Anda di halaman 1dari 33

A COMPLICATION FOLLOWING TOOTH EXTRACTION :

CHRONIC SUPPURATIVE OSTEOMYELITIS

Oleh :

drg. Steffano Aditya Handoko, MPH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

2017

1  
 
Abstrak

Pendahuluan: Komplikasi setelah ekstraksi gigi : laporan kasus dari osteomielitis


supuratif kronis.Objektif: Artikel ini memaparkan laporan kasus tentang perawatan
bedah dari osteomielitis supuratif kronis setelah ekstraksi gigi. Laporan Kasus:
Cone beam computed tomography menyatakan sebuah formasi sequestrum bone
yang memerlukan sequestrectomy dan debridement dari area yang terlibat. Resep obat
dari penisilin oral dan metronidazole dibutuhkan setelah dansebelum pembedahan.
Juga 20 sesi dari terapi hyperbaric oxygen sangat penting untuk penyembuhan pada
ruang sumsum. Diskusi: Tes histopatologi menetapkan diagnosis dari osteomielitis
supuratif kronis. Secara klinis, perjalanan post-operative memperlihatkan tidak ada
komplikasi namun penyembuhan yang baik dari jaringan tulang. Laporan kultur
menyatakan ada 2 mikroorganisme, streptococcus viridans dan staphylococcus yang
sensitive terhadap penisilin. Kesimpulan: Hasil klinis mengkonfirmasi validitas dari
sequestrectomy dan debridement dari area yang terlibat untuk perawatan dari
osteomielitis supuratif kronis. Pendekatan seperti itu selalu lebih disukai karena
menjamin kesembuhan dari jaringan tulang.

Kata kunci: bone sequestrum ,osteomielitis kronis, sequestrectomy, komplikasi


ekstraksi gigi.

2  
 
BAB I

PENDAHULUAN

Osteomielitis dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi inflamasi tulang yang berawal
dari infeksi ruang medula dan dengan cepat melibatkan sistem haversian, kemudian
meluas sehingga melibatkan periosteum daerah sekitarnya [1]. Kondisi ini dapat
diklasifikasikan sebagai akut, subakut, atau kronis, tergantung pada gambaran klinis.
Penurunan prevalensi dapat dikaitkan dengan meningkatnya ketersediaan antibiotik
dan standar kesehatan gigi dan mulut yang semakin meningkat [2]. Osteomielitis
dibedakan secara sederhana berdasakan waktu yaitu osteomielitis akut dan
osteomielitis kronis. Perbandingan osteomielitis akut dan osteomielitis kronis yaitu
proses akut terjadi hingga satu bulan setelah timbulnya gejala dan proses kronis
terjadi lebih dari satu bulan [3,4]. Osteomielitis kronis supuratif ditandai dengan
terbentuknya abses atau fistula dan sekuester pada beberapa tahap penyakit. Gejala
dan gambaran klinis kondisi kronis tidak seberat kondisi akut, namun sebagian besar
pasien masih mengalami nyeri rahang, pembengkakan dan supurasi [5]. Biasanya
tulang mengalami pembentukan sekuestra dan menunjukkan perubahan yang
signifikan secara radiografi.

3  
 
BAB II

LAPORAN KASUS

Seorang laki-laki berusia 30 tahun dilaporkan ke Department Maxillofacial Surgery


dengan keluhan rasa sakit yang berlangsung lama, pembengkakan serta terdapat
strain pada regio submandibular dan submaseter selama 2 bulan setelah pencabutan
gigi 46nya (gambar 1, 2). Pasien sudah pernah melakukan perawatan pada dokter gigi
umum karena tidak terjadi penyembuhan pasca-ekstraksi, namun tidak terdapat
perubahan. Meskipun pembengkakannya bersifat intermittent, tetapi sakit dirasakan
terus-menerus, meluas ke mandibula dari regio posterior dagu dan secara inferior ke
batas bawah serta diperparah pada saat makan. Pada pemeriksaan umum, pasien
terlihat pucat dan lemah, yang juga diakibatkan oleh nutrisi yang buruk.

Gambar 1. Gambaran Panoramik sebelum dilakukan pencabutan


gigi 46

4  
 
Gambar 2. Gambaran ekstraoral pasien menunjukkan adanya
pembengkakan pada mandibula sebelah kanan

Cone beam computed tomography membuktikan bahwa berdasarkan pembentukan


tulang sequestrum maka diperlukan tindakan pembedahan (gambar 3-4),

Gambar 3. Gambaran panoramic setelah dilakukan ekstraksi pada


gigi 46

5  
 
Gambar 4. CBCT yang memperlihatkan tulang sequestrum  

pemeriksaan ekstraoral pada sisi kanan mempertegas pembengkakan dengan


konsistensi yang keras, dan warna disekitar kulit menjadi eritema seperti yang berasal
dari infeksi menular. Berdasarkan dari riwayat dan pemeriksaan radiografi maupun
pemeriksaan klinis, maka diagnosa dari pasien tersebut adalah chronic suppurative
osteomielitis. Sebelum tindakan pembedahan dilakukan, pasien diresepkan penicillin
oral dan metronidazole selama 1 bulan, dan 20 sesi hyperbaric oxygen therapy
(HBOT). Meskipun mampu mengurangi rasa sakit, namun pembengkakan pada
submandibular kanan dan submasseteric masih terlihat. Setelah pengobatan ini,
dilakukan pembedahan pada pasien untuk menghilangkan tulang sequestrum
(gambar 5),

Gambar 5. Fotografi ekstra oral pasien memperlihatkan


pengeluaran dari tulang sequestrum

 
6  
 
Gambar 6. Fotografi intra operatif setelah gigi 45 sdan 47
di ekstraksi.

Gambar 7. Tulang sequestrum di hilangkan

7  
 
Gambar 8. Tulang sequestrum di hilangkan

 
untuk membersihkan daerah yang terlibat, selain itu dilakukan ekstraksi pada gigi 45
dan 47, karena berkontak dengan area yang terinfeksi (gambar 6-8). Perdarahan baru
diinduksi di area yang terinfeksi, dan jaringan dijahit kembali. Tulang yang sudah
nekrotik di kirim ke bagian histopatologi, dimana diagnosis yang dipastikan adalah
osteomielitis kronik supuratif. Kondisi pasien pasca operasi baik, dan segera
menunjukkan tanda perbaikan pada gejala yang terkait dengan infeksi. Hasil kultur
mengidentifikasikan terdapat 2 mikroorganisme, yaitu streptococcus viridans dan
staphylococcus yang sensitif terhadap penisilin. Jadi pasien mulai menerima terapi
penisilin via intravena setiap hari dan terapi dilanjutkan selama 5 minggu. Pasien juga
diresepkan obat analgesik dan obat kumur clorexidine 0,2%. Pasien kontrol rutin
setiap 3 hari selama 2 minggu dan selanjutnya kontrol rutin dilakukan setiap minggu
selama 3 bulan. Area yang terinfeksi secara klinis menunjukkan penyembuhan yang
komplit (gambar 9).

