap akhir dari proses
kebijakan sebab masih ada tahap perubahan kebijakan dan terminasi atau
penghentian kebijakanTahap kebijakan publik adalah:
- Tahap Penyusunan Agenda
Masalah yang menjadi isu kebijakan publik terlebih dahulu untuk
dibahas masuk kedalam agenda kebijakan oleh para pembuat kebijakan,
pada tahap ini beberapa masalah masuk ke agenda kebijakan para
perumus kebijakan. Pada tahap ini suatu masalah ditetapkan menjadi
fokus pembahasan atau ada masalah lain karena alasan tertentu untuk di
pilih sesuai dengan kesepakatan berdasarkan pertimbangan antar
perumus kebijakan
- Tahap Formulasi Kebijakan
Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas
oleh para pembuat kebijakan. Masalah yang didefinisikan untuk kemudian
dicari pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah berasal dari
berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada, sama halnya dengan
perjuangan suatu masalah untuk masuk ke dalam agenda kebijakan,
dalam tahap perumusan kebijakan berbagai alternatif bersaing untuk
dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah,
tahap ini aktor akan bersaing untuk mengusulkan pemecahan masalah
terbaik.
- Tahap Adopsi Kebijakan
Sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para
perumusan kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan di
adopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara
direktur lembaga atau keputusan pengadilan.
- Tahap Implementasi Kebijakan
Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan elit program
tersebut tidak diimplementasikan. Oleh sebab itu, keputusan program
kebijakan yang telah di ambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus
diimplementasikan, yaitu dilaksanakan oleh badan administratif maupun

18
aktor pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan yang telah di ambil
dilaksanakan oleh unit administrasi yang memobilisasikan sumberdaya
finansial dan manusia. Pada tahap implementasi berbagai kepentingan
akan bersaing, beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan
para pelaksana namun beberapa yang lain akan ditentang oleh para
pelaksana.
- Tahap Evaluasi Kebijakan
Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau
dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu
memecahkan masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk
merah dampak yang diinginkan, dalam hal ini memecahkan masalah yang
dihadapi masyarakat. Oleh sebab itu, ditentukanlah ukuran kriteria
menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih
dampak yang diinginkan hasil evaluasi memiliki manfaat bagi penentuan
kebijakan akan datang lebih baik. 15
 Bentuk kebijakan publik
Kita sudah mengetahui bersama bahwa kebijakan publik dibuat oleh
lembaga publik atau seseorang yang memiliki otoritas dalam hal ini secara
umum adalah pemerintah. Kebijakan publik tersebut adalah keputusan
yang dibuat setelah adanya isu atau permasalahan pada masayarakat
dengan isu-isu atau problem tertentu. Menurut Riant Nugroho dalam
public policy secara generik terdapat empat bentuk kebijakan publik yakni
- Kebijakan formal
- Kebiasaan umum lembaga lembaga publik yang sudah diterima
bersama (konvensi)
- Pernyataan pejabat publik dalam forum publik
- Perilaku pejabat publik
Kebijakan formal ialah keputusan-keputusan yang dikodifikasikan
atau disusun secara tertulis dan disahkan atau diformalkan agar dapat
berlaku. Seperti yang pernah dijelaskan sebelumnya tidak semua
15
Budi Winarno, 2008. Kebijakan Publik: Teori Dan Proses. Medpress: Yogyakarta

19
kebijakan publik yang sudah diformalkan identik dengan hukum,
meskipun suatu kebijakan masih bersifat hierrarkis. Kebijakan formal
seperti gambar yang diatas dikelompokkan menjadi tiga bagian yakni:
- Perundang-undangan
- Hukum
- Regulasi16
Otonomi Daerah
Pengertian otonomi berarti pemberian hak dan wewenang. Jika suatu
daerah diberikan otonomi, itu berarti daerah tersebut memiliki hak untuk
mengatur sendiri daerah.Menurut UU No 23 Tahun 2014, arti dari otonomi
daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom guna mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya serta kepentingan
masyarakat sesuai dengan undang undang yang berlaku17
Terdapat tiga butir prinsip yang diterapkan untuk menjalankan Otonomi
Daerah. Selengkapnya adalah sebagai berikut ini:
a. Otonomi seluas luasnya
Prinsip ini dimaksudkan agar daerah diberikan wewenang untuk
melakukan pengurusan serta pengaturan terhadap urusan pemerintahan
yang mencakup semua bidang. Akan tetapi masih ada batasan tertentu
yang bukan merupakan ranahnya karena sudah melampaui dari urusan
yang bukan sekedar urusan daerah, misalnya politik luar negeri dan
urusan keamanan nasional. Pusat wajib andil untuk hal ini.
b. Otonomi nyata
Adalah prinsip otonomi yang dimana setiap daerah diberi
kewenangan untuk penanganan urusan pemerintahan yang didasari oleh
wewenang, tugas, dan juga kewajiban yang telah ada. Hal ini berpotensi
agar daerah tersebut dapat tumbuh, terus hidup, dan dengan potensi serta
ciri khasnya ia dapat berkembang.
c. Otonomi bertanggung jawab

16
Rian nugroho, 2014. Pub;ic policy. Elex Media Komputindo: Jakarta
17
Undang Undang No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah

20
Dalam penyelenggaraannya, prinsip tanggung jawab wajib untuk
diberdayakan. Semuanya sesuai dengan tujuan dan maksud dari
pemberian otonom pada daerah yang bersangkutan guna mensejahterkan
rakyatnya.
Agar Otonomi Daerah dapat berjalan sesuai dengan Undang –
Undang dan peraturan yang berlaku, perlu adanya asas yang diterapkan,
diantaranya adalah sebagai berikut ini:
d. Tugas Pembantuan
Asas ini berdasarkan pada penugasan suatu urusan dari pusat ke
daerah yang lebih rendah tingkatannya. Misalnya dari pemerintah pusat ke
kabupaten atau kota untuk melakukan kewenangan pusat yang juga sudah
menjadi kewenangan daerah. Di dalam Undang – Undang Nomor 23 Tahun
2014, (desa membantu dalam urusan pemerintahan yang ditugaskan
daerah)18. Ada dua hal yang terkandung dalam tugas pembantuan ini,yaitu
adanya penyiratan antara hubungan atasan dan bawahan. Dimana atasan
adalah pemerintaha pusat, dan pemerintahan daerah berlaku sebagai
bawahan yang membantu pusat untuk melaksanakan tugasnya dalam
menyelenggarakan negara.
e. Dekonsentrasi
Maksud dari asas ini ialah pemberian wewenang dari
pemerintahan pusat kepada alat–alat mereka yang berada di daerah untuk
melakukan penyelenggaraan urusan tertentu yang telah ditetapkan.
Dengan kata lain, wewenang didelegasikan. Tanpa kehilangan
wewenangnya, pemerintah daerah akan melaksanakan tugas atas nama
pemerintah pusat. Penyebaran wewenang diberikan pada petugas –
petugas yang telah ditunjuk di setiap wilayah untuk selanjutnya diberikan
tugas administratif atau tata usaha untuk keberlangsungan
penyelenggaraan negara.
f. Desentralisasi
Merupakan wewenang yang diberikan oleh pemerintahan pusat
untuk pemerintahan daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri.
18
Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan di Daerah

