Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seperti di dalam fiqh Siyasah Dusturiyah dan fiqh Siyasah Dauliyah, di dalam fiqh siyasah
Maliyah pun pengaturannya diorientasikan untuk kemaslahaan rakyat. Oleh karena itu, di dalam
siyasah maliyah ada huubungan diantara tiga faktor, yaitu: rakyat, harta, dan pemerintah atau
kekuasaan. Dikalangan rakyat ada dua kelompok besar dalam suatu atau beberapa Negara yang
harus bekerjasama dan saling membantu antar orang-orang kaya dan orang miskin. Di dalam
siyasah maliyah dibicarakan bagaimana cara-cara kebijakan yang harus diambil untuk
mengharmonisasikan dua kelompok ini, agar kesenjangan antara orang kaya dan miskin tidak
semakin lebar.

Produksi, distribusi, dan komsumsi dilandasi oleh aspek-aspek keimanan dan moral, serta
dijabarkan dalam aturan-aturan hukum, agar ada keadilan dan kepastian. Adalah benar
pernyataan bahwa “hukum tanpa moral dapat jatuh kepada kezaliman, dan moral tanpa hukum
dapat menimbulkan ketidakpastian. Oleh karena itu, di dalam fiqh siyasah orang-orang kaya
disentuh hatinya untuk mampu bersikap selalu sabar (ulet), berusaha, dan berdoa mengharap
karunia Allah. Kemudian, sebagai wujud dari kebijakan, di atur di dalam bentuk, zakat, dan
infak, yang hukumnya wajib atau juga di dalam bentuk-bentuk lain seperti wakaf, sedekah, dan
penetapan ulil amri yang tidak bertentangan dengan nash syari’ah, seperti bea cukai (usyur) dan
kharaj.

Isyarat-isyarat Al-Quran dan Al-Hadits Nabi menunjukkan bahwa agama Islam memiliki
kepedulian yang sangat tinggi kepada orang fakir dan miskin dan kaum mustad’afiin (lemah)
pada umumnya, kepedulian inilahyang harus menjiwai kebijakan penguasa (ulil amri) agar
rakyatnya terbebas dari kemiskinan.

1
Orang-orang kaya yang telah mengeluarkan sebagian kecil dari hartanya yang menjadi
hak para fakir dan miskin harus dilindungi, bahkan didoakan agar hartanya mendapat keberkahan
dari Allah SWT. Sudah tentu bentuk-bentuk perlindungan terhadap orang kaya yang taat ini akan
banyak sekali seperti dilindungi hak miliknya, dan hak-hak kemanusiannya.

Dalam tata negara harus ada pengaturan keluar masuknya keuangan yang ditangani oleh
lembaga-lembaga tertentu. Tentunya hal itu bukan sesuatu yang mudah, karena tidak sedikit
pejabat yang berada dalam lembaga ini sering terjerat oleh hukum seperti Gayus Tambunan.
Perlu ada pembenahan kembali dalam menata keuangan negara. Karena hal ini penting maka
penulis akan memaparkan sedikit penjelasan yang berkaitan dengan keuangan negara dalam
bidang fiqih siyasah maliyah.

1.2 Rumusan masalah


1. Pengertian Siyasah Maliyah
2. Dasar Hukum Siyasah Maliyah
3. Ruang Lingkup Kajian fiqh Siyasah Maliyah
4. Sumber Keuangan Negara
5. Pengeluaran dan Belanja Negara

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Siyasah Maliyah

Siyasah maliyah merupakan kajian dan pembahasan yang kaitannya dengan kemaslahatan
dalam masalah kepengurusan harta. Setidaknya ada tiga faktor yang erat kaitannya dalam hal ini:
antara rakyat, harta, dan kekuasaan (penyelenggara pemerintahan).

Secara etimologi maliyah berasal dari kata maala – yamiilu – mailun (cenderung,
condong). Dimaknai demikian karena salah satu sifat harta ialah dapat memberikan
kecenderungan, dan kecondongan seseorang untuk menguasai, memiliki, dan mencintainya.
Secara terminologi siyasah maliyah ialah peraturan-peraturan yang mengatur pemasukan,
pengelolaan, dan pengeluaran harta milik negara.

