Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

“KEBUTUHAN ELIMINASI FEKAL”

1. DEFINISI
Eliminasi fekal adalah proses pengeluaran sisa pencernaan melalui anus.

2. KONSEP DASAR SISTEM PENCERNAAN


Sistem pencernaan merupakan saluran panjang (kurang lebih 9 meter) yang terlibat dalam
proses pencernaan makanan, mulai dari mulut sampai dengan anus. Saluran ini akan
menerima makanan dari luar tubuh dan mempersiapkannya untuk diserap
serta bercampur denganenzim dan zat cairan melalui proses pencernaan , baik dengan cara
mengunyah, menelan, dan mencampur menjadi zat-zat gizi.

Anatomi Fisiologi pencernaan terdiri dari :


1) Mulut
Saluran GI secara mekanis dan kimiawi memecah nutrisi ke ukuran dan bentuk yang
sesuai. Semua organ pencernaan bekerja sama untuk memastikan bahwa masa atau bolus
makanan mencapai daerah absorpsi nutrisi dengan aman dan efektif. Gigi mengunyah
makanan, memecahkan menjadi berukuran yang dapat di telan. Sekresi saliva mengandung
enzim, seperti ptyalin, yang mengawali pencernaan unsure - unsur makanan tertentu.
Saliva mencairkan dan melunakkan bolus makanan di dalam mulut sehingga lebih mudah
ditelan.
2) Esophagus
Begitu makanan memasuki bagian atas esophagus, makanan berjalan melalui otot sirkular,
yang mencegah udara memasuki esophagus dan makanan mengalami refluks ( bergerak ke
belakang ) kembali ke tenggorokan. Bolus makanan menelusuri esophagus yang
panjangnya kira - kira 25 cm. Makanan didorong oleh
gerakan peristaltic lambat yang dihasilkan oleh kontraksi involunter dan relaksasi otot halu
s secara bergantian. Pada saat bagian esophagus berkontraksi di atas bolus makanan,otot
sirkular di bawah ( atau di depan ) bolus berelaksasi. Kontraksi - kontraksi otot halus yang
saling bergantian ini mendorong makanan menuju gelombang berikutnya. Dalam 15 detik,
bolus makanan bergerak menuruni esophagus dan mencapai sfingter esophagus bagian
bawah. Sfingter esophagus bagian bawah terletak di antara esophagus dan lambung. Faktor
- faktor yang mempengaruhi tekanan sfingter esophagus bagian bawah meliputi antacid,
yang meminimalkan refluks, dan nikotin serta makanan berlemak, yang meningkatkan
refluks.
3) Lambung
Di dalam lambung, makanan disimpan untuk sementara dan secara mekanis dan kimiawi
dipecahkan untuk dicerna dan diabsorpsi. Lambung menyekresi asam hidroklorida ( HCL
), lendir, enzim pepsin, dan factor intrinsic. Konsentrasi HCL mempengaruhi keasaman
lambung dan keseimbangan asam - basa tubuh. HCL membantu mencampur dan
memecahkan makanan di lambung. Lendir melindungi mukosa lambung dari keasaman
dan aktivitas enzim. Pepsin mencerna protein,walaupun tidak banyak pencernaan yang
berlangsung di lambung. Factor intrinsic adalah komponen penting yang dibutuhkan
untuk absopsi viatamin B12 di dalam usus dan selanjutnya untuk pembentukan sel darah
merah normal. Kekurangan faktor intrinsic ini mengakibatkan anemia dan pernisiosa.
Sebelum makan meninggalkan lambung, makanan diubah menjadi materi semi cair yang
disebut kimus. Kimus lebih mudah dicerna dan diabsorpsi daripada makanan padat.
Klien yang sebagian lambungnya diangkat atau yang memiliki pengosongan lambung
yang cepat (
seperti pada gastritis ) dapat mengalami masalah pencernaan yang serius karena makanan
tidak dipecah menjadi kimus.
4) Usus Halus
Selama proses pencernaan normal. Kimus meninggalkan lambung dan memasuki usus.
Usus halus merupakan sebuah saluran dengan diameter sekitar 2.5cm dan panjang 6 m.
Usus halus dibagi menjadi 3 bagian : duodenum, jejunum, dan ileum. Kimus bercampur
dengan enzim - enzim pencernaan ( missal : empedu dan amylase ) saat berjalan melalui
usus halus. Segmentasi ( kontrasi dan relaksasi otot halus secara bergantian ) mengaduk
kimus, memecahkan makanan lebih lanjut untuk dicerna. Paada saat kimus bercampur,
gerakan peristaltic berikutnya
sementara berhenti sehingga memungkinkan absorpsi. Kimus berjalan perlahan melalui us
us halus untuk memungkinkan absorpsi. Kebanyakan nutrisi dan elektrolit diabsorbsi
didalam usus halus. Enzim dari pancreas ( missal : amylase ) dan empedu dari kandungan
empedu dilepaskan ke dalam duodenum. Enzim di dalam usus halus memecahkan lemak,
protein, dan karbohidrat menjadi unsur - unsur dasar. Nutrisi hampir seluruhnya diabsorbsi
oleh duodenum dan jejunum. Ileum mengabsorpsi vitamin - vitamin tertentu, zat besi, dan
garam empedu. Apabila fungsi ileum terganggu, proses pencernaan akan mengalami
perubahan besar. Inflamasi,
reseksi bedah, atau obstruksi dapat mengganggu peristaltic, mengurangi area absorpsi, atau
menghambat aliran kimus.
5) Usus Besar
Saluran GL bagian bawah disebut usus besar ( kolon ) karena ukuran diameternya lebih
besar daripada usus halus. Namun, panjangnya, yakni 1,5 sampai 1,8 m jauh lebih pendek.
Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon, dan rectum. Usus besar merupakan utama dalam
eliminasi fekal.
a. Sekum
Kimus yang tidak diabsorpsi memasuki sekum melalui katup ileosekal.Katup ini
merupakan lapisan otot sirkulat yang mencegah regurgitasi dan kembalinya isi kolon ke
usus halus.
b. Kolon
Walaupun kimus yang berair memasuki kolon, volume air menurun saat kimus bergerak
di sepanjang kolon. Kolon dibagi menjadi kolon asendens, kolon transversal, kolon
desenden, kolon sigmoid. Kolon dibangun oleh jaringan otot, yang memungkinkannya
menampung dan
mengeliminasi produk buangan dalam jumlah besar. Kolon memiliki empat fungsi yang
saling berkaitan : absorpsi, proteksi, sekresi, dan eliminasi.
c. Rectum
Produk buangan yang mencapai bagian kolon sigmoid, disebut feses. Sigmoid
menyimpan feses sampai beberapa saat sebelum defekasi. Rectum merupakan bagian
akhir pada saluran GL. Dalam kondisi normal, rectum tidak berisi feses sampai
defekasi. Rectum dibangun oleh lipatan - lipatan jaringan vertical dan transversal.
Setiap lipatan vertical berisi sebuah arteri dan lebih dari satu vena. Apabila vena
menjadi distensi akibat tekanan selama mengedan, maka terbentuk hemoroid. Hemoroid
dapat membuat proses defekasi terasa nyeri. Apabila masa feses atau gas bergerak ke
dalam rectum untuk membuat
dindingnya berdisensi, maka proses defekasi dimulai. Proses ini melibatkan control
voluntary dan control involunter. Sfingter interna adalah sebuah otot
polosynag di persarafi oleh system saraf otonom. Saat sfingter interna relaksasi sfingter
eksterna juga relaksasi. Orang dewasa dan anak - anak yang sudah menjalani toilet
training ( latihan defekasi ) dapat mengontrol sfingter eksterna secara volunteer ( sadar
). Tekanan untuk mengeluarkan feses dapat dilakukan dengan meningkatkan tekanan
intra abdomen atau melakukan valsavamaneuver. Maneuver valsava ialah kontraksi
volunter otot - otot abdomen saat individu mengeluarkan nafas secara paksa, sementara
glottis menutup (menahan napas saat mengedan)

