Kerjasama:
Dan
MATARAM
2017
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas perkenanNya laporan pendahuluan
diselesaikan. Kegiatan ini dilaksanakan atas kerjasama antara lembaga penelitian dan
Daerah (BAPPEDA) provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk tahun anggaran 2017.
Laporan ini memberikan gambaran umum tentang latar belakang, rumusan masalah,
tujuan, landasan teori serta metode/pendekatan yang akan digunakan dalam melakukan Kajian
menjadi acuan dan pedoman dalam pelaksanaan studi serta dalam penyusunan laporan akhir
nantinya.
2
DAFTAR ISI
3
DAFTAR TABEL
4
DAFTAR GAMBAR
5
BAB I. PENDAHULUAN
Kemiskinan merupakan masalah umum yang dihadapi oleh semua daerah di Indonesia
termasuk Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Secara umum, kemiskinan dapat didefinisikan
sebagai suatu kondisi ketidakmampuan individu atau kelompok masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan dasar (basic needs) seperti rendahnya akses masyarakat terhadap fasilitas-fasiltias
Menurut Badan Pusat Statistik (2016), angka kemiskinan di Provinsi NTB pada tahun
2015 mencapai 824.450 ribu jiwa, atau sekitar 17% dari total jumlah penduduk Provinsi NTB.
Dari angka tersebut, 214.609 jiwa berdomisili di Pulau Sumbawa, yang tersebar di 5
Pulau Sumbawa telah dilaksanakan oleh pemerintah, diantaranya dibidang sosial ekonomi,
ternyata belum mampu memberikan kontribusi yang signifikan dalam menurunkan tingkat
kemiskinan. Hal tersebut dapat dilihat dari persentase angka kemiskinan yang turun dari tahun
Pertanyaan yang mucul kemudian adalah mengapa program-program tersebut belum mampu
Sumbawa?, Apa bentuk kendala dan jenis permasalahan yang dihadapi?, Apakah pada level
pembuat kebijakan/program, proses pelaksanaan atau proses adaptasi masyarakat yang lambat?,
Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) selaku lembaga
perwakilan pemerintah pusat di daerah memandang perlu dilakukan studi mendalam tentang
program ke depan.
meningkatkan efektifitas setiap program yang dilaksanakan. Output yang diharapkan dari
digunakan untuk perbaikan sistem dari program-program yang sudah dilaksanakan, juga
ini diharapkan mampu meningkatkan peran dan fungsi BAPPEDA Provinsi NTB dalam
1.2 PERMASALAHAN
Angka kemiskinan di Pulau Sumbawa masih tergolong tinggi, lebih tinggi dari rata-rata
nasional. Program penanggulangan kemiskinan dari pemerintah pusat dengan jumlah anggaran
yang cukup besar masih belum optimal dalam mengurangi angka kemiskinan di kantong-
kantong kemiskinan. Oleh karenanya, kajian hal-hal yang berkaitan dengan aspek-aspek
kemiskinan di daerah bersangkutan sangat diperlukan. Untuk lebih jelasnya, masalah yang
c. Kurangnya data dan informasi seperti potensi, jenis program, kendala/hambatan yang
berkaitan dengan daerah-daerah terutama daerah dengan angka kemiskinan yang masih
relatif tinggi.
7
1.3 MAKSUD DAN TUJUAN
Sumbawa.
Pulau Sumbawa.
kantung-kantung kemiskinan.
1.4 MANFAAT
Secara teoritis, kajian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang kebijakan
Sedangkan manfaat praktis adalah sebagai bahan masukan bagi para pengambil
kebijakan terutama pada level provinsi dan kabupaten/kota bahwa dalam penyusunan dan
8
1.5 SASARAN
1. Tersedianya informasi tentang jenis-jenis mata pencaharian masyarakat miskin di Pulau
Sumbawa.
dikembangkan ke depan.
di Pulau Sumbawa.
