Anda di halaman 1dari 25

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Tutorial Klinik

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

Thalassemia

Disusun oleh:
Suryanti Suwardi (0808015033)
Famela Asditaliana (0910015058)

Pembimbing:
dr. William S. Tjeng, Sp. A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2014
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Thalassemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang
diturunkan dari kedua orang tua kepada anaknya secara resesif, menurut
hukum Mendel. Penyakit ini tenyata banyak ditemukan di daerah Mediterania
dan daerah sekitar khatulistiwa. Di Indonesia thalassemia merupakan penyakit
terbanyak di antara golongan anemia hemolitik dengan penyebab
interakorpuskuler. Defek genetik yang mendasari meliputi delesi parsial atau
total dari rantai globin dan subtitusi, delesi atau insersi dari nukleotida. Akibat
dari perubahan ini adalah tidak adanya mRNA untuk satu atau lebih rantai
globin. Hasilnya adalah turunnya atau tertekannya sintesis rantai polipeptid
hemoglobin (Staf Pengajar FKUI, 1998; Wahab, 2000).
Berkurangnya hemoglobin dalam sel darah merah akan menyebabkan
berkurangnya distribusi oksigen ke dalam sel sehingga fungsi organ tubuh
akan terganggu. Dua tipe thalassemia yang utama adalah thalassemia alfa dan
beta, yang diberi nama sesuai rantai protein yang membentuk hemoglobin
normal (WHO, 2010).
Abnormalitas dapat terjadi pada setiap gen yang menyandi sintesis
rantai polipeptida globin, tetapi yang mempunyai arti klinis hanya gen  dan
. Karena ada dua pasang gen yang α, maka dalam pewarisannya akan terjadi
kombinasi gen yang sangat bervariasi. Hanya bila terdapat kelainan pada
keempat gen tersebut maka akan terlihat manifestasi klinis dan masalah.

Pewarisan genetik gen β lebih mudah diramalkan, bahkan kini variabilitas


manifestasi klinisnya sudah dapat dijelaskan berdasarkan kelainan susunan
DNA-nya (Bun, 1990).

Molekul globin terdiri atas sepasang rantai α dan sepasang rantai yang
lain yang menentukan jenis Hb. Pada orang normal terdapat 3 jenis Hb,yaitu
HbA ( merupakan > 96 % dari Hb total, tesusun dari 2 rantai α dan 2 rantai β
= α2β2), HbF (< 2% = α2γ2) dan Hb A2 (< 3% = α2δ2). Kelainan produksi

2
dapat terjadi pada masing-masing rantai. Ada 3 golongan anemia hemolitik
kongenital, yaitu :
1. stromatopati, yaitu kelainan stroma/kerangka eritrosit sehingga morfologi
eritrosit tidak lagi seperti parem (bulat cekung kedua sisi), melainkan
berubah menjadi :
- Sferis, dinamakan sferisitosis
- Oval, dinamakan ovalositosis
- Elips, dinamakan eliptositosis
2. Enzimopati, yaitu kelainan enzim eritrosit, contoh; Defisiensi G-6PD,
pyruvat kinase, dsb.
3. Hemoglobinopati, yaitu kelainan pembentukan hemoglobin, atau lebih
spesifik lagi kalainan pembentukan rantai polipeptid globin. Contoh:
- pembentukan polipeptid globin abnormal (anemia sel sabit, penyakit
HbC, HbD, HbM, dsb. Kekurangan hemoglobin (thalassemia)
(Sunarto, 2000).
Gen Thalassemia sangat luas tersebar dan kelainan ini
diyakini merupakan penyakit genetik manusia yang paling
prevalen. Distribusi utama meliputi daerah-daerah
perbatasan Laut Mediterania, sebagian besar Afrika, Timur
Tengah, Sub Benua India, dan Asia Tenggara, termasuk di
Indonesia dan ini merupakan masalah individual maupun
komunitas (Behrman, 2000).

