Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

Pendidikan Agama Islam

METODOLOGI MEMAHAMI AQIDAH

Kelompok 1
1. Riza Kusuma Hariadi S. (017.001.0040)
2.Safira Anjani (017.001.0042)
3. Riska Komala (017.001.0048)
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan
limpahan rahmatnyalah maka kami bisa menyelesaikan sebuah makalah dengan tepat
waktu.
Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul “ Metodologi
Memahami Aqidah", yang menurut kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi
kita untuk mempelajarinya.

Makalah ini disusun untuk memyelesaikan tugas pada program studi Pendidikan
Agama Islam di bangku kuliah Universitas Islam Al-Azhar Maataram. Maka harapan
penulis kiranya makalah ini, sesuai dengan harapan Bapak Dosen pada mata kuliah yang
dimaksud.
Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon
permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat
kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca.
Penulis menyadari bahwa sebagai manusia biasa tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan sehingga hanya yang demikian saja yang dapat penulis berikan. Penulis juga
sangat mengaharapkan kritikan dan saran dari para pembaca yang sifatnya membangun,
sehingga penulis dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam penyusunan makalah
selanjutnya.
Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan
semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.
Amin…

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................i


KATA PENGANTAR ...................................................................................ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...........................................................................2
C. Tujuan Penulisan .............................................................................2
D. Manfaat Penulisan............................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Aqidah……………………………………………...…3
B. Istilah-istilah dalam aqidah………..................................................3
C. Ruang lingkup Aqidah…………………………………………….5
D. Sumber-sumber Aqidah……………………………………..……7
E. Jenis-jenis Aqidah…………………………………………………12
F. Fungsi-fungsi Aqidah…………………………………………...…13
G. Penyimpangan dalam Aqidah……………………………..………14

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan .....................................................................................18
B. Saran………………………………………………………………19

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Segala sesuatu yang Allah SWT ciptakan bukan tanpa sebuah tujuan. Allah SWT
menciptakan bumi beserta isinya, menciptakan sebuah kehidupan di dalamnya, bukanlah tanpa
tujuan yang jelas. Sama halnya dengan Allah SWT menciptakan manusia. Manusia diciptakan
oleh Allah SWT tidak sia-sia, manusia diciptakan sebagai khalifah di bumi untuk mengatur atau
mengelola apa yang ada di bumi beserta segala sumber daya yang ada.
Di samping kita sebagai manusia harus pandai-pandai mengelola sumber daya yang ada,
sebagai seorang manusia juga tidak boleh lupa akan kodratnya yakni menyembah sang Pencipta,
Allah SWT, oleh karena itu manusia harus mempunyai aqidah yang lurus agar tidak
menyimpang dari apa yang diperintahkan Allah SWT.
Penyempurna aqidah yang lurus kepada Alla SWT tidak luput dari aqidah yang benar
kepada Malaiakat-Malaikat Allah, Kitab- kitab yang diturunkan oleh Allah kepada para Rosul-
rosul Allah untuk disampaikan kepada kita, para umat manusia. Aqidah adalah pokok-pokok
keimanan yang telah ditetapkan oleh Allah, dan kita sebagai manusia wajib meyakininya
sehingga kita layak disebut sebagai orang yang beriman (mu’min).Namun bukan berarti bahwa
keimanan itu ditanamkan dalam diri seseorang secara dogmatis, sebab proses keimanan harus
disertai dalil-dalil aqli. Akan tetapi, karena akal manusia terbatas maka tidak semua hal yang
harus diimani dapat diindra dan dijangkau oleh akal manusia.

Pada hakikatnya pendidikan merupakan kebutuhan yang utama bagi manusia yang dimulai
sejak manusia lahir hingga meninggal, bahkan manusia tidak akan menjadi manusia yang
berkepribadin utama tanpa melalui pendidikan, sebab pendidikan merupakan peranan penting
dalam kehidupan setiap manusai dalam pencapaian hidup yang sesungguhnya. Begitu pula
dengan pendidikan akidah di ruang lingkup mahasiswa yang sangat mempengaruhi terhadap
tingkah lakunya itu sendiri. Maka dari itu, pendidikan akidah mempunyai arti dan peran penting

4
dalam pembentukan kepribadian mahasiswa, sebab dalam pendidikan akidah tidak hanya
diarahkan kepada kebahagiaan hidup di dunia saja, tetapi untuk kebahagian di akhirat.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana pandangan Islam tentang aqidah ?

C. Tujuan

1. Bertujuan membentuk pribadi muslim yang luhur dan mulia. Seseorang muslim yang
berakhlak mulia senantiasa bertingkah laku terpuji, baik ketika berhubungan dengan
Allah SWT, dengan sesama manusia, makhluk lainnya serta dengan alam lingkungan.
2. Menghindari diri dari pengaruh akal pikiran yang menyesatkan.

D. Manfaat
Sesuatu usaha yang telah dilakukan harus dapat memberikan manfaat baik untuk diri sendiri
maupun untuk orang lain. Demikian halnya pada penulisan makalah ini semoga bermanfaat
bagi penulis maupun pembaca.

