Di susun oleh :
197005140
PARALEL (C)
1
BAB .I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penegakan hukum adalah proses yang dilakkan sebagai upaya untuk
mencapai tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai
pedoman perilaku dalam lalulintas atau hubungan hukum dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau dari sudut subyeknya, penegakan hukum
itu dapat dilakukan oleh subyek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya
penegakan hukum itu melibatkan semua subyek hukum dalam setiap hubungan
hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau
tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang
berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti
sempit, dari segi subyeknya itu, oenegakan hukum itu hanya diartikan sebagai
upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan
tegaknya hukum itu, apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu
diperkenankan untuk menggunakan daya paksa.
2
Mengingat semakin merajalelanya tindakan kriminal, dari skala kecil
sampai skala besar, seakan-akan warga negara Indonesia ini begitu tidak gentar
menghadapi hukum. Pejabat kebal hukum, rakyat bebal hukum. Ya, tampaknya
seperti itulah karakteristik orang Indonesia.
Untuk tindakan kriminal skala besar, banyak pihak yang ingin agar
pelakunya diganjar hukuman mati agar menciptakan efek takut bagi orang lain –
dalam hal ini berarti bernilai preventif. Namun, ada pihak-pihak tertentu yang tidak
menyetujuinya bersamaan dengan adanya HAM. Ada yang mengatakan hukuman
mati bukan cara irasional, tidak manusiawi, tidak bijaksana, hanya merupakan hak
Tuhan. Tetapi ada juga yang mengatakan bahwa tindakan ini tegas dan bisa
menjaga wibawa negara.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah sebaiknya penerapan hukuman mati dalam sistem hukum di
Indonesia dan bagaimana pula pandangan ajaran agama terhadap hukuman mati
dikaji melalui filsafat hukum ?
3
BAB .2. PEMBAHASAN
manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. [1] Berkaitan dengan
hukum, beberapa ahli mendefinisikan filsafat hukum sebagai berikut:
Menurut Soetikno:
Filsafat hukum adalah mencari hakekat dari hukum, dia ingin mengetahui apa
yang ada di belakang hukum, mencari apa yang tersembunyi di dalam hukum, dia
menyelidiki kaidah-kaidah hukum sebagai pertimbangan nilai, dia memberi
penjelasan mengenai nilai, postulat (dasar -dasar) sampai pada dasar-dasarnya, ia
berusaha untuk mencapai akar-akar dari hukum.
[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat
4
Menurut Lili Rasjidi:
Filsafat hukum berusaha membuat “dunia etis yang menjadi latar belakang yang
tidak dapat diraba oleh panca indera” sehingga filsafat hukum menjadi ilmu
normatif, seperti halnya dengan ilmu politik hukum. Filsafat hukum berusaha
mencari suatu cita hukum yang dapat menjadi “dasar hukum” dan “etis” bagi
berlakunya sistem hukum positif suatu masyarakat (seperti grundnorm yang telah
digambarkan oleh sarjana hukum bangsa Jerman yang menganut aliran-aliran
Secara garis besar filsafat hukum berupa suatu ilmu yang mengkaji hukum
secara mendalam, penuh kebijaksanaan, berjangka panjang dan fleksibel sehingga
hukum itu sendiri menjadi selaras (keserasian nilai-nilai) dengan karakteristik
masyarakat. Kajian filsafat hukum sendiri tentu membutuhkan cabang-cabang ilmu
lain yang berkaitan dengan hukum, seperti: antropologi hukum, sosiologi hukum,
psikologi hukum dan sebagainya. Dengan demikian kajian filsafat hukum akan
mampu mencakup semua aspek dalam masyarakat.
6
Pidana mati merupakan bagian dari jenis-jenis pidana yang berlaku
berdasarkan hukum pidana positif Indonesia. Bentuk pidana ini merupakan
hukuman yang dilaksanakan dengan merampas jiwa seseorang yang melanggar
ketentuan undang-undang. Pidana ini juga merupakan hukuman tertua dan paling
kontroversial dari berbagai bentuk pidana lainnya. Tujuan diadakan dan
dilaksakannya hukuman mati supaya masyarakat memperhatikan bahwa
pemerintah tidak menghendaki adanya gangguan terhadap ketentraman yang
sangat ditakuti oleh umum.
Saat ini terdapat 68 negara yang masih menerapkan praktik hukuman mati,
termasuk Indonesia. Sedangkan negara yang menghapus pidana mati untuk
seluruh jenis kejahatan adalah sebanyak 75 negara. Selain itu, terdapat 14 negara
yang menghapus pidana mati untuk kategori kejahatan de facto tidak menerapkan
pidana mati untuk kategori kejahatan de facto tidak menerapkan pidana mati
walaupun terdapat ketentuan mati.