21
desentralisasi ini telah diatur dalam Undang – Undang Nomor 32 Tahun
2004.19
2.2. Kajian Terhadap Asas dan Prinsip
2.2.1. Asas-Asas Kesehatan
Dalam Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri Nomor 188/ Menkes/
Pb/ I/ 2011 sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 dibuat dengan tujuan
untuk memberikan acuan bagi pemerintah daerah dalam menetapkan KTR,
memberikan perlindungan yang efektif dari bahaya asap rokok, memberikan
ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat bagi masyarakat, dan
melindungi kesehatan secara umum dari dampak buruk merokok baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Dalam keadaan tertentu, pengolahan gedung termasuk dalam ruang
lingkup KTR dapat menyediakan tempat khusus untuk merokok sebagaimana
diatur dalam pasal 5 asalkan memenuhi syarat, antara lain; Merupakan ruang
terbuka atau ruang yang berhubungan langsung dengan udara luar sehingga
udara dapat bersirkulasi dengan baik; Terpisah dari gedung/ tempat/ ruang
utama dan ruang lain yang digunakan untuk beraktifitas; Jauh dari pintu
masuk dan keluar; jauh dari tempat orang berlalu-lalang.
Berdasarkan undang undang no 36 tahun 2009 yang berisikan tentang
Pembangunan kesehatan harus memperhatikan berbagai asas yang
memberikan arah pembangunan kesehatan dan dilaksanakan melalui upaya
kesehatan sebagai berikut:
(1) Asas Perikemanusiaan yang berarti bahwa pembangunan kesehatan
harus dilandasi atas perikemanusiaan yang berdasarkan pada Ketuhanan
Yang Maha Esa dengan tidak membedakan golongan agama dan bangsa.
Jadi bisa dikatakan bahwa KTR harus juga berperikemanusiaan, harus
melihat keadaan sekitar apakah pembangunan kawasan tanpa rokok ini
sudah memenuhi syarat kemanusiaan atau tidak.
(2) Asas Keseimbangan berarti bahwa pembangunan kesehatan harus
dilaksanakan antara kepentingan individu dan masyarakat, antara fisik
dan mental, serta antara material dan sipiritual. Pembangunan KTR juga
19
Undang Undang No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

22
bisa dilihat dari sisi individu masing masing dan juga masyarakat ,
apakah pembanunak KTR ini berdampak seimbang terhadap kehidupan
individu dan masyarakat
(3) Asas Manfaat berarti bahwa pembangunan kesehatan harus memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanausiaan dan perikehidupan
yang sehat bagi setiap warga negara. Pembangunan kawasan KTR harus
bisa membawa manfaat yang besar untuk kehidupan warga masyarakat,
tidak menguntungkan beberapa pihak saja
(4) Asas Pelindungan berarti bahwa pembangunan kesehatan harus dapat
memberikan pelindungan dan kepastian hukum kepada pemberi dan
penerima pelayanan kesehatan. Pembangunan KTR harus berdampak
baik terhadap para penggunanya , para pengguna kawasan KTR harus
mendapatkan perlindungan hukum
(5) Asas Penghormatan terhadap hak dan kewajiban berarti bahwa
pembangunan kesehatan dengan menghormati hak dan kewajiban
masyarakat sebagai bentuk kesamaan kedudukan hukum. Bagi para
pengguna Kawasan KTR ataupun bukan Pengguna kawasan KTR harus
dapat saling menghormati satu sama lain sehingga dapat membuat
kesetaraan dan tidak ada perpecahan antar golongan
(6) Asas Keadilan berarti bahwa penyelenggaraan kesehatan harus dapat
memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada semua Bagi
pengguna kawasan KTR ataupun Bukan pengguna kawasan KTR diharap
dapat merasakan manfaat yang sama , sehingga tidak menimbulkan
kesenjangan antar golongan lapisan masyarakat dengan pembiayaan
yang terjangkau.
(7) Asas Gender dan Non-Diskriminatif berarti bahwa pembangunan
kesehatan tidak membedakan perlakuan terhadap perempuan dan laki-
laki. Dalam pembangunan kawasan KTR tidak ada pembedaan gender
semua dapat menggunakansehingga tidak timbul diskriminatif diantara
satu dengan yang lain.20

20
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 02 Tentang Kesehatan

23
2.3. Kajian terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi yang Ada serta
Permasalahan di Masyarakat
UUD 1945 menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat. Dalam kaitannya dengan penetapan KTR,
penetapan tersebut dapat dianggap sebagai upaya negara dalam menjalankan
amanat konstitusi seperti di atas, sekaligus bentuk palaksanaan amanat FCTC
pasal 8 yang dalam hal ini belum diratifikasi oleh Indonesia, mengingat
dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh paparan terhadap asap rokok,
baik bagi perokok maupun perokok pasif.
Secara spesifik, upaya perlindungan kesehatan akibat dampak rokok
diatur dalam UU 36/2009 pasal 115 yang mewajibkan pemerintah daerah
untuk menetapkan tujuh kawasan sebagai kawasan tanpa rokok di masing-
masing wilayahnya. Adapun ketujuh kawasan yang dimaksud adalah: 1)
fasilitas pelayanan kesehatan, 2) tempat belajar mengajar, 3) tempat anak
bermain, 4) tempat ibadah, 5) angkutan umum, 6) tempat kerja, dan 7)
tempat-tempat lain yang ditetapkan oleh daerah. Kewajiban ini harus
dituangkan dalam bentuk peraturan daerah, sebagaimana diatur oleh PP
109/2012.
Pemerintah Daerah Kota Surabaya pada praktiknya telah menetapkan
kawasan-kawasan tanpa asap rokok melalui Peraturan Daerah Kota Surabaya
Nomor 5 Tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas
Rokok. Dalam penerapanya sendiri Pemerintah Kota Surabaya telah
menetapkan tim pemantau kawasan tanpa rokokdi kota Surabaya yang
berdasarkan Keputusan Walikota Surabaya Nomor : 188.45/ /436.1.2/2009.
Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok dibebankan kepada :
NO. KETERANGAN JABATAN KEDUDUKAN
DALAM TIM
1. 2. 3.
1. Walikota Surabaya Pelindung
2. Sekretaris Daerah Kota Surabaya Pengarah I
3. Asisten Pemerintahan Sekretariat Daerah Kota Pengarah II

24
Surabaya
4. Asisten Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Kota Pengarah III
Surabaya
5. Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya Ketua
6. Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Surabaya Seketaris
7. Unsur Badan Lingkungan Hidup Kota Surabaya Anggota
8. Unsur Badan Kepegawaian dan Diklat Kota Surabaya Anggota
9. Unsur Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Anggota
Perlindungan Masyarakat Kota Surabaya
10. Unsur Inspektorat Kota Surabaya Anggota
11. Unsur Dinas Pendidikan Kota Surabaya Anggota
12. Unsur Dinas Perhubungan Kota Surabaya Anggota
13. Unsur Dinas Tenaga Kerja Kota Surabaya Anggota
14. Unsur Dinas Sosial Kota Surabaya Anggota
15. Unsur Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Anggota
Surabaya
16. Unsur Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Anggota
Surabaya
17. Unsur Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Anggota
Surabaya
18. Unsur Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Anggota
Surabaya
19. Unsur Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Anggota
Surabaya
20. Unsur Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Anggota
Surabaya
21. Unsur Dinas Pemuda dan Olahraga Kota Surabaya Anggota
22. Unsur Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya Anggota
23. Unsur Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Anggota
Surabaya
24. Unsur Bagian Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Anggota
Daerah Kota Surabaya
25. Unsur Bagian Pemerintahan dan Otonomi Daerah Anggota
Sekretariat Daerah Kota Surabaya