Sedangkan secara terminologi siyasah maliah adalah mengatur segala aspek pemasukan
dan pengeluaran keuangan yang sesuai dengan kemaslahatan umum tanpa menghilangkan hak
individu dan menyia-nyiakannya.1Jadi, pendapatan negara dan pengeluarannya harus diatur
dengan baik. Karena keuangan negara termasuk pilar yang sangat berperan penting dalam
kemaslahatan masyarakat. Ketika keuangan diatur sedemikian, maka dampaknya terhadap
ekonomi, kemiliteran, dan hal-hal yang lainnya; yaitu kesejahteraan bagi penduduk negara
tersebut.

3
2.2 Dasar Hukum Siyasah Maliyah

Adapun dasar hukum yang melandasi siyasah maliyah ialah firman Allah, “Apa saja harta
rampasan (fai) yang diberikan Allah kepada Rasul- Nya (dari harta benda) yang berasal dari
penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di
antara orang-orang kaya saja di antara kamu, apa yang diberikan Rasul kepadamu, terimalah. dan
apa yang dilarangnya pagimu, tinggalkanlah. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
amat keras hukumannya.” (QS Al-Hasyr: 7)
Ayat di atas jelas suatu perintah dalam mengelola dan mendistribusikan harta yang diperoleh
dan menjadi pembendaharaan negara secara benar. Pengelolaan dan pendistribusian harta negara
dengan benar dapat memberikan kesejahteraan dan menghilangkan kesenjangan sosial antara si
kaya dan si miskin.1

2.3 Ruang Lingkup Siyasah Maliyah


Fiqih Siyasah Maliyah mempunyai dua bidang kajian, yaitu:
a) kajian tentang kebijakan pengelolaan sistem keuangan,
b) kajian tentang Pengelolaan sumber daya Alam

Dalam aktivitas ekonomi, terdapat hubungan manusiadengan kekayaan alam, yaitu cara
manusia mengeksploitasi dan mengendalikannya dan hubungan antar sesama manusia yang
tergambar dalam pembagian hak dan kewajiban. Hubungan manusia dengan kekayaan alam,
tidak terkait, apakah seorang hidup dalam komunitas atau tidak.Hubungan manusia dengan
kekayaan alam terkait dengan pengalaman dan pengetahuannya.Ia menggali saluran air,
menggarap tanah dan menambang mineral yang ia kuasai. Sementara itu, hubungan antar sesame
yang menyangkut hak dan kewajiban bergantung pada keberadaan individu di masyarakat. Jika
tidak berada dalam suatu komunitas, seseorang individu tidak akan memiliki hak dan kewajiban.

1
Al-Haritsi, Jaribah bin Ahmad. 2003, Fikih Ekonomi Umar bin Al- Khathab, Jakarta: khalifa (pustaka al-kautsar
Group).
4
Hak seorang individu untuk mengeksploitasi tanah mati yang ia garap, larangan mengambil
keuntungan seperti bunga dan kewajiban seorang pemilik sumur agar berbegai air dengan orang
lain, jika ia memiliki surplus air. Hubungan manusia dengan alam berubah seiring waktu,
dipengaruhi oleh berbagai masalah yang timbul dan berbagai temuan alat alat eksploitasi.
Semakin sering terjadi perubahan dalam hubungan manusia dengan kekayaan alam, semakin
sering pula peningkatan kendali dan pengetahuan manusia terhadap alam.Sementara itu,
hubungan manusia dengan manusia bersifat tetap dan statis. Sesorang yang memperoleh kendali
atas sumber- sumber kekayaan alam selalu dihadapkan pada masalah keadilan distribusi kepada
individu lain.
Oleh sebab itu hukum islam memandang bahwa aturan aturan yang mengatur hubungan antar
manusia harus bersifat permanen dan berkesinambungan, menyangkut karakter manusia dengan
kekayaan alam, tidak terkait, apakah seorang hidup dalam komunitas atau tidak.Hubungan
manusia dengan kekayaan alam terkait dengan pengalaman dan pengetahuannya. Ia menggali
saluran air, menggarap tanah dan menambang mineral yang ia kuasai. Sementara itu, hubungan
antar sesame yang menyangkut hak dan kewajiban bergantung pada keberadaan individu di
masyarakat. Jika tidak berada dalam suatu komunitas, seseorang individu tidak akan memiliki
hak dan kewajiban. Hak seorang individu untuk mengeksploitasi tanah mati yang ia garap,
larangan mengambil keuntungan seperti bunga dan kewajiban seorang pemilik sumur agar
berbegai air dengan orang lain, jika ia memiliki surplus air. Hubungan manusia dengan alam
berubah seiring waktu, dipengaruhi oleh berbagai masalah yang timbul dan berbagai temuan alat
alat eksploitasi.Semakin sering terjadi perubahan dalam hubungan manusia dengan kekayaan
alam, semakin sering pula peningkatan kendali dan pengetahuan manusia terhadap
alam.Sementara itu, hubungan manusia dengan manusia bersifat tetap dan statis. Sesorang yang
memperoleh kendali atas sumber- sumber kekayaan alam selalu dihadapkan pada masalah
keadilan distribusi kepada individu lain.

