Anda di halaman 1dari 11

JOURNAL READING

Perbandingan Efikasi Pemberian Ciprofloxacin Kombinasi Sebagai Terapi


Empiris dengan Terapi Lokal pada Pasien dengan Otitis Media Supuratif
Kronis Tubotimpani: Studi Randomized Double-Blind Controlled Trial

Diajukan guna melengkapi tugas Kepaniteraan Senior Bagian Ilmu Penyakit


Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun oleh

Dayita Sukma Destanta 22010118220016

Pembimbing
dr. Zulfikar Naftali, Sp.THT-KL(K) MSi Med
dr. Dwi Marliyawati, Sp.THT-KL MSi Med

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019
Perbandingan Efikasi Pemberian Ciprofloxacin Kombinasi Sebagai Terapi
Empiris dengan Terapi Lokal pada Pasien dengan Otitis Media Supuratif
Kronis Tubotimpani: Studi Randomized Double-Blind Controlled Trial

Maisam Abbas Onali1, Syeda Beenish Bareeqa2, Sadaf Zia3, Syed Ijlal Ahmed4,
Asneha Owais2 and Ahmad Nawaz Ahmad5

Abstract

Latar Belakang

Otitis media tipe tubotimpani adalah salah satu infeksi otology dengan
insidensi yang tinggi. Biasanya antibiotik oral dan topikal (umunya quinolone)
diberikan secara tunggal maupun kombinasi. Namun, belum ada konsensus yang
membahas mengenai keefektifan pengobatan dengan antibiotik topikal versus
kombinasi topikal dan oral. Penelitian ini membahas mengenai perbandingan
efikasi terapi empiris ciprofloxacin kombinasi dengan ciprofloxacin topikal pada
pasien dengan OMSK tubotimpani.

Metodologi

Sampel adalah 100 pasien poli THT yang terdiagnosa OMSK tubotimpani.
Studi ini telah disetujui secara etika penelitiannya. Seluruh pasien dibagi secara
acak kedalam 2 kelompok dengan metode pengobatan yang berbeda: kelompok
dengan obat topikal dan kelompok dengan obat kombinasi. Pasien diamati setelah
satu minggu pengobatan.

Hasil

Sebanyak 48 dari 50 pasien (96%) memberikan respons positif terhadap


pengobatan dengan ciprofloxacin topikal, sedangkan 49 dari 50 pasien (98%)
memberikan hasil positif pada kelompok dengan pengobatan kombinasi. Perbedaan
hasil tidak signifikan. Variabel usia, jenis kelamin, dan durasi discaj tidak
mempengaruhi hasil penelitian. Efek samping minimal pada kedua kelompok, dan
tidak signifikan serta akan menghilang segera setelah pengobatan dihentikan.
Kesimpulan

Hasil dari penelitian ini menunjukkan ciprofloxacin topikal sama efektifnya


dengan ciprofloxacin kombinasi, dan pemberian obat oral tidak memberikan efek
yang menguntungkan dan hanya menambah beban biaya.

Kata Kunci: Otitis media supuratif kronis (OMSK), antibiotik empiris, otorea,
Pseudomonas aeruginosa.

Pendahuluan

World Health Organization (WHO) mendefinisikan otitis media supuratif


kronis (OMSK) sebagai “penyakit pada telinga dimana terjadi infeksi kronis telinga
tengah, perforasi membrane timpani, dan discaj (otorrhea), selama setidaknya 2
minggu.” OMSK dikelompokkan menjadi 2 tipe; (1) tipe Benigna atau tubotimpani,
dengan perforasi pars tensa dan tanpa kolesteatoma; (2) tipe Maligna atau
atikoantral, dengan perforasi di atik membrane timpani dengan/tanpa kolesteatoma.

OMSK adalah salah satu penyebab terbanyak gangguan pendengaran yang


dapat dicegah, terutama di negara berkembang. Faktor risikonya meliputi usia
muda, kepadatan penduduk, higenitas dan lingkungan yang buruk, kuran nutrisi,
pemberian ASI yang tidak adekuat, disfungsi tuba eustachii, dan pelayanan
kesehatan yang buruk. Kemiskinan adalah salah satu faktor risiko mayor di negara
berkembang. Pseudomonas aeruginosa adalah pathogen utama. Pola sensitivitas
terhadap obat menunjukkan bahwa golonan ciprofloxacin (quinolone) efektif
melawan pathogen, diikuti dengan amikacin, gentamicin, dan golongan penisilin
serta cephalosporin.