B. TUJUAN PENULISAN
 Menambah ilmu dan pengetahuan mengenai penyakit yang dilaporkan.
 Membandingkan informasi yang terdapat pada literatur dengan kenyataan
yang terdapat langsung pada kasus.
 Mendiagnosa dengan cepat dan menyusun rencana tatalaksana yang tepat
kepada pasien.

3
BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas pasien
- Nama : An. N
- Jenis kelamin : laki-laki
- Umur : 1,7 tahun
- Alamat : Air Hitam
- Anak ke : 2 dari 2 bersaudara
- MRS : 23 Oktober 2014

Identitas Orang Tua


- Nama Ayah : Tn. R
- Umur : 36 tahun
- Alamat : Air Hitam
- Pekerjaan : Swasta
- Pendidikan Terakhir : SMA
- Ayah perkawinan ke :1

- Nama Ibu : Ny. S


- Umur : 28 tahun
- Alamat : Air Hitam
- Pekerjaan : IRT
- Pendidikan Terakhir : SMA
- Ibu perkawinan ke :1

Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesa pada tanggal 24 Oktober 2014 dengan
ibu kandung.

4
Keluhan Utama :
Pucat
Riwayat Penyakit Sekarang :
Keluhan pucat dialami sejak 1 minggu yang lalu sebelum pasien MRS.
Pasien juga mengeluhkan badan lemas. Nafsu makan berkurang. Dari pengakuan
orangtua pasien, sebelumnya pasien juga telah mengalami keluhan yang serupa
dan telah ditransfusi. Pasien juga mengeluhkan demam sejak 3 hari sebelum MRS.
BAB dan BAK dalam batas normal.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pernah menderita keluhan seperti ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit darah atau kanker sel
darah.

Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak :


Berat badan lahir : 3200 gr
Panjang badan lahir : 49 cm
Berat badan sekarang : 9 kg
Gigi keluar : 8 bulan
Tersenyum : 3 bulan
Miring : 3 bulan
Tengkurap : 5 bulan
Duduk : 5 bulan
Merangkak : 7 bulan
Berdiri : 8 bulan
Berjalan : 1 tahun
Masuk TK :-
Sekarang kelas :-

Makan dan minum anak

5
ASI : Mulai diberikan sejak lahir hingga usia 1 tahun
Susu sapi : tidak pernah minum susu bubuk atau susu sapi
Bubur susu : mulai diberikan sejak usia 6 bulan
Tim saring : mulai diberikan sejak usia 6 bulan
Buah : kadang-kadang
Lauk dan makan padat : Sejak usia 8 tahun

Pemeliharaan Prenatal
Periksa di : Bidan
Penyakit Kehamilan :-
Obat-obatan yang sering diminum : Vitamin + Zat Besi

Riwayat Kelahiran :
Lahir di : Klinik Bidan
Persalinan ditolong oleh : Bidan
Berapa bulan dalam kandungan : 9 bulan 10 hari
Jenis partus : Spontan per vaginam

Pemeliharaan postnatal :
Periksa di : Bidan
Keadaan anak : Sehat
Keluarga berencana : Ya / Suntik per 3 bulan

IMUNISASI

6
PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 24 Oktober 2014
Kesan umum : sakit ringan
Kesadaran : E4V5M6
Tanda Vital
 Frekuensi nadi : 120 x/menit, isi cukup, reguler
 Frekuensi napas : 32 x/menit
 Temperatur : 37,8o C per axila
Antropometri
Berat badan : 9 kg
Panjang Badan : 76 cm
Status Gizi : Gizi Sedang

7
8
Kepala
Rambut : Hitam
Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), Refleks
Cahaya (+/+), Pupil Isokor (3mm), mata cowong (-/-)
Mulut : Lidah kotor (-),faring Hiperemis (-), mukosa bibir basah,
pembesaran Tonsil (-/-)
Leher
Pembesaran Kelenjar : Pembesaran KGB submandibular(-/-)
Thoraks
Inspeksi : Bentuk dan gerak dinding dada simetris dextra = sinistra,
retraksi (-), Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Fremitus raba dekstra = sinistra, Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Sonor di semua lapangan paru
Batas jantung
Kiri : ICS V midclavicula line sinistra
Kanan : ICS III para sternal line dextra
Auskultasi : vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), S1S2 tunggal reguler,
bising (-)