25
26. Unsur Bagian Hubungan Masyarakat Sekretariat Anggota
Daerah Kota Surabaya
27. Ketua Lembaga Perlindungan Anak Provinsi Jawa Anggota
Timur
28. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Anggota
Airlangga
29. Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yayasan Rumah Anggota
Sakit Islam Surabaya
30. Ketua Organisasi Angkutan Daerah (ORGANDA) Jawa Anggota
Timur
31. Ketua Gerakan Anti Narkoba Surabaya Anggota
32. Ketua Center For Religious and Cross Cultural Studies Anggota
(CRCS)
Sumber : Lampiran Keputusan Walikota Surabaya 188.45/ /436.1.2/2009
Organisasi perangkat kerja daerah yang memiliki tugas dalam
pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok memiliki tugas dan fungsi 21 :
a. Menyusun rencana kerja pelaksanaan pengawasan terhadap Kawasan
Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok
b. Membantu Kepala Dinas Kesehatan dalam menginventarisasi sarana
kesehatan, tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak,
tempat ibadah, tempat umum dan tempat kerja yang belum ditetapkan
sebagai Kawasan Tanpa Rokok atau Kawasan Terbatas Merokok
c. Melaksanakan pengawasan terhadap Kawasan Tanpa Rokok dan
Kawasan Terbatas Merokok
d. Membantu pejabat yang berwenang dalam memproses setiap
pelanggaran yang terjadi pada saat melakukan pemantauan
e. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas Tim kepada Walikota Surabaya.
Semua biaya yang dikeluarkan guna pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok di
Kota Surabaya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kota Surabaya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tujuan dari Perda Kota Surabaya no 5 tahun 2008 tentang kawasan tanpa
rokok dan kawasan terbatas merokok adalah untuk melindungi kesehatan
dari bahaya akibat merokok, membudayakan hidup sehat, menekan perokok
pemula dan yang terpenting untuk melindungi perokok pasif dari resiko yang
Keputusan Walikota Surabaya Nomor 188.45/ 330/436.1.2/2009 Tentang Tim
21

Pemantau Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Rokok

26
bisa ditanggungnya akibat perbuatan orang lain ( perokok aktif ). Perda ini
juga mengatur tentang lokasi atau tempat – tempat yang dilarang melakukan
aktivitas merokok, mempromosikan dan menjual produk rokok. 22
Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 5 Tahun 2008 tentang Kawasan
Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Rokok dimana didalamnya mengatur
mengenai kawasan yang memang diperbolehkan atau dilarang bagi perokok
untuk merokok. Namun dalam pelaksanaannya masih belum efektif sehingga
masih banyak masyarakat yang merokok sembarangan utamanya ditempat
yang sebenarnya dimasukkan kedalam kawasan tanpa rokok ataupun
kawasan bebas rokok. Peranan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) juga
dirasakan masih kurang. Untuk itu, perlunya kejelasan dalam pengaturan
penegakkan KTR dalam perda baru yang direncanakan, terutama perihal
penguatan peranan Satpol PP dan juga Penyidik Pegawa Negeri Sipil. Tidak
kalah pentingnya adalah memberikan perlindungan bagi masyarakat umum
(dalam upaya menegakkan KTR) sehingga partisipasi masyarakat dapat
ditingkatkan, sekaligus memperkuat sanksi yang mana pada perda terdahulu
sanksi bagi para perokok yang melanggar tidaklah memberatkan sehingga
diperlukannya sanksi administratif yang berupa uang denda bagi para
pelanggar.
Dukungan dari masyarakat Kota Surabaya dengan adanya Peraturan
Daerah yang dikeluarkan oleh Kota Surabaya hal tersebut dapat dilihat dari
banyakanya organisasi masyarakat yang mendukung adanya program
kawasan tanpa rokok dan kawasan terbatas rokok seperti Lembaga
Perlindungan Anak dan Yayasan Layanan Perlindungan Konsumen.
Dalam meningkatkan fungsi dari peraturan kawasan tanpa rokok,
pemerintah mulai melakukan beberapa cara tambahan untuk mengurangi
jumlah perokok di KTR. Pemerintah Kora Surabaya mulai melakukan
sosialisasi peraturan larangan merokok kepada masyarakat khususnya
kepada para pengendara yang sering ditemui mengendarai sambil merokok,
Syahrul Mubin. Skripsi: “Implementasi Perda Kota Surabaya No 5 Tahun 2008 Tentang
22

Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Rokok ( Studi tentang KawasanTanpa Rokok di
Kampus UPN “ veteran “ Jawa Timur )”. (Surabaya: UPN,2010). Hal 3.

27
Bahkan Dishub sudah melakukan operasi gabungan dengan Polrestabes
Surabaya untuk mengingatkan pengendara akan larangan merokok di jalan
raya yang termaksud dari KTR. Sosialisasi ini artinya para pengendara yang
mengendarai kendaraan dengan merokok, akan mendapatkan teguran
dengan diberhentikan dan diberikan informasi. Sosialisasi ini dilakukan
berdasarkan pada UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang LLAJ dan Peraturan
Menteri Perhubungan nomor PM 12 Tahun 2019 dalam peraturan tersebut
dijelaskan tiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib
mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi 23.
Ruang lingkup dan perekonomian merupakan hal yang didebatkan dalam
pembuatan peraturan daerah kawasan tanpa rokok dan kawasan terbatas
rokok. Dalam hal ini, yang menjadi perhatian adalah perlu atau tidaknya
disediakan tempat khusus merokok di dalam Kawasan Tanpa Rokok dan
Kawasan Terbatas Rokok akan terjadi kesulitan penegakkan aturan jika
implementasi KTR dilakukan secara menyeluruh dan dalam waktu yang
singkat. Untuk menghindari penolakan, pengaturan KTR diharapkan dapat
memperhitungkan budaya masyarakat setempat yang kebanyakan adalah
perokok, dan untuk itu diharapkan dapat didahului dengan waktu sosialisasi
yang mencukupi untuk meningkatkan literasi masyarakat dan pemahaman
masyarakat akan bahaya rokok. Sebagai jalan tengah, tempat khusus merokok
dapat disediakan di dalam KTR, berupa tempat di ruang terbuka dan tidak
menunjukkan perlakuan istimewa bagi perokok (misal: tidak berupa gazebo),
yang keberadaannya akan dihilangkan secara bertahap.
Selain itu, dengan adanya pembaruan mengenai peraturan daerah yang
mengatur kawasan tanpa rokok dan kawasan terbatas rokok dianggap akan
mengancam aktivitas industri tembakau. Dimana jika terdapat kawasan tanpa
rokok dan kawasan terbatas rokok yang tidak diimbangi dengan adanya
tempat khusus bagi perokok akan menurukan pendapatan di industri
tembakau karena masyarakat yang mulai mengurangi konsumsi terhadap

23
Maulidiya, Pipit.Semua-Perokok-Di-Surabaya-Wajib-Tahu-Jika-Tak-Mau-Dikurung-3-
Bulan-Atau-Bayar-Denda-Rp-750000. Suryamalang.tribunnews.com.2019

28
rokok. Sehingga upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya adalah
dengan menyeimbangkan antara program yang dijalankan dengan kondisi
masyarakat yang dilibatkan.