9
BAB II. KAJIAN TEORITIS/TINJAUAN PUSTAKA
kesejahteraan (depriviation of well being) dari individu atau kelompok masyarakat. Sedangkan
pembangunan. Definisi yang lebih spesifik disampaikan oleh BPS (2016), dimana kemiskinan
baik itu kebutuhan makanan dan non-makanan. Kebutuhan makanan diartikan sebagai
kebutuhan minimum kalori perorang perhari, yaitu 2.100 kilokalori (Suharto dkk, 2002).
sandang, pendidikan dan kesehatan. Kemiskinan juga diartikan dari aspek sosial oleh Sen
dalam Bloom dan Canning (2001), sebagai bentuk kekurangan kebebasan substantif
“capability deprivation” yaitu kesempatan dan rasa aman. Mengacu pada definisi kemiskinan
kehidupan yang sangat kompleks. Dalam laporan ini, definisi kemiskinan akan lebih banyak
mengacu kepada definisi yang disampaikan oleh BPS karena variabel-variabel yang digunakan
Kemiskinan menurut Nurkse, 1953 dalam Kuncoro (1997) dapat diklasifikasi ke dalam
4 macam, yaitu:
1. Kemiskinan absolut, yaitu keadaan dimana pendapatan kasar bulanan tidak mencukupi
10
absolut apabila pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan dan tidak cukup untuk
karena definisi dan pendekatan tersebut dapat digunakan untuk menilai efek dari kebijakan
anti kemiskinan antar waktu atau perkiraan dampak suatu proyek terhadap kemiskinan.
Pendekatan ini juga merupakan pendekatan yang digunakan oleh Bank Dunia untuk dapat
ini karena memudahkan dalam menentukan kemana dana bantuan akan disalurkan dan
2. Kemiskinan relatif, yaitu kemiskinan yang dilihat berdasarkan perbandingan antara suatu
kebutuhan dengan tingkat pendapatan lainnya. Seseorang termasuk golongan miskin relatif
apabila telah dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, tetapi masih jauh lebih rendah
kemiskinan akan mengalami perubahan bila tingkat hidup masyarakat berubah sehingga
3. Kemiskinan struktural yaitu kondisi di mana sekelompok orang berada di dalam wilayah
kemiskinan, dan tidak ada peluang bagi mereka untuk keluar dari kemiskinan. Kemiskinan
struktural lebih menuju kepada orang atau sekelompok orang yang tetap miskin atau menjadi
miskin karena struktur masyarakatnya yang timpang, yang tidak menguntungkan bagi
4. Kemiskinan kultural yaitu budaya yang membuat orang miskin, yang dalam antropologi
kemiskinan sebagai adanya budaya miskin. Seseorang termasuk golongan miskin kultural
apabila sikap orang atau sekelompok masyarakat tersebut tidak mau berusaha memperbaiki
tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya atau dengan
kata lain seseorang tersebut miskin karena sikapnya sendiri yaitu pemalas dan tidak mau
11
memperbaiki kondisinya. Menurut Mardimin (1996), kemiskinan kultural terjadi karena
budaya masyarakat sendiri yang sudah turun-temurun membuat mereka menjadi miskin.
dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural dan
sumberdaya yang langka dan akibat perkembangan teknologi yang rendah dan juga
sumberdaya alam yang tetap. Kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-faktor seperti ini
pada umumnya tidak mempunyai kesenjangan yang terlalu tinggi (Medah. 2013).
2. Kemiskinan struktural atau kemiskinan buatan adalah kemiskinan yang diakibatkan oleh
sementara kelompok masyarakat lainnya tidak memiliki kesempatan. Pada kategori ini,
kesenjangan ekonomi masyarakat sangat tinggi antara yang miskin dan yang kaya.
3. Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang muncul akibat tuntutan tradisi/adat yang
membebani masyarakat seperti upacara perkawinan, kematian dan pesta adat lainnya, dan
juga sikap mentalitas seperti lamban, malas, konsumtif serta kurang berorientasi ke depan.