Abdomen
Inspeksi : Tampak datar
Palpasi : Soefl, nyeri tekan epigastrium (-), hepatomegali (-),
splenomegali (-), turgor kulit kembali cepat
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat (+), oedem (-), capillary refill test < 2 detik,
sianosis (-), pembesaran KGB aksiler (-/-), pembesaran
KGB inguinal (-/-)

Status Neurologicus
 Kesadaran
Compos mentis, GCS E4V5M6

9
 Kepala
Bentuk normal, simetris, ubun-ubun cekung (-), nyeri tekan (-)
 Leher
Sikap tegak, pergerakan baik, kaku kuduk (-)
 Pemeriksaan Saraf Kranialis
Dalam batas normal

Anggota Gerak Atas


Anggota Gerak Atas Kanan Kiri
Motorik
Pergerakan (+) (+)
Kekuatan 5 5
Refleks fisiologis
Biseps (+) (+)
Triceps (+) (+)
Refleks patologis
Tromner (-) (-)
Hoffman (-) (-)

 Anggota Gerak Bawah


Anggota Gerak Bawah Kanan Kiri
Motorik
Pergerakan (+) (+)
Kekuatan 5 5
Refleks fisiologis
Patella (-) (-)
Achilles (-) (-)
Refleks patologis
Babinski (-) (-)
Chaddock (-) (-
Pemeriksaan
tambahan (-) (-)
Tes Kernig (-) (-)
Tes Brudinzki I (-) (-)
Tes Brudinzki II

10
Pemeriksaan Penunjang
Darah lengkap (23/10) Nilai normal
Leukosit 15.100 4.800-10.800 /uL
Hb 3.3 11,3-14,1 gr/dl
MCV - 80-100
MCH - 27-34
MCHC - 32-36
Hematokrit 10 % 33-41 %
Trombosit 68.000 150.000-450.000

Diagnosis Kerja
Thalasemia
Penatalaksanaan
- D5 ¼ NS 900 cc/24jam
- Amoxicillin 3x 300
- Paracetamol syr 3 x 1 cth
- Pro Transfusi PRC

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

11
Thalassemia adalah sekelompok heterogen anemia
hipokromik herediter yang disebabkan oleh gangguan
sintesis pada salah satu atau lebih rantai polipeptida dari
globin dengan berbagai derajat keparahan (Wahab, 2000.).
Secara molekuler thalassemia dibedakan atas :
1. Thalassemia  (gangguan pembentukan rantai )
2. Thalassemia  (gangguan pembentukan rantai )
3. Thalassemia  (gangguan pembentukan rantai  dan  yang letak gennya
diduga berdekatan)
4. Thalassemia  (gangguan pembentukan rantai ) (Staf Pengajar FKUI,
1998).
Secara klinis dibagi dalam 3 golongan, yaitu :
1. Thalassemia mayor (bentuk homozygot)
2. Thalassemia intermedia
3. Thalassemia minor (biasanya tidak memberikan gejala klinis) (Welch,
2003).

B. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat frekuensi peyakit sangat bervariasi,
tergantung dari populasi etnis. Beta Thalassemia biasanya
terjadi pada penduduk di daerah Mediterenia, Afrika, dan
Asia Tenggara. Di dunia penyakit ini paling banyak
ditemukan di daerah Mediterenia, Afrika, dan Asia Tenggara,
mungkin sebagai asosiasi adaptif terhadap malaria endemik.
Frekuensi penyakit pada daerah ini mencapai 10% (Kenichi ,
2002).
Frekuensi gen thalassemia di Indonesia berkisar 3-10%.
Berdasarkan angka ini, diperkirakan lebih 2000 penderita
baru dilahirkan setiap tahunnya di Indonesia. (Permono,
2007)
Gen beta thalassemia terjadi di seluruh dunia, meskipun
paling sering terjadi pada masyarakat Mediterenia, Afrika,