29
BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

3.1 Kajian Terhadap Peraturan Perundang-Undangan Terkait dengan


Kondisi Hukum yang Ada
Peraturan yang digunakan sebagai rujukan dalam menuyusun
Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Tentang Kawasan
Tanpa Rokok adalah peraturan yang digunakan sebagai landasan
yurudis formal dan juga digunakan sebagai ketentuan dalam
pembuatan Perda Tentang Kawasan Tanpa Rokok di Surabaya.
No Nomor Surat Perihal
1. UUD NKRI 1945
2. Undang Undang No 36 Tahun Tentang Kesehatan
2009
3. Undang-Undang Republik Tentang Pelayanan Publik
Indonesia Nomor 25 Tahun 2009

4. Undang-Undang Republik Tentang Pemerintahan


Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Daerah
5. Peraturan Daerah Kota Surabaya Tentang Kawasan Tanpa
Nomor 5 Tahun 2008 Rokok Dan Kawasan Terbatas
Merokok

3.2. Keterkaitan Peraturan Daerah Yang Baru Dengan Perundang


Undangan Lain

Peraturan yang digunakan sebagai rujukan dalam menuyusun Naskah


Akademik Rancangan Peraturan Daerah Tentang Kawasan Tanpa Rokok
yaitu:

1. UUD NKRI 1945 ( Undang Undang Negara Republik Indonesia 1945 )


“...Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

30
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial...” .
Pembukaan tersebut menjelaskan tentang cita cita bangsa Indonesia
yang salah satunya adalah memajukan kesejahteraan umum. Kesehatan
merupakan Hak Asasi Manusia yang termasuk dalam unsur kesejahteraan
umum. Oleh karena itu Ketentuan ini merupakan landasan yuridis formal,
yang memberikan kewenangan bagi pemerintahan daerah untuk
memajukan kesejahteraan umum dengan demikian Pembukaan UUD NRI
1945 menjadi landasan yuridis konstitusional yang utama dalam
pembentukan Rancangan Perda tentang Kawasan Tanpa Rokok di
Surabaya.24
2. Undang Undang No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
- Pasal 2
Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan
perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, pelindungan,
penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan
nondiskriminatif dan norma-norma agama.
- Pasal 3
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya,
sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang
produktif secara sosial dan ekonomis. Kesehatan adalah hal yang
penting bagi masyarakat yang menjadi urusan bersama yang bersifat
wajib antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
- Pasal 15
Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan lingkungan, tatanan,
fasilitas kesehatan baik fisik maupun sosial bagi masyarakat untuk
mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
- Pasal 115
Kawasan tanpa rokok antara lain: a. fasilitas pelayanan kesehatan; b.
tempat proses belajar mengajar; c. tempat anak bermain; d. tempat

24
Undang Undang Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945

31
ibadah; e. angkutan umum; f. tempat kerja; dan g. tempat umum dan
tempat lain yang ditetapkan.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 Tentang
Pelayanan Publik
- Pasal 5 ayat 2
Ruang lingkup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal,
komunikasi dan informasi lingkungan hidup, kesehatan, jaminan
social energi, perbankan, perhubungan, sumber daya alam,,
pariwisata, dan sektor strategis lainnya.
- Pasal 25 ayat 1
Penyelenggara dan pelaksana berkewajiban mengelola sarana,
prasarana, dan/ atau fasilitas pelayanan publik secara efektif, efisien,
transparan akuntabel, dan berkesinambungan serta bertanggung
jawab terhadap pemeliharaan dan/ atau penggantian sarana,
prasarana dan/atau fasilntas pelayanan publik.
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah
- Pasal 12 ayat 1
Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan
Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi:
a. pendidikan;
b. kesehatan;
c. pekerjaan umum dan penataan ruang;
d. perumahan rakyat dan kawasan permukiman;
e. ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan
masyarakat; dan
f. sosial.
- Pasal 31 ayat 2
Dalam pelaksanaan Desentralisasi dilakukan penataan Daerah.
Penataan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan
untuk:
a. mewujudkan efektivitas penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah;
b. mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat;
c. mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik;
d. meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan;
e. meningkatkan daya saing nasional dan daya saing Daerah;
dan

32
f. memelihara keunikan adat istiadat, tradisi, dan budaya
Daerah.
- Pasal 357
a. Fasilitas pelayanan perkotaan di kawasan perkotaan yang
terbentuk secara alami sebagaimana dimaksud dalam Pasal
356 ayat (1) dan yang dibentuk secara terencana oleh
Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 356 ayat (2) disediakan oleh Pemerintah
Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.
b. Fasilitas pelayanan perkotaan di kawasan perkotaan yang
dibentuk secara terencana oleh badan hukum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 356 ayat (2) disediakan oleh badan
hukum yang bersangkutan.
c. Dalam hal badan hukum menyerahkan fasilitas pelayanan
perkotaan yang sudah dibangun sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) kepada Pemerintah Daerah, penyerahannya dilakukan
dengan tidak merugikan kepentingan umum dan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
d. Penyediaan fasilitas pelayanan perkotaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan
pedoman dan standar pelayanan perkotaan.
e. Ketentuan mengenai pedoman dan standar pelayanan
perkotaan diatur dalam peraturan pemerintah.

5. Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 5 Tahun 2008 Tentang


Kawasan Tanpa Rokok Dan Kawasan Terbatas Merokok
- Pasal 2
a. Kepala Daerah berwenang menetapkan tempat-tempat tertentu di
daerah sebagai Kawasan Tanpa Rokok.
b. Tempat-tempat tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi : a. sarana kesehatan; b. tempat proses belajar mengajar;
c. arena kegiatan anak; d. tempat ibadah; dan e. angkutan umum
c. Pasal 2 ayat 3 Kawasan Tanpa Rokok sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah. Ketentuan
Pasal 2 ayat 1, 2 dan 3 bermakna sebagai landasan yuridis formal

33
dan material bagi Surabaya untuk membentuk Perda mengenai
pembinaan dan penataan Kawasan Tanpa Rokok di Surabaya. 25
3.3. Harmonisasi Secara Vertikal dan Horizontal
Harmonisasi hukum merupakan proses yang hendak mengatasi
batasan-batasan perbedaan, hal-hal yang bertentangan dan kejanggalan
dalam hukum. Hal itu dilakukan untuk merealisasi keselarasan,
kesesuaian, keserasian, kecocokan, keseimbangan di antara norma-norma
hukum di dalam peraturan perundang-undangan sebagai sistem hukum
dalam satu kesatuan kerangka sistem hukum nasional. Harmonisasi sistem
hukum nasional meliputi: komponen materi hukum (legal substance);
struktur hukum beserta kelembagaannya (legal structure); dan komponen
budaya hukum (legal culture).26
Berkaitan dengan itu, maka dilakukan penelitian taraf sinkronisasi
vertikal dan horizontal untuk mengungkapkan suatu perundangundangan
serasi atau harmonis secara vertikal maupun horizontal. Pengungkapan
taraf sinkronisasi vertical dilakukan dengan mengkaji peraturan
perundang-undangan terkait dalam perspektif hierarkis. Sedangkan
pengungkapan taraf sinkronisasi horizontal dilakukan dengan mengkaji
peraturan perundang-undangan yang sederajat pada posisi yang sejajar. 27
Harmonisasi peraturan perundang-undangan ditunjukkan dengan
menyesuaikan Rancangan Peraturan Daerah yang akan disusun atau
mencabut Perda yang sudah ada mengenai hal yang sama.
Dalam penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah
Kota Surabaya tentang Kawasan Tanpa Rokok pengungkapan harominasi
vertikal telah dilakukan melalui pengkajian peraturan perundang-
undangan, yang mana telah disajikan pada sub bab sebelumnya mengenai
Kajian Terhadap Peraturan Perundang-Undangan Terkait dengan Kondisi
25
Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Kawasan Tanpa
Rokok Dan Kawasan Terbatas Merokok