Penanganan medis bertujuan untuk menghentikan discaj yang keluar,


menyembuhkan perforasi pada membrane timpani, memperbaiki pendengaran, dan
mencegah infeksi dan komplikasi yang dapat mengancam jiwa. Tatalaksana
mencakup: menjaga kebersihan telinga, pemberian antiseptik atau antibiotik
topical, dengan atau tanpa kombinasi steroid, dan antibiotik sistemik. Beberapa obat
antibiotik topical telah digunakan. Namun, masih ada perdebatan mengenai
kemampuan obat topikal untuk menembus ke ruang telinga tengah dan antrum
mastoid, serta aktivitasnya melawan bakteri kausatif. Efek ototosik juga masih
diperdebatkan, terutama pada antibiotik golongan aminoglikosida. Oleh karena itu,
tatalaksana dengan antibiotik sistemik telah direkomendasikan. Golongan
quinolone sistemik lebih dipilih dibandingkan aminoglikosida karena efek
ototoksik dan nefrotoksinya, pada kasus dengan insidensi etiologi organisme gram
negative seperti Bacillus, Proteus, dan P aueruginosa. Namun, quinolone sistemik
kontraindikasi untuk diberikan kepada ibu hamil dan anak-anak, dan dapat
menyebabkan arthralgia dan efek samping pada gastrointestinal. Pemberian
quinolone topikal telah banyak menarik perhatian oleh karena efikasi klinisnya
yang hampir sama seperti obat sistemiknya, namun efek sampingnya lebih sedikit.
Hal ini lebih relevan untuk dipraktikan bagi golongan sosioekonomis rendah
dimana kebanyakan pasien kesulitan dalam mengakses obat kombinasi.

Sebuah studi mengenai sensitivitas obat pada 164 pasien OMSK


menunjukkan bahwa Staphylococcus aureus paling sensitive terhadap gentamicin
(82,5%) dan P aeruginosa sensitive 100% terhadap ceftazidime. Dalam sebuah
studi pada 124 pasien OMSK di daerah pedesaan Malawi, obat tetes telinga empiris
ofloxacin diberikan setelah pengumpulan hasil kultur. Hasilnya menunjukkan 33
sampel gagal resolusi secara komplit. Hasil kultur menunjukkan kebanyakan
bakteria persisten adalah enterococci. Organisme tipikal penyebab OMSK
mempunyai sensitivitas lebih tinggi terhadap ofloxacin. Studi prospektif acak
dilakukan pada 110 pasien OMSK aktif. Grup A diberikan antibiotik setelah hasil
kultur dan uji sensitivitas, dan grup B diberikan terapi empiris selama 2 minggu
tanpa dilakukan uji mikrobiologis terlebih dahulu. Hasilnya menunjukkan tidak ada
perbedaan signifikan (p=0,2) antara kedua grup.

Berdasarkan latar belakang evidensial ini, penulis merancang sebuah


penelitian prospektif tanpa dilakukan kultur bakteri, yang tidak terjangkau secara
biaya untuk populasi sosioekonomi kurang. Perbandingan efikasi tatalaksana
empiris ciprofloxacin topikal dengan ciprofloxacin kombinasi oral dan topikal
adalah tujuan utama penelitian ini.
Metode dan Bahan

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menggunakan uji double blinded, prospective, randomized


dilakukan selama 15 bulan di poli THT Jinnah Medical College Hospital (JMCH),
yang melayani layanan kesehatan bersubsidi bagi pasien sosioekonomi kurang.