5
Oleh sebab itu hukum islam memandang bahwa aturan aturan yang mengatur hubungan antar
manusia harus bersifat permanen dan berkesinambungan, menyangkut karakter hubungannya
yang bersifat tetap. Contohnya Islam memberikan hak yang luas kepada penggali sumur.
a) Hak milik
b) Zakat
c) Al Kharaz
d) Harta peninggalan dari orang yang tidak meninggalkan ahli
e) waris
f) e Jizyah
g) Ghanimah dan fay’
h) Bea cukai barang impor
i) Harta wakaf
j) Penetapan ulil amri yang tidak bertentangan dengan nash syara’
k) Prospek pemberdayaan ekonomi umat

2.4 Sumber-sumber keuangan

Mengenai sumber pendapatan negara untuk membiayai segala aspek aktivitas negara, ada
beberapa perbedaaan pendapat:

a) Menurut Ibnu Taimiyah dalam bukunya As-Siyasatus Syari’ah fi Islahir Ra’i war
Ra’iyah(Pokok-Pokok Pedoman Islam dalam Bernegara) menyebutkan bahwa hanya ada
dua sumber pendapatan negara, yaitu zakat dan harta rampasan perang.
b) Sedangkan pendapat Muhammd Rasyid Ridha, dalam bukunya Al-Wahyu al-
Muhammady(wahyu Ilahi kepada Muhammad), menyatakan bahwa selain zakat dan harta
rampasan perang seperti yang diajukan oleh Ibnu Taimiyah ditambahkannya jizyah
(pemberian) yang didapatkan dari golongan minoritas (non muslim) sebagai jaminan
kepada mereka, baik jaminan keamanan dan keselamatan jiwa dan harta benda mereka
maupun jaminan hak-hak asasi mereka.

6
c) Lain halnya dengan Yusuf Qhardawi, ia menyatakan, selain hal-hal diatas, pajak
merupakan salah satu sumber pendapatan negara, karena jika hanya ada tiga macam
sumber pendapatan negara, dapat dipastikan pendapatan tersebut tidak mungkin dapat
membiayai semua kegiatan negara, yang makin hari makin luas dan besar.
1. Zakat

Harta yang wajib dikeluarkan oleh pemilik yang memiliki persyaratan, diberikan kepada
yang berhak menerimanya.3 Sedangkan jenis-jenis harta benda yang dapat dizakati ialah:

a. Harta benda simpanan

b. Peternakan

c. Pertanian

d. Pertambangan

e. Perikanan

f. Perdagangan

g. Profesi

h. Saham dan obligasi

2. Harta rampasan perang

Rampasan perang mempumyai empat komponen:

a. Salab, ialah alat dan perlengkapan perang yang didapatkan dari musuh di medan
pertempuran.

b. Ghanimah, ialah harta yang didapatkan dari musuh dengan jalan perang selain salab,
baik barang yang bergerak maupun barang yang tidak bergerak.

c. Al-Fa-i (upeti), ialah harta yang didapatkan dari orang kafir dengan jalan damai.

Problem yang timbul dari harta rampasan perang ini adalah mengenai cara
penggunaannya. Menurut ketentuan hadits, tentara yang melakukan operasional dimedan
pertempuran turut mendapatkan bagian harta rampasan perang tersebut. Ketentuan hadits
ini berlaku, karena tentara (militer) pada zaman Rasulullah SAW. sepenuhnya bersifat
sukarelawan yang segala persenjataanya dan perlengkapannya dipenuhi oleh tiap-tiap

7
tentara yang bersangkutan, bukan oleh negara. Bahkan jaminan ekonomi untuk keluarga
yang ditinggalkan ditanggung sepenuhnya oleh tentara tersebut. Berebeda dengan kondisi
sekarang, semua pasukan tentara bersifat profesional yang seluruh persenjataan dan
perlengkapan perangnya ditanggung oleh negara. Bahkan untuk penghidupan ekonomi
keluarga yang ditinggalkan ke medan perang pun sepenuhnya mendapat jaminan gaji dari
negara. Lebih jauh dari itu, apabila seorang tentara cacat atau mati di medan
pertempuran, dia atau keluarganya mendapat jaminan pensiun dari negara.