26
Kusnu Goesniadhie S.; 2006, Harmonisasi Hukum Dalam Perspektif
Perundangundangan’ (Lex Specialis Suatu Masalah), Surabaya: Penerbit JPBooks, PPP. 1, 2.
27
Soerjono Sokanto, Sri Mamudji; 2012, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, hlm. 74-80; H. Zainuddin Ali; 2011, Metode
Penelitian Hukum, Cetakan Ketiga, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 27-30.

34
Hukum yang Ada. Hasil kajian menunjukkan bahwa seluruh peraturan
perundang-undangan yang dikaji memiliki relevansi dan sebagai landasan
pembentukan Rancangan Peraturan Daerah yang akan dibentuk. Dengan
demikian, materi muatan maupun teknik penyusunan menyesuaikan
dengan peraturan perundang-undangan yang ada tersebut sehingga
terjadilah harmonisasi vertikal Rancangan Peraturan Daerah Kota
Surabaya tentang Kawasan Tanpa Rokok.
Harmonisasi secara horizontal dilakukan melalui penelitian
sinkronisasi horizontas terhadap Peraturan Daerah Kota Surabaya yang
ada dan berkaitan dengan Rancangan Peraturan Daerah yang akan
dibentuk. Peraturan-peraturan daerah yang berhasil diidentifikasi dan
dievaluasi ternyata Pemerintahan Daerah Kota Surabaya telah memiliki
produk hukum daerah mengenai Kawasan Tanpa Rokok namun dalam
penerapannya kurang maksimal sehingga perlu dilakukan perubahan.
Harmonisasi secara horizontal dilakukan melalui penelitian
sinkronisasi horizontas terhadap Peraturan Daerah Kota Surabaya yang
ada dan berkaitan dengan Rancangan Peraturan Daerah yang akan
dibentuk Peraturan-peraturan daerah yang berhasil diidentifikasi dan
dievaluasi ternyata Pemerintahan Daerah Kota Surabaya telah memiliki
produk hukum daerah mengenai Kawasan Tanpa Rokok namun dalam
penerapannya kurang maksimal sehingga perlu dilakukan perubahan.
Peraturan daerah yang berhasil diidentifikasi adalah Peraturan Daerah
Kota Surabaya NO. 2 Tahun 2017 Tentang Upaya Kesehatan memuat visi
dan misi serta program pembangunan dan upaya kesehatan kota surabaya,
setiap pembentukan perda pada hakikatnya merupakan implementasi dari
pelaksanaan visi dan misi walikota surabaya dalam upaya pemertaan
kesehatan karena itu peraturan daerah kota surabaya nomor 2 tahun 2010
merupakan landasan pembentukan rancangan peraturan daerah kota
surabaya tentang pembangunan kawasan sehat kawasan tanpa rokok
(KTR).

3.4. Status Dari Peraturan UU Yang Ada

35
Pada dasarnya, suatu peraturan perundang-undangan atau ketentuan
dalam peraturan perundang-undangan hanya dapat dicabut oleh
peraturan perundang-undangan yang setara, misal: Undang-Undang No.
12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
mencabut Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan, dimana di dalam UU No. 10 tahun 2004
terdapat pernyataan “dicabut dan dinyatakan tidak berlaku” terhadap
peraturan terdahulu. Di sisi lain, jika kata dicabut dimaknai sebagai
keadaan ketika suatu peraturan perundang-undangan tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat, maka sebuah “pencabutan” bisa dilakukan
pelaku kekuasaan kehakiman atau pengadilan yang memiliki yurisdiksi
untuk melakukan pengujian terhadap peraturan perundang-undangan
tersebut.

Dalam pelaksanaanya terdapat dua cara untuk menyatakan suatu


peraturan perundang-undangan, tidak berlaku. Apabila dalam keadaan
yang pertama, yang berhak mencabut UU adalah yang memiliki
kewenangan untuk membentuk UU, yaitu DPR bersama Presiden. Apabila
suatu UU sudah mencabut UU sebelumnya, maka secara langsung UU yang
dicabut tidak berlaku lagi begitu UU yang baru mulai berlaku. Dalam
keadaan kedua pun ketentuan-ketentuan dalam UU yang sudah dinyatakan
tidak berlaku akan otomatis tidak berlaku lagi karena sudah dinyatakan
inkonstitusional (bertentangan dengan UUD 1945) oleh Mahkamah
Konstitusi. Putusan Mahkamah Konstitusi ini bersifat final, sehingga tidak
ada upaya hukum lagi terhadap putusan Mahkamah Konstitusi tersebut.28

Peraturan yang digunakan sebagai rujukan dalam menuyusun Naskah Akademik


Rancangan Peraturan Daerah Tentang Kawasan Tanpa Rokok yaitu:

PERATURAN STATUS ISI

28
Aturan Pencabutan Dan Tidak Berlakunya Undang-Undang
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt4f8e7835a3286/ilmu-hukum pada
18 Mei 2019, Pukul 05.00

36
PERATURAN
UUD NKRI 1945 Masih Berlaku Pasal II berbunyi :
- Dengan
( Undang Undang (Mengalami
ditetapkannya
Negara Republik Perevisian)
perubahan Undang-
Indonesia 1945 )
Undang Dasar ini,
Undang-Undang
Dasar Negara
Republik Indonesia
tahun 1945 terdiri
atas Pembukaan dan
pasal-pasal****)
- Perubahan tersebut
diputuskan dalam
Rapat Paripurna
Majelis
Permusyawaratan
Rakyat Republik
Indonesia ke-6
(lanjutan) tanggal
10 Agustus 2002
Sidang Tahunan
Majelis
Permusyawaratan
Rakyat Republik
Indonesia, dan mulai
berlaku pada
tanggal
ditetapkan.**** )

Undang Undang No Masih Berlaku Tidak ditemukanya


36 Tahun 2009 Undang-Undang
Tentang Kesehatan Pengganti

37
Undang RI No. 25 Masih Berlaku Tidak ditemukanya
Tahun 2009 Tentang Undang-Undang
Pelayanan Publik Pengganti
Undang-Undang Masih Berlaku Tidak ditemukanya
Republik Indonesia Undang-Undang
Nomor 23 Tahun Pengganti
2014 Tentang
Pemerintahan
Daerah
Undang – Undang Tidak Berlaku (Di Mengingat:
(D). bahwa Undang-
Nomor 32 Tahun bentuk Undang-
Undang Nomor 32
2004 tentang undang baru yaitu
Tahun 2004 tentang
Pemerintahan UU RI Nomor 23
Pemerintahan Daerah
Daerah Tahun 2014 yang
tidak sesuai lagi dengan
membahas lebih perkembangan keadaan,
menditail tentang ketatanegaraan, dan
pemerintah tuntutan
penyelenggaraan
daerah)
pemerintahan daerah
sehingga perlu diganti;
Peraturan Daerah Masih Berlaku
(Mengalami
Kota Surabaya
Perevisian)
Nomor 5 Tahun
2008 Tentang
Kawasan Tanpa
Rokok Dan Kawasan
Terbatas Merokok