Pada dasarnya sistem hukum di Indonesia terdiri dari tiga jenis sistem
hukum. Yaitu hukum Eropa, hukum agama dan hukum adat. Dari ketiganya, baik
pidana maupun perdata sebagian besar hukum di Indonesia bersistem hukum
Eropa. Sedangkan sistem hukum agama dan adat biasanya berlaku pada urusan
perkawinan, kewarisan dan kekerabatan.
7
Namun kembali pada salah satu asas berlakunya undang-undang yaitu:
Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi mempunyai derajat
yang lebih tinggi, sehingga apabila ada dua macam undang-undang yang tidak
sederajat mengatur objek yang sama dan saling bertentangan, maka hakim harus
menerapkan undang-undang yang lebih tinggi dan menyatakan bahwa undang-
undang yang lebih rendah tidak mengikat (lex superior derogat legi inferiori). Ini
berarti apabila hukuman mati diberlakukan oleh negara, maka hukum adat atau
peraturan daerah tidak berhak menentang. Sebaliknya, jika hukum adat atau
peraturan daerah memberlakukan hukuman mati tetapi negara tidak, maka tidak
boleh ada hukuman mati.
Baik orang yang mati dengan sengaja/tidak sengaja yang jelas kita bisa
menetukan pilihan hidup/mati ditangan orang lain atau diri kita. Syaratnya
pemerintah dalam menegakkan hukuman mati bukan karena motif pembalasan,
akan tetapi untuk menegakkan keadilan (filsafat hukum) untuk masa depan.
Kita analogi dilema “hukuman mati” seperti penjatuhan kartu merah dalam
sepak bola, sanksi yang diberikan pada pemain yang melanggar dengan
pelanggaran keras, maka harus keluar dari lapangan dan “kehidupan” sepakbola
yang sedang berjalan. Sanksi tidak semata jatuh pada pelanggar, tetapi juga
ditanggung oleh seluruh elemen timnya. Dalam konteks hukaman mati, paling
maksimal akan memberi efek “tingkat keterancaman yang paling tinggi”. Dalam
filsafat etika ada “keterancaman”. Hukaman mati itu bentuk potensi yang bisa
aktual apabila memenuhi syarat-syarat. Mencabut nyawa dalah hak Tuhan ayng
didelegasikan kepada orang lain. Tuhan mendelegasikan hak-Nya atau
menghukum dengan tangan manusia, sebagaimana Tuhan yang berwenang
mencabut dan menunda nyawa, begitu juga manusia memperoleh pendelegasian
8
dari Tuhan untuk malakukannya. Dalam praktek pengadilan, hakim boleh
memutuskan hukuman mati karena mendapatkan pendelegasian Tuhan
sebagaimana Tuhan mendelegasikan malaikat mengambil nyawa seseorang,
namun perlu syarat-syarat ketat dalam menjatuhkan hukuman mati, kemudian
pembenahan sistem peradilan sehingga menghasilkan produk hukum yang adil.
Jika ditinjau dari segi hukum agama, faktanya terdapat beberapa agama
yang mengindikasikan adanya hukuman mati termasuk bagian yang tidak
mendukungnya. Berikut saya sampaikan indikasi pro dan kontra hukuman mati
dari berbagai agama:
1. Agama Hindu
Di dalam kitab hukum Hindu salah satunya Manawa Dharmaśāstra
memuat tentang tindakan yang dilarang beserta sanksinya. Beberapa ayat
memuat hukuman mati untuk bentuk kejahatan tertentu.
9
Pangeran Satyavan: Tidak dengan membinasakan seorang pelaku
kejahatan, seorang Raja hendaknya menghukum dia sebagai seseorang
yang ditakdirkan berdasarkan Kitab. Seorang Raja hendaknya tidak berbuat
sebaliknya, mengabaikan moral untuk merendahkan martabat pelaku
kejahatan. Dengan membunuh seorang pelanggar, Raja membunuh banyak
orang tidak berdosa. Dengan membunuh seorang perampok tunggal, istri,
ibu, bapa dan anak yang bersangkutan semuanya ikut terbunuh. Ketika
dirugikan oleh seorang pelaku kejahatan, Raja oleh karenanya harus
merenungkan persoalan penghukuman. Terkadang orang jahat terlihat
meniru kebaikan dari orang baik. Hal tersebut mencerminkan anak yang
baik berasal dari keturunan orang jahat. Maka dari itu sebaiknya orang
jahat tidak dimusnahkan. Pemusnahan seorang jahat tidak sesuai dengan
hukum keabadian dalam agama Hindu.