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Aqidah

Secara etimologi , aqidah berakar dari kata ‘aqada – ya’qidu – ‘aqdan yang berarti simpul,
ikatan, perjanjian dan kokoh. Setelah terbentuk menjadi aqidah berarti keyakinan. Relevansi
antara arti kata aqdan dan aqidah adalah keyakinan itu tersimpul dengan kokoh di dalam hati,
bersifat mengikat dan mengandung perjanjian. Aqidah menurut istilah adalah perkara yang wajib
dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tenteram karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan
yang teguh dan kokoh, yang tidak tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan , atau dapat juga
diartikan sebagai iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang
yang meyakininya serta tidak mudah terurai oleh pengaruh mana pun baik dari dalam atau dari
luar diri seseorang. Pengertian aqidah dalam agama islam berkaitan dengan keyakinan bukan
perbuatan. Jadi kesimpulannya, apa yang telah menjadi ketetapan hati seorang secara pasti
adalah aqidah, baik itu benar atau pun salah.

B. Istilah-istilah dalam Aqidah

Istilah-Istilah Penting Dalam mempelajari Ilmu Aqidah Agar lebih mudah memahami
aqidah, sebagian ulama memulai karangan mereka dengan istilah-istilah penting dalam ilmu
aqidah, di antaranya adalah :
1. al-'Aqidah (‫)العَ ِق ْيدَة‬,
Secara bahasa berasal dari kata al-‘aqd ‫ ))العقد‬yang berarti mengikat dengan kuat.
Ringkasnya, apa yang diyakini oleh hati manusia secara pasti, baik itu haq maupun batil,
maka itu adalah 'aqidah.
2. at-Tauhid (‫)الت َْو ِحيْد‬,
Nama lain dari ilmu aqidah adalah Ilmu Tauhid. (‫ )الَت َْو ِحيْد‬berasal dari kata ‫َو ِحدُ َو َّحدَ – ي‬
artinya menjadikan sesuatu sebagai kesatuan. Sedangkan menurut istilah berarti
mengesakan Alloh dalam rububiyah, uluhiyah, serta nama-nama dan sifat-sifat-Nya.

6
3. as-Sunnah
Secara bahasa artinya jalan. Sedangkan menurut istilah artinya jalan yang ditempuh oleh
Rosululloh dan para Sahabatn\ya , baik ilmu, keyakinan, ucapan, perbuatan, maupun
taqrir (diamnya beliau sebagai tanda persetujuan). Tentu-nya makna as-Sunnah dalam
konteks ini lebih umum, berbeda dengan makna as-Sunnah dalam ilmu fikih yang
mengartikan. “Suatu amalan yang apabila dikerjakan mendapatkan pahala dan diting-
galkan tidak mendapatkan dosa.”.
4. al-Jama’ah
Secara bahasa artinya suatu kaum yang berkumpul atas perkara tertentu. Sedangkan
menurut istilah mereka generasi salaf dari umat ini yang terdiridari kalangan sahabat,
tabi'in dan orang-orang yang mengikuti mereka hingga hari kiamat.
5. Ahlus Sunnah wal Jama’ah
Adalah mereka yang mengikuti ajaran-ajaran Rosululloh dan para sahabatnya dalam
memahami dan mengamalkan Islam
6. as-Salaf
Menurut bahasa adalah orang-orang yang terdahulu (nenek moyang). Sedangkan menurut
istilah artinya generasi pertama dan terbaik dari umat Islam ini, yang terdiri dari. Sahabat,
tabi'in dan tabi'ut tabi'in. Sebagaimana sabda Rosululloh : )) ‫اس قَ ْرنِ ْي ث َّم الَّ ِذيْنَ يَل ْونَه ْم‬
ِ َّ‫َخيْر الن‬
‫ ث َّم الَّ ِذيْنَ َيل ْونَه ْم‬...(( “Sebaik-baik manusia adalah pada masaku ini (yaitu para sahabat),
kemudian yang sesudahnya (masa tabi'in) kemudian yang sesudahnya (masa tabi'ut
tabi'in)” (HR. Bukhori dan Muslim)
7. Ahlul hadits
Adalah nama lain dari Ahlus Sunnah wal Jama'ah, yaitu mereka yang menjadikan hadits
Rosululloh sebagai sumber dalam pengambilan aqidah. Mereka dinamakan seperti itu
sebagai lawan dari ahli filsafat dan ahli kalam yang mengambil aqidahnya dari akal-akal
mereka.
8. Al-Firqoh an-Najiyyah
Adalah nama lain dari Ahlus Sunnah wal Jama'ah, maksudnya adalah golongan selamat
yang tidak memasuki neraka sebelum memasuki surga.
9. ath-Thoifah al-Manshuroh