12
dan Asia Tenggara. Pasien dari Mediterenia akan lebih
cenderung anemia dengan thalassemia trait dari pada
masyarakat Afrika karena memiliki beta-zero thalassemia
dan bukan beta-plus thalassemia. Gangguan genetik pada
masyarakat Mediterenia disebabkan oleh mutasi yang
menyebabkan tempat sambungan yang tidak normal atau
sebuah mutasi menciptakan suatu kodon penghentian
translasi premature. Penduduk Asia Tenggara juga
mempunyai prevalensi Hb E dan alpha thalassemia yang
signifikan. Penduduk Afrika biasanya memiliki gangguan
genetik lebih tinggi yang menyebabkan alpha thalassemia
(Kenichi, 2002).
Gangguan genetik ini disebabkan abnormalitas pada gen
beta-globin, yang terletak pada kromosom 11. Hal ini bukan
merupakan sifat genetik yang terkait dengan jenis kelamin.
Manifestasi penyakit mungkin tidak jelas hingga dapat
terjadi perubahan seluruhnya dari sintesis Hb dari janin ke
dewasa. Perubahan ini biasanya terjadi pada enam bulan
setelah kelahiran (Kenichi, 2002).

C. PATOFISIOLOGI
Mutasi pada gen globin menyebabkan thalassemia.
Alpha thalassemia mempengaruhi gen alpha-globin. Beta
thalassemia mempengaruhi salah satu atau kedua beta-
globin. Mutasi ini mngakibatkan sintesis sebagian beta-
globin yang rusak, yang merupakan sebuah komponen Hb,
sehingga menyebabkan anemia.
Dalam minor beta thalassemia (misalnya beta
thalassemia trait atau jenis pembawa heterozygot), salah satu
dari gen beta-globin mengalami ketidaksempurnaan.
Ketidaksempurnaan ini dapat diakibatkan karena tidak
adanya protein beta-globin (yaitu beta-zero thalassemia)

13
atau berkurangnya sintesis protein beta-globin (beta-plus
thalassemia). Kerusakan genetik ini merupakan suatu mutasi
missense atau nonsense dalam gen beta-globin, meskipun
kerusakan kadangkala terjadi karena hilangnya gen dari gen
beta-globin dan daerah sekitarnya juga telah dilaporkan.
Dalam beta thalassemia mayor (homozygot beta
thalassemia), produksi rantai beta-globin akan sangat
terganggu, karena kedua gen beta-globin bermutasi.
Ketidakseimbangan yang sangat buruk dalam sintesis rantai
globin (alpha>>beta) mengakibatkan eritopoesis yang tidak
efektif dan anemia hipokromik mikrositik yang parah.
Berlebihnya rantai alpha-globin yang rusak akan menyatu
membentuk presipitat yang merusak membran sel darah
merah, sehingga mengakibatkan hemolisis intravaskuler.
Kerusakan prekursor eritroid akan mengakibatkan kematian
intrameduler dan eritropoesis yang tidak efektif. Anemia
yang parah biasanya disebabkan oleh hiperplasi eritroid dan
hematopoesis ekstrameduler (Kenichi, 2002).

D. GEJALA KLINIK
Thalassemia mayor mulai menunjukkan gejala anemia pada
masa bayi (kadang-kadang pada umur 3 bulan) pada waktu
sintesis rantai  menggantikan rantai . Anak semakin pucat
dan mengalami gangguan pertumbuhan sehingga makin
nyata tampak kecil, fragil. Lama-lama perut membuncit
karena splenomegali. Karena itu setiap anak dengan pucat
(terutama dengan anemia berat) dan fragil maka dia harus
dicurigai menderita thalassemia. Pada pengamatan lebih
dekat tampak muka-muka mongoloid dengan
hipertelorismus, nasal bridge pesek, pada anak yang agak
besar mulut tonggos (rodent like mouth), bibir atas agak
terangkat (Wahab, 2000; Rudolph, 1998; Sunarto, 1998).