Karena itu, dengan perbedaan kondisi antara pasukan tentara Islam pada zaman
Rasulullah SAW. dengan kondisi militer sekarang ini, Sayid Sabiq menyatakan bahwa
tentara zaman sekarang ini tidak berhak mendapatkan harta rampasan perang.

3. Jizyah
Upeti yang dikenakan kepada non Islam sebagai indikasi untuk jaminan terhadap mereka.
Baik itu berupa jaminan yang bersifat keamanan jiwa mereka, harta benda, hak-hak asasi
ataupun yang lainnya.
4. Pajak

Ketentuan-ketentuan Syar’i, baik yang tertuang di dalam Al-Quran maupun Hadits Nabi
SAW. yang mengatur pajak secara langsung memang tidak ada. Hanya atsar para sahabat
yang berbentuk praktek penyelenggaraan negara yang dilakuakan oleh para Khulafaur
Rasyidin, sejak Khalifah Umar bin Khattab. Itu pun terbatas pada pajak yang wajib
dibayarkan oleh warga negara nonmuslim yang menggarap tanah-tanah negara.

Karena itulah, wajar jika timbul perbedaan dikalangan ahli hukum Islam di dalam
menentukan boleh-tidaknya pajak sebagai sumber pendapat negara. Untuk itu, ada
pendapat yang dismpulkan oleh Yusuf Qardhawi. Ia menyatakan, “tidak diragukan lagi
bahwa mencari hukum melalui kaidah-kaidah syariat tidak hanya berakhir pada
membolehkan pajak semata-semata, tapi menetapakan kewajiaban serta memungutnya
untuk merealisasikan kepentiangan umum dan negara serta guna menolak segala yang
membahayakan kepadanya, apabila sumber-sumber lain yang tidak mencukupinya. 2

2
al-Qadhi, Abdullah Muhammad Muhammad. 1990. Siyasah As-Syar’iyah baina Al-Nadariyah wa al-Tadbiq. Dar al-
Kutub al-Jam’iyah al-hadits.
8
Apabila negara Islam modern dibiarkan tanpa pajak untuk membiayai kegiatannya, dapat
dipastikan bahwa dalam waktu singkat akan hilang kemampuannya. Lambat laun negara
akan lemah, lebih-lebih bila menghadapi ancaman militer dari pihak musuh.

Karena itu, para ulama mengharuskan mengisi sumber pendapatan negara dengan hasil
pajak yang ditetapkan kewajibannya oleh negara untuk memenuhi keperluannya.

2.5 Pengeluaran dan Belanja Negara

Tujuan dasar dari pengeluaran keungan negara adalah untuk memberikannya kepada yang
berhak, tidak mencegah dari yang berhak dan bisa mencegah dari yang batil, tujuan-tujuan ini
bisa dijelaskan sebagai berikut:

a. Pengeluaran hendaknya kepada yang berhak


Ini merupakan tujuan terpenting dari pengeluaran keuangan Negara. Telah diketahui
bahwa beberapa tempat pengeluaran Negara yang telah ditentukan oleh syari’at, dan
menyerahkan pengeluaran pemasukan lain kepada ijtihad pemerintah. Lebih utama lagi,
tidak boleh mengeluarkarkan keuangan Negara tersebut terhadap hal-hal yang haram.
b. Melindungi sumber-sumber keuangan dari pejabat
Penyalahgunaan jabatan merupakan cara yang paling berbahaya untuk menguasai sumber
keuangan, karena bisa memanfaatkan kekuasaannya, pangkatnya atau kekuatannya untuk
memanfaatkan harta rakyat yang bukan menjadi milik pribadinya.

c. Menyampaikan hak kepada orangnya


Sebagaimana Umar ra.yang selalu mengawasi jalannya pengeluaran agar tidak
dikeluarkan kepada orang yang bukan menjadi haknya, umar juga mengawasi
pengeluaran agar orang yang berhak tidak terhalang untuk mendapatkan haknya. Diantara
perkataan beliau yang menunjukkan perhatiannya terhadap sampainya hak-hak kepada
orangnya adalah “tidaklah pada sebuah bumi umat islam yang bukan budak, kecuali dia
mempunyai hak dalam pajak ini, diberikan atau tidak kepadanya.
Apabila kamu hidup, pastilah seorang pemimpin akan memberikan haknya sebelum
wajahnya memerah, yaitu dalam memintanya.