Percakapan ini menjadi landasan bahwa hukuman mati tidak diperlukan
10
3. Agama Islam
Bentuk peraturan dalam ajaran Islam terdiri dari hudud (suatu bentuk
peraturan yang bentuk pelanggaran dan sanksinya sudah di atur secara pasti
dan ta’zir (suatu bentuk peraturan yang bentuk pelanggarannya sudah di
atur tetapi bentuk sanksinya di serahkan kepada negara).
Dalam agama Islam dikenal apa yang dinamakan kisas (memberikan
perlakuan yang sama kepada pelaku pidana sebagaimana ia melakukannya
terhadap korbanDasar berlakunya kisas ini adalah berdasarkan firman
Allah SWT dalam surat Al-Baqarah, yakni surat kedua dari Al-Quran, ayat
178 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
qishaash berkenaan dengan orang- orang yang dibunuh; orang merdeka
dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita.
Maka barangsiapa yang mendapat pemaafan dari saudaranya, hendaklah
yang memaafkan mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah yang
diberi maaf membayar diat kepada yang memberi maaf dengan cara yang
baik pula. Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan
suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka
baginya siksa yang sangat pedih.”. Dalam penjelasannya diterangkan
bahwa diat adalah suatu ganti rugi yang dibayarkan kepada ahli waris
korban. Dalam hukum Islam hukuman mati dapat diganti dengan
pembayaran ganti rugi kepada ahli waris korban apabila sebelumnya ahli
waris korban telah memaafkan pelaku kejahatan pembunuhan atas apa
yang dilakukannya. Selanjutnya dalam ayat 179 Allah SWT berfirman:
“Dan dalam kisas itu ada jaminan kelangsungan hidup bagimu, hai orang-
orang yang berakal, supaya kamu ber-taqwa”.
Dalam Kitab Suci umat Islam ini terdapat surat yang isinya sangat jelas
menunjukan bahwa Islam sejalan dengan teori absolut, yakni
11
surat Al-Maaidah ayat 45 yang artinya: “Dan Kami telah tetapkan terhadap
mereka di dalamnya bahwasanya jiwa dibalas dengan jiwa, mata dengan
mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan
luka-luka pun ada qishaashnya.
12
Bagi penegak hukum dalam negara Islam terdapat prinsip “Lebih baik salah
memaafkan dari pada salah menghukum”. Prinsip ini menunjukan bahwa
Islam sangat berhati-hati dalam menjatuhkan hukuman, khususnya
hukuman mati. Apabila seseorang mengakui kesalahan yang telah
dilakukannya serta bertaubat dengan sungguh - sungguh, berdasarkan surat
Al-Maidah ayat 34, maka ia akan di ampuni atas perbuatannya oleh Allah.
Penegak hukum Islam juga berpedoman pada ayat tersebut dalam
menegakkan hukum Islam. Maka apabila seorang pelaku kejahatan
menyerahkan diri lalu mengakui perbuatannya dan bertaubat, hendaknya
menjadi suatu pertimbangan bagi para penegak hukum dalam proses
ati.html
13
Hal ini diinterpretasikan oleh sebagian besar umat Buddha, terutama umat
Buddha di Barat, sebagai suatu dasar dalam menentang hukuman mati.
Namun ada pula interpretasi yang berbeda dengan interpretasi umat
Buddha di Barat tersebut, misalnya Thailand yang kita ketahui bahwa
Buddha sebagai salah satu agama yang resmi diakui negaranya, tetapi
menerapkan hukuman mati. Begitu pula dengan Sri Lanka, Jepang, Taiwan
yang mayoritas warga negaranya menganut agama Budha, tetap
mempertahankan hukuman mati dalam sistem hukumnya. Teori absolut
yang dipandang sebagai alasan pembenar terkuat dalam penerapan
hukuman mati tidak sejalan dengan ajaran agama Buddha sebagaimana
tersirat dalam Panca-sila dan Dhammapada. Maka tidak heran apabila
hampir semua umat Budha menentang hukuman mati sebagai pembalasan,
Karena dirasa kurang sesuai maka kemudian pasal tersebut di atas diubah
dengan ketentuan dalam S. 1945 : 123 dan mulai berlaku sejak tanggal 25
agustus 1945. Pasal 1 aturan itu menyatakan bahwa : “menyimpang dari apa
tentang hal ini yang ditentukan dalam undang-undang lain, hukuman mati
dijatuhkan pada orang-orang sipil (bukan militer), sepanjang tidak ditentukan
lain oleh gubernur jendral dilakukan dengan cara menembak mati”. Untuk
ketentuan pelaksanaanya secara rinci di jelaskan pada undang-undang No. 2
(PNPS) tahun 1964.