38
BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS

4.1. Landasan Filosofis


Keadaan sehat, baik secara fisik, mental maupun sosial, merupakan
keinginan setiap orang. Bahkan undang-undang kesehatan menambahkan
aspek spiritual dalam definisi sehat yang digunakannya. Dalam konteks
Negara Kesatuan Republik Indonesia, kesehatan merupakan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai cita-cita bangsa Indonesia
seperti tercantum dalam Pancasila dan UUD 1945.
Kesehatan adalah hak asasi seorang manusia di dalam kehidupannya.
Setiap orang berhak untuk hidup sehat, berada dalam lingkungan yang sehat
dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu. Setiap warga negara
diberikan kebebasaan untuk memenuhi haknya. Namun ketika hal tersebut
justru melanggar hak asasi warganegara lainnya, maka hukum harus dapat
ditegakkan dengan seadil -adilnya.
Untuk mencapai kesejahteraan diperlukan derajat kesehatan setinggi
tingginya melalui pembangunan kesehatan. Pembangunan kesehatan
diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan,
manfaat, perlindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan,
gender dan nondiskriminatif dan norma-norma agama (UU 36/2009 pasal
2).29 Dengan demikian, penerapan standar pelayanan minimal bidang
kesehatan di Kabupaten didasarkan pada asas-asas tersebut.
Manusia merupakan mahluk ciptaan tuhan yang terbaik dan tertinggi
martabatnya, berbeda dari mahluk-mahluk lainnya dikarenakan nilai-nilai
kemanusiaan yang dimilikinya. Pembangunan kesehatan memperhatikan
keseimbangan antara jasmani dan rohani, antara fisik dan non fisik, tidak
hanya kuratif tapi juga promotif, preventif dan rehabilitatif. Pembangunan
kesehatan mengedepankan manfaat yang dapat diperoleh sebesar-besarnya
untuk kepentingan masyarakat dan bangsa. Perbedaan kondisi dan situasi
masyarakat mengharuskan segala upaya diprioritaskan kepada mereka yang
29
Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

39
rentan dan termarginalisasi secara adil dan merata, tidak membedakan
antara mereka yang miskin dan kaya. Wanita atau pria mendapatkan hak dan
kesempatan yang sama. Selain mendapatkan hak, perorangan dan
masyarakat juga mempunyai kewajiban kewajiban dalam pembangunan
kesehatan perorangan, keluarga, masyarakat dan bangsa.
Pembangunan kesehatan diarahkan terutama pada pencegahan
kesakitan dan bagaimana meningkatkan kesehatan individu maupun
kelompok. Paradigma sehat ini menjadi cara berpikir bangsa karena lebih
efisien dan lebih masuk akal. Namun demikian, paradigma ini juga tidak
meninggalkan kuratif, namun demikian pendekatannya adalah secara
komprehensif.
Kesehatan adalah investasi. Berinvestasi dalam kesehatan akan
melahirkan masyarakat yang produktif secara ekonomi dan sosial.
Masyarakat yang mampu bertumpu pada kemampuan dirinya dan mampu
mempertahankan kedaulatan negara. Pembangunan kesehatan bertujuan
untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang
produktif secara sosial dan ekonomis. (UU 36/2009 pasal 3). 30
Keberadaan negara dan pemerintahan pada dasarnya ditujukan untuk
kesejahteraan masyarakat. Strategi desentralisasi yang dianut negara
Indonesia saat ini juga dimaksudkan untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat, dengan kesehatan sebagai bagian di dalamnya. Sebagaimana
disebutkan dalam UU 23 tahun 2014 Desentralisasi adalah penyerahan
Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom
berdasarkan Asas Otonomi. Strategi ini dimaksudkan untuk mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan,
pemberdayaan dan peranserta masyarakat.31
Disadari atau tidak manusia merupakan sub-sistem yang keberadaannya
memengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan baik sosial maupun alam
30
Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
31
Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah

40
sebagai satu kesatuan. Oleh sebab itu manusia dituntut untuk berperilaku
selaras dengan lingkungannya agar lingkungan tersebut dapat bermanfaat
bagi manusia agar bisa bertahan hidup.
Pencemaran udara yang salah satunya ditimbulkan dari asap rokok
menjadi permasalahan serius ketika dipahami bahwa rokok tidak saja
berdampak buruk pada kesahatan perokok, tetapi juga mengkontaminasi
orang-orang disekelilingnya. Hasil dari berbagai penelitian tentang bahaya
yang ditimbulkan oleh asap rokok bagi kesehatan telah banyak diekspos
namun sejauh ini belum banyak direspon oleh masyarakat.
Pemerintah sendiri dihadapkan pada suatu dilema untuk bersikap tegas
berkaitan dengan pencegahan dampak rokok ini. Melarang orang merokok
akan berhadapan dengan hak asasi individual sekaligus juga secara tidak
langsung mematikan perusahaan rokok yang telah memberikan kontribusi
baik sebagai sumber pendapatan negara maupun dalam penciptaan lapangan
kerja. Oleh sebab itu peran pemerintah dalam upaya melarang penggunaan
rokok sampai saat ini sangatlah kecil dan hanya terbatas pada penyebaran
informasi tentang bahaya rokok bagi kesehatan dan himbauan untuk tidak
merokok.
Raperda disusun untuk menjembatani kondisi tersebut, meminimalkan
dampak yang ditimbulkan asap rokok dengan tanpa memberikan larangan
yang bersifat mutlak, tapi membatasi pengaruh (buruk) asap rokok dan
promosi/iklan (keburukan) merokok oleh produsen rokok. Sehingga,
diharapkan dengan berjalannya waktu, perda yang nantinya diberlakukan
dapat memberikan proses pembelajaran bagi masyarakat dan menumbuhkan
kesadaran mengenai dampak rokok dan arti pentingnya kesehatan bagi
pembangunan keluarga, bangsa dan negara.
Suatu negara dalam memberikan ketenteraman, kesejahteraan dan
kesehatan, serta perlakuan hukum terhadap rakyatnya pada umumnya selalu
dilandasi filosofi negara yang bersangkutan. Filosofi negara pada dasarnya
berpangkal dari tatanan pemikiran yang bersumber dari kebiasaan-
kebiasaan atau keberadaban sosiologis suatu bangsa. Bagi Negara Indonesia,
dalam setiap pokok pokok pemikiran terkait pembentukan peraturan