7
Golongan khusus dari umat ini yang menegakkan kebenaran dan mendapat jaminan
pertolongan Alloh hingga hari kiamat.

C. Ruang lingkup Aqidah


Hassan al-Banna pernah membuat sistematika ruang lingkup aqidah, yaitu sebagai berikut :
a) Ilahiyat
Ilahiyat adalah pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan ilah
(Allah), seperti wujud Allah, nama-nama dan sifat-sifat Allah, perbuatan-perbuatan
(Af’al) Allah dan lain-lain.
b) Nubuwat
Nubuwat adalah pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi dan
Rasul, termasuk pembicaraan mengenai Kitab-Kitab Allah, Mukjizat, Keramat dan
sebagainya.
c) Rukhaniyat
Rukhaniyat adalah pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam
metafisik, seperti setan, jin iblis, malaikat, roh dan sebagainya.
d) Sam’iyat
Sam’iyat adalah pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat
sam’I, yakni dalil naqli berupa al-Qur’an dan al-Sunnah, seperti alam barzakh, akhirat,
azab kubur, tanda-tanda kiamat, neraka, surga, dan sebagainya.

Di samping sistematika di atas, pembahasan aqidah bisa juga mengikuti sistematika arkanul
iman, yaitu :

 Iman kepada Allah SWT.


Membenarkan dengan yakin akan adanya Allah
Membenarkan dengan yakin keesaan-Nya, baik dalam perbuatan-Nya menciptakan alam,
makhluk seluruhnya, maupun dalam menerimah ibadah segenap makhluknya
Membenarkan dengan yakin, bahwa Allah bersifat dengan segala sifat sempurna, suci
dari sifat kekurangan dan suci pula dari menyerupai segala yang baru (makhluk) Dengan
demikian setelah kita mengimani Allah, maka kita membenarkan segala perbuatan

8
dengan beribadah kepadanya, melaksanakan segala perintahnya dan menjauhi segala
larangannya, mengakui bahwa Allah SWT bersifat dari segala sifat, dengan ciptaan-Nya
dimuka bumi sebagai bukti keberadaan, kekuasaan, dan kesempurnaan Allah

 Iman kepada malaikat.


Beriman kepada malaikat ialah mempercayai bahwa Allah mempunyai makhluk yang
dinamai “malaikat” yang tidak pernah durhaka kepada Allah, yang senantiasa
melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya dan secermat-cermatnya. Lebih tegas,
iman akan malaikat ialah beritikad adanya malaikat yang menjadi perantara antara Allah
dengan rasul-rasul-Nya, yang membawa wahyu kepada rasul-rasul-Nya.
Malaikat selalu memperhambakan diri kepada Allah dan patuh akan segala perintah-Nya,
serta tidak pernah berbuat maksiat dan durhaka kepada Allah SWT

 Iman kepada kitab-kitab Allah.


Keyakinan kepada kitab-kitab suci merupakan rukun iman ketiga. Kitab-kitab suci itu
memuat wahyu Allah. Beriman kepada kitab-kitab Allah ialah beritikad bahwa Allah ada
menurunkan beberapa kitab kepada Rasulnya, baik yang berhubungan itikad maupun
yang berhubungan dengan muamalat dan syasah, untuk menjadi pedoman hidup manusia.
Baik untuk akhirat, maupun untuk dunia, baik secara induvidu maupun masyarakat
Jadi, yang dimaksud dengan mengimani kitab Allah ialah mengimani sebagaimana yang
diterangkan oleh Al-Qur’an dengan tidak menambah dan mengurangi. Kitab-kitab yang
diturunkan Allah telah turun berjumlah banyak, sebanyak rasulnya. Akan tetapi, yang
masih ada sampai sekarang nama dan hakikatnya hanya Al-Qur’an. Sedangkan yang
masih ada namanya saja ialah Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa, Injil kepada
Nabi Isa, dan Zabur kepada Daud

 Iman kepada nabi dan rasul Allah.


Yakin pada para Nabi dan rasul merupakan rukun iman keempat. Perbedaan antara Nabi
dan Rasul terletak pada tugas utama. Para nabi menerima tuntunan berupa wahyu, akan
tetapi tidak mempunyai kewajiban untuk menyampaikan wahyu itu kepada umat

9
manusia. Rasul adalah utusan Allah yang berkewajiban menyampaikan wahyu yang
diterima kepada umat manusia

 Iman kepada hari akhir.


Rukun iman yang kelima adalah keyakinan kepada hari akhir. Keyakinan ini sangat
penting dalam rangkaian kesatuan rukun iman lainnya, sebab tanpa mempercayai hari
akhirat sama halnya dengan orang yang tidak mempercayai agama Islam, itu merupakan
hari yang tidak diragukan lagi. Hari akhirat ialah hari pembalasan yang pada hari itu
Allah menghitung (hisab) amal perbuatan setiap orang yang sudah dibebani tanggung
jawab dan memberikan putusan ganjaran sesuai dengan hasil perbuatan selama di dunia

 Iman kepada qadha dan qadar Allah.