12
Kemiskinan yang terjadi di Indonesia umumnya dapat dikategorikan ke dalam bentuk
kemiskinan struktural atau buatan, karena secara alamiah Indonesia mempunyai cukup potensi
dan sumber daya untuk tidak mengalami kemiskinan. Kemiskinan struktural adalah
kemiskinan akibat dari supra-struktur yang membuat sebagian anggota atau kelompok
masyarakat tertentu mendominasi sarana ekonomi, sosial, politik dan budaya. Struktur ini
menyebabkan tidak adanya pemerataan, tidak berkembangnya kualitas dan daya kreasi rakyat
keswadayaan masyarakat.
a. Faktor oleh manusia, meliputi: sikap, pola pikir serta wawasan yang rendah, malas berpikir
dan bekerja, kurang keterampilan, pola hidup yang cendrung konsumtif, sikap
apatis/egois/pesimis, rendah diri, adanya jarak antara kaya dan miskin, belenggu adat dan
kebiasaan, adanya teknologi baru yang hanya menguntungkan kaum tertentu (kaya), adanya
perusakan lingkungan hidup, pendidikan rendah, populasi penduduk yang tinggi, pemborosan
dan kurang menghargai waktu, kurang motivasi mengembangkan prestasi, kurang kerjasama,
pengangguran dan sempitnya lapangan kerja, kesadaran politik dan hukum, serta tidak dapat
memanfaatkan sumber daya alam (SDA) setempat (Manurung dalam Bulletin YDS, 1993).
b. Faktor non-manusia, meliputi: faktor alam, lahan tidak subur/lahan sempit, keterisolasian
desa, sarana perhubungan tidak ada, kurangnya fasilitas umum, langkanya modal, tidak
stabilnya harga hasil bumi, industrialisasi sangat minim, belum terjagkau oleh media
informasi, kurang berfungsinya lembaga-lembaga desa, serta kepemilikan tanah yang kurang
13
2.3 Lingkaran Kemiskinan
Kemiskinan suatu individu atau kelompok masyarakat dapat dikarenakan individu atau
kelompok masyarakat tersebut berada dalam suatu siklus yang membawa pada kondisi miskin.
Jika dianalisis terdapat tiga siklus kehidupan yang dapat membawa individu atau kelompok
masyarakat pada kondisi miskin. Pertama, yaitu jika siklus dilihat dari sektor ekonomi yaitu
tingkat pendapatan yang rendah. Seseorang yang miskin memiliki pendapatan rendah dan
mengakibatkan si miskin memiliki daya beli yang rendah atas pendidikan dan informasi.
Karenanya, si miskin hanya mendapatkan tingkat pengetahuan rendah dan berpengaruh pada
tingkat produktifitas yang dihasilkannya juga rendah. Sebagai akibatnya, individu atau
kelompok masyarakat tersebut menjadi tetap miskin. Siklus ini akan terus berputar, sampai ada
suatu kondisi yang dapat memotong siklus tersebut sehingga si miskin dapat berubah tidak
menjadi miskin kembali atau setidaknya memiliki tingkat kehidupan yang lebih baik. Adapun
Kedua, yaitu jika siklus dilihat dari sisi tabungan yang mana individu miskin atau suatu
kelompok masyarakat miskin memiliki tabungan yang rendah. Tabungan yang rendah
14
menyebakabkan si miskin memiliki modal yang kecil untuk usaha atau melakukan aktifitas
perekonomian. Secara umum modal yang kecil mengakibatkan tingkat produktifitas rendah
sehingga produksi juga rendah. Dikarenakan produksi yang rendah maka pendapatan yang
dihasilkan juga rendah. Sehingga, jadilah individu atau kelompok masyarakat tersebut tetap
miskin. Siklus ini akan terus berputar, sampai dengan ada suatu kondisi yang dapat memotong
siklus tersebut sehingga si miskin dapat berubah atau menuju ke tingkat kesejahteraan yang
lebih baik. Adapun siklus ini dapat diilustrasikan dalam gambar sebagai berikut:
Modal Kecil
Ketiga, yaitu jika siklus dilihat dari sisi konsumsi. Sebagaimana telah diketahui bahwa
pada umumnya individu atau kelompok masyarakat miskin memiliki tingkat konsumsi yang
rendah termasuk juga konsumsi atas papan, sarana dan prasarana yang juga masih rendah.
Dengan tingkat konsumsi yang rendah dapat menyebabkan status gizi juga rendah. Status gizi
yang rendah berakibat pada tingkat kesehatan yang rendah. Hal ini dikarenakan kesehatan yang
baik pada umumnya didukung oleh gizi yang baik pula. Apabila suatu individu atau kelompok
masyarakat yang memiliki tingkat kesehatan yang rendah, maka kinerja yang dihasilkan juga
relatif rendah. Kinerja yang rendah menimbulkan tingkat produktifitas juga rendah. Tingkat
15
produktifitas yang rendah menyebabkan individu atau kelompok masyarakat tersebut berada
dalam kondisi tetap miskin. Siklus ini akan terus berputar, sampai ada suatu kondisi yang dapat
memotong siklus tersebut sehingga si miskin dapat berubah atau menuju pada kondisi
kesejahteraan yang lebih baik. Adapun siklus tersebut dapat diilustrasikan dalam gambar
sebagai berikut.