14
Splenomegali dan hepatomegali makin nyata dengan makin
bertambahnya umur. Limpa dan hati akan semakin besar
dengan terjadinya hematopoesis extramedullar dan
hemosiderosis (Davey, 2006).
Pada masa remaja terjadi keterlambatan menarche dan
pertumbuhan alat kelamin, kelambatan fungsi reproduksi.
Hemosiderosis makin nyata pada dekade kedua kehidupan
terutama pada penderita yang sering mendapat transfusi dan
tidak mendapat iron chelating agent untuk mengeluarkan
timbunan besi tubuh ( Komite Medik RSUP Dr.Sardjito,
2000; Staf Pengajar FKUI, 1998; Sunarto, 1998).
Thalassemia intermedia merupakan bentuk thalassemia
dengan anemia yang tidak begitu berat (Hb 7,0-10,0 g/dL)
sehingga tidak membutuhkan transfusi yang teratur ataupun
terapi besi, kecuali terjadi komplikasi defesiensi besi
(Mentzer, 1997).
Thalassemia minor tidak menunjukkan anemia sama sekali
atau anemia ringan saja (Hb lebih kurang 10 g%). Biasanya
tidak memerlukan terapi dan penderita dapat menjalani
kehidupan yang normal (Martin, E.A.S. et al, 1998).

E. LABORATORIUM
1. Anemia mikrositik hipokromik, MCV turun
2. Retikulosis
3. Morfologi darah tepi : target sel, eritrosit berinti, anisositosis,
poikilositosis, polikromasi, normoblast, basophilic stippling.
4. Meningkatnya kadar Hb F dan menurunnya kadar Hb A
5. Uji fragilitas osmotik eritrosit menurun
6. Kadar serum ferritin meningkat
7. Fungsi sumsum tulang : hiperaktif sistem eritropoetik (Lanzkowsky,
1998).

15
Hemoglobin biasanya secara progresif turun sampai dibawah
5 gr/dl, dan kadar serum bilirubin tak terkonjungasi
meningkat, karena adanya proses pemecahan eritrosit dini.
Kadar besi serum tinggi dan kadar Hb F dalam sel darah
merah sangat tinggi (Wahab, 2000).

Diagnosis thalassemia ditegakkan atas dasar :


1. Kenaikkan Hb F dengan alkali denaturasi atau Hb elektroforesis.
Kenaikkan kadar Hb F menunjukkan thalassemia mayor atau penyakit
thalassemia Hb E, atau thalassemia Hb S.
2. Bukti trait pada kedua orang tua yaitu peningkatan Hb A2, dengan
pemeriksaan elektroporesis. Kadar Hb A2 > 3,5 % dari Hb total
merupakan bukti dari trait thalassemia. Bila kedua orang tua menunjukkan
trait thalassemia berarti anak menderita thalassemia homozygot,
sedangkan bila salah satu menunjukkan Hb A2 meningkat yang
menunjukkan adanya Hb E pada elektroporesis berarti anak menderita
penyakit thalassemia Hb E (Sunarto, 1998).

F. DIAGNOSIS PRENATAL
Diagnosis ini dapat dilakukan dengan analisis sintesis globin
invitro, yaitu dengan deteksi produksi polipeptoid globin
yang dikerjakan terhadap darah janin pada minggu
kehamilan minggu ke-14 dan ke-16. Namun cara ini amat
rumit sehingga lebih disukai dengan cara kedua, yaitu
analisis DNA. Pada janin masa kehamilan 9-22 minggu rasio
rantai  /  normal adalah > 0,10, pada pengemban bakat
thalassemia  dan pengemban bakat Hb E 0,06 – 0,10, pada
thalassemia  homozygot dan thalassemia Hb E 0,03-0,04
(Rudolph, et.al.,1998; Luksana, et.al, 2010)
Diagnosis fetal yang lebih awal dilakukan terhadap villi
choriales. Pencuplikan villi choriales dapat dilakukan
dengan biopsi lewat vagina atau abdomen pada minggu 8 –

16
10 kehamilan. Dengan diagnosis sedemikian awal, dokter
maupun keluarga lebih mudah untuk mengambil keputusan
untuk melakukan tindakan yang perlu, yaitu abortus
medisinalis kalau janin menderita thalassemia. Abortus
medisinalis pada usia kehamilan muda jauh lebih dapat
diterima oleh berbagai pihak yang berkaitan (Sunarto, 2000).