8  
 
Gambar 9. Proses penyembuhan klinis 3 bulan setelah operasi

 
Setelah itu dilakukan radiografi panoramik. Hasil radiografi menunjukkan
proses penyembuhan di area yang sebelumnya terdapat tulang sequestrum (gambar
10).

Gambar 10. Hasil radiografis menunjukkan


proses penyembuhan jaringan tulang

9  
 
BAB III

DISKUSI

Osteomielitis rahang merupakan peradangan yang jarang terjadi pada negera-negara


maju [6]. Marx dan Mercuri (1991) merupakan penulis yang pertama kali dan satu-
satunya yang mendefinisikan durasi osteomielitis akut sampai dipertimbangkan
menjadi osteomielitis kronis. Mereka menentukan batas waktu 4 minggu setelah
terjadinya (onset) penyakit [4]. Osteomielitis akut dan kronis lebih mungkin terjadi
pada mandibula daripada di maksila oleh karena vaskularisasi di mandibula rendah
dan juga karena kepadatan tulang kortikal mandibula lebih mudah untuk mengalami
kerusakan serta oleh karena infeksi pada saat ekstraksi gigi [7]. Insiden secara
keseluruhan dari osteomielitis pyogenic pada mandibula mencapai 3 - 19 kali lebih
besar daripada yang terjadi di maksila [8]. Pada mandibula, lokasi yang paling sering
sering terjadi osteomielitis adalah body mandibula, kemudian symphysis, angle,
ramus ascendens dan kondilus [9]. Osteomielitis pada laki-laki maupun perempuan
hampir sama jika dilihat dari keseluruhan data demografi. Kasus osteomielitis kronis
lebih sering terjadi pada dekade kedua kehidupan dan mungkin berhubungan dengan
perubahan imunitas serta kesehatan vaskular pada pasien dewasa dan pasien yang
sudah tua. Patofisiologinya melibatkan akumulasi dari eksudat penyebab inflamasi
pada rongga tulang medular dan dibawah periosteum, menyebabkan adanya tekanan
pada suplai darah sentral dan perifer ke tulang, sehingga terjadi pengurangan suplai
nutrisi dan oksigen akibat terganggunya suplai darah ke tulang. Kondisi ini dapat
menyebabkan nekrosis tulang, dimana jaringan yang mengalami nekrosis mendukung
proliferasi dari bakteri. Dalam hal ini, jika tidak ditangani dengan tepat, maka akan
menyebabkan penyembuhan yang tidak sempurna serta osteomielitis akan menjadi
progresif. Antibiotik tidak dapat berpenetrasi pada daerah ini, sehingga harus
dilakukan perawatan pembedahan. Etiologi dapat mencakup infeksi bakteri (gigi atau
bakteriemia dari distant foci), defisiensi vaskular (endarteritis lokal), penyakit
autoimun atau trauma (11, 12). Empat faktor utama yang bertanggung jawab terhadap
invasi bakteri pada rongga medullar dan tulang kortikal dan yang menyebabkan

10  
 
terjadi pembentukan infeksi adalah sebagai berikut: A) jumlah bakteri, B) virulensi
bakteri, C) sistem imun dari host, dan D) perfusi jaringan lokal. Ada beberapa kondisi
yang mengubah vaskularitas tulang dan yang menjadi predisposisi osteomielitis
seperti radiasi, keganasan, osteoporosis, osteopetrosis, dan Paget’s disease. Diagnosis
banding dari osteomielitis kronis meliputi fibroma jinak (ossifying dan non-ossifying
fibroma, infeksi kelenjar ludah dan limfadenitis kronis yang tidak spesifik) dan ganas
(Ewing’s sarcoma, osteosarcoma, chondrosarcoma, non-Hodgkin’s lymphoma dan
penyakit metastasis) yang melibatkan rahang dan dapat diketahui dengan melakukan
biopsi tulang dan kultur (5, 13). Tulang rahang berbeda dengan tulang pada anggota
tubuh lainnya, hal ini disebabkan karena adanya gigi pada tulang rahang yang dapat
menjadi jalur langsung bagi agen penyebab infeksi dan inflamasi untuk menginvasi
tulang dengan adanya karies dan penyakit periodontal pada gigi. Pada kebanyakan
kasus kronis, bakteri patogen periodontal yang terlibat yaitu Staphylococcus aureus,
Staphylococcus epidermidis, Actinomyces, spesies Prevotella dan spesies Eikenella
[14]. Dua kelompok terakhir dari bakteri tersebut menjadi penyebab tertinggi
terbentuknya osteomielitis yang sulit diatasi pada rahang. Sementara, osteomielitis
pada mandibula dianggap sebagai penyakit polymicrobial, pada tulang panjang ini
disebabkan oleh bakteri Staphylococcus Aureus [6]. Infeksi Candida albicans juga
tercatat sebagai beberapa penyebab terjadinya osteomielitis [10]. Pada osteomielitis
kronis, infiltrasi inflamasi terdiri dari sel plasma, limfosit dan makrofag.

11  
 
BAB IV

KAITAN DENGAN TEORI

4.1 Definisi Osteomielitis

Kata “Osteomielitis” berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu osteon (tulang)
dan muelinos (sumsum) dan menggambarkan suatu infeksi pada bagian ruang medula
dari tulang. Literatur saat ini memberikan definisi lebih luas mengenai osteomielitis
yaitu proses inflamasi pada keseluruhan tulang termasuk korteks dan periosteum,
yang menjelaskan bahwa proses patologis sangat jarang terjadi hanya di endosteum
saja. Proses ini biasanya melibatkan korteks dan periosteum, oleh karena itu
osteomielitis dapat dinilai sebagai suatu kondisi inflamasi tulang yang berawal dari
ruang medula dan sistem haversian serta meluas hingga melibatkan periosteum
daerah sekitarnya. Infeksi ini menjadi stabil pada bagian tulang yang mengalami
kalsifikasiketika pus dan edema didalam ruang medula dan dibawah periosteum
menghalangi aliran darah lokal atau terjadi obstruksi. Setelah terjadi iskemia, tulang
yang terinfeksi akan menjadi nekrotik dan akan terbentuk sequester yang merupakan
tanda klasik dari osteomielitis [18].
4.2 Klasifikasi Osteomielitis

Osteomielitis dibagi menjadi beberapa jenis yaitu akut/subakut dan kronis yang
memiliki gambaran klinis yang berbeda.