Berdasarkan pemutahiran basis data terpadu (PBDT) tahun 2015, TNP2K menetapkankan 20
A. Status kesejahteraan
2. Jumlah rumah tangga dengan kepala rumah tangga perempuan menurut kelompok
umur
16
B. Pendidikan
2. Jumlah anak yang bersekolah dan tidak bersekolah menurut kelompok usia
C. Kesehatan
1. Jumlah rumah tangga menurut penggunaan fasilitas tempat buang air besar
D. Ketenagakerjaan
1. Jumlah individu yang bekerja dan tidak bekerja menurut kelompok usia
3. Jumlah individu usia 18-60 tahun yang bekerja menurut lapangan pekerjaan
1. Jumlah rumah tangga menurut status penguasaan bangunan tempat tinggal yang
ditempati
2. Jumlah rumah tangga menurut status penguasaan lahan tempat tinggal yang ditempati
3. Jumlah rumah tangga menurut jenis lantai terluas dari tempat tinggal yang ditempati
4. Jumlah rumah tangga menurut jenis dinding dari tempat tinggal yang ditempati
5. Jumlah rumah tangga menurut jenis atap dari tempat tinggal yang ditempati
Sedangkan BPS tahun 2008 menetapkan 8 indikator untuk menentukan rumah tangga
miskin, yaitu:
17
1). Luas lantai perkapita,
2) Jenis lantai,
4) Jenis jamban,
5) Kepemilikan asset,
6) Pendapatan perbulan,
7) Pengeluaran, dan
8) Konsumsi lauk-pauk.
Pendekatan ini lebih sederhana dari pendekatan lainnya namun kelemahannya adalah
bawah garis kemiskinan (BPS, 2016). Sedangkan, garis kemiskinan merupakan penjumlahan
dari garis kemikinan makanan dan non-makanan. Garis kemiskinan makanan ditentukan dari
nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kilokalori
perorang perhari (Suharto dkk, 2002). Sedangkan non-makanan adalah kebutuhan minimum
Kemiskinan dapat diukur secara kuantitatif maupun kualitatif. Salah satu indikator
kuantitatif dari kemiskinan antara lain adalah tingkat pendapatan rumah tangga, tingkat
18
konsumsi rumah tangga, dan sebagainya. Sedangkan indikator kualitatif antara lain adalah
tingkat pendidikan, kondisi rumah yang dihuni, dan sebagainya. Menurut Haughton dan
individu terhadap fungsinya dalam masyarakat. Secara umum orang miskin kurang memiliki
kapabilitas. Mereka tidak memiliki pendapatan, pendidikan, kesehatan yang cukup atau kurang
memiliki kebebasan politik. Oleh karena itu pengukuran kemiskinan penting untuk dilakukan.
Terdapat empat alasan untuk mengukur kemiskinan (Haughton dan Khandker, 2009):
mengidentifikasi individu atau kelompok masyarakat miskin sehingga target dari intervensi
kebijakan yang pro poor dapat tercapai; 3) untuk melakukan monitor dan evaluasi atas
intervensi kebijakan dalam program pengentasan kemiskinan; dan 4) untuk melakukan evaluasi
kesejahteraan seperti pendapatan per kapita atau konsumsi per kapita. Secara prinsipnya
pendapatan adalah konsumsi ditambah dengan perubahan dalam kekayaan suatu individu.
Sebagaimana telah dijelaskan dalam permanent income hypothesis konsumsi dapat mengukur
permanennya. Oleh karena itu, pengukuran kesejahteraan melalui nilai konsumsinya layak
dilakukan.
