Anda di halaman 1dari 5

Tugas Forum Modul 5 KB3

“Mukhlisin”

A. Pengertian Semantik

Kata semantik dalam bahasa Indonesia (Inggris: semantiks) semula berasal dari bahasa
Yunani, sema (kata benda yang berarti “tanda”) atau “lambang". Kata kerjanya
adalah semaino yang berarti “menandai” atau “melambangkan”. Yang dimaksud dengan
tanda atau lambang di sini sebagai padanan kata sema itu adalah tanda linguistik, seperti
yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure yaitu yang terdiri dari
a. Komponen yang mengartikan, yang berwujud bentuk-bentuk bunyi bahasa, dan
b. Komponen yang diartikan atau makna dari komponen yang pertama itu.

Secara umum semantik merupakan studi tentang makna-makna kata atau telaah makna.
Relevan dengan pernyataan Fatimah Djajasudarma bahwa semantik adalah ilmu yang
menelaah lambang-lambang atau tanda-tanda yang menyatakan makna, hubungan
makna yang satu dengan yang lain. Jadi semantik mencakup makna kata, perkembangan,
dan perubahannya.

B. Konsep Historis Ilmu Semantik

1. Fase Pertama
Aristosteles, sebagai pemikir Yunani yang hidup pada masa 384-322 SM, adalah
pemikir pertama yang menggunakan istilah “makna” lewat batasan pengertian kata
yang menurut Aristosteles adalah “satuan terkecil yang mengandung makna”. Dalam
hal ini, Aristosteles juga telah mengungkapkan bahwa makna kata itu dapat dibedakan
antara makna yang hadir dari kata itu sendiri secara otonom, serta makna kata yang
hadir akibat terjadinya hubungan gramatikal, bahkan plato (429-347 SM)
mengungkapkan bahwa bunyi-bunyi bahasa itu secara implisit mengandung makna-
makna tertentu. Hanya saja memang, pada masa itu batas antara etimologi, studi
makna, maupun studi makna kata, belum jelas.
2. Fase Kedua
Pertumbuhan semantik pada tahap ketiga telah ditandai dengan kehadiran karya
Michel Breal (1883), seorang kebangsaan Prancis, lewat artikelnya berjudul “Les Lois
Inteilectuelles du Langage”. Pada masa itu,meskipun dengan jelas Breal telah
menyebutkan semantik sebagai bidang baru dalam keilmuan, dia seperti halnya
Reisig, mesih menyebut semantik sebagai ilmu yang murni-historis. Dengan kata lain,
studi semantik pada masa itu lebih banyak berkaitan dengan unsur-unsur diluar
bahasa itu sendiri, misalnya bentuk perubahan makna, latar belakang perubahan
makna, hubungan perubahan makna dengan logika, psikologi maupun dengan kriteria
lainnya. Karya klasik Breal dalam bidang semantik pada akhir abad ke-19 itu
adalah Essai de Semantique.

3. Fase Ketiga
Pertumbuhan studi tentang makna pada fase ketiga ditandai dengan munculnya karya
filolog Swedia, yakni Gustaf Stern, berjudul Meaning and Change of Meaning, with
Special Referance to the Engllish Language(1931). Stern dalam kajian itu, sudah
melakukan studi makna secara empiris dengan bertolak dari satu bahasa, yakni
bahasa Inggris. Beberapa puluh tahun sebelum kehadiran karya Stern itu, di Jenawa
telah diterbitkan kumpulan bahan kuliah seorang pengajar bahasa yang sangat
menentukan arah perkembangan linguistik berikutnya, yakni buku Cours de
Linguistique Generale (1916), karya Ferdinand de Sausure.

C. Konsep Dasar Kajian Ilmu Semantik


Semantik erat berkaitan dengan makna bahasa. Bahasa merupakan sesuatu yang khas
yang dimiliki manusia. Adapun obyek kajian semantik adalah makna yang berada dalam
satuan-satuan dari bahasa berupa kata, frase, klausa, kalimat, paragraf, dan wacana. Dia
juga dapat dianalisis melalui struktur dalam pemahaman tataran bahasa, di samping
dapat dianalisis melalui fungsi dalam pemahaman fungsi antar unsur.