1. Osteomielitis Akut dan Subakut

Meskipun bentuk osteomielitis akut jarang ditemui akhir-akhir ini,


kebanyakan penulis dalam literatur medis masih menggambarkan bentuk ini
sebagai kesatuan dari osteomielitis itu sendiri. Osteomielitis akut dapat
berasal dari hematogen. Osteomielitis dikatakan akut apabila terjadi dalam
kurun waktu kurang dari dua minggu. Terjadinya infeksi pada osteomielitis
akut dimulai dari adanya infeksi pada rongga medulla pada tulang. Adanya
peningkatan tekanan pada tulang dapat menyebabkan berkurangnya suplai

12  
 
darah dan penyebaran infeksi melalui saluran Havers ke tulang kortikal dan
periosteum, sehingga mengakibatkan nekrosis tulang. Faktor predisposisi
meliputi daya tahan host karena suplai darah lokal terganggu( Paget’s
Disease, radioterapi, keganasan tulang, dan lain-lain), atau penyakit sistemik
(diabetes mellitus, leukemia, AIDS dll), dan infeksi dari mikroorganisme.
Dalam beberapa kasus, abses periapikal dapat terlibat dalam osteomielitis.
Osteomielitis enam kali lebih sering terjadi pada mandibular dibandingkan
dengan maksila karena vaskularisasi pada maksila lebih banyak daripada
mandibular. Bakteri patogen yang ditemukan pada osteomielitis adalah
streptococci, Klebsiella spp, Bacteroides spp, dan bakteri anaerob lainnya
[23]. Istilah "osteomielitis subakut" tidak didefinisikan secara jelas dalam
literatur. Banyak penulis menggunakan istilah ini secara bergantian dengan
osteomielitis akut, dan beberapa menggunakannya untuk menggambarkan
kasus osteomielitis kronis dengan gejala yang lebih prominen. Dalam
beberapa kasus, osteomielitis subakut disebut sebagai tahap transisi dari
osteomielitis akut yang terjadi pada minggu ketiga dan keempat setelah
timbulnya gejala [24].

2. Osteomielitis Kronis
Osteomielitis dikategorikan sebagai kronis apabila masa waktu terjadinya
lebih dari tiga bulan yang merupakan kelanjutan dari osteomielitis subakut.
Osteomielitis kronis yang terjadi pada tulang rahang dapat dibagi menjadi dua
jenis yaitu supuratif dan nonsupuratif.

a. Osteomielitis kronis supuratif


Osteomielitis kronis supuratif adalah ostemielitis yang paling umum terjadi,
dimana sering diakibatkan oleh invasi bakteri yang menyebar. Sumber yang
paling sering adalah dari gigi, penyakit periodontal, infeksi dari pulpa, luka
bekas pencabutan gigi dan infeksi yang terjadi dari fraktur. Pada kasus ini
sering dijumpai pus, fistel dan sequester.

13  
 
b. Osteomielitis kronis nonsupuratif
Osteomielitis kronis nonsupuratif menggambarkan bagian yang lebih
heterogenik dari osteomielitis kronis. Menurut Topazian yang termasuk jenis
osteomielitis kronis supuratif ini antara lain osteomielitis tipe sklerosis kronis,
periostitis proliferasi, serta aktinomikotik dan bentuk yang disebabkan oleh
radiasi. Hudson menggunakan istilah ini untuk menggambarkan kondisi
osteomielitis berkepanjangan akibat perawatan yang tidak memadai, atau
meningkatnya virulensi dan resistensi antibiotik dari mikroorganisme yang
terlibat. Oleh karena itu klasifikasi ini juga menggabungkan beberapa kasus
dan juga meliputi bentuk supuratif dari osteomielitis, yang merupakan stadium
lanjutan dari bentuk nonsupuratif [24].

4.3 Patogenesis Osteomielitis

Osteomielitis terjadi hanya bila inokulum bakteri dengan jumlah yang besar masuk ke
dalam tulang bersamaan dengan trauma, nekrosis, atau keberadaan benda asing.
Bakteri (Staphylococcus aureus) menempel pada matriks tulang melalui reseptor ke
fibronektin, laminin, kolagen dan protein struktural lainnya. Mikroorganisme
menghindari pertahanan host dan antibiotik melalui berbagai mekanisme termasuk
bertahan dalam keadaan tidak aktif di dalam osteoblas, biofilm yang sedang
berkembang, dan mendapatkan tingkat metabolisme yang sangat lambat. Selanjutnya,
penelitian pada model marmut pasca-trauma osteomielitis menunjukkan penurunan
yang signifikan pada pergerakan leukosit setelah trauma dan infeksi S. aureus hingga
90 hari. Kehadiran bahan prostetik yang bersebelahan dengan tulang dapat
menyebabkan defek leukosit polimorfonuklear spesifik dan karena melindungi
bakteri dari fagositosis. Peradangan, hasil interaksi antara bakteri dan leukosit,
berakibat pada pelepasan sitokin dan perkembangan osteolisis [31].
Pasien dengan osteomielitis akut pada tulang panjang, diyakini bahwa
metafisis adalah tempat dari predileksi sesuai dengan aliran darah yang lambat pada
metaphyseal vascular loops dan kekurangan sel lapisan fagositik. Begitu infeksi
terbentuk dalam metafisis, eksudat inflamasi menyebabkan peningkatan tekanan pada

14  
 
tulang dan kanal intramedulla. Selanjutnya, perluasan eksudat ke dalam korteks akan
menyebabkan peninggian pada periosteal atau putusnya periosteal, mengganggu
aliran darah serta menyebabkan bone infarction dan terbentuknya abses atau
sequestrum. Pada osteomielitis kronis, inflamasi yang terjadi dari ringan sampai
sedang dan bisa disertai atau tidak dengan nekrosis iskemik [31].
Tipe dan lokasi dari osteomielitis secara umum ditentukan oleh mekanisme
dari infeksi, virulensi dari mikroorganisme infeksi, dan status imunitas serta kondisi
penyerta dari pasien. Osteomielitis dapat berkembang melalui penyebaran
hematogeneous dalam tulang dari sumber infeksi jarak jauh, perluasan infeksi dari
jaringan lunak disekitarnya; atau secara langsung melalui inokulasi dari tulang seperti
trauma atau pembedahan [31].
S. aureus merupakan mikroorganisme yang paling sering ditemukan pada
osteomielitis. Mikroorganisme lainnya seperti koagulase negatif staphylococci,
aerobik gram-negatif bacilli, dan anaerob juga sering ditemukan. Pasien dengan
kondisi tertentu seperti immunosuppresan, gangguan imunitas, diabetes melitus,
merokok, malnutrisi, malignancy, pasien lanjut usia, chronic hypoxia, dan gangguan
hati bisa meningkatkan resiko terserang osteomielitis. Faktor lainnya yang bisa
menimbulkan osteomielitis yaitu pembengkakan kronis, gangguan pada pembuluh
darah perifer, neuropati, pembedahan sebelumnya, jaringan parut yang luas, serta
radiation fibrosis [31].
4.4 Etiologi Osteomielitis