Menurut Ravallion (1998), terdapat tiga langkah untuk mengukur kemiskinan. Pertama,
Kedua, menetapkan standar minimum kehidupan individu, yaitu kebutuhan minimal seorang
individu yang harus dipenuhi, selanjutnya disebut garis kemiskinan. Ketiga adalah membuat
deskripsi data sebagai informasi agregat dari garis kemiskinan suatu masyarakat yang menjadi
kajian.
19
2.6 Kesenjangan Ekonomi
Dalam analisis tentang perkembangan kemiskinan, hal terkait yang perlu dibahas
antar kelompok masyarakat. Kesenjangan yang terjadi antar sektor yaitu antara pekerja formal
dan informal, antara sektor pertanian dan non-pertanian, serta kesenjangan antara daerah
pedesaan dan perkotaan. Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya kesenjangan yaitu:
terampil, pertumbuhan penduduk kelompok ekonomi menengah ke bawah yang relatif tinggi,
tidak adanya peningkatan upah yang signifikan. Dengan demikian diperlukan intervensi berupa
Perbedaan yang mencolok antara tingkat pendapatan pada sektor pertanian dan non-
pertanian menyebabkan kesenjangan semakin tinggi. Pekerja dengan keahlian yang lebih tinggi
mendapatkan upah relatif jauh lebih besar dibandingkan pekerja biasa. Upah pekerja di sektor
formal relatif lebih tinggi dibandingkan upah pekerja di sektor informal. Pekerja pada sektor
formal lebih banyak terdapat pada pusat-pusat ekonomi terutama di daerah perkotaan.
Penurunan yang cukup tajam atas proporsi tenaga kerja di bidang pertanian juga disebabkan
oleh kualitas SDM yang masih belum siap dan tingginya keahlian yang diperlukan untuk sektor
industri. Sedangkan tingkat pendidikan penduduk miskin atau kelompok 40% ekonomi
terbawah yang rendah menyebabkan pekerja miskin menjadi kurang kompetitif untuk
20
2.7 Kesenjangan Non-Ekonomi
Dalam pengertian yang lebih luas atas tingkat kemiskinan selain kesenjangan di bidang
ekonomi yaitu di bidang pendidikan, kesehatan serta akses terhadap sarana dan prasarana.
Ketimpangan di bidang pendidikan terjadi pada usia kurang lebih 15 tahun dengan usia yang
lebih tua. Jika dibandingkan masih cukup banyak generasi tua yang belum menamatkan
Sekolah Dasar (SD) ataupun Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Sehingga apabila
dibandingkan terdapat ketimpangan dari sisi tingkat pendidikan antara generasi tua dan
generasi muda.
Untuk akses di bidang kesehatan, kesenjangan terjadi pada kesehatan ibu dan anak.
Masih terdapatnya anak yang belum memiliki akte lahir membuat terbatasnya akses penduduk
miskin terhadap pendidikan gratis serta jaminan sosial lainnya. Sedangkan kesenjangan non-
ekonomi lainnya yaitu kesenjangan terhadap akses infrastruktur, penerangan, air bersih, dan
sanitasi. Salah satu kunci utama rendahnya pertumbuhan pendapatan kelompok menengah ke
bawah adalah kurangnya akses terhadap pelayanan dasar sehingga dapat menjadi lebih
produktif.
masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar terutama pendidikan, kesehatan dan prasarana
dasar termasuk air minum dan sanitasi; mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin
terutama untuk pendidikan dan kesehatan, prasarana dasar khususnya air minum dan sanitasi,
meningkatkan kualitas hidup keluarga miskin; dan meningkatkan pendapatan dan kesempatan
21
berusaha kelompok masyarakat miskin, termasuk meningkatnya akses masyarakat miskin
terhadap permodalan, bantuan teknis, dan berbagai sarana dan prasarana produksi.
1. Kebijkan yang bersifat tidak langsung, dimana kebijakan diarahkan untuk memberikan
dasar tercapainya suasana yang mendukung kegiatan sosial ekonomi penduduk miskin.
Kebijakan ini lebih diarahkan pada penciptaan kondisi menjamin kelangsungan setiap
pada peningkatan akses terhadap sarana dan prasarana yang mendukung penyediaan
masyarakat miskin dan daerah terpencil melalui upaya yang sangat khusus. Kebijakan
khusus diutamakan pada penyiapan penduduk miskin di lokasi yang terpencil untuk
dapat melakukan kegiatan sosial ekonomi sesuai dengan budaya pada masyarakat
setempat.