Beberapa hal yang harus dicermati dalam studi teks dengan pendekatan semantik adalah
sebagai berikut :
1) Pendekatan semantik berkaitan langsung dengan pencarian makna teks-teks
bahasa
2) Dalam sebuah teks bahasa memuat unsur-unsur atau satuan-satuan, yakni : kata,
frase, klausa, kalimat, paragraf, dan wacana. Inilah yang menjadi sasaran pencarian
makna dalam semantik.
3) Macam-macam makna, diantaranya :
a. Makna leksikal dan Gramatikal
Makna Leksikal adalah makna yang dimiliki, seperti ibu adalah orang yang
melahirkan kita. Makna gramatikal adalah makna yang baru ada setelah terjadi
proses gramatikal, seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi, atau kalimatisasi.
b. Makna kontekstual, adalah makna sebuah kata yang ada dalam sebuah konteks.
c. Makna referensial dan non-referensial; Makna referensial adalah makna yang
mengacu pada sesuatu.
d. Makna denotatif dan konotatif; Makna denotasi adalah makna dasar.
e. Makna konseptual dan asosiatif; Makna konseptual adalah makna yang dimiliki
oleh leksem atau kata terlepas dari konteks asosiasi apapun, sedangkan makna
asosiatif adalah makna yang dimiliki seubah leksem berkenaan dengan adanya
hubungan atas sesuatu yang berada di luar bahasa.
f. Makna deskriptif, makna yang dimiliki oleh suatu kata yang bersifat
menggambarkan sesuatu
g. Makna klasifikatoris, makna yang dimiliki oleh suatu kata yang bermaksud untuk
mengklasifikasikan atau menggabungkan sesuatu dengan seuatu lainnya.
4) Perkembangan makna
Dalam perkembangan makna mengalami perluasan makna, penyempitan makna, atau
pemindahan makna.

D. Pendekatan Semantik dalam Studi Alquran : Telaah Pemikiran Toshihiko Izutsu


Toshihiko Izutsu adalah seorang professor di berbagai universitas terkenal, di antaranya
dia mengajar di institut kajian bahasa dan budaya pada Universitas Keio di Tokyo Jepang,
mengajar pula di akademi filsafat di Iran-Teheran, juga di kajian keIslaman universitas
McGill Montreal-Kanada. Dia juga terkenal sebagai salah satu pengarang produktif
beberapa buku keislaman dan agama-agama lain.
Beberapa karya hasil persentuhannya dengan Alquran secara khusus dan Islam secara
umum adalah :
1) Ethico-Religious Concepts in the Alquran ( yang diterbitkan pada tahun
1966 dan dicetak ulang tahun 2002)
2) Concept of Belief in Islamic Theology (yang diterbitkan tahun 1980)
3) God and Man in the Koran (yang diterbitkan tahun 1980)
4) Sufism and Taoism: A Comparative Study of Key Philosophical Concepts (yang
diterbitkan tahun 1984) Creation and the Timeless Order of Things: Essays in
Islamic Mystical Philosophy (yang diterbitkan tahun 1994).