Penyebab utama dari osteomielitis adalah penyakit periodontal, seperti


gingivitis, pyorrhea, atau periodontitis. Adanya gangren radiks, karena pencabutan
yang tidak sempurna sehingga masih ada sisa akar yang tertinggal di dalam tulang
rahang yang akan memproduksi toksin yang bisa merusak tulang di sekitarnya. Pada
pembedahan gigi, trauma wajah yang melibatkan gigi, pemakaian kawat gigi, atau
pemasangan alat lain yang dapat membuat tekanan pada gigi serta dapat menarik gigi
dari soketnya merupakan penyebab-penyebab yang dapat menimbulkan osteomielitis.
Selain itu, osteomielitis juga disebabkan oleh infeksi. Infeksi ini bisa disebabkan

15  
 
trauma berupa penyebaran dari stomatitis, tonsillitis, infeksi sinus, furukolosis
maupun infeksi yang hematogen. Inflamasi yang disebabkan bakteri pyogenik ini
meliputi seluruh struktur yang membentuk tulang, mulai dari medulla, korteks dan
periosteum [19].

Osteomielitis juga disebabkan oleh bakteri. Hampir seluruh organisme


menjadi bagian dari gambaran etiologi, namun staphylococci dan streptococci yang
paling banyak teridentifikasi. Osteomielitis akut yang tidak ditangani atau menerima
penanganan yang tidak adekuat dapat berlanjut menjadi osteomielitis kronis. Etiologi
dari osteomielitis akut dan kronis hampir sama. Kebanyakan kasus disebabkan oleh
infeksi sehingga banyak klinisi mengatakan osteomielitis disebabkan oleh adanya
virulensi dari mikroorganisme yang terlibat serta tergantung dari ketahanan tubuh
pasien. Lokasi anatomi, status imunitas, status gizi, usia pasien, serta ada atau
tidaknya penyakit sistemik seperti Paget’s diseases, osteoporosis, atau sickle cell
disease, merupakan faktor-faktor yang mendukung terjadinya osteomielitis.
Osteomielitis kronis dibedakan menjadi osteomielitis supuratif dan non-supuratif.
Osteomielitis supuratif disebabkan oleh invasi bakteri yang menyebar biasanya
bersumber dari gigi, penyakit periodontal, infeksi dari pulpa, luka bekas pencabutan
gigi dan infeksi yang terjadi dari fraktur, sedangkan osteomielitis non-supuratif
disebabkan oleh perawatan yang tidak memadai atau meningkatnya virulensi dan
resistensi antibiotik dari mikroorganisme yang terlibat. Identifikasi agen spesifik yang
menjadi penyebab osteomielitis sangat sulit baik dengan mikroskop dan secara
mikrobiologi. Walaupun, agen etiologi seringkali sulit diidentifikasi, banyak peneliti
percaya bahwa bakteri (staphylococci, streptococci, Bacteroides, Actinomyces)
merupakan penyebab utama terjadinya osteomielitis kronis [20,24].

Osteomielitis biasanya disebabkan oleh spesies Staphylococcus, kemudian


diikuti dengan Enterobacteriaceae dan spesies Pseudomonas Staphylococcus aureus
merupakan patogen yang paling sering menyebabkan osteomielitis sesuai pada kasus
diatas dan terdapat pada osteomielitis akut dan juga kronis. [21]. Sesuai pada kasus
diatas, osteomielitis timbul akibat adanya patogen Staphylococcus aureus.

16  
 
Osteomielitis merupakan suatu infeksi polimikroba karena banyaknya patogen yang
ditemukan berhubungan dengan osteomielitis. Perbedaan bakteri patogen yang bisa
menyebabkan osteomielitis berdasarkan usia serta faktor predisposisi ditunjukkan
pada tabel 1 [22].

Tabel 1. Mikroorganisme yang paling sering ditemukan pada osteomielitis berdasarkan usia dan
faktor predisposisi.

Usia Etiologi

Bayi S. aureus, Enterobacter spp., Streptococcus (group A


and B)

Anak-anak S. aureus, Enterobacter spp., Streptococcus (group


B), Haemophilus influenza

Dewasa S. aureus

Faktor predisposisi Etiologi

Pengguna obat injeksi S. aureus, P. aeruginosa, Serratia marcescens,


Candida spp.

Gangguan imunitas S. aureus, Bartonella henselae, Aspergillus spp.,


Mycobacterium avium complex, Candida albicans

Infeksi saluran urin P. aeruginosa, Enterococcus spp.

Diabetes melitus, insufisiensi vaskular, fraktur Polimikroba: S. aureus, Staphylococci koagulase


terbuat yang terkontaminasi negatif, Streptococcus spp., Enterococcus spp., Gram
negatif bacilli, anaerobes

17  
 
4.5 Gejala dan Gambaran Klinis Osteomielitis

1. Osteomielitis Akut

Pada osteomielitis akut nyeri merupakan gejala klinis yang utama. Selain itu,
pyrexia, lymphadenopathy, leukosistosis juga dapat muncul sebagai gejala klinis
ostemyelitis akut. Terbentuknya pus dapat terjadi akibat infeksi oleh bakteri
staphylococcus. Parasthesia yang terjadi pada bibir bawah biasanya muncul akibat
keterlibatan mandibular [25].

2. Osteomielitis Kronis

Gejala klinis osteomielitis kronis biasanya asimtomatik namun bisa saja


timbul nyeri dengan intensitas yang berbeda – beda dan tidak berhubungan dengan
perluasan penyakit. Namun durasi nyeri secara umum berhubungan dengan perluasan
penyakit. Jarang ditandai oleh terbentuknya eksudat. Pembengkakan pada rahang
merupakan gejala yang umum terjadi dan jarang terjadi kehilangan gigi [26].

a. Osteomielitis kronis supuratif

Gejala klinis osteomielitis kronis supuratif meliputi rasa sakit, malaise,


demam, anoreksia (gangguan makan). Setelah 10 – 14 hari setelah terjadinya
osteomielitis supuratif, gigi-gigi yang terlibat mulai mengalami mobilitas dan sensitif
terhadap perkusi, pus keluar di sekitar sulkus gingiva atau melalui fistel mukosa dan
kutaneus, biasanya dijumpai halitosis, pembesaran dimensi tulang akibat peningkatan
aktivitas periosteal, terbentuknya abses, eritema, lunak apabila dipalpasi. Trismus
kadang dapat terjadi sedangkan limphadenopati sering ditemukan. Temperatur tubuh
dapat mencapai 38 – 39oC dan pasien biasanya merasa dehidrasi [26]. Hal ini sesuai
dengan gejala klinis pada kasus bahwa pasien mengeluhkan adanya rasa sakit yang
berkepanjangan, pembengkakan pada rahang, dan pemeriksaan keadan umum pasien
terlihat pucat dan lemah karena kekurangan nutrisi. Kekurangan nutrisi pada pasien
diakibatkan anoreksia (gangguan makan), karena sakit yang dialami pasien akan

18  
 
bertambah parah saat makan. Selain itu pada pemeriksaan ekstra oral terlihat adanya
eritema.

b. Osteomielitis kronis nonsupuratif

Istilah osteomielitis nonsupuratif menggambarkan bagian yang lebih


heterogenik dari osteomielitis kronis. Gejala klinis yang biasanya dijumpai adalah
rasa sakit yang ringan dan melambatnya pertumbuhan rahang. Gambaran klinis yang
dijumpai adalah adanya sequester yang makin membesar dan biasanya tidak dijumpai
adanya fistel [26].

