Anda di halaman 1dari 12

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Lengkap Perkembangan Hewan dengan judul praktikum “Induksi


Ovulasi Pada Katak” yang disusun oleh:
Nama : Friska Novia Upriana
NIM : 1714041016
Kelas : Pendidikan Biologi A
Kelompok : III (Tiga)
Setelah diperiksa dan dikoreksi oleh Asisten/ Koordinator maka dinyatakan
diterima.

Makassar, November 2018

KoordinatorAsisten Asisten

Suhardi Aldi Ruhaemah


NIM : 1614042011 NIM :1414440008

Mengetahui
Dosen Penanggung Jawab

Dr. Adnan, M.S


NIP :19650201 198803 1 003
BAB I
PENDAHULUAN

A. LatarBelakang
Sebagai manusia, kita cenderung berpikir tentang reproduksi dalam hal
perkawinan jantan dan betina. Reproduksi hewan, bagaimanapun dari banyak
spesies yang ada. Ada spesies yang dapat bereproduksi tanpa bentuk perkawinan
dan spesies di mana individu tidak mengalami perkawinan selama masa hidup
mereka. Ada juga spesies, termasuk karang tertentu, di mana individu memiliki
organ jantan dan betina. Beberapa serangga , seperti lebah madu, menampilkan
variasi lebih lanjut dengan reproduksi hanya melibatkan beberapa individu
dalam populasi besar. Sebuah populasi hidup lebih lama dari anggotanya hanya
dengan reproduksi, generasi individu baru dari yang sudah ada.
Hormon dan lingkungan saling bekerjasama dalam memacu proses
vitelogenesis, ovulasi dan pemijahan pada katak. Tahapan reproduksi
dikendalikan oleh kelenjar hipofisis dan estrogen yang dapat dipercepat
prosesnya dengan penambahan hormon-hormon reproduksi (Lam 1995, Fujaya
2004). Rekayasa hormonal pada umumnya memengaruhi proses vitelogenesis
sehingga mempercepat pematangan dan pemijahan pada katak (Ya-ron 1995).
Menurut Alfonso et al. (1999), dalam proses reproduksi katak terdapat hormon
penghambat aromatase (aromatase inhibitor-AI) dan oksitosin yang secara
fisiologis bekerjasama untuk memacu terjadinya ovulasi dan pemijahan.
Aktivitas hormon oksitosin meningkat pada saat ovulasi dan berperan penting
dalam proses pemijahan (Haraldsen et al. 2001).
Induksi ovulasi dilakukan bertujuan untuk memperoleh telur dan proses
pembuahan pada saat yang diinginkan dalam jumlah yang banyak. Oleh karena
itu penting bagi kita sebagai mahasiswa untuk melakukan pengamatan terhadap
induksi ovulasi tersebut. Pengamatan dilakukan dimulai dari mengetahui cara
menginduksi katak lalu mempraktikannya. Pengamatan secara langsung tersebut
akan memudahakan kita untuk dapat lebih memahami cara induksi ovulasi yang
terjadi pada makhluk hidup, khususnya pada katak.
B. Tujuan Praktikum
Untuk memperoleh telur dan proses pembuahan pada saat yang
diinginkan dalam jumlah yang banyak.

C. Manfaat Praktikum
Manfaat yang diperoleh dari praktikum ini yaitu mahasiswa mengetahui
cara menginduksi katak dengan baik dan benar untuk memperoleh telur dan
proses pembuahan pada saat yang diinginkan dalam jumlah yang banyak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Sebagian besar hewan, apakah aseksual atau seksual, menunjukkan siklus


