Anda di halaman 1dari 27

A.

Asuhan Persalinan Normal


Tatalaksana pada kala II, III, dan IV tergabung dalam 58 langkah APN
(KEMENKES RI, 2013) yaitu:
Mengenali tanda dan gejala kala dua
1. Memeriksa tanda berikut:
• Ibu mempunyai keinginan untuk meneran.
• Ibu merasa tekanan yang semakin meningkat pada rektum dan/ atau
vaginanya.
• Perineum menonjol dan menipis.
• Vulva-vagina dan sfingter ani membuka.
Menyiapkan Pertolongan Persalinan
2. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial.
• Klem, gunting, benang tali pusat, penghisap lendir steril/DTT siap dalam
wadahnya
• Semua pakaian, handuk, selimut dan kain untuk bayi dalam kondisi bersih
dan hangat
• Timbangan, pita ukur, stetoskop bayi, dan termometer dalam kondisi baik
dan bersih
• Patahkan ampul oksitosin 10 unit dan tempatkan spuit steril sekali pakai di
dalam partus set/wadah DTT
• Untuk resusitasi: tempat datar, rata, bersih, kering dan hangat, 3 handuk
atau kain bersih dan kering, alat penghisap lendir, lampu sorot 60 watt
dengan jarak 60 cm diatas tubuh bayi.
• Persiapan bila terjadi kegawatdaruratan pada ibu: cairan kristaloid, set
infus
3. Kenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih, sepatu tertutup
kedap air, tutup kepala, masker, dan kacamata.
4. Lepas semua perhiasan pada lengan dan tangan lalu cuci kedua tangan
dengan sabun dan air bersih kemudian keringkan dengan handuk atau tisu
bersih.
5. Pakai sarung tangan steril/DTT untuk pemeriksaan dalam.
6. Ambil spuit dengan tangan yang bersarung tangan, isi dengan oksitosin 10
unit dan letakkan kembali spuit tersebut di partus set/ wadah DTT atau steril
tanpa mengontaminasi spuit.