4.6 Gambaran Radiografi Osteomielitis

Karena variasi yang luas dalam bukti radiografi atau gejala klinis terjadi,
diagnosis dini terkadang sulit dilakukan. Proses osteomielitik berasal dari struktur
tulang cancellous, dan kerusakan struktur cancellous terjadi dengan resistensi jauh
lebih sedikit daripada tulang kortikal. Tulang kortikal yang padat, dan proses
destruktif mungkin dapat berlangsung sebelum osteomielitis dapat terungkap dalam
radiografi karena superimposisi dari tulang kortikal yang lebih padat. Dalam jenis
yang lebih agresif atau tidak terkendali, kerusakan mungkin dapat terjadi dengan
cepat dan tulang kortikal mungkin dapat diserang sehingga bukti radiografi menjadi
terlihat pada tanggal awal. Proses destruktif ini tidak memiliki pola yang pasti.
Daerah radiolusen yang terlihat pada radiograf sering digambarkan memiliki
gambaran wormy [26].

A. Gambaran Radiografis Osteomielitis Akut

Gambaran panoramik merupakan pemeriksaan pertama pada pasien yang


secara klinis dicurigai memiliki perkembangan osteomielitis rahang. Dalam prosedur
dental, pencabutan gigi pada area molar memilliki kemungkinan terjadinya
perkembangan osteomielitis. Perbandingan dari panoramik baru dengan yang
sebelumnya memberikan pengakuan dan perbedaan dari infeksi yang baru mulai atau
perisitensi dan reaktivasi dari proses sebelumnya. Radiografi mungkin akan gagal

19  
 
untuk memperlihatkan adanya perbedaan untuk 4-8 hari diawal. Radiograf
konvensional mungkin akan menghasilkan hasil normal hingga inflamasi telah
menghasilkan peleburan yang cukup dari tulang trabekula. Untuk bisa di kenali dalam
radiograf, resopsi tulang dari hipearmia dan aktivitas osteoklastik membutuhkan 30-
50% reduksi fokal dari mineral tulang. Karena itu jarang untuk film biasa untuk
menginterpretasikan hasil seperti normal selama 2 minggu atau kadangkala 3 minggu
setelah onset gejala [24].

Gambar : Osteomielitis akut pada kanan mandibula setelah 2 minggu


dlakukan ekstraksi gigi 46. Gambaran panoramic memperlihatkan keabnormalan
dengan tampilan seperti normal pada soket setelah ekstraksi gigi 46.

Tinjauan dari tanda-tanda pada radiografi konvensional osteomielitis akut


diberikan pada table. Tanda awal dari osteomielitis adanya kehilangan struktur
trabekular tulang yang menghasilkan area fokal radiolusen. Indikator awal radigrafik
adalah pelebaran PDLS atau defek pada lamina dura. Penghancuran tulang diwalai
dengan proses dalam tulang cancellous. Kortikal Plate merupakan proses kedua dari
resopsi tulang yang progesif dan meningkatkan tekanan mendesak oleh inflamasi.
Dalam 3 & 4 minggu, radiograf cenderung menjadi patologis. Temuan pada
radiografi terdiri dari area radiolusen yang tidak biasa, sequestra, reaksi periosteal
terkalsififkasi dan kadang-kadang fistula. Pada tahap lebih parah dari akut
osteomielitis sequester mungkin ada pada temuan radiograf [24].

20  
 
Tabel tanda-tanda osteomielitis akut [22]

1-2 minggu 3-4 minggu


Peningkatan radiolusensi Garis radiolusensi sekitar tulang kortikal
dengan peningkatan radiopasiti yang
mengindikasikan bentuk sequester
Kehilangan struktur trabecular Garis irregular radiolusen dalam kortikal
yang berhubungan dengan fistula
Kehilangan kontur dari kanal mandibular Reaksi periosteal terkalsifikasi
Pelebaran pseudo dari foramen mentale Area kecil sklerosis diselingi dengan zona
dan kanal mandibular radiolusensi yang meningkat
Erosi dari tulang kortikal Fraktur sebagai komplikasi yang potensial

B. Gambaran Radiografis Osteomielitis Kronis

Gambaran panoramic merupakan pemeriksaan standar yang sama dengan akut


osteomielitis, untuk menilai situasi ossesous dan status dari pertumbuhan gigi.
Osteomielitis kronis yang mempengaruhi mandibula lebih dapat dikenali
dibandingkan apabila osteomielitis kronis yang mempengaruhi maksila. Osteomielitis
kornis pada rahang menunjukan tanda karakteristik radiografi. Prinsip gambaran pada
kronis osteomielitis kronis adalah radiopasitas yang progresif dengan penghapusan
dari struktur trabekula tulang cancellous dan kehilangan tulang antara kortikal-
cancellous. Tanda radiografi secara histologis berhubungan dengan skeloris tulang
degan trabekula kasar selama proliferasi dari osteoblas melingkari tulang trabekula
dan melewati ruang sumsum [24].

21  
 
Gambar 1 : Gambaran radiografi panoramic dari osteomielitis kronis pada mandibula.
Terlihat massa radiopak dari region 37 hingga ramus mandibular [28].

4.7 Penataksanaan Osteomielitis

Langkah pertama dalam penatalaksanaan osteomielitis adalah mendiagnosa


kondisi pasien dengan benar. Diagnosis dibuat berdasarkan pemeriksaan klinis,
pemeriksaan radiografi dan pemeriksaan jaringan. Operator harus mencurigai faktor
malignansi yang memiliki tampilan klinis yang sama dengan osteomielitis, dan harus
dicantumkan dalam diagnosa banding. Evaluasi dan kontrol medis pada perawatan
pasien dengan immunocompromised sangat membantu perawatan osteomielitis.
Misalnya, mengontrol gula darah pada pasien diabetes untuk mendapatkan respon
yang baik terhadap terapi osteomielitis.[29]

A Terapi Antibiotik
Jaringan yang terkena osteomielitis harus dikirim ke lab untuk dilakukan
pewarnaan gram, kultur bakteri, tes sensitivitas dan pemeriksaan histopatologis.
Pengobatan antibiotik empiris harus dilakukan berdasarkan hasil pewarnaan
Gram atau berdasarkan patogen yang mungkin diduga terlibat di daerah
maxillofacial. Kultur definitif dan laporan sensitivitas biasanya memakan waktu
beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, tetapi hal ini sangat membantu dokter
bedah untuk mendapatkan antibiotik yang paling sesuai berdasarkan organisme
yang terlibat [29].