Dalam menciptakan sesuatu, Allah selalu berbuat menurut Sunnahnya, yaitu hukum
sebab akibat. Sunnahnya ini adalah tetap tidak berubah-ubah, kecuali dalam hal-hal
khusus yang sangat jarang terjadi. Sunnah Allah ini mencakup dalam ciptaannya, baik
yang jasmani maupun yang bersifat rohani
Makna qada dan qadar ialah aturan umum berlakunya hukum sebab akibat, yang
ditetapkan olehnya sendiri. Definisi segala ketentuan, undang-undang, peraturan dan
hukum yang ditetapkan secara pasti oleh Allah SWT, untuk segala yang ada

D. Sumber Aqidah

Dua sumber pengambilan dalil penting jika ditelaah melalui tulisan para ulama dalam
menjelaskan aqidah , yaitu :
a. Dalil asas dan inti yang mencakup Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijma’ para ulama.
b. Dalil penyempurnaan yang mencakup akal sehat manusia dan fitrah kehidupan yang
telah diberikan oleh Allah SWT.
1. Al-Qur’an sebagai sumber aqidah

Firman ALLAH SWT yang diwahyukan kepada Rasulullah melalui perantara malaikat

Jibril. Di dalamnya ALLAH telah menjelaskan segala sesuatu yang telah dibutuhkan

10
oleh hamba-Nya sebagai bekal kehidupan di dunia dan di akhirat. Ia merupakan

petunjuk bagi orang-orang yang diberi petunjuk, pedoman hidup bagi orang-orang

yang beriman, dan obat bagi jiwa-jiwa yang terluka. Al-imam Asy- Syatibi

mengatakan Bahwa sesungguhnya ALLAH telah menurunkan syariat ini kepada

Rasul-Nya yang didalamnya terdapat penjelasan atas segala sesuatu yang dibutuhkan

manusia tentang kewajiban dan peribadatan yang dipikulkan diatas pundaknya,

termasuk didalamnya perkara aqidah. Allah menurunkan Al-Qur’an sebagai sumber

hukum aqidah karena Allah mengetahui kebutuhan manusia sebagai seorang hamba

yang diciptakan untuk beribadah kepada-Nya. Bahkan jika dicermati akan ditemui

banyak ayat dalam Al-Qur’an yang dijelaskan tentang aqidah, baik secara tersurat

maupun secara tersirat. Oleh karena itu, menjadi hal yang wajib jika kita mengetahui

dan memahami aqidah yang bersumber dari Al-Qur’an. Kitab mulia ini merupakan

penjelasan langsung dari Rabb manusia, yang hak dan tidak pernah sirna ditelan masa.

2. As-Sunnah (Hadist) sumber kedua

Seperti halnya Al-Qur’an, As-Sunnah adalah satu jenis wahyu yang datang dari Allah

Swt walaupun Lafadznya bukan dari Allah tapi maknanya datang darinya. Hal ini

diketahui dalam firman Allah QS. An-Najm: 3-4.

“dan tidaklah yang diucapkan-Nya itu (Al-Qur’an) menurut keinginan-Nya. Tidak lain

(Al-Qur’an itu) adalah wahyu yang diwahyukan kepadanya.”

Kekuatan As-Sunnah dalam menetapkan syari’at termasuk perkara aqidah ditegaskan

dalam banyak ayat Al-Qur’an, diantaranya firman ALLAH dalam QS.An-nisa:59.

“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad),

dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) diantara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda

11
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah pada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (As-

Sunnah), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu, lebih

utama bagimu dan lebih baik akibatnya.” Firman Allah di atas menunjukkan bahwa

tidak ada pilihan lain bagi seorang muslim untuk mengambil sumber-sumber hukum

aqidah dari As-Sunnah dengan pemahaman ulama. Ibnu Qayyim juga pernah berkata

“Allah memerintahkan untuk mentaati-Nya dan mentaati Rasul-Nya dengan

mengulangi kata kerja (taatilah)yang menandakan bahwa menaati Rasul wajib secara

independen tanpa harus mencocokkan terlebih dahulu dengan Al-Qur’an, jika beliau

memerintahkan sesuatu. Hal ini dikarenakan tidak akan pernah ada pertentangan antara

Qur’an dan Sunnah.

3. Ijma’ para Ulama

Berkaitan dengan ijma’, Allah swt berfirman dalam QS.An-Nisa:115.

“dan barang siapa menentang Rasul (Muhammad) setelah jelas kebenaran baginya,

dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan dia dalam

kesesatan yang telah dilakukannya itu dan akan masukkan ia kedalam Neraka

Jahannam, dan itu seburuk-buruk tempat kembali.”

Imam Syafi’I menyebutkan bahwa ayat ini merupakan dalil pembolehan

disunnatkannya Ijma’, yaitu diambil dari kalimat “Jalannya orang-orang yang beriman”

yang berarti Ijma’. Beliau juga menambahkan bahwa dalil ini adalah dalil Syar’I yang

wajib untuk diikuti karena Allah menyebutkannya secara bersamaan dengan larangan

menyelisihi Rasul. Di dalam pengambilan Ijma’ terdapat juga beberapa kaidah-kaidah

penting yang tidak boleh ditinggalkan. Ijma’ dalam masalah akidah harus bersandarkan

kepada dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih karena perkara aqidah adalah

12
perkara tauqifiyah yang tidak diketahui kecuali dengan jalan wahyu. Sedangkan fungsi

Ijma’ adalah menguatkan Al-Qur’an dan As-Sunnah serta menolak kemungkinan

terjadinya kesalahan dalam dalil yang dzani sehingga menjadi qotha’i.