Memastikan Pembukaan Lengkap dan Keadaan Janin Baik

7. Bersihkan vulva dan perineum, dari depan ke belakang dengan kapas atau
kasa yang dibasahi air DTT.
8. Lakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan bahwa pembukaan serviks
sudah lengkap. Lakukan amniotomi bila selaput ketuban belum pecah,
dengan syarat: kepala sudah masuk ke dalam panggul dan tali pusat tidak
teraba.
9. Dekontaminasi sarung tangan dengan mencelupkan tangan yang masih
memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, kemudian lepaskan
sarung tangan dalam keadaan terbalik dan rendam dalam larutan klorin
0,5% selama 10 menit. Cuci kedua tangan setelahnya.
10. Periksa denyut jantung janin (DJJ) segera setelah kontraksi berakhir untuk
memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120 – 160 kali/ menit). Ambil
tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal.
Menyiapkan Ibu dan Keluarga Untuk Membantu Proses Bimbingan
Meneran
11. Beritahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik.
12. Minta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran.
• Bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan dia merasa
nyaman.
• Anjurkan ibu untuk cukup minum.
13. Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat
untuk meneran.
• Perbaiki cara meneran apabila caranya tidak sesuai.
• Nilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai.
14. Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang
nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60
menit.
Mempersiapkan Pertolongan Kelahiran Bayi
15. Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, letakkan
handuk bersih di atas perut ibu untuk mengeringkan bayi.
16. Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian di bawah bokong ibu.
17. Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan.
18. Pakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan.
Membantu Lahirnya Kepala
19. Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm, lindungi perineum
dengan satu tangan yang dilapisi kain bersih dan kering, sementara tangan
yang lain menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan
membantu lahirnya kepala.
• Anjurkan ibu meneran sambil bernapas cepat dan dangkal.
20. Periksa lilitan tali pusat dan lakukan tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi.
• Jika lilitan tali pusat di leher bayi masih longgar, selipkan tali pusat
lewat kepala bayi.
• Jika lilitan tali pusat terlalu ketat, klem tali pusat di dua titik lalu gunting
di antaranya. Jangan lupa untuk tetap lindungi leher bayi.
21. Tunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.
Membantu Lahirnya Bahu
22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental.
Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi.
• Dengan lembut gerakkan kepala ke arah bawah dan distal hingga bahu
depan muncul di bawah arkus pubis seperti pada gambar berikut.
• Gerakkan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang
Membantu Lahirnya Badan dan Tungkai
23. Setelah kedua bahu lahir, geser tangan yang berada di bawah ke arah
perineum ibu untuk menyangga kepala, lengan dan siku sebelah bawah.
• Gunakan tangan yang berada di atas untuk menelusuri dan memegang
lengan dan siku sebelah atas.
24. Setelah tubuh dan lengan bayi lahir, lanjutkan penelusuran tangan yang
berada di atas ke punggung, bokong, tungkai dan kaki bayi.
• Pegang kedua mata kaki (masukkan telunjuk di antara kaki dan pegang
masing-masing mata kaki dengan ibu jari dan jari-jari lainnya).
Penanganan Bayi Baru Lahir
25. Lakukan penilaian selintas dan jawablah tiga pertanyaan berikut untuk
menilai apakah ada asfiksia bayi:
• Apakah kehamilan cukup bulan?
• Apakah bayi menangis atau bernapas/tidak megap-megap?
• Apakah tonus otot bayi baik/bayi bergerak aktif?
26. Bila tidak ada tanda asfiksia, lanjutkan manajemen bayi baru lahir normal.
Keringkan dan posisikan tubuh bayi di atas perut ibu
• Keringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya
KECUALI BAGIAN TANGAN TANPA MEMBERSIHKAN
VERNIKS.
• Ganti handuk basah dengan handuk yang kering
• Pastikan bayi dalam kondisi mantap di atas dada atau perut ibu
27. Periksa kembali perut ibu untuk memastikan tidak ada bayi lain dalam
uterus (hamil tunggal).
28. Beritahukan kepada ibu bahwa penolong akan menyuntikkan oksitosin
untuk membantu uterus berkontraksi baik.
29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, berikan suntikan oksitosin 10
unitIM di sepertiga paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum
menyuntikkan oksitosin!).
30. Dengan menggunakan klem, 2 menit setelah bayi lahir, jepit tali pusat pada
sekitar 3 cm dari pusat (umbilikus) bayi (kecuali pada asfiksia neonatus,
lakukan sesegera mungkin). Dari sisi luar klem penjepit, dorong isi tali
pusat ke arah distal (ibu) dan lakukan penjepitan kedua pada 2 cm distal
dari klem pertama.
31. Potong dan ikat tali pusat.
 Dengan satu tangan, angkat tali pusat yang telah dijepit kemudian
gunting tali pusat di antara 2 klem tersebut (sambil lindungi perut bayi).
 Ikat tali pusat dengan benang DTT/steril pada satu sisi kemudian
lingkarkan kembali benang ke sisi berlawanan dan lakukan ikatan kedua
menggunakan simpul kunci.
 Lepaskan klem dan masukkan dalam larutan klorin 0,5%.
32. Tempatkan bayi untuk melakukan kontak kulit ibu ke kulit bayi. Letakkan
bayi dengan posisi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi
menempel dengan baik di dinding dada-perut ibu. Usahakan kepala bayi
berada di antara payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari puting
payudara ibu.
33. Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan kering dan pasang topi pada
kepala bayi
34. Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva
35. Letakkan satu tangan di atas kain yang ada di perut ibu, tepat di tepi atas
simfisis dan tegangkan tali pusat dan klem dengan tangan yang lain.
36. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil
tangan yang lain mendorong uterus ke arah dorso-kranial secara hati-hati,
seperti gambar berikut, untuk mencegah terjadinya inversio uteri.
 Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami atau anggota
keluarga untuk menstimulasi puting susu.
37. Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta terlepas,
lalu minta ibu meneran sambil menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai
dan kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir dengan tetap
melakukan tekanan dorso-kranial, seperti gambar berikut.
 Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak
sekitar 5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta
 Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat:
- Beri dosis ulangan oksitosin 10 unitIM
- Lakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih penuh
- Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan
- Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya
- Segera rujuk jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir
- Bila terjadi perdarahan, lakukan plasenta manual
38. Saat plasenta terlihat di introitus vagina, lanjutkan kelahiran plasenta
dengan menggunakan kedua tangan.
 Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk
melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jarijari tangan
atau klem DTT atau steril untuk mengeluarkan bagian selaput yang
tertinggal.
39. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus
dengan meletakkan telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan
gerakan melingkar secara lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba
keras).
• Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi setelah
15 detik melakukan rangsangan taktil/ masase.
Menilai Perdarahan
40. Periksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun janin dan
pastikan bahwa selaputnya lengkap dan utuh.
41. Evaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan lakukan penjahitan
bila laserasi menyebabkan perdarahan aktif.

Melakukan Asuhan Pasca Persalinan (Kala IV)


42. Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan
pervaginam
43. Mulai IMD dengan memberi cukup waktu untuk melakukan kontak kulit
ibu-bayi (di dada ibu minimal 1 jam).
• Biarkan bayi mencari dan menemukan puting dan mulai menyusu
• Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusu dini
dalam waktu 60-90 menit. Menyusu pertama biasanya berlangsung
pada menit ke-45-60, dan berlangsung selama 10-20 menit. Bayi cukup
menyusu dari satu payudara.
• Tunda semua asuhan bayi baru lahir normal lainnya dan biarkan bayi
berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah berhasil menyusu.
• Bila bayi harus dipindah dari kamar bersalin sebelum 1 jam atau
sebelum bayi menyusu, usahakan ibu dan bayi dipindah bersama
dengan mempertahankan kontak kulit ibu dan bayi.
• Jika bayi belum menemukan puting ibu - IMD dalam waktu 1 jam,
posisikan bayi lebih dekat dengan puting ibu dan biarkan kontak kulit
dengan kulit selama 30-60 menit berikutnya.
• Jika bayi masih belum melakukan IMD dalam waktu 2 jam, pindahkan
ibu ke ruang pemulihan dengan bayi tetap di dada ibu. Lanjutkan asuhan
perawatan neonatal esensial lainnya (menimbang, pemberian vitamin
K1, salep mata) dan kemudian kembalikan bayi kepada ibu untuk
menyusu.
• Kenakan pakaian pada bayi atau tetap diselimuti untuk menjaga
kehangatannya.
• Tetap tutupi kepala bayi dengan topi selama beberapa hari pertama. Bila
suatu saat kaki bayi terasa dingin saat disentuh, buka pakaiannya
kemudian telungkupkan kembali di dada ibu dan selimuti keduanya
sampai bayi hangat kembali.
• Tempatkan ibu dan bayi di ruangan yang sama. Bayi harus selalu
dalam jangkauan ibu 24 jam dalam sehari sehingga bayi bisa menyusu
sesering keinginannya.
44. Setelah kontak kulit ibu-bayi dan IMD selesai:
• Timbang dan ukur bayi.
• Beri bayi salep atau tetes mata antibiotika profilaksis (tetrasiklin 1%
atau antibiotika lain).
• Suntikkan vitamin K1 1 mg (0,5 mL untuk sediaan 2 mg/mL) IM di
paha kiri anterolateral bayi.
• Pastikan suhu tubuh bayi normal (36,5 – 37,5oC).
• Berikan gelang pengenal pada bayi yang berisi informasi nama ayah,
ibu, waktu lahir, jenis kelamin, dan tanda lahir jika ada.
• Lakukan pemeriksaan untuk melihat adanya cacat bawaan (bibir
sumbing/langitan sumbing, atresia ani, defek dinding perut) dan tanda-
tanda bahaya pada bayi.
45. Satu jam setelah pemberian vitamin K1, berikan suntikan imunisasi
hepatitis B di paha kanan anterolateral bayi.
• Letakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bisa
disusukan.
• Letakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil menyusu
di dalam satu jam pertama dan biarkan sampai bayi berhasil menyusu.
46. Lanjutkan pemantauan kontraksi dan pecegahan perdarahan pervaginam:
• Setiap 2-3 kali dalam 15 menit pertama pascasalin.
• Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pascasalin.
• Setiap 20-30 menit pada jam kedua pascasalin.
• Lakukan asuhan yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri jika
uterus tidak berkontraksi dengan baik.
47. Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi,
mewaspadai tanda bahaya pada ibu, serta kapan harus memanggil bantuan
medis.
48. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
49. Periksa tekanan darah, nadi, dan keadaan kandung kemih ibu setiap 15
menit selama 1 jam pertama pascasalin dan setiap 30 menit selama jam
kedua pascasalin.
• Periksa temperatur ibu sekali setiap jam selama 2 jam pertama
pascasalin.
• Lakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal
50. Periksa kembali kondisi bayi untuk memastikan bahwa bayi bernafas
dengan baik (40-60 kali/menit) serta suhu tubuh normal (36,5 – 37,50C).
• Tunda proses memandikan bayi yang baru saja lahir hingga minimal 24
jam setelah suhu stabil.
51. Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah
didekontaminasi.
52. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
53. Bersihkan badan ibu menggunakan air DTT. Bersihkan sisa cairan ketuban,
lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.
54. Pastikan ibu merasa nyaman.
• Bantu ibu memberikan ASI.
• Anjurkan keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan yang
diinginkannya.
55. Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%.
56. Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, balikkan
bagian dalam keluar dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10
menit.
57. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian
keringkan dengan tisu atau handuk yang kering dan bersih.
58. Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda vital dan
asuhan kala IV.
B. Retensio Placenta
1. Definisi
Keadaan plasenta belum bisa dilahirkan setelah 30 menit bayi lahir.
Perlengketan plasenta (retensio placenta) disebabkan karena plasenta belum
lepas dari dinding uterus, atau placenta sudah lepas akan tetapi belum
dilahirkan (Permatasari, Sarah, & Rachmawati, 2017).
2. Faktor Predisposisi
- Plasenta previa
- Bekas seksio sesaria
- Riwayat kuret berulang
- Multiparitas
3. Patofisiologi
Sulitnya plasenta dilepaskan dengan pertolongan aktif kala III bisa
disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus (Prawirohardjo,
2018). Terdapat beberapa jenis perlengketan plasenta (Tanto, Liwang, Hanifati,
& Pradipta, 2014) yaitu:
1. Plasenta akreta adalah implantasi menembus desidua basalis dan lapisan
nitabuch.
2. Plasenta inkreta adalah plasenta menembus hingga myometrium
3. Plasenta prekreta adalah vili korialis menembus perimetrium.