Metode dan Alur Penelitian

Jumlah sampel dihitung dengan perhitungan berdasarkan WHO, didapatkan


jumlah total sampel adalah 98 pasien (49 pasien pada setiap kelompok). Sejumlah
100 pasien dengan diagnosa OMSK tubotimpani yang mendatangi poli THT dipilih
dan secara acak dibagi kedalam dua kelompok dengan masing-masing 50 sampel
tiap kelompok. Kelompok A menerima ciprofloxacin topikal dengan obat oral
placebo, sedangkan kelompok B menerima obat ciprofloxacin oral dan topikal
selama 1 minggu. Obat diberikan dalam kode (contoh: kode A dan B) untuk
menjaga randomisasi penelitian. Obat tetes ciprofloxacin diberikan 3 – 4 tetes setiap
8 jam pada kedua kelompok selama 7 hari. Pada kelompok A, placebo oral
diberikan tiap 12 jam dengan durasi yang sama. Pada kelompok B, obat
ciprofloxacin oral diberikan dalam dosis 200mg setiap 12 jam selama 7 hari.
Edukasi mengenai kebersihan telinga dan untuk menjaga telinga tetap kering
diberikan kepada kedua kelompok. Pembagian kelompok dilakukan secara acak
dan dirahasiakan bagi pasien dan tenaga medis. Seluruh pasien datang kembali
untuk kontrol di poli THT setelah 7 hari, dan asesmen ulang terhadap discaj
telingan, perforasi membrane timpani, serta perbaikan keluhan dilakukan.

Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:

a. Pasien yang telah menerima pengobatan selama 2 minggu atau yang telah
menggunakan obat antibiotik lain untuk keluhan selain OMSK
b. Pasien dengan perforasi atik, kolesteatoma, dan granulasi.
c. Pasien dengan keluhan patologis telinga selain OMSK.
d. Pasien dengan abnormalitas anatomi telinga luar dan telinga tengah.
e. Pasien dengan alergi terhadap obat yang digunakan pada penelitian.
f. Pasien hamil.
g. Pasien dengan komorbid diabetes dan supresi imun lainnya.

Etika Penelitian

Peneliti telah menerima persetujuan penelitian oleh JMCH. Responden


telah diinformasikan mengenai hak untuk mengundurkan diri selama penelitian
dilakukan. Kerahasiaan data dijaga dan protocol penelitian sesuai dengan Deklarasi
Helsinki.

Hasil

Dari total 100 pasien, 67 pasien adalah laki-laki dengan rerata usia 34,12
tahun dan 33 pasien adalah wanita dengan rerata usia 31,68 tahun sehingga ratio
laki-laki dan wanita adalah 1:0,49. Usia pasien berentang dari 18 – 50 tahun, dengan
rerasa usia 33,2±8,7 tahun. Rerata durasi pengeluaran discaj adalah 55,2 hari (SD
+33,3) dengan minimum 14 hari dan maksimum 140 hari. Keluhan pada telinga kiri
pada 55 pasien, 45 pasien memiliki keluhan pada telinga kanan, dan tidak ada
pasien dengan keluhan telinga bilateral.

Tabel 1. Karakteristik Variabel Jenis Kelamin dan Durasi Resolusi Discaj

Tabel 2. Karakteristik Variabel Usia dan Durasi Discaj


Setelah 1 minggu pengobatan, kedua kelompok dibandingkan resolusi
discaj dan efek sampingnya. Dari 10 pasien, 97 pasien mengalami resolusi discaj
dan 3 pasien tidak menunjukkan resolusi komplit. Dari 50 pasien, 48 (96%) pasien
dari kelompok A yang menggunakan ciprofloxacin topikal dan 49 dari 50 pasien
(98%) dari kelompok B menunjukkan resolusi discaj. Tidak ada perbedaan
signifikan antara edua kelompok mengenai efektivitas pengobbatan. Efek samping
minimal pada kedua kelompok.

Gambar 1. Grafik Perbandingan Resolusi Discaj Antar Kelompok

Pada kelompok A, ada 2 pasien yang gagal resolusi. Pada pemeriksaan


lanjutan, satu pasien ko-infeksi jamur – yang menyebabkan otorea persisten. Kultur
discaj dilakukan pada pasien yang satunya. Pada kelompok B, terdapat 1 pasien
gagal resolusi.

Uji X2 dilakukan untuk membandingkan distribusi jenis kelamin (p=0,2)


dan resolusi discaj (p=1,0) pada kedua kelompok, menunjukkan tidak ada
perbedaan signifikan. Uji T dilakukan untuk membandingkan distribusi usia
(p=0,9) dan durasi discaj (p=0,88) pada kedua kelompok.

Sejumlah 15 pasien (4 pasien dengan ciprofloxacin topikal dari kelompok


A dan 11 pasien dengan ciprofloxacin kombinasi dari kelompok B) dari 100 pasien
mengeluh adanya efek samping dari obat yang diberikan. Tiga pasien di kelompok
A mengeluh nyeri telinga ringan, dan 1 pasien menunjukkan ko-infeksi
pertumbuhan jamur. Delapan pasien di kelompok B mengeluh rasa tidak nyaman di
perut, dan 2 pasien mengeluh atralgia ringan, 1 pasien mengeluh vertigo.