14
gantungan.
Hukuman mati menjadi salah satu ganjaran atau hukuman yang telah
diterapkan di Indonesia. Hak ini menimbulkan perdebatan di masyarakat,
adanya pro untuk tetap menerapkan hukuman mati dan juga kontra terhadap
hukuman mati.
16
Ada sejumlah alasan kontra dalam hukuman mati, yaitu ;
Menurut Prof. Jeffrey Fagan (Guru besar bidang hukum dan kesehatan
masyarakat di Universitas Columbia, Amerika Serikat) yaitu tingkat
kesalahan dalam hukuman mati sedemikian tingginya - antara 41 %
(persen) hingga 68 % (persen) - hingga tidak dapat diterima dan keadaan
ini meningkatkan resiko eksekusi orang yang bersalah, tidak terdapat
bukti di manapun bahwa hukuman mati itu menjerakan peredaran
nerkoba ataupun kejahatan narkoba lainnya dan beban biaya keuangan
dari hukuman mati sangatlah tinggi.
17
Ada sejumlah alasan pro dalam hukuman mati, yaitu ;
18
Bab 3 Penutup
A. Kesimpulan
Sampai saat ini hukuman mati masih berlaku di Indonesia yang salah
satunya sebagaimana termuat di dalam Pasal 36 UU No. 26 Tahun 2000: “Setiap
orang yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a, b,
c, d, atau e dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling lama 25 (dua puluh lima) tahun dan paling singkat 10
(sepuluh) tahun.”
Dilihat dari aspek agama, hukuman mati tidak mutlak ditentang. Begitu
juga dalam beberapa hukum adat. Namun demikian, beberapa pihak tertentu ingin
agar hukuman mati berhenti diberlakukan di Indonesia. Setelah memaparkan
beberapa kajian mengenai tentang hukuman mati, dari segi agama sosial dan adat,
maka saya akan mengemukakan beberapa kesimpulan. Apakah hukuman mati
perlu ditidiadakan?
19
apabila terjamin bahwa tardakwa bandar narkoba tidak bisa berkutik sama sekali
di lapas di mana pegawai lapas benar-benar bertanggung jawab.
Alasan HAM dan otoritas Tuhan mengenai hukuman mati, juga tidak
sepenuhnya benar. Jika membunuh terdakwa sebagai hukuman dikatakan
melanggar HAM, lalu mengapa militer membunuh penjajah tidak dikatakan
melanggar HAM? Padahal keduanya sama-sama membunuh.
B. Saran
Bagaimanapun juga negara belum tentu bisa menjamin bahwa setiap aparat
penegak hukum dapat bertanggung jawab sepenuhnya atas kewajibannya. Bagi
terdakwa kasus luar biasa yang tidak dihukum mati, melainkan dihukum penjara
beberapa tahun atau seumur hidup. Ada yang mengatakan penjara seumur hidup
membuat negera mengeluarkan biaya karena narapidana bisa makan gratis seumur
hidup. Letak permasalahan bukan di situ. Tetapi selalu saja ada oknum aparat
penegak hukum yang mencari kesempatan. Tujuan agar narapidana yang dikurung
penjara agar jera, malah dengan bekerja sama dengan oknum tertentu, narapidana
tersebut masih tetap bisa melakukan kejahatannya di dalam penjara. Saya
menyayangkan hukuman mati dihapuskan.
20
Menurut saya, kita tidak perlu menuntut penghapusan hukuman mati dengan
alasan apapun. Hukuman mati tetap perlu diberlakukan, namun dengan rumusan yang
tepat. Kapan, kepada siapa, karena kasus apa, dengan alasan apa dan sebagainya.
Dengan pertimbangan sosiologi hukum yang matang. Hukuman mati sangat tepat
diberlakukan kepada pelaku kriminal berskala besar dan kepada kepala jaringan
kriminal, yang menyebabkan kerugian materil dan imateril yang berskala besar pula.
Namun demikian, hukum harus tetap menyelidiki dan memberantas setiap orang yang
terlibat di dalamnya. Hukuman mati perlu dihapuskan apabila hukuman mati itu
diberlakukan tanpa alasan yang jelas atau kepada pelaku kriminal berskala kecil.
21