Selain karena implantasi yang dalam, kontraksi uterus yang kurang kuat
juga dapat menyebabkan retensio plasenta. Plasenta yang sudah lepas dari
dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha
untuk melahirkannya atau karena salah dalam penanganan kala III, sehingga
plasenta tertangkap dalam rongga rahim dan terjadi lingkaran konstriksi pada
bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarseratio
placenta) (Permatasari, Sarah, & Rachmawati, 2017).
4. Algoritma

Plasenta tidak lahir setelah 30


menit bayi lahir

Retensio Plasenta

Manual Plasenta

Berhasil dengan Terdapat sisa Plasenta tetap


baik plasenta melekat

Eksplorasi Histerektomi

5. Checklist
Alat dan bahan:
a. Alat-alat infus
 Cairan infus
 Giving set
 Standar infus
b. Alat resusitasi kardiopulmoner
c. Tabung oksigen lengkap dengan regulator
d. Kain alas bokong, alas perut, sarung kaki
e. Alat-alat instrumen
 Kocher 2 buah
 Kateter nelaton 1 buah
 Piring plasenta 1 buah
 Spuit 5 cc 1 buah
Obat-obatan
 Analgetika (pethidin 1-2 mg/kg)
 Sedativa (diazepam 10 mg)
 Sulfas antropin 0,25 mg/ml
 Uterotonika (oksitosin, ergometrin, methergin)
f. Larutan antiseptik
g. Sarung tangan steril panjang 2 pasang
h. Alas kaki, skhort plastik, msker dan kacamta pelindung, baju

Langkah/Kegiatan
KOMUNIKASI
1. Menyambut ibu dan seseorang yang menemani ibu.
2. Memperkenalkan diri kepada ibu.
3. Menanyakan nama dan usia ibu.

PERSIAPAN PENOLONG
4. Cuci tangan hingga siku dengan sabun di bawah air mengalir.
5. Keringkan tangan dengan handuk DTT.
6. Pakai baju, alas kaki, skhort, masker dan kacamata pelindung.

PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK


7. Perkenalkan diri anda selaku petugas yang akan menolong pasien.
8. Jelaskan diagnosa penatalaksanaan dan komplikasi retensio plsenta.
9. Jelaskan bahwa tindakan klinik juga mempunyai resiko.
10. Jelaskan pada suami/keluarga mengenai berbagai aspek tersebut di
atas.
11. Membuat persetujuan tindakan medik, sampai dalam catatan medik.
PENETRASI KE KAVUM UTERI
12. Penolong mencuci tangan, memakai baju dan topi kemudian
dilakukan vulva hygiene secara obstetrik (pasien dalam posisi
litotomi).
13. Pasang penutup perut, duk bokong dan sarung kaki steril.
14. Periksa fungsi dan kelengkapan peralatan resusitasi.
15. Periksa kesiapan instrumen.
16. Beri sedativa dan analgetik.
17. Kosongkan kandung kemih.
18. Jepit tali pusat dengan kocher, tegangkan tali pusat dengan tangan
kiri.
19. Jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri membuka labia mayora ke arah
lateral, tangan kanan masuk ke introitus vagina secara obstetrik
menelusuri tali pusat serviks.
20. Tangan kiri menahan fundus, tali pusat dipegang oleh asisten.
21. Lanjutkan penetrasi tangan kanan ke Cavum uteri, temukan
implantasi dan tepi plasenta.

MELEPAS PLASENTA
22. Sisipkan sisi ulnar tangan diantara plasenta dan dinding uterus.
23. Setelah penyisipan berhasil, gerakkan tangan ke kiri dan ke kanan
secara bertahap sehingga plasenta dapat dilepaskan dengan tepi luar
jari tangan dalam.

MENGELUARKAN PLASENTA
24. Perhatikan keadaan pasien, segera lakukan tindakan bila terjadi
komplikasi.
25. Penolong mencengkeram seluruh plasenta keluar dari kavum uteri.
26. Tangan kiri menahan uterus secara dorso cranial pada supra simfisis.
27. Lahirkan plasenta dan letakkan pada tempatnya, ganti sarung tangan.
28. Eksplorasi ulang untuk meyakinkan tidak adanya sisa plasenta.
29. Perhatikan kontraksi uterus dan kemungkinan perdarahan.

PENCEGAHAN INFEKSI PASCA TINDAKAN


30. Masukkan instrumen ke dalam wadah yang berisi klorin 0,5 %.
31. Masukkan sampah bahan habis pakai ke tempatnya.
32. Bersihkan sarung tangan, lepaskan dan rendam dalam klorin 0,5 %.
33. Cuci tangan.