4. Akal Sehat Manusia

Selain ketiga sumber diatas, akal juga menjadi sumber hukum aqidah dalam Islam. Hal

ini merupakan bukti bahwa Islam sangat memuliakan akal serta memberikan haknya

sesuai dengan kedudukannya, dengan cara memberikan batasan dan petunjuk kepada

akal agar tidak terjebak kedalam pemahaman-pemahaman yang tidak benar. Hal ini

sesuai dengan sifat akal yang memiliki keterbatasan dalam memahami suatu ilmu atau

peristiwa. Agama Islam tidak membenarkan pengagungan terhadap akal dan tidak pula

membenarkan membenarkan pelecehan terhadap kemampuan akal manusia, seperti

yang biasa dilakukan oleh beberapa golongan (firqoh) yang menyimpang. Syaikhul

Islam Ibnu Taimiyah mengatakan : “akal merupakan syarat untuk memahami ilmu dan

kesempurnaan beramal dengan keduanyalah ilmu dan dan amal menjadi sempurna,

hanya saja ia tidak dapat berdiri sendiri . Di dalam jiwa ia berfungsi sebagai sumber

kekuatan, sama seperti kekuatan penglihatan pada mata yang jika mendapatkannya

cahaya Iman dan Al-Qur’an seperti mendapat cahaya matahari dan api. Tetapi jika

berdiri sendiri, ia tidak akan mampu melihat (hakikat) sesuatu dan jika sama sekali

dihilangkan ia akan menjadi sesuatu yang berunsur kebinatangan”.

Eksistensi akal memiliki keterbatasan pada apa yang bisa dicerna tentang perkara-

perkara nyata yang memungkinkan panca indra untuk menangkapanya. Adapun

masalah-masalah gaib yang tidak dapat disentuh oleh panca indra maka tertutup jalan

bagi akal untuk sampai pada hakikatnya. Sesuatu yang abstrak/gaib, seperti akidah

13
tidak dapat diketahui oleh akal kecuali mendapatkan cahaya dan petunjuk wahyu baik

dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih. Al-Qur’an dan As-Sunnah menjelaskan

bagaimana cara memahami dan melakukan masalah tersebut. Salah satu contohnya

adalah akal mungkin tidak bisa menerima surga dan neraka karena tidak bisa diketahui

melalui indera. Akan tetapi melalui penjelasan yang berasal dari Al-Qur’an dan As-

Sunnah maka akan dapat diketahui bahwasanya setiap manusia harus meyakininya.

Mengenai hal ini ibnu taimiyah mengatakan bahwa apa yang tidak terdapat dalam Al-

Qur’an, As-Sunnah, dan ijma’ yang menyelisih akal sehat karena sesuatu yang

bertentangan dengan akal sehat adalah batil. Sedangkan tidak ada kebatilan dalam Al-

Qur’an, Sunnah, dan ijma’. Tetapi padanya terdapat kata-kata yang mungkin sebagian

orang tidak memahaminya atau mereka memahaminya dengan makna yang batil.

5. Fitrah kehidupan

Dalam sebuah hadits Rasulullah saw bersabda : “setiap anak yang lahir dalam keadaan

fitrah, maka kedua orangtuanyalah yang membuat ia menjadi yahudi, nasrani, atau

majusi.( H. R. MUSLIM )

Dari hadits dapat diketahui bahwa sebenarnya manusia memiliki kecenderungan untuk

menghamba kepada ALLAH. Akan tetapi bukan berarti bahwa bayi yang lahir telah

mengetahui rincian agama islam. Setiap bayi yang lahir tidak mengetahui apa-apa.

Tetapi setiap mamiliki fitrah untuk sejalan dengan islam sebelum dinodai oleh

penyimpangan-penyimpangan. Bukti mengenai hal ini adalah fitrah manusia untuk

mengakui bahwa mustahil ada dua penciptaalam yang memiliki sifat dan kemampuan

yang sama. Bahkan ketika ditimpa musibah pun banyak manusia yang menyeruh

kepada ALLAH seperti dijelaskan dalam firmannya: Q. S Al- Israa’:67.

14
“dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilang semua yang biasa kamu

seru, kecuali Dia. Tapi ketika Dia menyelamatkan kamu kedaratan, kamu berpaling

dari-Nya. Dan manusia memang selalu ingkar (tidak bersyukur).”