dalam aktivitas reproduksi, sering dikaitkan dengan perubahan musim. Siklus ini
dikendalikan oleh hormon, yang sekresi pada gilirannya diatur oleh isyarat
lingkungan. Dengan cara ini, binatang menghemat sumber daya, mereproduksi
hanya ketika sumber energi yang cukup tersedia dan ketika kondisi lingkungan
mendukung kelangsungan hidup keturunan. Sebagai contoh, domba betina (betina)
memiliki siklus reproduksi yang berlangsung 15-17 hari. Ovulasi, pelepasan telur
matang, terjadi di titik tengah setiap siklus. Untuk induk, siklus reproduksi
umumnya hanya terjadi selama musim gugur dan awal musim dingin, dan
panjangnya kehamilan adalah lima bulan. Dengan demikian, sebagian besar anak
domba dilahirkan di awal musim semi, ketika peluang mereka untuk bertahan hidup
optimal. Karena suhu musiman sering menjadi isyarat penting untuk reproduksi,
perubahan iklim dapat menurunkan keberhasilan reproduksi (Campbell dkk, 2016).
Ovulasi adalah suatu proses terlepasnya sel telur (ovum) dari ovarium
sebagai akibat pecahnya folikel yang telah masak. Mekanisme terjadinya ovulasi
dipengaruhi oleh hormonal, neurak dan periodisitas cahaya. Ovulasi pada katak
terjadi setelah oosit melepaskan polar bodi pertama, dinding theka ekstrena dan
folikel sel dari folikel mampu menghasilkan hormone estrogen dan progesterone.
Kedua hormone ini dalam jumlah yang kecil memberi dorongan kelenjar hipofisa
anterior untuk menghasilkan hormone (Luteinizing Hormone). Hormone LH
memegang peranan penting dalam menggertak terjadinya ovulasi. Kelenjar hipofisa
katak yang diambil melallui hiposektomi, merupakan sumber hormone FSH dan
LH dapat digunakan untuk menginduksi ovulasi (Adnan, 2016).
Para peneliti telah menemukan efek seperti itu pada karibu (rusa liar) di
Greenland. Pada musim semi, karibu bermigrasi ke daerah calving untuk makan
tumbuh tanaman, melahirkan, dan merawat anak-anaknya. Sebelum tahun 1993,
kedatangan karibu di lahan calving bertepatan dengan periode singkat di mana
tanaman bergizi dan mudah dicerna. Pada tahun 2006, bagaimanapun, suhu rata-
rata musim semi di lahan calving telah meningkat lebih dari 4 ° C, dan tanaman
tumbuh dua minggu sebelumnya. Karena migrasi karibu dipicu oleh panjang hari,
bukan suhu, ada ketidaksesuaian antara waktu pertumbuhan tanaman baru dan
kelahiran karibu. Tanpa nutrisi yang cukup untuk wanita menyusui, produksi
keturunan karibu telah menurun 75% sejak tahun 1993. Untuk mempelajari lebih
lanjut tentang efek perubahan iklim pada karibu dan lainnya organisme. Siklus
reproduksi juga ditemukan di antara hewan yang dapat bereproduksi secara seksual
dan aseksual (Campbell dkk, 2016).
Fertilisasi memiliki beberapa fungsi anatar lain (i) transimisi gen dari
paternal dan maternal kepada keturunannya, (ii) merangsang sel telur untuk
berkembang lebih lanjut, (iii) menghasilkan terjadinya syngami, yaitu peleburan
sifat genetis paternal dan maternal, (iv) mempertahankan kondisi diploiditas suatu
species tertentu dan jenisnya, (v) penentuan jenis kelamin secara genetis (Adnan,
dkk, 2016).
Teknik pengurutan yang biasa dilakukan bisa menyebabkan ikan
mengalami stres, menurunkan kualitas gamet, dan merusak gonad sehingga pro-
duksi benih tidak optimal. Teknologi reproduksi buatan untuk mempercepat proses
ovulasi serta pemijahan buatan tanpa pengurutan dapat dilaku-kan dengan
perangsangan hormonal pada fase kematangan gonad akhir. Hormon dan
lingkungan saling bekerjasama dalam memacu proses vitelogenesis, ovulasi dan
pemijahan pada ikan. Tahapan reproduksi dikendalikan oleh kelenjar hipofisis dan
estrogen yang dapat dipercepat prosesnya dengan penam-bahan hormon-hormon
reproduksi. Rekayasa hormonal pada umum-nya memengaruhi proses vitelogenesis
sehingga mempercepat pematangan dan pemijahan pada ikan yang sulit memijah di
luar habitatnya (Mahdaliana dkk, 2015).
Ovulasi merupakan proses keluarnya telur ke rongga ovari atau rongga perut
setelah pecahnya folikel oosit, dan pemijahan merupakan proses keluarnya telur
dari dalam tubuh induk (rongga ovari) ke lingkungan. Dalam habitat alaminya,
ovulasi dan pemijahan ikan akan terjadi secara alami setelah adanya stimulasi yang
berasal dari faktor lingkungan seperti suhu, fotoperiode, salinitas, pasang surut, dan
beberapa faktor lainnya .Namun dalam lingkungan budidaya, beberapa faktor
lingkungan hilang yang menyebabkan kegagalan ovulasi dan pemijahan ikan. Oleh
karena itu, penggunaan hormon eksogen merupakan salah satu cara yang efektif
untuk merangsang pemijahan pada ikan. Beberapa jenis hormon dan bahan kimia
lain yang umum digunakan untuk menginduksi ovulasi dan pemijahan ikan adalah
hormon gonadotropin releasing hormon analog dari ikan salmon (sGnRHa) dengan
penambahan antidopamin atau lebih dikenal dengan ovaprim, human chorionic
gonadotropin (hCG), aromatase inhibitor (AI), dan antidopamin (AD) dan
beberapa hormon lainnya. Penggunaan ovaprim telah berhasil menginduksi ovulasi
dan pemijahan ikan botia, ikan lele, dan beberapa spesies ikan Cyprinidae seperti
ikan koi dan mas koki. Penggunaan aromatase inhibitor juga dapat memicu
terjadinya ovulasi pada ikan patin (Pangasianodon hypophthalmus), lele dumbo
(Clarias sp.) dan ikan Sumatera (Puntius tetrazona) (Nur dkk, 2017).
Pemberian progesteron eksogenous dapat mengganggu kadar puncak
follicle-stimulating hormone (FSH) dan Luteinizing hormone (LH), sehingga
meskipun terjadi ovulasi, produksi progesteron yang berkurang dari korpus luteum
menyebabkan penghambatan dari implantasi. Pemberian progesteron secara
sistemik dan untuk jangka waktu yang lama menyebabkan endometrium mengalami
keadaan “istirahat” . Progesteron dalam dosis yang besar dapat menghambat sekresi
LH, jadi bertanggung jawab pada penghambatan ovulasi serta pada sekresi estrogen
(estradol). Pengaruh hormon progesteron terhadap kondisi uterus dapat ditunjukkan
dengan melakukan pengamatan histologi uterus, yaitu dengan pembuatan preparat
awetan uterus. Progesteron yang disuntikkan pada tikus dan mencit yang dikastrasi
menimbulkan perubahan endometrium uterus yang spesifik, persis seperti yang
terjadi pada mamalia lain. Ukuran maupun histologi uterus tidak pernah statis,
perubahan yang sangat nyata terjadi di endometrium dan kelenjarnya. Meski
demikian, dengan segala keterbatasannya, histologi uterus dapat dijadikan petunjuk
yang baik terhadap aktivitas ovarium sistik atau korpora lutea fungsional.
Pemberian hormon eksogenous pada wanita sangat erat kaitannya dengan
perubahan fisiologi reproduksinya. Perubahan tersebut dapat dilihat pada pola
siklus menstruasi. Pada mammalia selain primata tidak mengalami haid, dan daur
seksual mereka disebut siklus estrosa (Narulita dkk, 2017).
BAB III
METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat


Hari/tanggal : Selasa, 14 November 2018
Waktu : Pukul 13.00 - 14.10 WITA
Tempat : Green House Jurusan Biologi FMIPA UNM

B. Alat dan Bahan


Alat Bahan
1. Bejana plastic 1. Katak jantan dan betina
2. Papan bedah 2. Alcohol
3. Gunting 3. Kapas
4. Pinset 4. Air
5. Cawan petri
6. Alat suntik, volume 2 cc
7. Mortar dan alu

C. Prosedur Kerja
Pembedahan Katak, pengambilan kelenjar pituatari dan injeksi

Bius katak dengan Katak yang telah


Siapkan alat dan
memasukkannya ke dibius diletakkan
bahan.
dalam botol bius yang di atas papan
berisi kapas dengan bedah.
kloroform.
Kelenjar pituatari yang Setelah rusak, ambil Rusak membrane
diangkat, disimpan di kelenjar pituatari tympani katak
cawan petri yang yang berciri warna dengan cara di tusuk
berisikan air. putih. dengan benda tajam

Gerus kelenjar pituatari


dan 2 cc air sampai Ambil ekstrak kelenjar
mendapatkan ekstrak pitutari dan disuntikkan
kelenjar pituatari. pada abdomen kodok.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
Proses induksi pada katak betina
Gambar pengamatan Keterangan
Pengamatan katak pada saat dibius