41
perundang-undangan maupun pelaksanaannya selalu bersumber dari
Pancasila dan UUD 1945. Perilaku buruk merokok yang merugikan pihak lain
menggambarkan ketidak beradaban, ketidak adilan dan tidak
berperikemanusiaan. Pengaturan KTR didasarkan pada landasan utama
kemanusiaan yang adil dan beradab.32
4.2. Landasan Sosiologis
Kebiasaan merokok adalah bagian dari usaha mengurangi suasana hati
yang sedang negatif. Kehidupan seseorang adakalanya mengalami berbagai
tekanan pikiran atau dikenal dengan sebutan stres yang mengganggu
ketenangan batin dalam menyelesaikan kewajiban atau pekerjaannya.
Tekanan pikiran itu dapat dirasakan berkurang manakala seseorang
melakukan kegiatan yang menyenangkan, termasuk merokok. Penggunaan
rokok semakin dirasakan bahayanya ketika fakta menunjukan bahwa rokok
justru membudaya dan menjadi kebutuhan “pokok” bagi kelompok miskin
dan anak-anak. Pada umumnya para remaja merokok dimana orang tua
mereka berasal dari golongan kelas bawah, yakni untuk mengurangi tekanan
sosial. Beban ekonomi sebagai salah satu penyebab kehidupan kelas bawah
selalu menderita, karena serba kekurangan untuk mencapai hidup layak.
Kehidupan kelas bawah yang serba kekurangan ini dirasakan sebagai tekanan
sosial, sehingga kecenderungan merokok yang dirasakan untuk terhindar
dari tekanan sosial tersebut.33 Tidak terkendalinya kebutuhan merokok
dikalangan ini seringkali menjadi pemicu terjadinya kekerasan dalam rumah
tangga atau kejahatan. Untuk dapat memenuhi hasratnya merokok mereka
tidak segan-segan melakukan kejahatan atau kekerasan yang sasarannya
tidak saja orang lain tetapi juga anggota keluarganya. Keberadaan rokok pada
akhirnya akan lebih dipahami dari sisi negatifnya daripada manfaatnya
setelah rokok juga dijadikan sebagai inisiasi penggunaan obat-obatan
terlarang dan zat adiktif lainnya.
32
Kemenkes RI Tahun 2009 Tentang Kawasan Tanpa Rokok
33
Sumarno,Sahid. 2011. Model Optimalisasi Implementasi Kebijakan Pemerintah
Perihal Peringatan Bahaya Merokok Terhadap Perilaku Konsumen Rokok (Perokok) Dan
Biaya Sosial. Riptek Vol.5 No.I Tahun 2011. Hal 26

42
Masyarakat perokok aktif dan perokok pasif seringkali tidak menyadari
akan bahaya penyakit dan kematian dini yang diakibatkan oleh rokok, dimana
timbulnya akibat buruk bisa terjadi antara 20 sampai 25 tahun kemudian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko lebih tinggi terjadi pada perokok
pasif, berlanjutnya konsumsi rokok dapat menimbulkan resiko kesehatan dan
kematian sebesar 8,4 juta orang di negara berkembang sampai tahun 2020,
semakin tingginya tingkat kematian yang disebabkan rokok serta tingginya
biaya sosial yang ditimbulkan akibat dampak merokok dinegara
berkembang.34 Kebiasaan merokok itu sendiri bukan budaya asli bangsa
Indonesia. Kebiasaan merokok dibawa oleh bangsa penjajah dan menjadi
kebiasaan masyarakat. Kebiasaan yang buruk tidaklah harus dipertahankan.
Pembiasan sejarah oleh sebagian elit didasarkan karena upaya yang
dilakukan oleh industri rokok untuk mempertahankan pasarnya di Indonesia.
Sementara di seluruh dunia peredaran dan penggunaan produk tembakau
semakin dibatasi, maka industri tembakau sangat tergantung pada negara-
negara berpenduduk besar seperti Indonesia yang juga sangat konsumtif
terhadap produk tembakau. Sejak puluhan tahun lalu industri tembakau telah
menggunakan berbagai cara dan strategi. Pembentukan preferensi
menggunakan berbagai media dan media massa telah merubah tatanan sosial
masyarakat. Perilaku buruk telah diubah menjadi sesuatu yang
membanggakan, menyenangkan dan berbagai kesesatan pola pikir dalam
kehidupan sosial memasyarakat. Banyak aspek sosial dalam kehidupan
sehari-hari selalu dilekatkan dengan kegiatan merokok. Kegiatan pertemuan
sosial antar warga, bahkan kegiatan keagamaan seperti pengajian dalam
masyarakat muslim, selalu disuguhi rokok. Pertemuan antar teman, bahkan
inisiasi pertemanan, dimulai dengan penawaran rokok. Pemberian upah
disebutkan sebagai uang rokok dan banyak lagi contoh yang menggambarkan
bahwa kehidupan sosial masyarakat telah diubah tanpa disadari oleh
masyarakat itu sendiri.

34
Prasetia, Lukita.2012. Pengaruh Negatif Rokok bagi Kesehatan di Kalangan Remaja.
Universitas Negeri Malang, Fakultas Ilmu Pendidikan, Jurusan Pendidikan Luar Sekolah

43
Kebijakan pengendalian tembakau di Indonesia masih menimbulkan
perdebatan yang panjang, mulai dari hak asasi seorang perokok, fatwa haram
merokok di tempat umum sampai dengan dampak anti rokok terhadap
perekonomian dan tenaga kerja di Indonesia. Besarnya devisa yang diberikan
oleh perusahaan rokok dan perdebatan panjang tersebut membuat
pemerintah Indonesia masih menunda menandatangani dan meratifikasi
FCTC.35 Padahal hasil kajian di beberapa negara menunjukkan bahwa
kebijakan merupakan cara yang efektif untuk mengendalikan tembakau atau
lebih khusus lagi untuk mengurangi kebiasaan merokok. Pada dekade
sebelumnya rokok merupakan sektor usaha yang menjanjikan bagi negara
maupun masyarakat seperti petani, distributor dan pedagang. Kontribusi
industri rokok sebagai pemasok pendapatan negara dan juga perannya dalam
penyediaan lapangan kerja merupakan faktor yang dipertimbangkan
pemerintah dalam melarang pembuatan, peredaran dan penggunaan rokok.
Namun pada kenyataannya, rokok mendatangkan lebih banyak mudharat
daripada manfaat dalam kehidupan sosial masyarakat. Pada bagian lain dari
naskah akademik ini telah disampaikan bahwa mayoritas warganegara
terganggu dalam kehidupan sosialnya oleh perilaku minoritas perokok.
Masyarakat mayoritas yang terganggu oleh perilaku buruk merokok tidak
berdaya oleh karena rekayasa sosial yang sukses diciptakan industri rokok.
Fenomena sosial ini mengancam ketertiban sosial masyarakat yang mulai
bangkit menghadapi hegemoni kekuatan finansial industri rokok. Oleh sebab
itu melalui raperda ini diharapkan terwujud suatu kebijakan yang
menyeimbangkan antara pemenuhan kewajiban pemerintah dalam rangka
mengendalikan penggunaan rokok, agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang optimal dan tanggungjawab pemerintah untuk memberi
kesempatan bagi dunia usaha untuk berperan serta memberikan kontribusi
terhadap pendapatan negara serta menyediakan lapangan kerja.
Keseimbangan tersebut tertuang melalui bentuk kebijakan yang tidak secara

35
Prabandayi,Yayi,dkk. 2009. Kawasan Tanpa Rokok Sebagai Alternatif Pengendalian
Tembakau Studi Efektivitas Penerapan Kebijakan Kampus Bebas Rokok Terhadap Perilaku
Dan Status Merokok Mahasiswa Di Fakultas Kedokteran Ugm, Yogyakarta. Jurnal Manajemen
Pelayanan Kesehatan. hal 219.