22  
 
B. Tindakan Pembedahan

Penentuan waktu untuk melakukan tindakan bedah sangatlah penting.


Tindakan bedah pada kasus osteomielitis dapat dilakukan dengan sekuestrektomi,
saucerization, dan dekortisasi. Pilihan terbaik untuk tindakan bedah adalah
dengan sekuestrektomi dan saucerization. Karena tujuan dari tindakan ini adalah
untuk menghilangkan jaringan nekrotik atau vaskularisasi tulang sequestra yang
buruk pada area yang terinfeksi dan untuk memperbaiki aliran darah.

Sekuestrektomi meliputi pengambilan tulang yang terinfeksi dan bagian yang


tak tervaskularisasi pada tulang, umumnya kortikal plate pada area yang
terinfeksi.[30] Penentuan waktu untuk melakukan tindakan bedah sangatlah
penting, terutama untuk sekuestrektomi. Tulang nekrotik yang terjadi selama
terserang osteomielitis harus dikeluarkan secara pembedahan. Apabila
sekuesternya kecil, pengambilannya secara intraoral, namun apabila melibatkan
daerah yang luas dilakukan dengan diseksi perkutaneus yang lebar. Ukuran dan
sifat dari sekuester dapat sedemikian rupa sehingga sekuester harus dipecah
(seperti pada pengeluaran gigi impaksi) sehingga memudahkan pengeluaran dan
memungkinkan untuk mempertahankan lebih banyak tulang yang normal
disekitarnya. Jaringan disekitar sekuester merupakan jaringan granulasi yang
juga harus di hilangkan. Kemudian daerah teresebut di irigasi dengan larutan
antibiotik topikal (Neomycin/Bacitracin atau Kanamycin) dan letakkan kasa yang
mengandung antibiotik dan diamkan selama 3-5 hari, tergantung respon klinis
atau diganti dua atau tiga kali sehari [29].

Saucerization meliputi pengambilan korteks tulang yang bersebelahan untuk


mempermudah penyembuhan melalui tindakan sekunder yang akan dilakukan
setelah tulang yang terinfeksi dihilangkan.[30]

Dekortikasi meliputi penghilangan jaringan yang padat, sering kali merupakan


infeksi kronis dan vaskularisasi yang buruk pada tulang korteks dan penempatan
periosteum vaskular yang bersebelahan pada tulang medular untuk meningkatkan

23  
 
aliran darah dan penyembuhan pada area yang terlibat.[30] Apabila sequestra
terjadi dengan lambat atau difus maka perlu dilakukan dekortikasi. Dekortikasi
biasanya memerlukan pengambilan segmen lateral /korteks bukal dari mandibula.
Injeksi fluoroscein intravena (bahan pewarna vital) dapat dilakukan untuk
mengetahui tulang yang nekrotik. Namun, uji klinis yang paling sering dilakukan
pada tulang vital adalah melihat perdarahan tulang. Selain mengambil tulang
nekrotik, dekortikasi juga mengambil daerah yang terinfeksi yang
vaskularisasinya relatif sedikit hingga pada jaringan lunak disekitarnya yang
tervaskularisasi dengan baik. Gangguan pada suplai darah mengurangi
keefektifan terapi ini. Sesudah tindakan bedah, pasien harus di instruksikan untuk
mengkonsumsi makanan dan minuman yang cukup dan bergizi karena hal ini
juga menentukan apakah osteomielitis akan sembuh atau memburuk.
Penyembuhan osteomielitis juga harus dipantau secara klinis, laboratoris dan
radiografis [29].

Kunci utama dari prosedur pembedahan secara klinis ditentukan oleh cutting
back untuk perdarahan tulang yang baik. Penilaian klinis menjadi hal yang sangat
penitng pada tahap ini, namun hal tersebut dapat dibantu dengan gambaran
preoperative yang menunjukkan patologi yaitu adanya pelebaran tulang. Hal
tersebut diperlukan untuk mengekstraksi gigi tetangga pada area osteomielitis.
Saat mengekstraksi gigi tetangga dan melakukan pengambilan tulang, operator
harus menyadari bahwa prosedur bedah ini dapat melemahkan tulang rahang dan
rentan terhadap fraktur patologis [30].

24  
 
Gambar 17-6 A, Gambaran panoramic dari seorang laki-laki berusia 70 tahun dengan
rasa nyeri dan pembengkakan pada mandibula bagian kanan. Tampak lesi sklerotik pada
mandibula bagian kanan. B, pembesaran gambaran panoramic menunjukkan lesi sklerotik pada
mandibula bagian kanan. Biopsi Incisional memperlihatkan osteomielitis. C, Computed
Tomography (CT-Scan) tampak aksial, menunjukkan lesi sklerotik pada mandibula bagian
kanan. D, CT-Scan tampak aksial menunjukkan lesi pada mandibula bagian kanan. E, CT-Scan
tampak koronal menunjukkan lesi sklerotik pada mandibula bagian kanan dengan area tulang
“moth-eaten”. F, gambaran panoramik dari mandibula bagian kanan setelah dilakukan
debridemen, perdarahan pada tulang kembali baik. G, pembesaran gambaran panoramic yang
menunjukkan area yang melemah pada mandibula bagian kanan. H, gambaran panoramic dari
mandibula setelah 3 bulan post-operative. Pasien mendengar bunyi “pop” saat mengunyah. I,
pembesaran gambaran panoramic menunjukkan fraktur patologis dari mandibula bagian
kanan. J, Open reduction dan fiksasi rigid internal dari fraktur patologis pada mandibula
bagian kanan

C. Terapi Penunjang

Untuk mendukung area yang melemah, digunakan alat fiksasi (seperti external
fixator atau reconstruction type plate) maupun menempatkan pasien pada fiksasi
maksilomandibula sering digunakan untuk mencegah fraktur patologis. Tentu
saja, diperlukan graft pada area tersebut bila sekuestrektomi dan saucerization
telah dianggap adekuat [30].

25  
 
Terdapat metode perawatan lainnya dengan memasukkan antibiotik dosis
tinggi pada area yang melemah dengan menggunakan antibiotik impregnated
beads atau dengan sistem wound irrigation. Terapi ini didasari oleh premis
bahwa tingkat antibiotik lokal yang tinggi akan mengakibatkan, keseluruhan
beban sistemik menjadi rendah, dengan demikian akan mengurangi efek samping
dan resiko komplikasi [30].