E. Jenis Aqidah
1.Aqidah shahih
Aqidah yang shahih adalah aqidah yang dibangunkan di atas Kalamullah (firman-
firman Allah) dan juga sabda Rasul-Nya. Oleh itu aqidah ini sangat jauh dari
penyimpangan, syubhat, hawa nafsu dengan itu hati-hati (Qulub) orang yang
menganutnya menjadi tenang, damai, jauh dari kebimbangan, keraguan, syak,
was-was, bisikan syaitan dan segala bentuk kegoncangan. Apabila aqidah yang
tumbuh di hati jauh dari segala bentuk kegoncangan, barulah timbul rasa ‘aman’
yakni sumber kebahagiaan bagi setiap manusia. Aqidah yang shahih tertata apik tanpa
ada kesimpangsiuran dan pertentangan di sana, Aqidah yang shahih berdasarkan
wahyu Ilahi dan akan diterima oleh akal sehat manusia. Firman Allah:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang
percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu
dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah.
Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. al-Hujurat 49:15) “Allah telah
menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayat-
ayatnya) lagi berulang-ulang, gementar karenanya kulit orang-orang yang takut
kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu
mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang
dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya
seorang pemimpin pun. (QS. az-Zumar 39:23)

2.Aqidah bathil (khatiah)


Batil berarti sesuatu perbuatan atau ibadat yang tidak diterima Allah, dan tidak
diperakui sebagai satu perbuatan atau ibadat yang sah di sisi hukum syara'. Aqidah
yang batil berarti sesuatu iktiqad atau kepercayaan yang bercanggah dengan nas nas

15
syariah dari al-Quran dan al Sunnah. Dengan ertikata yang lain aqidah yang batil
adalah suatu aqidah yang terkeluar dari iktiqad ahli Sunnah Wal Jamaah, seperti
iktiqad Mu'tazilah,Jabariah,Qadariah dan lain lainnya dari iktiqad iktiqad kumpulan
kumpulan yang sesat. Tidak ada janji keamanan dan ampunan bagi pemilikinya
bahkan mereka termasuk orang-orang yang merugi di dunia maupun di akhirat dan
tempat kembali mereka adalah neraka bagi mereka yang mempercayai Aqidah Bathil.
aqidah yang bathil hanya berlandaskan persangkaan tak berdasar dan khayalan-
khayalan dusta yang ditiupkan oleh setan kepada hati-hati manusia yang lemah dan
hampa dari cahaya kebenaran. Aqidah model ini tentu bertolak belakang dengan
fitrah manusia yang suci serta tidak akan diterima oleh akal sehat mereka. Bagaimana
akal sehat akan menerima sedangkan aqidah yang bathil tersebut bersumber dari
kekonyolan-kekonyolan yang hanya akan diterima oleh manusia-manusia dungu yang
berkepribadian rendah. Bagaimana fitrah manusia yang suci akan menerima
sedangkan aqidah tersebut menjadikan diri mereka menghamba kepada makhluk yang
tidak dapat memberikan manfaat atau mudharat.

F. Fungsi Aqidah

1. Sebagai landasan/Pondasi seluruh ajaran Islam.


Di atas keyakinan dasar inilah dibangun ajaran Islam lainya, yaitu syari’ah (hukum
islam) dan akhlaq (moral Islam). Oleh karena itu, pengamalan ajaran Islam lainya
seperti shalat, puasa, haji, etika Islam (akhlak) dan seterusnya, dapat diamalkan di
atas bagunan keyakinan dasar tersebut. Tanpa keyakinan dasar, pengamalan ajaran
agama tidak akan memiliki makna apa-apa.
2. Untuk membentuk kesalehan seseorang di dunia
sebagai modal awal mencapai kebahagiaan di akhirat. Hal ini secara fungsional
terwujud dengan adanya keyakinan terhadap kehidupan kelak di hari kemudian dan
setiap orang mempertanggungjawabkan perbuatanya di dunia.
3. Untuk menyelamatkan seseorang dari keyakinan-keyakinan yang menyimpang,
seperti bid’ah, khurafat, dan penyelewengan-penyelewengan lainya.
16
4. Untuk menetapkan seseorang sebagai muslim atau non muslim.
Begitu pentingnya kajian akidah islam hingga bidang ini telah menjadi perbincangan
serius di kalangan para ahli sejak zaman awal Islam sampai hari ini, termasuk di
Indonesia. Di dalam apresiasinya, kajian mengenai bidang ini melahirkan beberapa
aliran, seperti Suni [ Maturidiyah, Asy’ariyah,-Ahlussunnah wal Jama’ah ]
Murjiah,Muktazilah,Wahabiyah, Syiah, Khawarij, Qadariyah, Jabbariyah dan lain-
lain.

G. Penyimpangan Aqidah

1. Kebodohan terhadap aqidah shahihah, karena tidak mau mempelajari dan


mengajarkannya, atau karena kurangnya perhatian terhadapnya.
Sehingga tumbuh suatu generasi yang tidak mengenal aqidah shahihah dan juga tidak
mengetahui lawan atau kebalikannya. Akibatnya, mereka menyakini yang haq
sebagai sesuatu yang batil dan yang batil dianggap sebagai yang haq. Sebagaimana
yang pernah dikatakan oleh Khalifah Umar bin Khattab:
“Sesungguhnya ikatan simpul Islam akan pudar satu demi satu, manakala di dalam
Islam terdapat orang yang tumbuh tanpa mengenal kejahiliyahan.”
2. Ta’ashshub (fanatik)
Fanatik kepada sesuatu yang diwarisi dari bapak dan nenek moyangnya, sekali pun
itu batil, dan mencampakkan apa yang menyalahinya, sekalipun hal itu benar.
Sebagaimana difirmankan oleh Allah:
“Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Ikutilah apa yang diturunkan Allah,” mereka
menjawab: “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari
(perbuatan) nenek moyang kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun
nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat
petunjuk?” (QS. Al Baqarah: 170)
3. Taqlid