G. TATALAKSANA
Hingga sekarang belum ada obat yang dapat menyembuhkan
thalassemia. Transfusi darah diberikan bila kadar Hb rendah
(<6 g%) atau apabila anak mengeluh tidak mau makan dan
lemah (Abdoerachman, et.al, 2005)
Mencegah hemosiderosis dan segala akibatnya dengan
pemberian iron chelating agent misalnya desferioxamine.
Kombinasi dengan deferiprone terbukti dapat menurunkan
timbunan besi di jantung dan memperbaiki ejection fraction
(Tanner, et.al, 2007)

Splenektomi atas indikasi destruksi eritrosit yang meningkat


sehingga frekuensi transfusi meningkat. Lien yang amat
besar sehingga hipersplenisme dan bahaya ruptur atau infark.
Cangkok sumsum tulang mengganti sel darah induk
penderita dengan sel induk yang normal. Keberhasilan
cangkok sumsum tulang lebih dari 80% dan survival 5 tahun
mencapai 60%. Tetapi cangkok sumsum tulang hanya
merupakan terapi individual, karena penderita yang sembuh
dari anemia berkat cangkok sumsum tulang jika mempunyai
keturunan tetap akan menurunkan bakat thalassemia, karena
sel benih gen penyandi globin tetap (WHO, 1983)

H. PROGNOSIS

17
Tanpa terapi suportif penderita akan meninggal pada dekade
pertama kehidupan, pada umur 2-6 tahun, dan selama
hidupnya mengalami kondisi kesehatan yang buruk. Dengan
transfusi saja penderita dapat mencapai dekade kedua,
sekitar 17 tahun, tetapi akan meninggal karena
hemosiderosis, sedangkan dengan transfusi dan iron
chelating agent penderita dapat mencapai usia dewasa
meskipun kematangan fungsi reproduksi tetap terhambat.
Gagal jantung terjadi akibat hemosiderosis akibat anemia
maupun cor pulmonale kronik karena tromboemboli arteria
pulmonalis.
Timbunan besi dalam organ menyebabkan perubahan
degeneratif organ dengan akibat gagal jantung, fibrosis
hati/hepatoma, diabetes mellitus dan gangguan endokrin.
Perdarahan dapat terjadi dengan timbulnya trombositopenia
akibat hipersplenisme maupun akibat trauma mekanik
dengan terjadinya ruptur limpa (Rudolph, et.al.,1998).

18
BAB IV
PEMBAHASAN

Anamnesis
Fakta Teori
- Keluhan : Gejala:
- Pucat sejak 1 minggu yang lalu. - Pucat
- Badan lemas - Anemia
- Keluhan lain : - Gangguan pertumbuhan
- Demam - Perut membuncit

Pemeriksaan Fisik
Fakta Teori
Tanda Vital Pada pemeriksaan fisik dapat
 Frekuensi nadi: 120 x/menit, isi ditemukan tanda , seperti:
cukup, reguler  Splenomegali
 Frekuensi napas : 32  Hepatomegali
x/menit
 Temperatur : 37,8o C per
axila

Pemeriksaan Penunjang
Fakta Teori
Darah Lengkap - Anemia mikrositik
hipokromik, MCV
turun
- Retikulosis
- Morfologi darah tepi
-
: target sel, eritrosit
berinti, anisositosis,
poikilositosis,
polikromasi,
normoblast,

19
basophilic stippling.
- Meningkatnya kadar
Hb F dan
menurunnya kadar
Hb A
- Uji fragilitas
osmotik eritrosit
menurun
- Kadar serum ferritin
meningkat
- Fungsi sumsum tulang : hiperaktif
sistem eritropoetik