ASUHAN PASCA TINDAKAN


34. Periksa tanda vital, catat dan buat pendokumentasian.
35. Beritahu pada suami dan keluarga bahwa tindakan sudah selesai.

Plasenta Manual

1. Lakukan bila plasenta tidak lahir setelah 30 menit bayi lahir dan telah
disertai manajeman aktif kala III.
2. Dan atau tidak lengkap keluarnya plasenta dan perdarahan berlanjut.
3. Lakukan persetujuan tindakan medis (informed consent).
4. Berikan sedatif diazepam 10 mg IM/IV.
5. Antibiotika dosis tunggal (profilaksis):
 Ampisilin 2 g IV + metronidazol 500 mg IV, ATAU
 Cefazo lin 1 g IV + metronidazol 500 mg IV
6. Cuci tangan dan pasang sarung tangan
panjang steril.
7. Jepit tali pusat dengan klem dan tegangkan
sejajar dengan lantai.
8. Masukkan tangan dalam posisi obstetri
dengan menelusuri bagian bawah tali pusat
seperti gambar berikut.
9. Tangan sebelah dalam menyusuri tali pusat
hingga masuk ke dalam kavum uteri,
sedangkan tangan di luar menahan fundus
uteri, untuk mencegah inversio uteri
10. Menggunakan lateral jari tangan, disusuri
dan dicari pinggir perlekatan (insersi)
plasenta.
11. Tangan obstetri dibuka menjadi seperti memberi salam, lalu jari-jari
dirapatkan.
12. Tentukan tempat implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yang paling
bawah.
13. Gerakkan tangan kanan ke kiri dan kanan sambil bergeser ke arah kranial
hingga seluruh permukaan plasenta dilepaskan.
14. Jika plasenta tidak dapat dilepaskan dari permukaan uterus, kemungkinan
plasenta inkreta. Siapkan laparotomi untuk histerektomi supravaginal.
15. Pegang plasenta dan keluarkan tangan bersama plasenta.
16. Pindahkan tangan luar ke suprasimfisis untuk menahan uterus saat plasenta
dikeluarkan.
17. Eksplorasi untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih melekat
pada dinding uterus.
18. Periksa plasenta lengkap atau tidak, bila tidak lengkap, lakukan eksplorasi
ke dalam kavum uteri.
C. Distosia Bahu
1. Definisi

Distosia bahu adalah suatu keadaan dimana setelah kepala dilahirkan,


bahu anterior tidak dapat lewat di bawah simfisis pubis. Kondisi ini merupakan
kegawatdaruratan obstetri karena bayi dapat meninggal jika tidak segera
dilahirkan. Ada juga yang mendefinisikan distosia bahu sebagai bahu yang
tidak lahir lebih dari sama dengan 60 detik setelah kepala lahir.

2. Faktor Predisposisi
Faktor resiko distosia bahu terdiri atas factor resiko pada ibu, fetus dan proses
persalinan itu sendiri (Tanto, Liwang, Hanifati, & Pradipta, 2014).
Ibu Fetus
1. Anatomi pelvis abnormal/sempit 1. Makrosomia (>4000-4500 g)
2. Diabetes gestasional 2. Proses persalinan
3. Kehamilan post-term 3. Persalinan dengan forsep atau
4. Riwayat distosia sebelumnya vakum
5. Perawakan tubuh pendek 4. Kala II memanjang
6. Penambahan BB selama hamil 5. Fase aktif kala I memanjang
>17 kg 6. Induksi persalinan
7. Obesitas
3. Patofisiologi
Saat persalinan bahu bayi berada pada posisi antero-posterior ketika hendak
memasuki pintu atas panggul maka bahu posterior dapat tertahan
promontorium dan bahu anterior tertahan tulang pubis. Kepala yang telah
dilahirkan tidak dapat melakukan putar paksi luar (Prawirohardjo, 2018).
4. Checklist

Distosia Bahu

Hentikan traksi kepala + segera


panggil bantuan

Episiotomi

Manuver McRobert

Manuver Rubin

Lahirkan bahu posterior, atau manuver


Wood, atau posisi merangkak

Bahan dan obat:


 1 buah spuit 3 cc
 1 buah spuit 5 cc
 Oksitosin 10 IU
 Lidocain 1%
 Ergometrin 0,2 mg
 Infus set dan cairan infus RL/NaCl 0,9%
Alat pemeriksaan:
 1 buah tensimeter
 1 buah stetoskop
 Jam tangan/polsteller
 1buah Termometer
 1 buah stetoskop monoaural
Alat perlindungan diri dan PI:
 Barakschort
 Handuk kecil
 Kaca mata pelindung dan masker
 Sarung kaki
 Bengkok
 Waskom berisi larutan chlorin 0,5%
 Wasom berisi air DTT
 Wadah plasenta
 Tempat sampah kering, sampah basah, dan sampah tajam
 Tempat pakaian kotor
 Waslap
 Alas bokong
Langkah/Tugas
1. Memberikan penjelasan tentang tujuan tindakan yang akan
dilakukan pada klien dan atau keluarga.
2. Memberikan penjelasan tentang prosedur tindakan yang akan
dilakukan pada klien dan atau keluarga.
3. Meminta persetujuan tindakan pada pasien atau keluarga.
4. Meminta pertolongan asisten dan anggota keluarga untuk
membantu penanganan pasien.
5. Memakai sarung tangan DTT/steril.
6. Memberikan anastesi dengan lidocain 1% pada daerah jalan lahir
yang akan dilakukan episiotomi.
7. Melakukan episiotomi.