17
buta dengan mengambil pendapat manusia dalam masalah aqidah tanpa mengetahui
dalilnya dan tanpa menyelidiki seberapa jauh kebenarannya. Sebagaimana yang telah
terjadi pada golongan-golongan seperti Mu’tazilah, Jahmiyah dan lainnya. Mereka
ber-tauhid kepada orang-orang sebelum mereka dari para imam sesat, sehingga
mereka juga ikut sesat dan akhirnya jauh dari aqidah yang benar.
3. Ghuluw (berlebihan)
dalam mencintai para wali dan orang-orang shalih, serta mengangkat mereka di atas
derajat yang semestinya, sehingga menyakini pada diri mereka sesuatu yang tidak
mampu dilakukan kecuali oleh Allah, baik berupa mendatangkan kemanfaatan
maupun menolak kemudharatan. Juga menjadikan para wali itu sebagai perantara
antara Allah dan makhluk-Nya, sehingga sampai pada tingkatan menyembah wali dan
bukan menyembah Allah.
Mereka ber-taqqarub kepada kuburan para wali itu dengan hewan qurban, nadzar,
doa, istighatsah dan meminta pertolongan. Sebagaimana yang terjadi pada kaum Nabi
Nuh terhadap orang-orang shalih ketika mereka berkata:
“Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan
jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula
Suwaa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr’.” (QS. Nuh: 23)
4. Ghaflah (lalai)
terhadap perenungan ayat-ayat Allah yang terhampar di jagat raya ini (ayat-ayat
Kauniyah) dan ayat-ayat Allah yang tertuang dalam Kitab-Nya (ayat-ayat
Qur’aniyah). Di samping itu juga terbuai dengan hasil-hasil teknologi dan
kebudayaan, sampai-sampai mengira bahwa itu semua adalah hasil kreasi manusia
semata, sehingga mereka mengagung-agungkan manusia serta menisbatkan seluruh
kemajuan ini kepada jerih payah dan penemuan manusia semata. Sebagaimana
kesombongan Qarun yang mengatakan: “Sesungguhnya aku diberi harta hanyalah
karena ilmu yang ada padaku.” (QS. Al Qashash: 78) Atau sebagaimana perkataan
orang lain yang sombong: “Sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah karena
kepintaranku.” (QS. Az Zumar: 49)
Mereka tidak berpikir dan tidak pula melihat keagungan Tuhan yang telah
menciptakan alam ini dan yang telah menimbun berbagai macam keistimewaan di

18
dalamnya. Juga yang telah menciptakan manusia lengkap dengan bekal keahlian dan
kemampuan guna menemukan keistimewaan-keistimewaan alam serta
memfungsikannya demi kepentingan manusia.
5. Pada umumnya rumah tangga sekarang ini kosong dari pengarahan yang benar sesuai
dengan syariat Islam. Padahal baginda Rasulullah telah bersabda:
“Setiap bayi dilahirkan atas dasar fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang
(kemudian) membuatnya menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi.” (HR. Bukhari)
Jadi orangtua mempunyai peranan besar dan penting dalam meluruskan jalan hidup
anak-anaknya.
6. Kemajuan teknologi dan budaya barat yang semakin menggerogoti pikiran generasi
bangsa. Banyaknya media-media informasi seperti televisi, radio, dan media online
yang menyajikan materi-materi yang jauh dari akidah. Tidak dipungkiri bahwa hal ini
juga merupakan cara dari orang-orang kafir untuk merusak akidah generasi bangsa
dari dalam. Menggunakan media adalah cara paling cepat dan mudah untuk
menjauhkan mereka dari ajaran Islam.
Terlebih lagi munculnya banyak aplikasi dan game-game yang berbau merendahkan
Islam tersemat didalamnya semakin diminati generasi muda lantaran permainannya
yang menyenangkan. Dari sinilah sebenarnya peran orang tua juga penting,
mengontrol dan memfasilitasi anak-anaknya secara wajar hingga tidak keluar batas
dari ajaran Islam.

Cara-Cara Mengatasi Penyimpangan Ini


1. Kembali kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah untuk mengambi aqidah
shahihah. Sebagaimana para Salaf Shalih mengambil aqidah mereka dari
keduannya. Tidak akan dapat memperbaiki akhir umat ini kecuali apa yang telah
memperbaiki umat terdahulu. Juga dengan mengkaji aqidah golongan sesat dan
mengenal syuhbat-syuhbat mereka untuk kita bantah dan kita waspadai, karena
siapa yang tidak mengenal keburukan, ia dikhawatirkan akan terperosok
kedalamnya.