Fakta Teori
Penatalaksanaan Hingga sekarang belum ada obat yang
- D5 ¼ NS 900 cc/24jam dapat menyembuhkan thalassemia.
- Amoxicillin 3x 300 Transfusi darah diberikan bila kadar Hb
- Paracetamol syr 3 x 1 cth rendah (<6 g%) atau apabila anak
- Pro Transfusi PRC mengeluh tidak mau makan dan lemah

20
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Thalassemia adalah sekelompok heterogen anemia hipokromik herediter
yang disebabkan oleh gangguan sintesis pada satu atau lebih rantai
polipeptida dari globin dengan berbagai tingkat keparahan.
2. Thalassemia diturunkan kedua orang tua kepada anak-anaknya secara
resesif.
3. Secara klinis thalassemia dibagi dalam 3 golongan yaitu :
a. Thalassemia mayor (bentuk homozygot),
memberikan gejala klinis yang jelas dan perlu
tranfusi teratur.
b. Thalassemia intermedia merupakan sindroma klinis
dimana dapat terjadi defek genetik yang bervariasi.
c. Thalassemia minor, biasanya tidak memberikan
gejala klinis dan tidak selalu memerlukan transfusi
serta bertindak sebagai karier.

B. Saran
1. Perlu pemeriksaan genetik sebelum perkawinan agar dapat mencegah
timbulnya thalassemia, terutama thalassemia mayor.
2. Perlunya dilakukan pemeriksaan janin pada trimester pertama agar bisa
menentukan kelaianan sebelum kehamilan lebih lanjut.

21
DAFTAR PUSTAKA

Bunn, H.F., and Forget, B.G., 1986, Hemoglobin : Genetic and


Clinical Aspect 1st ed. W.B. Saunders Co – Philadelphia,
225-305

Behrman, R.E., Kliegman, R., Arvin, A.M., alih bahasa oleh


Wahab, A.S. (Editor), Noeryati, Soebono, H., Sunarto,
Sunartini, Juffrie, M., Radjiman, Mulyani, M.S., Julia,
M., (2000), Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Penyakit
Darah, Anemia Hemolitik, Kelainan Hemoglobin,
Thalassemia, Edisi ke-15, Cet. Ke-1, Vol.I, Bagian ke-
19, Seksi ke-3, Bab 419, Sub Bab 419.9, hal 1708 – 12
EGC, Jakarta, Indonesia

Chaibunruang, A., Pornphannukool, S., Sae-ung, N., Fucharuen,


G. (2010). Improvement of α-Thalassemia Screening
Using Combined Osmotic Fragility,
Dichlorophenolindophenol and Hb-H Inclusion Test.
Clin.Lab, 56: 111;117.

Davey, Patrick. (2006). At a Glance MEDICINE. Jakarta :


Penerbit Erlangga

Hull J.W., 2000., Thalassemia;


http://www.drhull.com/Encymaster/mdx.html

Kenichi. T., 2002, Thalassemia Beta, Departement of Medicine,


Division of Hematologi, New York University of
Medicine.

Kirk, P., Roughton, M., Porter, J.B, Walker, J.M. (2009). Cardiac
T2* Magnetic Resonance for Prediction of Cardiac
Complication in Thalassemia Major. American Heart
Association Journal, 120: 1961-1968.

Kuliev, A.N., 1998, The WHO control program for hereditary


anemias. Birth defects, 23 : 383-394

Komite Medik RSUP Dr. Sardjito, 2000, Standart Pelayanan


Medis RSUP Dr. Sardjito, Kesehatan Anak, Penyakit
Darah Anak, Thalassemia Mayor, Edisi ke-2, Cet. Ke-2,
Bab 11, Hal 101-103,Medika FK UGM, Yogyakarta

22
Lanzkowsky, P., 1998, Manual of Pediatric hematology and
oncology, Churchill Livingstone New York

M.A. Tanner, MRCP; R. Galanello, MU; C. Dessi, MD; G.C.


Smith, MSc. (2007). A Randomized, Placebo-Controlled,
Double-Blind Trial of The Affect of Vombined Therapy
with Deferoxamine and Deferiprone on Myocardial Iron
in Thalassemia Major Using Cardiovascular Magnetic
Resonance. Journal of American Heart Association, 115,
1876-1884.