Manuver McRoberts
8. Memposisikan dengan ibu dengan teknik McRoberts yaitu ibu
berbaring telentang semi fowler dengan melipat kedua paha dan
menekuk lutut ke arah dada sedekat mungkin.
9. Meminta bantuan asisten dan anggota keluarga untuk membantu
menekan lutut ibu dengan mantap ke arah dada.
10. Meminta asisten untuk menekan suprapubis ke bawah untuk
membantu kelahiran bahu.
11. Melakukan tarikan kepala curam ke bawah untuk melahirkan bahu
depan. Hindari tarikan berlebihan pada kepala bayi yang dapat
mengakibatkan trauma pada fleksus brachialis.
12. Melahirkan bahu belakang.
13. Melakukan manuver Rubin apabila dengan cara ini tidak berhasil.

Manuver Rubin
14. Mempertahankan posisi McRoberts dan tekanan suprapubik.
15. Memasukkan dua jari tangan ke dalam vagina, hingga mencapai
scapula dan bagian bahu anterior. lakukan penekanan tekan daerah
ketiak bayi sehingga bahu berputar menjadi posisi oblique atau
transversa.
16. Melakukan penekanan pada bahu anterior bagian belakang ke arah
dada bayi sehingga menjadi posisi oblique untuk mengecilkan
diameter bahu.
17. Melakukan tarikan kepala ke arah postero kaudal dengan mantap
untuk melahirkan bahu anterior.
18. Melakukan manuver Corkscrew Woods, atau posisi merangkak,
atau manuver melahirkan bahu belakang (Schwartz & Dixon)
apabila dengan cara ini tidak berhasil.

Manuver Corkscrew Woods


19. Memasukkan dua jari tangan yang bersebrangan (punggung kanan
berarti tangan kanan; punggung kiri berarti tangan kiri) ke arah
anterior bahu belakang bayi.
20. Meminta asisten menekan fundus uteri kearah bawah, kemudian
melakukan pemutaran/rotasi 180o bahu belakang bayi ke arah
punggung bayi sehingga bahu belakang lahir di bawah simfisis.
21. Masih diikuti dorongan pada fundus uteri, melakukan pemutaran
berlawanan dengan arah putaran pertama sehingga akan
menyebabkan bahu depan dapat melewati simfisis.

Manuver Melahirkan Bahu Belakang (Schwartz & Dixon)


22. Memasukkan tangan mengikuti lengkung sakrum sampai jari
penolong mencapai fosa antekubiti (punggung kanan berarti tangan
kanan; punggung kiri berarti tangan kiri).
23. Melipat lengan bawah ke arah dada dengan menggunakan jari
tengah sehingga terjadi fleksi tangan.
24. Mengeluarkan lengan dari vagina (menggunakan jari telunjuk
untuk melewati dada dan kepala bayi atau seperti mengusap muka
bayi) kemudian tarik hingga bahu belakang dan seluruh lengan
belakang dapat dilahirkan.
25. Melakukan tarikan kepala ke arah posterokaudal dengan mantap
untuk melahirkan bahu anterior dengan bantuan penekanan
suprapubik.
26. Apabila bahu depan sulit dilahirkan, putar bahu belakang ke depan
(jangan menarik lengan bayi tetapi dorong bahu posterior) dan
putar bahu depan ke belakang (mendorong anterior bahu depan
dengan jari telunjuk dan jari tengah) mengikuti arah punggung bayi
sehingga bahu depan dapat dilahirkan.