E. Pemikiran Toshihiko Izutsu dalam menafsirkan al Qur’an secara Semantik

Menurut Izutsu bahwa memaknai kosa kata Alquran dengan pendekatan semantik
amatlah penting untuk mengetahui bagaimana Alquran memaknai Alquran itu sendiri.
Secara umum ada 7 kasus di mana setiap ayat secara jelas mengandung kepentingan
strategi bagi metode analisis semantik, diantaranya :
1) Definisi kontekstual; Sebuah ayat yang merupakan kejadian secara semantik
relevan, makna kata yang tepat dijelaskan secara konkret dalam konteksnya
dengan cara deskriptif verbal. Contohnya : kata al-birr pada QS. al-Baqarah: 177.
2) Sinonim substitutif; Apabila kata x diganti dengan kata y dalam ayat yang sama atau
dalam bentuk konteks verbal yang sama, entah itu tingkat aplikasinya yang lebih
luas atau lebih sempit dari y, maka penggantian itu perlu diteliti juga. Contoh: kata
ba’sa’ dan dharra’ dalam QS. al-A’raf: 94-95 yang posisinya diganti dengan kata
sayyi’ah.
3) Struktur semantik, istilah tertentu yang dijelaskan dengan lawan kata. Contoh: kasus
perbedaan kata antara khair dan hasanah dapat dipahami dengan melawankannya
terhadap syarr dan sayyi’ah.
4) Prinsip non-x, struktur semantik kata x yang masih samar diperjelas dengan
memandang bentuk negatif, bukan. Secara logika, bukan x berarti yang berada di
luar x. Contoh: kata istakbara dalam QS. al-Sajdah: 15 sebagai salah satu istilah
yang paling penting bagi evaluasi negatif dalam Al Qur’an.
5) Bidang semantik; Sebagai seperangkat hubungan semantik antara kata tertentu
dengan suatu bahasa.
6) Ungkapan paralelisme retorik juga memberikan gambaran adanya relasi
sinonimitas. Contoh: kata kafir, dzalim, fasiq dalam QS. al-Maidah: 44, 45, 47.
Ketiga kata tersebut ditempatkan secara semantik di mana satu sama lain berada
dalam tingkatan yang sama berdasarkan pengingkarannya terhadap apa yang telah
diwahyukan Tuhan.
7) Membedakan antara kata yang berkonteks religius dengan yang berkonteks non-
religius, ditandakan dengan sebuah kata. Contoh: kata kafir yang konotasinya bukan
dalam konteks religius, yakni dalam QS. al-Syu’ara: 18-19.

Dalam menganalisis ayat Alquran secara semantik, Izutsu memberikan langkah-langkah


sebagaimana berikut:
a) Menentukan tema
b) Mengoleksi semua ayat yang mempunyai akar kata yang sama
c) Mengklasifikasikan ayat sesuai dengan akar katanya
d) Menjelaskan makna secara kamus
e) Menjelaskan makna secara kontekstual, bagaimana al-Alquran menggunakan kosa
kata tersebut
f) Menghubungkan semua kosa kata antara satu dan lainnya
g) Melawankannya
h) Menyimpulkannya.
F. Relevansi Pendekatan Semantik Al-Quran
Setelah kita mengetahui tahapan operasional dalam semantik, sekarang saatnya untuk
menunjukkan relevansinya. Dalam pembahasan kali ini akan dicoba menerapkan teori
semantik pada salah satu kata kunci dalam Al-Quran. Dan dengan begbagai
pertimbangan, kami memilih kata nisaa sebagai obyek terapan dari teori tersebut.
Kata nisaa dalam berbagai bentuknya, niswah, nisa_ukum, nisa_ikum, nisa_uhum,
nisa_ihim, nisa_ihim, nisa_ihinna, dan nisa_ana, terulang sebanyak 56 kali dalam
Al-Quran, dan kesemuanya mewakili objek perempuan, yang meski disebutkan dalam
konteks yang berbeda-beda. Seperti:
 Tentang wanita haidh dan keadaanya.
Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah : “Haidh itu adalah kotoran. Oleh
sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh….(QS.Al-Baqarah:
222)

 Tentang wanita sebagai perhiasan.


Dijadikannya indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepaada apa-apa yang diingini,
yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan,
binatang-binatang ternak dan sawah ladang. (QS. Ali-Imran: 14).

 Perempuan sebagai bagian dari proses regenerasi.


Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari
nafs yang satu (sama), dan darinya Allah menciptakan pasangannya, dan dari keduanya
Allah memperkembangbiakan laki-laki dan perempuan yang banyak. (An- Nisa: 1).