Martin, E.A.S., Steininger, C.A.L, Koepke, J.A., 1998, Clinical


Hematology : Principles, Procedures, Correlations,
Anemias of Abnormal Globin Development,
Thalassemia, 2nd ed., Chap. 15, Page 217-40, Lippincott
– Raven Publisher, Philadelphia, USA

Mentzer, W.C., dalam Rudolph, A.M, Hoffman, J.I.E, Axelrod,


S., 1997, Pediatric, Blood and Blood forming Tissues,
Anemia, Thalassemia, 8thed., Chap.Part 21.2, Page
1046-54, Appleton & Lange, USA.

Neufeld, J.E. (2006). Oral Chelators Deferasirox and


Deferiprone for Transfusional Iron Overload in
Thalassemia Major : New Data, New Question. The
American Society of Hematology, 107: 3436-3441.

Origa, R., Piga, A., Quarta, G., Forni, G.L. (2010). Pregnancy
and β Thalassemia: An Italian Multicenter Experience.
The Hematology Journal, 95 : 376-381.

Origa, R., Piga, A., Quarta, G., Forni, G.L. (2007). Liver Iron
Concentrations and Urinary Hepcidin in β Thalassemia.
The Hematology Journal, 92: 583-588.

Permono, Bambang. (2007). Mengetahui Gejala Thalasemia


Pada Anak,
http://kustoro.wordpress.com/2007/11/23/mengetahui-
gejala-talasemia-pada-anak/

Pennel, J.D, Porter, J.B, Cappellini, M.D, El-Beshlawy, A.


(2009) Efficacy of Deferasirox In Reducing and
Preventing Cardiac Iron Overload in Thalassemia. The
American Society of Hematology, 115: 2364-2371.

Pignatti, C.B, Cappellini, M.D, Stefano, P.D, Del Vecchio, G.C.


(2006). Cardiac Morbidity and Mortality in

23
Deferoxamine-or Deferiprone-Treated Patients with
Thalassemia Major. The American Society of
Hematology, 107: 3733-3737.

Rudolph, A.M., and Kumei, R.K., 1998, Disorders of


Hemoglobin Synthesis, a Lange Medical Book,
Rudolph's Fundamentals of Pediatrics, second edition,
Appleton and Lange Stamford-Connecticut, United
States of America ; 458-61

Staf Pengajar IKA FKUI., 1998, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan


Anak, Hematology, Anemia Hemolitik, Talasemia, Edisi
ke-4, cet ke-8, Bab 19, Hal 445-51, Infomedika, Jakarta,
Indonesia

Sunarto, 1998, B.I. Ked., Morfologi Eritrosit pada Penderita


Sindroma Thalassemia sebagai Pedoman untuk
Pengenalan Kasus, vol. 30, No 4 : 219-24, Jakarta

Sunarto, 2000, Pidato Pengukuhan Guru Besar Madya dalam


Ilmu Kesehatan Anak, FK UGM,Yogyakarta

Thuret, I., Pondarre, C., Loundou, A., Steschenko, D. (2010).


Complications and Treatment of Patient with β-
Thalassemia in France : Result of The National Registry.
Haematologica, 95: 724-729.

Welch, 2003, Thalassemia,

http://www.marchofdines.com/profesional/681_1229.asp
.

WHO. 1983, Community control of hereditary anemias :


Memorandum from WHO meeting. Bull World Health
Organisasi 61 : 63-80.

WHO. 2010. Sickle-cell disease and other haemoglobin disorders

Wahab, A.S., 2000, Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol.2, edisi


15, EGC, Jakarta; 419.9; 1708-12.

Wood, C.J, Kang, B., Thompson, A., Giardina, P. (2010). The


Effect of Deferaxirox on Cardiac Iron in Thalassemia
Major : Impact of Total Body Iron Stores. The American
Society of Hematology, 116 : 537-543.

24
25

Anda mungkin juga menyukai