Gambar 2. Perbandingan Efek Samping Pada Kedua Kelompok

Pembahasan

Penelitian ini membandingkan efikasi pemberian ciprofloxacin topikal


dengan kombinasi ciprofloxacin oral dan topikal pada pengobatan OMSK
tubotimpani. Dokter umum dan spesialis THT umum kali memiliki pendekatan
berbeda pada penanganan OMSK, dan pengobatan yang sering diberikan adalah
abtibiotik oral ditambah dengan obat tetes quinolone. Dengan sebagian besar
populasi adalah kelompok sosioekonomi kurang, semakin banyak jumlah obat yang
diberikan akan semakin membebani mereka dalam segi pembiayaan dan potensi
efek samping. Oleh sebab itu, dengan penelitian ini peneliti ingin membuktikan
efikasi pemberian antibiotik topikal saja sebagai terapi OMSK.

Golongan quinolone adalah antibiotik pilihan untuk infeksi telinga tengah


oleh karena cakupan spektrumnya yang luas dan efek ototoksisitasnya rendah.
Belum ada consensus yang membicarakan mengenai efektivitas sediaan topikal,
oral, atau gabungan untuk pengobatan OMSK. Penelitian oleh Mitta dkk
mengatakan bahwa antibiotik topikal dan ear toilet adalah lini pertama pengobatan
OMSK. Telah diteliti juga bahwa penggunaan antibiotik intravena hanya akan
meningkatkan resiko efek samping dan resiko resistensi antibiotik.

Beberapa studi membandingkan pengendalian infeksi OMSK. Sebuah studi


mengenai efikasi ofloxacin menunjukkan kesembuhan klinis dengan ofloxacin oral
dan topikal meragam mulai dari 75 – 90 %. Manolidis dkk membahas mengenai
berbagai infeksi telinga, termasuk otitis media yang diobati dengan ciprofloxacin
dan aminoglikosida. Pengobatan dengan fluoroquinolone memberikan hasil yang
lebih baik dibandingkan aminoglikosida. Disimpulkan bahwa tetes telinga
ofloxacin 0,3% memiliki efikasi lebih baik dibandingkan terapi antibiotik
konvensional pada umumnya untuk infeksi telinga tengah.

Di tahun 1990, Esposito meneliti efektivitas ciprofloxacin oral dan topikal


secara acak, dimana dirancang 3 kelompok (oral, topikal, dan kombinasi dengan
masing-masing 20 pasien). Kelompok dengan pengobatan topikal tanpa pengobatan
oral memiliki tingkat keberhasilan 85%, namun tidak dibahas mengenai keamanan
dan efek samping dari ciprofloxacin. Pada penelitian yang kami lakukan, hanya
dibentuk 2 kelompok sampel namun jumlah sampel pada tiap kelompok lebih
banyak (50 orang). Tingkat keberhasilan pun lebih tinggi (97%). Pada penelitian ini
juga diamati bahwa penambahan ciprofloxacin oral tidak memberikan hasil
signifikan pada pengobatan OMSK dan hanya menambah efek samping sistemik.

Pada tahun 2000, Acuin dkk dari Filipina merilis kajian di Cochrane
Database mengenai efek pengobatan-pengobatan pada kasus OMSK. Mereka
mengkaji 24 studi acak yang mencakup 1660 sampel. Quinolone topikal lebih
efektif dibandingkan nonquinolone pada 5 studi namun pengkombinasian topikal
dan sistemik tidak lebih efektif dibandingkan tetes topikal saja. Artikel lain oleh
Acuin mengenai pencegahan kebutaan dan ketulian untuk WHO (2004)
menyatakan bahwa tetes topikal lebih efektif untuk otitis media kronik tanpa
komplikasi.

Di tahun 2004, Acuin dkk melakukan kajian lain mengenai dampak dan
pilihan terapi untuk OMSK. Pada kajian ini, ditunjukkan bahwa ciprofloxacin
topikal lebih efektif (86%) dibandingkan ciprofloxacin oral (60%) dalam segi
pengobatan bakteriologis dan efikasi klinis. Efikasi quinolone topikal tercatat lebih
baik dibandingkan topikal nonquinolone. Acuin dkk merilis kajian baru di tahun
2007 yang membahas 48 studi yang berbeda mengenai rencana penatalaksanaan
pasien OMSK dengan quinolone topikal.