Posisi Merangkak
27. Memposisikan pasien dalam posisi merangkak dengan
menopangkan tubuhnya dengan kedua tangan dan kedua lututnya.
28. Melahirkan bahu posterior terlebih dahulu dengan melakukan
tarikan kepala.
Pasca Tindakan
29. Melakukan perawatan pasca tindakan kepada ibu dan bayi.
30. Mendekontaminasi alat habis pakai.
31. Memasukkan sampah sesuai dengan tempatnya.
32. Membersihkan sarung tangan dan rendam pada larutan klorin 0,5
%.
33. Mencuci tangan sesuai prosedur.
34. Memeritahukan kepada pasien dan keluarga hasil tindakan dan
perawatan lanjutan.
35. Mencatat kondisi pasien dan membuat laporan tindakan.
D. Atonia Uteri
1. Definisi
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus yang menyebabkan uterus
tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah
bayi dan plasenta lahir.
2. Faktor predisposisi
Faktor predisposisinya sebagai berikut:
• Regangan Rahim berlebihan karena kehamilan gemeli, polihidramnion, atau
anak terlalu besar.
• Kelelahan karena persalinan kasep.
• Kehamilan grande-multipara
• Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis atau menderita penyakit
menahun
• Mioma uteri yang mengganggu kontraksi Rahim
• Infeksi intrauterine
• Riwayat atonia uteri sebelumnya
3. Patofisiologi
Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi
setelah persalinan sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar,
lembek dan tidak mampu menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat
dari atonia uteri ini adalah terjadinya perdarahan. Perdarahan pada atonia uteri
ini berasal dari pembuluh darah yang terbuka pada bekas menempelnya
plasenta yang lepas sebagian atau lepas seluruhnya. Atonia uteri menyebabkan
terjadinya perdarahan yang cepat dan parah dan juga shock hypovolemik. Dari
semua kasus perdarahan postpartum sebesar 70 % disebabkan oleh atonia uteri.
4. Tatalaksana

Atonia Uteri

Masase fundus uteri

20-40 unit oksitosin dalam 1000 ml NaCl 0,9%/ RL dengan


kecepatan 60 tetes/menit, bila tidak ada oksitosin bias
diberikan ergotamine 0,2 mg IV

Kompresi bimanual interna selama Jika perdarahan berhenti lanjutkan


5 menit kompresi hingga 2 menit

Kompresi bimanual eksterna

Kompresi aorta abdominalis

Tampon kondom kateter

Tindakan operatif

Alat dan bahan yang harus disediakan:


a. Giving set:
 Cairan infus NaCl / RL
 Infus set 2 buah
 Abocath
 Plester
 Gunting plester
 Kassa
b. Alat perlidungan diri: Apron, masker, google, boot
c. Oksigen dan regulator
d. Standar infus
e. Kain alas bokong
f. Alas perut
g. Sarung kaki
h. Lampu sorot
i. Obat-obatan:
j. Uterotonika (oksitosin, ergometrin)
 Spuit 5 cc/3 cc 2 buah
 Larutan Antiseptik
k. Instrumen:
 Bak Instrumen
 Sarung tangan panjang DTT/steril 2 pasang
 Sarung tangan DTT/Steril 1 pasang
 Kateter nelaton no 12 : 1 buah
 Bengkok
 Lakukan pemijatan uterus.
 Pastikan plasenta lahir lengkap.
 Berikan 20-40 unitoksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/Ringer Laktat
dengan kecepatan 60 tetes/menit dan 10 unitIM. Lanjutkan infus oksitosin 20
unitdalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/Ringer Laktat dengan kecepatan 40
tetes/menit hingga perdarahan berhenti.
 Bila tidak tersedia oksitosin atau bila perdarahan tidak berhenti, berikan
ergometrin 0,2 mg IM atau IV (lambat), dapat diikuti pemberian 0,2 mg IM
setelah 15 menit, dan pemberian 0,2 mg IM/IV (lambat) setiap 4 jam bila
diperlukan. JANGAN BERIKAN LEBIH DARI 5 DOSIS (1 mg)

CATATAN:
• Jangan berikan lebih dari 3 liter larutan intravena yang
mengandung oksitosin
• Jangan berikan ergometrin kepada ibu dengan hipertensi berat/
tidak terkontrol, penderita sakit jantung dan penyakit pembuluh
darah tepi

 Jika perdarahan berlanjut, berikan 1 g asam traneksamat IV (bolus selama 1


menit, dapat diulang setelah 30 menit)
 Lakukan pasang kondom kateter atau kompresi bimanual internal selama 5
menit
 Siapkan tindakan operatif atau rujukan ke fasilitas yang lebih memadai sebagai
antisipasi bila perdarahan tidak berhenti.
 Di rumah sakit rujukan, lakukan tindakan operatif bila kontraksi uterus tidak
membaik, dimulai dari yang konservatif. Pilihan-pilihan tindakan operatif
yang dapat dilakukan antara lain prosedur jahitan B-lynch, embolisasi arteri
uterina, ligasi arteri uterina dan arteri ovarika, atau prosedur histerektomi
subtotal.
 Berikut langkah tatalaksana atonia uteri (KEMENKES RI, 2016) :