Perawatan Hyperbaric oxygen (HBO) juga didukung sebagai perawatan


refractory osteomielitis. Metode perawatan ini bekerja dengan meningkatkan
tingkat oksigenasi jaringan yang akan membantu melawan bakteri anaerob yang
terdapat pada luka. Penggunaan yang luas dari perawatan HBO sebagai
perawatan untuk osteomielitis masih menjadi kontroversi [30].

Reseksi tulang rahang menjadi upaya terakhir, dan secara umum dilakukan
setelah debridemen terkecil dilakukan atau terapi sebelumnya tidak berhasil,
maupun untuk menghilangkan area yang disertai fraktur patologi. Reseksi ini
dilakukan secara extraoral, dan rekonstruksi dapat dilakukan segera maupun
ditunda, tergantung pada pertimbangan ahli bedah [30].

Apabila pasien mengalami parastesi pada osteomielitis mandibula, reseksi dan


rekonstruksi langsung di indikasikan pada kasus ini. Dalam hal ini,
mempertahankan mandibula harus dilakukan dan salah satunya harus diupayakan
untuk memperpendek perjalanan penyakit dan perawatan [30].

26  
 
Gambar 17-8 A, gambaran panoramic dari seorang perempuan berusia 64 tahun dengan
simptomatik, gigi 32 direncanakan untuk di ekstraksi. B, pembesaran gambaran panoramic
menunjukkan lubang pada sebagian gigi 32 yang impaksi. C, Gambaran panoramic dari
mandibula dengan rasa nyeri, pembengkakan dan parastesi pada mandibula. D, pembesaran
gambaran panoramic menunjukkan fraktur patologis dengan tulang sequestrum pada regio
angle mandibula bagian kanan. E, angle kanan di debridemen melalui pendekatan extraoral. F,
Fiksasi rigid diaplikasikan pada “defect-fracture”. Tidak ada kontak pada tulang yang terlihat
setelah osteomielitis di debridement, waktu perdarahan yang normal. G, dilakukan autogenous
bone graft pada pasien sebagai bagian dari pembedahan primer. H, gambaran panoramic dari
debridemen dan rekonstruksi sebagai prosedur tahap pertama.

Berkaitan dengan laporan kasus, penatalaksanaan osteomielitis yang dipilih


adalah Sekuestrektomi. Sekuestrektomi merupakan salah satu terapi pilihan terbaik
untuk penatalaksanaan osteomielitis. Tujuan dari tindakan ini adalah untuk
menghilangkan jaringan nekrotik atau vaskularisasi tulang sequestra yang buruk pada
area yang terinfeksi dan untuk memperbaiki aliran darah. Pasien diberikan antibiotik
sebelum tindakan pembedahan yaitu penicillin oral dan metronidazole selama 1 bulan,
dan 20 sesi hyperbaric oxygen therapy (HBOT). Sedangkan terapi antibiotik setelah
tindakan bedah diberikan berdasarkan hasil kultur yang mengidentifikasikan terdapat 2

27  
 
mikroorganisme, yaitu streptococcus viridans dan staphylococcus yang sensitif
terhadap penisilin. Jadi pasien mulai menerima terapi penisilin via intravena setiap hari
dan terapi dilanjutkan selama 5 minggu. Pasien juga diresepkan obat analgesik dan
obat kumur clorexidine 0,2%.

Tabel gejala klinis, etiologi dan gambaran radiografi osteomielitis :

OSTEOMIELITIS OSTEMIELITIS KRONIS


AKUT SUPURATIF NONSUPURATIF
WAKTU < 2 minggu ≥ 3 bulan
Virulensi dari Invasi bakteri yang Perawatan yang tidak
mikroorganisme yang menyebar biasanya memadai, atau
terlibat dan tergantung bersumber dari gigi, meningkatnya virulensi
dari sistem imun pasien. penyakit dan resistensi antibiotik
periodontal, infeksi dari mikroorganisme
ETIOLOGI
dari pulpa, luka yang terlibat.
bekas pencabutan
gigi dan infeksi
yang terjadi dari
fraktur.
Nyeri, pyrexia, Nyeri, malaise, Rasa sakit ringan,
lymphadenopathy, demam, anoreksi, melambatnya
leukosistosis, gigi goyang dan pertumbuhan rahang,
Parasthesia pada bibir sensitif terhadap sequester tidak dijumpai
bawah, terbentuk pus, perkusi,Pus di adanya fistel.
GEJALA
akibat infeksi oleh sekitar sulkus
KLINIS
bakteri staphylococcus. gingiva, halitosis,
pembesaran dimensi
tulang,abses,eritema,
lunak apabila
dipalpasi,trismus.

28  
 
Tanda awal dari Osteomielitis kornis pada rahang menunjukan
osteomielitis adanya tanda karakteristik radiografi. Prinsip gambaran
kehilangan struktur pada kronis osteomielitis kronis adalah
trabekular tulang yang radiopasitas yang progresif dengan
menghasilkan area fokal penghapusan dari struktur trabekula tulang
radiolusen.  Dalam 3 & cancellous dan kehilangan tulang antara
4 minggu, radiograf kortikal-cancellous. Tanda radiografi secara
cenderung menjadi histologis berhubungan dengan skeloris tulang
patologis. Temuan pada degan trabekula kasar selama proliferasi dari
radiografi terdiri dari osteoblas melingkari tulang trabekula dan
GAMBARAN melewati ruang sumsum.
area radiolusen yang
RADIOGRAFI tidak biasa, sequestra,
reaksi periosteal
terkalsififkasi dan
kadang-kadang fistula.
Pada tahap lebih parah
dari akut osteomielitis
sequester mungkin
ditemukan pada
radiograf.  

29  
 
BAB V

KESIMPULAN

Pada kasus ini menjelaskan tentang karakteristik dari osteomielitis supuratif kronis.
Penanganan untuk pasien ini,dilakukan dengan pemberian antibiotik dan tindakan
non bedah namun hasilnya tidak memuaskan. Penggunaan antibiotik spektrum luas
penting untuk mengatasi bakteri staphylococcus, actinomyces dan bakteri lainnya.
Penanganan awal untuk pasien ini diberikan hyperbaric oxygen therapy (HBOT)
sebagai penghilang rasa sakit. Hyperbaric oxygen therapy (HBOT) akan
memperbaiki tekanan oksigen pada hiposiklin, meningkatkan proliferasi vaskular,
aktivitas fibroblastik dan aktivitas stimulasiostoklastik [15,16]. Kemampuan dari
leukosit untuk membunuh bakteri juga akan meningkatkan tekanan oksigen yang
lebih tinggi pada jaringan. Secara umum, validasi hyperbaric oxygen therapy
(HBOT) digunakan sebagai perawatan tambahan untuk bedah dan untuk terapi
antimikroba pada perawatan refractory, chronic sclerosing, osteomielitis supuratif
kronis [17]. Perawatan bedah awal terdiri dari sequestrektomi dan dekortikasi
bersamaan dengan terapi antimikroba intravena. Prosedur ini sesuai dengan protokol
yang diterbitkan oleh penulis lain [17].