Pengamatan pembedahan katak jantan


pada bagian kepala untuk mengambil
kelenjar pituitari

Menyuntikan kelenjar pituitari yang


telah dihaluskan ke tubuh katak betina
dibagian rongga pritoneal

Pemijahan katak dan kataknya tidak


bertelur

B. Pembahasan
Pada praktikum induksi ovulasi pada katak langkah pertama yang dilakukan
yaitu mengangkat kelenjar pituatari pada katak jantan. Kelenjar pituatari
berwarna oranye dan berbentuk seperti ginjal setelah kelenjar pituatari diangkat
maka ditempatkan dalam cawan petri yang berisi air 2cc, kelenjar harus
ditempatkan dalam air yang sama dan injeksi dilakukan beberapa menit
kemudian. Kedua yaitu melakukan penyuntikan pada katak betina, pegang katak
kuat-kuat pada kakinya, injeksi dilakukan pada rongga perut posteriolateral.
Hindari luka pada vena kulit, vena abdomen ventral dan rongga vital lainnya.
Betina yang sudah diinjeksi, kemudian ditempatkan dalam bejana plastic yang
berisi air pada kedalaman satu inci.
Tiga hari sesudah dilakukan injeksi pada katak betina, maka dilakukan
pemijatan pada perut bagian bawah betina secara pelan-pelan untuk melihat
apkaah injeksi berhasil atau tidak namun pada katak betina yang sudah kelompok
saya injeksi tidak mengeluarkan telur maka injeksi ovulasi yang telah dilakukan
gagal karna tidak memperoleh telur, namun kita jadi mengetahui cara injeksi
ovulasi pada katak dengan baik dan benar serta mengetahui fungsi injeksi ovulasi
itu sendiri.
Ovulasi pada katak terjadi setelah oosit melepaskan polar bodi pertama,
dinding teka eksterna dan folikel sel dari folikel pecah. Folikel mengalami
pertumbuhan karena pengaruh hormon FSH yang dihasilkan oleh kelenjar
anterior, maka sel-sel folikel mampu menghasilkan hormon estrogen dan
progesteron. Menurut Siregar (2011), kelenjar pituitari pada dasar otak akan
mengeluarkan FSH yang akan merangsang pematangan folikel di ovarium.
Pematangan folikel ini meningkatkan produksi estrogen. Ketika estrogen
mencapai tingkat tertentu dalam darah, kelenjar pituitari distimulasi untuk
menghasilkan LH yang meningkat cepat kemudian terjadi ovulasi.
LH dan FSH dihasilkan oleh kelenjar pituitari (hipofisis) yang
mengeluarkan hormon langsung ke aliran darah. Menurut Kisswardhani (2014),
kelenjar pituitari berperan penting dalam mengatur fungsi-fungsi endoktrin.
Oleh karena itu katak yang telah diinjeksi oleh kelenjar pituitari dari katak lain,
akan terjadi lonjakan kadar FSH dalam darahnya sehingga memicu pematangan
sel-sel folikel dan memicu terjadinya ovulasi (keluarnya sel telur dari folikel
ovarium). Sehingga cara ini digunakan untuk memproduksi telur katak dalam
jumlah yang banyak.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan dari praktikum yang telah dilakukan maka dapat kita
tarik kesimpulan bahwa Katak akan menghasilkan telur yang banyak setelah
diinjeksi oleh kelenjar pituitari karena kelenjar ini mengeluarkan FSH yang
akan merangsang pematangan folikel di ovaruim. Pematangan folikel ini
meningkatkan produksi estrogen yang merangsang sekresi LH yang
mempercepat ovulasi. Namun katak yang telah kelompok saya injeksi tidak
memperoleh telur.

B. Saran
Diharapkan kepada praktikan selanjutnya agar lebih berhati hati dan
meguasai semua materi terutama prosedur kerja dan fungsi dari setiap alat dan
bahan sehingga yang diperoleh dapat sesuai dengan teori dan tidak menyakiti
hewan percobaan.
DAFTAR PUSTAKA

Adnan. 2016. Penuntun Praktikum Perkembangan Hewan. Makassar: Jurusan


Biologi FMIPA UNM.
Adnan., Arifah, N.A., A.Irma, S. 2016. Perkembangan Hewan. Makassar: Jurusan
Biologi FMIPA UNM.

Campbell, N.A., Lisa, A.U., Jane, B.R., Michael, L.C., Steven, A.W., & Peter, V.M.
2016. Biology Eleventh Edition. United States of America: Pearson
Education.

Mahdaliana., Agus, O.S., Dinar, T.S. 2015. Induksi ovulasi dan pemijahan semi
alami pada ikan patin siam, Pangasianodon hypopthalmus (Sauvage,
1878) menggunakan penghambat aromatase dan oksitosin. Jurnal Iktiologi
Indonesia. 16 (1): 26.

Narulita, E., Jekti, P., Khoirul, A., Fikri, A.R.H.O. 2017. Perubahan Kadar Estradiol
dan Histologi Uterus Mencit (Mus musculus) Betina dengan Induksi
Progesteron Sintetik. Biosfera. 34 (3): 117-118.

Nur, B., Asep, P., Agus, P., Siti, Z.M., dan Siti, M. 2017. Induksi Ovulasi Dan
Pemijahan Ikan Agamysis (Agamyxis Albomaculatus) Menggunakan
Hormon Yang Berbeda. Jurnal Riset Akuakultur. 12 (2): 170.

Anda mungkin juga menyukai