Sebuah penelitian prospektif acak dilakukan di tahun 2000 membandingkan


ciprofloxacin topikal 0,2% dengan kombinasi polymixin B, neomycin, dan
suspense hydrocortisone. Hasilnya menunjukkan bahwa ciprofloxacin topikal dosis
tunggal lebih efektif dan menunjukkan toleransi yang lebih baik pada pasien
OMSK. De Miguel pada tahun 1999 merilis penelitian acak dari 125 pasien yang
mana dibentuk kedalam 4 kelompok dengan tatalaksana yang berbeda: kelompok
dengan ciprofloxacin oral, topikal, oral dan topikal, serta polymyxin/neomycin
topikal. Disimpulkan bahwa ciprofloxacin topikal adalah tatalaksana yang paling
efektif. Penelitian ini memiliki kelebihan yakni membandingkan antibiotik topikal
lain dengan ciprofloxacin topikal. Literature terbaru mengindikasikan kelebihan
ciprofloxacin topikal dibandingkan antibiotik topikal lainnya.

Penelitian serupa dilakukan oleh Ramos dkk di tahun 2003, dimana


perlakuan pengobatan diberikan kepada 5 kelompok yang berbeda. Pengobatan
topikal dengan ciprofloxacin pada infeksi otitis media kronis menunjukan hasil
yang lebih baik dibandingkan administrasi obat oral. Penelitian ini dilakukan pada
300 pasien dan membandingkan ciprofloxacin topikal dalam berbagai dosis dengan
quinolone oral dan sediaan kombinasi. Penelitian ini memiliki bias oleh karena
menginklusikan pasien dengan kolesteatoma, yang dapat memberikan hasil
negative palsu oleh karena respons yang lebih buruk terhadap pengobatan,
meskipun diberikan fluocinolone sebagai obat tambahan.

Di tahun 2006, Carolyn dkk mengkaji 9 studi acak yang mencakup 833
pasien dalam sebuah artikel yang dirilis di Cochrane Database. Peneliti
menngdeduksi bahwa pemberian quinolone topikal dapat mengurangi keluhan
discaj telinga lebih baik dibandingkan antibiotik sistemik dan lebih efektif
dibandingkan antibiotik topikal nonquinolone atau antiseptic, walaupun artikel ini
tidak membahas mengenai efek samping dari tiap pengobatan. Tidak ada
keuntungan yang tercatat dari penambahan antibiotik sistemik dengan quinolone
topikal.
Terapi definitive OMSK tubotimpani adalah operasi timpanoplasti segera
setelah telinga bersih dari discaj. Menurut peneliti, dalam pengobatan OMSK
tubotimpani tidak diperlukan pemberian antibiotik jangka panjang. Tujuan utama
pengobatan tersebut adalah untuk mempersiapkan pasien untuk terapi operasi dan
sebagai penghilang infeksi. Apabila tidak dilakukan operasi timpanoplasti, maka
barrier fisiologis antara telinga luar dan telinga tengah akan hilang sehingga akan
sulit dalam menilai apakah ada infeksi persisten ataupun rekuren pada cavitas
telinga tengah. Demikian pula dalam menentukan efek samping kurang dengar.
Penelitian ini tidak membahas dan mengamati perbaikan keluhan kurang dengar
pasca pengobatan, dan hanya meneliti aspek perbaikan keluhan discaj telinga saja.
Perbaikan kurang dengar tergantung pada tatalaksana operasi dibandingkan
tatalaksana farmakologis, sehingga diluar jangkauan penelitian ini.

Kesimpulan

Terapi empiris dengan ciprofloxacin topikal memiliki efektivitas yang sama


dengan kombinasi oral dan topikal, dan pemberian obat otal tidak memiliki efek
menguntungkan lainnya sedangkan faktor biaya yang lebih besar menjadi
pertimbangan pada populasi sosioekonomi kurang. Frekuensi efek samping dengan
ciprofloxacin oral lebih tinggi dibandingkan dengan ciprofloxacin topikal.
Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa pemberian ciprofloxacin
topikal saja sudah cukup dalam menangani OMSK tipe tubotimpani.

Anda mungkin juga menyukai