9
d. Ekonomis dalam pengeluaran
Sedang-sedang saja dalam berinfak merupakan salah satu sifat umat Islam baik individu
atau golongan. Berlebih-lebihan dalam berinfak pada perangkat pemerintah adalah salah
satu sebab terbesar kebangkrutan kas negara, merusak ekonomi dan memberhentikan
jalan roda pertumbuhan ekonomi. Sebagaimana sayyidina Umar ra. Sangat menyadari
sebab-sebab yang merusak dari berlebih-lebihan dalam pengeluaran dari baitul mal.
Diantaranya adalah berlebih-lebihan dalam menentukan jumlah gaji para pegawai.
Diantara dalilnya, diriwayatkan bahwa ketika beberapa pegawainya mendesaknya untuk
menambah gaji mereka, maka Umar memberikan kepada mereka setiap hari satu
kambing, kemudian dia berkata, “aku tidak melihat satu desa yang diambil darinya setiap
hari satu kambing, kecuali itu mempercepat kehancurannya”.
e. Keadilan distribusi
Diantara tujuan dari pengawasan pengeluaran keuangan negara adalah dengan mencegah
apa yang bisa mempengaruhi keadilan distribusi.
f. Mewujudkan ketercukupan
Para pengawasan adalah untuk memastikan bahwa pengeluaran bisa mewujudkan
ketercukupan, sebagaimana Umar ra. Memerintahkan orang yang mempunyai kelapangan
untuk bersedekah dengan memberikan apa yang bisa mencukupi orang-orang faqir,
dengan kata lain,”apabila kalian member, maka buatlah mereka cukup.

10
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Siyasah maliah adalah mengatur segala aspek pemasukan dan pengeluaran keuangan yang
sesuai dengan kemaslahatan umum tanpa menghilangkan hak induvidu dan menyia-nyiaknnya.
Dalam siyasah maliah ada pemasukan dan pengeluaran keuangan Negara. Pemasukan keuangan
Negara diantaranya adalah:

1. Zakat
2. Harta rampasan perang
3. Jizyah
4. Pajak

Sedangkan pengeluaran keuangan Negara harus tepat sasaran seperti:

1. Pengeluaran hendaknya kepada yang berhak


2. Melindungi sumber keuangan dari pejabat
3. Menyampaikan hak kepada orangnya
4. Ekonomis dalam pengeluaran
5. Keadilan distribusi
6. Mewujudkan ketercukupan.

3.2 SARAN

Semoga dengan adanya makalah ini kita bisa memahami lebih lanjut lagi tentang
pengertian Siyasah Maliyah, Dasar Hukum Siyasah Maliyah, Ruang Lingkup Kajian fiqh
Siyasah Maliyah, Sumber Keuangan Negara, Pengeluaran dan Belanja Negara.

Penulis juga berharap agar sudi kiranya pembaca memberikan saran dan masukannya
kepada makalah ini.Karena disini penulis juga belajar sehingga makalah ini dapat dijadikan
sebagai pedoman yang lebih lengkap dilkemudian harinya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Al-Haritsi, Jaribah bin Ahmad. 2003, Fikih Ekonomi Umar bin Al- Khathab, Jakarta: khalifa
(pustaka al-kautsar Group).

al-Qadhi, Abdullah Muhammad Muhammad. 1990. Siyasah As-Syar’iyah baina Al-Nadariyah


wa al-Tadbiq. Dar al-Kutub al-Jam’iyah al-hadits.

Djaelani, Abdul Qadir. 1995. Negara Ideal: menurut konsep Islam. Surabaya: PT. Bina Ilmu.

https://ceramahmotivasi.com/politik-islam/siyasah-maliyah-ekonomi/

12

Anda mungkin juga menyukai