30  
 
DAFTAR PUSTAKA

1. Topazian RG. Osteomielitis of jaws. In Topazian RG, Goldberg MH (eds).


Oral and maxillofacial infections, 3rd ed. pp 251-286. Philadelphia, PA:
Saunders, 1994.
2. Yeoh SC, Mac Mahon S, Schifter M. Chronic suppurative osteomielitis of the
mandible: Case report. AustDent J 2005; 50:200-3.
3. Marx R E. Chronic osteomielitis of the jaws. Oral Maxillofac Surg Clin North
Am 1991; 3:367.

4. Mercuri LG. Acute osteomielitis of the jaws. Oral Maxillofac Surg Clin North
Am 1991; 3:355.
5. Baltensperger M, Eyrich G. Osteomielitis of the Jaws: definitions and
classification. In: Baltensperger M, Eyrich G, editors. Osteomielitis of jaws.
Berlin: Springer 2009; p. 5-56.
6. Scolozzi P, Lombardi T, Edney T, Jaques B. Enteric bacteria mandibular
osteomielitis. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod 2005;
99:E42-46.
7. Krakowiak P. Alveolar Osteitis and Osteomielitis of the jaws. Oral Maxillofac
Surg Clin N AM 23 2011; 401-413.

8. Koorbusch GF, Fotos P, Gool KT. Retrospective assessment of osteomielitis:


etiology, demographics risk factors and management in 35 cases. Oral
Surgery Oral Med Oral Pathol 1992; 74:149-54.
9. Balterspenger MA. Retrospective analysis of 290 osteomielitis cases treated
in the past 30 years at the department of craniomaxillofacial surgery Zurich
with special recognition of the classification. Med Dissertion Zurich 2003;
1:1-35.
10. Uche C, Mogyoros R, Chang A, et al. Osteomielitis of the jaw: a retrospective
analysis. Int J Infect Dis 2009;7:2.
11. Bevin CR, Inwards CY, Keller EE. Surgical management of primary chronic
osteomielitis: a long-term retrospective analysis. J Oral Maxillofac Surg
2008;66:2073-2085.

31  
 
12. 12. Lucchesi L, Kwok J. Long term antibiotics and calcitonin in the treatment
of chronic osteomielitis of the mandible: case report. Br J Oral Maxillofac
Surg 2008;46:400-402.
13. Waldvogel FA, Medoff G, Swartz MN. Osteomielitis:
a review of clinical features, therapeutic considerations and unusual aspects (
parts 1 and 2 ). N Enel I Med1970; 282:198-206.
14. 14. Marx RE, Carlson ER, Smith BR, Toraya N. Isolation of Actinomyces
species and Eikenella corrodens from patients with chronic diffuse sclerosing
osteomielitis. J Oral Maxillofac Surg 1994; 52(1):26-33.
15. 15. Triplett RG, Branham GB, Gillmore JD, Lorber M. Experimental
mandibular osteomielitis: therapeutic trials with hyperbaric oxygen. J Oral
Maxillofac Surg 1982;40(10):640-6.
16. 16. Gill AL, Bell CN. Hyperbaric oxygen: its uses, mechanisms of action and
outcomes. QJM 2004; 97(7):385-95.
17. 17. van Merkesteyn JP, Groot RH, van den Akker HP, Bakker DJ,
Borgmeijer-Hoelen AM. Treatment of chronic suppurative osteomielitis of the
mandible. Int J Oral Maxillofac Surg 1997; 26(6):450-4.
18. Baltensperger, M., M., dan Eyrich, G., K., H. “Osteomielitis of The Jaw”.
https://books.google.co.id/books?id=nl58_hwIrY0C&printsec=frontcover&dq
=osteomielitis&hl=id&sa=X&ved= (diakses tanggal 23 Mei 2017)
19. Syamsoelily,L,.Mappangara,S,. Chandha,M.H., Ruslin,M.,2013, Osteomielitis
Supuratif Kronis pada Mandibular Edentulous. Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Hasanudin, 35-36.
20. Regezi, J. A., Sciubba, J. J., Jordan, R. C. K., 2003, Oral Pathology Clinical
Correlations Fourth Edition, Saunders: United States, America, p. 313-315
21. Gomes, D., Pereira, M., Bettencourt, A. F., 2013,Osteomielitis: An Overview
of Antimicrobial Therapy, Faculty of Pharmacy University of Lisbon:
Portugal, Brazilian Journal of Pharmaceutical Sciences, vol. 49, no 1, January
– March 2013, p. 15.
22. Putra, R. F., Sulistyani, L. D., 2009, Osteomielitis Kronis Mandibula pada
Anak-anak dan Dewasa, Fakultas Kedokterann Gigi Universitas Indonesia,
Jurnal PDGI, vol. 58, no. 3, hal. 20-21
23. Fragiskos D. Oral Surgery. 3rd ed. Greece: Springer-Verlag Berlin
Heidelberg; 2007. 360 p.
24. Baltensperger MM, Eyrich GK. Osteomielitis of The Jaws. 1st ed. Germany:
Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2009. 11 p.

32  
 
25. Regezi, J. A., Scuba, J.J., Jordan, R., 2003, Oral Pathology; Clinical
Pathologic Correlation, Elsevier Science, USA, hal. 394-400
26. Syahputra, Dahnil, 2011, Rekonstruksi Ankilosis Sendi Temporomandibula
akibat Osteomielitis Kronis dengan Teknik Total Joint Replacement,
Universitas Sumatera Utara, Sumatera.
27. Kruger, G.O., 1979, Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery, 11th ed., C
V Mosby Company, London, Chap. 11:Acute infections of the oral cavity,
Hal. 23
28. Putra R.F., Sulistyani L.D., 2009, Osteomielitis Kronis Mandibila pada Anak-
anak dan Dewasa, Jurnal PDGI, Volume 58, Nomor 3, Hal. 22
29. Miloro, M., Ghali, G.E., Larsen, P.E., Waite, P.D., 2004, Peterson’s Principles
of Oral and Maxillofacial Surgery, 2nded., BC Decker Inc, Ontario, hal. 316-
318
30. Petersen, Gordon W., 2004, Buku Ajar Praktis Bedah Mulut, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, hal. 213
31. Eid, A.J., Berbari, E. F., 2012, Osteomielitis : Review of Pathophysiology,
Diagnostic Modalities and Therapeutic Options, J Med Liban 2012 : 60 (1) :
51-60.

33  
 

Anda mungkin juga menyukai