2) adanya dukungan dari terget grup atau kelompok masyarakat yang menjadi sasaran dan
22
3) unsur pelaksanaan, baik organisasi maupun program yang bertanggung jawab dalam
Sementara itu, Ndraha (1997) berpendapat bahwa sikap dan perilaku merupakan salah satu
aspek penting yang mempengaruhi implementasi suatu kebijakan. Sikap adalah kecenderungan
jiwa terhadap sesuatu, sedangkan perilaku adalah operasionalisasi dan aktualisasi sikap
seseorang atau kelompok dalam atau terhadap situasi dan kondisi lingkungan baik masyarakat,
Dalam rangka mendekatkan kebijakan publik yang diformulasikan (kebijakan makro) dengan
terpadu baik kebutuhan program yang berdampak langsung dan berjangka pendek seperti crash
program, peningkatan usaha produktif dan lain sebagainya, maupun berdampak tidak langsung
yang sifatnya berjangka menengah dan panjang seperti penyediaan prasarana dan sarana untuk
memberikan akses terhadap pelayanan pendidikan dan kesehatan, kemudahan serta menunjang
mobilitas kehidupan sosial ekonomi masyarakat khususnya orang-orang miskin. Kebijakan dan
program bantuan sosial yang merupakan crash program dalam rangka penanggulangan
kemiskinan untuk kelompok rentan perlu diimplementasikan secara baik khususnya dalam hal
Pendekatan program ini apabila akan diteruskan perlu dilakukan secara komprehensif berbasis
keluarga. Dengan pendekatan keluarga maka program pendidikan wajib belajar pendidikan
dasar 9 tahun, program peningkatan kesehatan bagi ibu hamil dan anak balita akan terlaksana
dengan baik. Juga kepala keluarga akan memperoleh kemudahan dalam mengakses sumber-
sumber permodalan, termasuk bantuan dana bergulir atau program padat karya.
tergantung pada kapasitas si miskin sendiri yang tercermin dalam knowledge, attitude dan
23
practices untuk berjuang keluar dari belenggu kemiskinan. Dalam program kemitraan Program
pengangguran.
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Total luas Pulau Sumbawa mencapai 15.414,5 km2, atau
sekitar 2/3 luas Provinsi NTB, yang terbagi menjadi 5 kabupaten/kota administratif, yaitu:
Kabupaten Sumbawa Barat, Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Dompu, Kabupaten Bima dan
Kota Bima. Kelima kabupaten/kota tersebut terbagi menjadi 63 kecamatan dan 543
Kota Bima
Kab. Dompu
Kab. Bima
Kab. Sumbawa
Kab. Sumbawa
Barat
24
Tabel 1. Kabupaten/kota di Pulau Sumbawa serta luas wilayah administratif masing-masing.
Meskipun luas wilayah Pulau Sumbawa lebih besar dari Lombok, namun jumlah penduduknya
lebih sedikit dari total penduduk yang mendiami Pulau Lombok. Total penduduk Pulau
Sumbawa mencapai 1.441.297 jiwa atau sekitar 30% dari total penduduk Provinsi NTB
(4.835.577 jiwa) (Tabel 2). Dari angka tersebut, sekitar 214.609 jiwa (14.89%) masih
teridentifikasi berada di bawah garis kemiskinan. Angka tersebut masih lebih tinggi dari rata-
rata angka kemiskinan dan nasional yakitu 12%, meskipun sedikit lebih rendah dari angka
Tabel 2. Total jumlah penduduk dan angka kemiskinan di lima kabupaten/kota di Pulau
Sumbawa.