 Tentang hak perempuan dalam pewarisan.


Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu- bapak dan kerabatnya,
dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan
kerabatnya. (QS. An-Nisaa: 7)

 Perempuan dapat berkarir atau berkarya.


Karena) bagi laki-laki dianugerahkan hak (bagian) dari apa yang diusahakan, dan bagi
perempuan dianugerahkan hak (bagian) dari apa yang diusahakannya (QS.AnNisa: 32)

 Tentang posisinya dalam bidang keluarga.


Kaum laki-laki adalah pemimpin bagikaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan
sebagian mereka(laki-laki) atas sebagian yang lain(wanita). (QS. An-Nisaa: 34)

 Tentang potensi wanita dalam syahwat (libido).


Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka),
bukan kepada wanita. (QS. Al-A’raf : 81)
Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) nafsu(mu), bukan(mendatangi)
wanita? (QS.An-Naml:55)

 Nisaa dalam pengertian sebagai perempuan yang memiliki potensi untuk taqwa.
Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain jika kamu bertaqwa
(QS. Al Ahzab: 32).

Dilihat dari komponennya, nisaa berarti perempuan secara umum, tak peduli dia kaya atau
miskin, cantik atau tidak, baik bariman maupun kafir. Nisaa yang memiliki makna dasar
perempuan secara umum tersebut jika diterapkan pada sebuah ayat akan menampakkan
beberapa fungsi darinya, sebagai makna relasional. Seperti jika dilihat kombinasi pada ayat-
ayat di atas, akan menunjukkan adakalanya nisaa menunjukkan pada sosok mahkluk yang
memiliki potensi nafsu. Atau adakalanya dia adalah makluk sebagai oposisi biner dari kaum
laki-laki yang memiliki fungsi yang sama penting dalam proses regenerasi.

Maka, jika ditelaah secara komprehensif, akan diperoleh welthancauung Al-Quran tentang
kata nisaa dari segi semantis, yaitu kata yang digunakan dalam konteks sebagai oposisi
biner kaum laki-laki yang memiliki hak-hak dan kewajiban yang setara meski tak sama.
Begitupun dia, perempuan, memiliki signifikansinya sendiri dalam laju kehidupan dan memiliki
beberapa potensi-potensi, dan lain sebagainya.

Dari analisa semantik pada ayat-ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan kata
nisaa menunjukkan objek perempuan secara umum, dengan segala peran dan
kedudukannya. Antara lain:

Dalam ranah sosial. Yaitu perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk berkarir dan
mendapatkan reward atas apa yang telah dikerjakan, dan juga hak untuk mendapatkan harta
pusaka.

Dalam aspek alamiah. Yaitu sebagai penyempurna laki-laki dalam melaksanakan peran
reproduksi dan regenerasi yang “operasionalnya” dibatasi dengan siklus haidl. Disamping
perempuan sebagai objek yang memiliki potensi seks dan sesuatu yang indah yang
berpotensi untuk sangat disayangi dan dibanggakan.

Dalam ranah sepiritual. Yaitu, perempuan miliki potensi untuk menjadi hamba yang unggul
dengan sebuah ketakwaan.

Rujukan :

Aminuddin. 2001. Semantik (Pengantar Studi tentang Makna). Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
Tarigan, Henry Guntur. 1993. Pengajaran Semantik. Bandung: Angkasa.

Wikipedia, Toshihiku Izutsu, di akses dari


http//en.wikipedia.org/wiki/Toshihiku-izutsu, diakses pada tanggal 25-08-2019, Pukul 20.20
WIB

http://id.wikipedia.org/wiki/Semantik diakses pada tanggal 25-08-2019, Pukul 20.10 WIB

Diambil dari firman-nigroho.blogspot.com/2010/07/pendahuluan-al-quran-secara-khusus-,


diakses pada tanggal 25-08-2019, Pukul 19.30 WIB
, dengan revisi.

Anda mungkin juga menyukai