44
mutlak melarang penggunaan rokok tetapi berupa pembatasan merokok
dikawasan-kawasan tertentu. Masyarakat banyak, termasuk yang terjebak
dalam candu rokok, menginginkan perubahan yang positif. Sebagian besar
masyarakat menginginkan kebaikan bagi dirinya, keluarga, masyarakat serta
bangsanya. Sebagian besar masyarakat sadar untuk membangun bangsa dan
negara ini kearah kebaikan dan kesejahteraan, salah satunya adalah melalui
pembangunan sosial kemasyarakatan. Hukum adalah salah satu sarana untuk
pembangunan tersebut.
4.3. Landasan Yuridis
Menjembatani berbagai kepentingan dan kebutuhan yang saling
bertentangan baik antar individu, maupun antar kelompok dan antara
individu dengan kelompok masyarakat haruslah melalui pembentukan
kebijakan publik yang memiliki daya ikat efektif. Hal ini diperlukan agar
dapat dihindari terjadinya konflik internal akibat benturan dalam upaya
merealisasikan kepentingan dan kebutuhannya masing-masing.
Kebutuhan akan rokok dari perokok dapat berhadapan dan bertentangan
dengan kebutuhan adanya udara bersih dan sehat. Oleh sebab itu
menjembatani dua kebutuhan ini tidak cukup hanya diupayakan melalui
himbauan ataupun ajakan (persuasif) yang hanya menyandarkan
pelaksanaannya pada itikad baik seseorang tetapi diperlukan keberadaan
satu norma/kaidah hukum yang mengandung adanya pemaksaan dalam
pentaatannya.
Hukum yang hidup adalah hukum yang keberlakuannya berakar pada
kesadaran hukum masyarakat. Berkaitan dengan kebutuhan yang akan
diakomodasikan, maka larangan merokok dikawasan tertentu harus
dituangkan kedalam suatu kebijakan yang dapat diterima dan didukung oleh
seluruh lapisan masyarakat hukum sehingga diharapkan kebijakan yang
bakal terbentuk bukan bersifat top down tetapi merupakan kebijakan yang
disuarakan dari masyarakat hukum; Kebijakan dengan karakteristik inilah
yang diharapkan terkandung dalam Raperda ini melalui rumusan pasal-
pasalnya.
Raperda KTR tidak semata-mata dimaksudkan sebagai suatu regulasi
dalam rangka menciptakan kepastian hukum tetapi juga dimaksudkan

45
sebagai pembelajaran yang akan mengarahkan masyarakat untuk berperilaku
kooperatif dengan hukum yang adalah bentukannya sendiri. Bahwa
merupakan suatu tataran ideal apabila hukum dapat memberikan
kemanfaatan dalam kehidupan manusia baik secara pribadi maupun
sosialnya. Oleh sebab itu Raperda KTR dilatar belakangi dengan maksud
untuk mengarahkan masyarakat dalam mengapresiasi keberadaannya selaku
pribadi yang sehat namun juga sekaligus sebagai pribadi yang tahu
menghormati akan hak orang/kelompok lainnya.
Pengendalian kegiatan merokok tidak akan efektif tanpa disertai dengan
adanya norma yang akan membebani sanksi atas perilaku yang dipandang
menyimpang. Oleh sebab itu mendasarkan pada ketentuan dalam Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah maka pemerintah
daerah wajib memberikan pelayanan dasar pada masyarakat. 36 Salah satu
tugas pemerintah daerah adalah membuat peraturan daerah. Pembentukan
peraturan daerah memiliki salah satu fungsi yaitu melaksanakan perintah
undang-undang. Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 Pasal 52
Tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk
Tembakau menyatakan bahwa Pemerintah Daerah wajib menetapkan
Kawasan Tanpa Rokok di wilayahnya dengan Peraturan Daerah. 37 Dengan
demikian, Pemerintahan Daerah wajib melaksanakan perintah tersebut demi
kepatuhan terhadap hukum dan selaras dengan kebutuhan masyarakat saat
ini dan akan datang. Kota Surabaya telah mengeluarkan kebijakan mengenai
kawasan tanpa rokok dimana hal tersebut telah diatur dalam Peraturan
Daerah Nomor 5 Tahun 2008 Pasal 2 Ayat 1 Tentang Kawasan Tanpa Rokok
dan Kawasan Terbatas Rokok yang menyatakan bahwa Kepala Daerah
berwenang menetapkan tempat-tempat tertentu di daerah sebagai Kawasan Tanpa
Rokok.38

36
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah
37
Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 Pasal 52 Tentang Pengamanan Bahan
Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau
38
Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2008 tentang kawasan tanpa rokok dan Kawasan
Terbatas Rokok

46
Selain dari aspek sanksi, penuangan kebijakan pengendalian kegiatan
merokok kedalam peraturan daerah juga didasarkan pada pertimbangan
efektifitas pemberlakuannya secara sosiologis mengingat pembentukan
peraturan daerah dilakukan dengan melibatkan DPRD sebagai wadah yang
merepresentasikan kepentingan rakyat di daerah. Pengendalian kegiatan
merokok diharapkan akan efektif manakala ada kesadaran, kemauan dan
kemampuan masyarakat untuk memahami bahaya yang ditimbulkan oleh
asap rokok terutama dalam bingkai keberlanjutan masa depan generasi
penerus bangsa yang sehat dan cerdas. Diperlukan adanya kearifan dan
“kelegawaan” dari berbagai pihak ketika dalam rangka melaksanakan
kewajibannya untuk melindungi sebagian besar warga dari bahaya yang
ditimbulkan oleh asap rokok, pemerintah harus membentuk kebijakan yang
terkesan mengesampingkan hak sebagian warga lainnya untuk menikmati
rokok.
Oleh sebab itu agar kebijakan yang terbentuk berkaitan dengan rokok
nantinya dapat menjelma menjadi hukum yang integratif yang dapat
meminimalkan konflik dan tetap menjaga keharmonisan pergaulan sosial
maka mulai tahap perencanaan sampai dengan penetapan dan
pemberlakuannya perlu melibatkan seluruh komponen masyarakat.
Formulasi kebijakan Perda KTR ini telah melalui jalan panjang dan
melibatkan seluruh stakeholder termasuk masyarakat.
Peraturan daerah merupakan jenis produk hukum yang ideal dan paling
efektif apabila dikaitkan dengan kebutuhan dalam tataran penegakannya
mengingat peraturan daerah merupakan produk hukum daerah yang dapat
mengatur penjatuhan sanksi pidana bagi pelanggarnya. Perda yang dibangun
sudah diselaraskan bahkan merupakan penjabaran dan pengejawantahan
peraturan di atasnya. Peraturan Daerah (Perda) merupakan salah satu jenis
peraturan perundang-undanga yang merupakan rangkaian dari peraturan
pusat yang tidak dapat d ipisabkan dan tida dapat bertentangan dengan
peraturan yang ada diatasnya hingga UUD 1945.39
39
Merpaung, Linjte Anna. 2007. Eksistensi Peraturan Daerah Dalam Rangka
Penyelenggaraan Otonomi Daerah Menuju Good Government. Jurnal Pranata Hukum. Vol 2
No 1.

47
48

Anda mungkin juga menyukai