19
2. Memberi perhatian pada pengajaran aqidah shahihah, aqidah salaf, diberbagai
jenjang pendidikan, baik pendidikan di rumah, sekolah maupun media-media
informasi lainnya.
3. Harus ditetapkan kitab-kitab salaf yang bersih sebagai materi pelajaran.
Sedangkan kitab-kitab sesat/ menyimpang harus dihindarkan dan dimusnahkan.
4. Menyebarkan para dai yang meluruskan aqidah umat Islam dengan
mengajarkan aqidah salaf serta menjawab dan menolak seluruh aqidah batil.
5. Peran pemerintah dan seluruh elemen lapisan masyarakat bekerja sama untuk
mengontrol program-program yang jauh dari aqidah. Dan memperbanyak
pembelajaran aqidah yang lurus.

20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

 Aqidah merupakan perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tenteram
karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh dan kokoh, yang tidak tercampuri
oleh keraguan dan kebimbangan.
 Istilah-istilah yang ada dalam aqidah yaitu : al aqidah , at-tauhid, as sunnah , al jamaah, Ahlus
Sunnah wal Jama’ah , as-Salaf , Ahlul hadits, Al-Firqoh an-Najiyyah , ath-Thoifah al-
Manshuroh
 Ruang lingkup aqidah menurut Hassan Al-Banna : ilahiyat, Nubuwat, rukhaniyat ,
sam’iyat
Menurut sistematikan Arkanul Iman :
1. Iman Kepada Allah SWT
2. Iman kepada Malaikat
3. Iman kepada Kitab Allah
4. Iman kepada Nabi dan rasul
5. Iman kepada hari akhir
6. Iman kepada Qada dan Qadar
 Sumber aqidah ada 4 , yaitu :
Al’quran, Hadist, Ijma para ulama, Akal sehat manusia, Fitrah kehidupan
 Jenis aqidah :
Aqidah Shahih : Aqidah yang shahih adalah aqidah yang dibangunkan di atas Kalamullah
(firman-firman Allah) dan juga sabda Rasul-Nya.
Aqidah bathil : . Aqidah yang batil berarti sesuatu iktiqad atau kepercayaan yang
bercanggah dengan nas nas syariah dari al-Quran dan al Sunnah.
 Fungsi aqidah :
1. Sebagai landasan/Pondasi seluruh ajaran Islam
2. Untuk membentuk kesalehan seseorang di dunia
3. Untuk menyelamatkan seseorang dari keyakinan-keyakinan yang menyimpang,
4. Untuk menetapkan seseorang sebagai muslim atau non muslim.
21
 Penyimpangan aqidah
1. Ta’ashshub (fanatik)
2. Kebodohan terhadap aqidah shahihah, karena tidak mau mempelajari dan
mengajarkannya, atau karena kurangnya perhatian terhadapnya.
3. Taqlid
4. Ghuluw (berlebihan)
5. Ghaflah (lalai)
6. Pada umumnya rumah tangga sekarang ini kosong dari pengarahan yang benar
sesuai dengan syariat Islam
7. Kemajuan teknologi dan budaya barat yang semakin menggerogoti pikiran generasi
bangsa.
 Cara-cara mengatasi penyimpangan ini
1. Kembali kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah untuk mengambi aqidah
shahihah
2. Memberi perhatian pada pengajaran aqidah shahihah, aqidah salaf, diberbagai
jenjang pendidikan, baik pendidikan di rumah, sekolah maupun media-media
informasi lainnya.
3. Harus ditetapkan kitab-kitab salaf yang bersih sebagai materi pelajaran.
Menyebarkan para dai yang meluruskan aqidah umat Islam dengan mengajarkan
aqidah salaf serta menjawab dan menolak seluruh aqidah batil.
4. Peran pemerintah dan seluruh elemen lapisan masyarakat bekerja sama untuk
mengontrol program-program yang jauh dari aqidah.

B. Saran
a. Diharapkan setelah membaca makalah ini dapat memahami bagaimana aqidah menurut
islam
b. Diharapkan setelah membaca makalah ini dapat mengetahui penyimpangan-penyimpangan
dari aqidah dan cara mengatasinya.

22
DAFTAR PUSTAKA

https://makalahnih.blogspot.co.id/2017/09/istilah-istilah-penting-dalam.html
http://irwantoadi926.blogspot.co.id/2016/11/pengertian-dan-ruang-lingkup-aqidah.html
https://karyatulisilmiah.com/makalah-aqidah-makna-dan-ruang-lingkup-pengertian-ruang-lingkup-tujuan-
dan-manfaat-aqidah/
http://avbahriani.blogspot.co.id/2016/06/sumber-sumber-aqidah-islam.html
http://miragustina90.blogspot.co.id/2014/02/fungsi-aqidah-islam-dalam-kehidupan.html
http://www.beranidakwah.com/bentuk-penyimpangan-aqidah-dan-cara-mengatasinya/
http://kemakmurandankestabilan.blogspot.co.id/2011/04/aqidah-yang-batil.html
https://ukhuwahislamiah.com/aqidah-shahihah-vs-aqidah-bathilah/

23

Anda mungkin juga menyukai