Langkah/ Tugas
1. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang diagnosa dan
komplikasi atonia uteri.
2. Menjelaskan tentang prosedur tindakan dan risiko tindakan.
3. Membuat persetujuan tindakan medik.
4. Mempersiapkan alat secara ergonomis
5. Mengosongkan kandung kemih.
6. Mencuci tangan hingga siku dengan sabun di bawah air mengalir.
7. Mengeringkan tangan dengan handuk.
8. Memakai apron, alas kaki, masker dan google.
9. Memakai sarung tangan panjang DTT dengan benar.
10. Memasukkan tangan kanan secara obstetrik melalui introitus
vagina.
11. Membersihkan bekuan darah dan sisa selaput ketuban yang ada di
serviks.
12. Mengepalkan tangan kanan dan meletakkan dataran punggung jari
telunjuk hingga kelingking pada forniks anterior lalu mendorong
uterus ke kranio anterior dan secara bersamaan menekan bagian
belakang korpus uteri dengan telapak tangan kiri.
13. Melakukan kompresi dengan jalan mendekatkan telapak tangan kiri
dengan kepalan tangan kanan pada forniks anterior selama 5 menit.
14. Mempertahankan KBI selama 1-2 menit.
15. Mengeluarkan tangan secara perlahan.
16. Memantau ketat kala IV.
17. Melakukan tindakan KBE dan pemberian uterotonika.
18. Meminta anggota keluarga/asisten untuk meletakkan telapak tangan
kirinya menggantikan posisi tangan kiri operator/penolong di
abdomen dengan cara yang sama.
19. Mengeluarkan tangan kanan penolong secara hati-hati dari dalam
vagina.
20. Mengajarkan keluarga/asisten untuk memposisikan telapak tangan
kanannya di atas simfisis untuk menekan korpus uteri bagian depan.
21. Menganjurkan keluarga/asisten untuk menekan korpus uteri dengan
jalan mendekatkan telapak tangan kiri dan kanan sekuat mungkin.
22. Membersihkan sarung tangan, lepas dan rendam secara terbalik
dalam wadah berisi cairan klorin 0,5%
23. Menilai kontraksi dan perdarahan yang terjadi.
24. Mempertahankan posisi tersebut (KBE) selama 5 menit atau hingga
uterus dapat berkontraksi dengan baik.
25. Memberikan suntikan ergometrin 0,2 mg IM.
26. Memasang Infus RL/NaCl + 20 IU oksitosin, berikan dengan tetes
cepat (guyur).
27. Mempertahankan KBE selama 1-2 menit.
28. Memantau ketat kala IV.
29. Melakukan KBI ulang (langkah 9-12).
30. Melakukan kompresi aorta abdominalis apabila uterus masih belum
berkontraksi dan perdarahan cukup banyak.

Kondom Kateter
Prosedur ini merupakan prosedur yang membutuhkan alat-alat sebagai
berikut :
1. Kateter Foley no. 24
2. Kondom
3. Larutan NaCl 0,9 %
4. Selang infus atau sepuit 50 ml
Langkah-langkah pemasangan kondom kateter :
1. Baringkan ibu dalam posisi litotomi.
2. Cuci tangan.
3. Gunakan sarung tangan steril.
4. Masukkan kateter ke dalam kondom.
5. Ikat dengan tali dekat dengan mulut kondom.
6. Pertahankan buli dalam keadaan kosong dengan kateter Foley.
7. Masukkan kondom yang sudah terikat dengan kateter ke dalam rongga
uterus.
8. Biarkan ujung dalam kateter di dalam kondom.
9. Ujung luar kateter dihubungkan dengan set infus.
10. Kondom dikembangkan dengan 250-500 ml larutan NaCl 0,9 %.
11. Observasi perdarahan.Jika berkurang, hentikan pengembangan kondom
lebih lanjut.
12. Ujung luar kondom dilipat dan diikat dengan tali.
13. Kontraksi uterus dipertahankan dengan drip oksitosin sampai setidaknya 6
jam setelah prosedur.
14. Pertahankan posisi kondom dengan kasa gulung yang dimapatkan di dalam
vagina atau kembangkan kondom lainnya di dalam vagina.
15. Kondom kateter dipertahankan selama 24 jam dan setelah itu dikempiskan
bertahan (10-15 menit) dan dikeluarkan
16. Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal:
 Ampisilin 2 g IV DAN metronidazol 500 mg IV
 ATAU sefazolin 1 g IV DAN metrodinazol 500 mg IV
17. Jika ada tanda infeksi berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas
demam selama 48 jam:
o Ampisilin 2 g IV tiap 6 jam
o DAN gentamisin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
 DAN metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
DAFTAR PUSTAKA

KEMENKES RI. (2013). Buku Saku Pelayanan Kesehatan di Fasilitas Kesehatan


Dasar dan Rujukan. Jakarta.
KEMENKES RI. (2016). Praktik Klinik Kebidanan III. Jakarta.
Permatasari, F., Sarah, H., & Rachmawati, E. (2017). FaktorFaktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Perlengketan Plasenta (Retensio Placenta) di
Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih: Sebuah Studi Kasus Kontrol.
ARKESMAS.
Prawirohardjo, S. (2018). Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Tanto, C., Liwang, F., Hanifati, S., & Pradipta, E. (2014). Kapita Selecta Kedokteran.
Jakarta: Media Aesculapius.

Anda mungkin juga menyukai