25
Berdasarkan jumlah jiwa, angka kemiskinan terbesar terdapat di Kabupaten Bima (75.176 jiwa)
diikuti oleh Kabupaten Sumbawa, Dompu, Sumbawa Barat dan Kota Bima. Namun
berdasarkan prosentase dari total jumlah penduduknya, Kabupaten Sumbawa Barat menempati
peringkat tertinggi (16.87%) diikuti oleh Kab. Sumbawa, Kab. Bima, Kab. Dompu, dan Kota
Bima pada level 9.74 % (Tabel 2). Angka kemiskinan di Sumbawa secara umum lebih rendah
26
BAB III. METODOLOGI
Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan, yang dimulai pada Bulan April sampai
dengan Bulan Mei 2017. Lokasi pengambilan sampel meliputi wilayah administratif
kabupaten/kota berdasarkan jumlah angka kemiskinan (jiwa). Data terbaru dari BPS
yaitu (1) Kab. Bima, (2) Kab. Dompu, (3) Kab. Sumbawa, dan (4) Kota Bima. Oleh karenanya,
kabupaten/kota ditetapkan masing-masing satu desa sebagai representasi yaitu Desa Labuhan
Sumbawa di Kab Sumbawa, Desa Tambe di Kabupaten Bima, Desa O’o di Kab Dompu dan
(depth interview) (Singarimbun dan Effendi, 1987). Responden adalah pejabat di BAPPEDA
peneliti juga melakukan wawancara dengan kepala desa serta aparatnya selaku pelaksana
27
Sumber data ada dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari
masyarakat dan pemerintah pada level provinsi atau kabupaten/kota di Pulau Sumbawa seperti
Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) dan
kantor desa/kelurahan. Sedangkan data primer yang dikumpulkan meliputi mata pencaharian,
yang dihadapi didalam pelaksanaan dan lain-lain. Adapun data sekunder diperoleh dari literatur
yang saling terkait dengan wilayah riset. Fokus penelitian adalah kelompok penduduk miskin.
Kelompok sasaran ditentukan berdasarkan pengenalan akan kondisi lapang dan informasi awal
yang telah diperoleh dari informan kunci (key informan). Selanjutnya untuk mendapatkan
Metode analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Data-data seperti jenis
mata pencaharian responden, jenis dan bentuk intervensi (program) yang telah dilakukan oleh
pemerintah, kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program, dan peluang usaha masyarakat
miskin di Pulau Sumbawa dianalisis melalui penafsiran kompilasi data, dengan menggunakan
acuan dari studi literatur dan juga logika verbal sesuai dengan variabel dengan melakukan
pengujian data.
Penelitian ini dilakukan berdasarkan skema di bawah ini, Gambar 5. Dimulai dari
program yang sudah berjalan maupun menyusun program baru berdasarkan potensi daerah.
28
Kabupaten
/Kota
Program Pembiayaan
penanggulangan /Anggaran
kemiskinan
Tercapai Tidak
tercapai
Strategi/
rekomendasi
29
3.6. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan
Adapun jadwal kegiatan penelitian tertera pada tabel di bawah ini.
Tabel 3. Rincian dan jadwal penelitian.
Minggu ke-
Maret April Mei
No Rincian kegiatan IV I II III IV I II III IV
1 Penyusunan laporan pendahuluan
2 Presentasi laporan pendahuluan
3 Pengumpulan data
A. Data sekunder (BAPPEDA kab/kota, kantor
4 desa)
B. Data primer (responden melalui survey)
5 Presentasi laporan akhir
6 Penyerahan laporan akhir
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Badan Pusat Statistik. 2016. Nusa Tenggara Barat Dalam Angka 2012-2016. Download.
2. Chalid, P. 2006. Teori dan isu pembangunan. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka.
5. Munkner, Hans H dan Thomas W, 2001. Sektor Informal Sumber Pendapatan Bagi
7. Pattinama, M.J., 2009. Pengentasan Kemiskinan dengan Kearifan Lokal (Studi Kasus
8. Singarimbun, M., dan Effendi, S. 1987. Metode Penelitian Survey, Jakarta, PT. Pustaka
LP3ES Indonesia.
Jawa Timur.
10. Suharto dkk . 2004 Kemiskinan dan Keberfungsian Sosial: Studi kasus keluarga miskin
31
pada Seminar “Kemiskinan dan Keberfungsian Sosial: Merancang-Kembangkan
12. Suharto, E. 1998. Human Development Strategy: The Quest for Paradigmatic and
Pragmatic Intervention for the Urban Informal Sector (No. 98/2). working paper.
13. Tim Nasional Percepatan penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). 2015. Peta Indikator
14. Willis, K. 2011. Theories and practices of development. Taylor & Francis.
15. Word Bank. 2006. Era baru dalam pengentasn kemiskinan di Indonesia. Jakarta.
32