3. PROSES DEFEKASI
Defekasi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme berupa feses dan
platus yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus. Dalam proses defekasi terjadi dua
macam reflex yaitu :
a) Reflex defekasi Intrinsik
Reflex ini berawal dari feses yang masuk ke rectum sehingga terjadi distensi rectum, yang
kemudian menyebabkan rangsangan pada fectus mesentricus dan terjadilah gerakan
peristaltic. Setelah feses sampai di anus, secara sistematis sfingter internal relaksasi , maka
terjadilah defekasi.
b) Reflex Defekasi Parasimpatis
Feses yang masuk ke rectum akan merangsang saraf rectum yang kemudian diteruskan ke
jaras spinal (spinal cord). Dari jaras spinal kemudian dikembalikan ke kolon desenden,
sigmoid, dan rectum menyebabkan intensifnya peristaltic,relaksasi sfinter internal, maka
terjadilah defekasi.
4. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI ELIMINASI FEKAL
1. Usia
Perubahan dalam tahapan perkembangan yang mempengaruhi statis eliminasiterjadi di
sepanjang kehidupan ,peristaltic menurun seiring dengan peningkatan usiadan melambat
esophagus.
2. Diet
Asupan makanan setiap hari secara teratur membantu mempertahankan
pola peristaltic yang teratur di dalam kolon. Makanan yang di konsumsi individu
mempengaruhi eliminasi, makanan pembentuk masa mengabsorbsi cairan sehingga
meningkatkan masa fases. Mengkonsumsi makanan meningkatkan kemungkinan
normalnya pola eliminasi jika faktor lain juga normal.
3. Asupan Cairan
Asupan cairan yang tidak adekuat atau gangguan yang menyebabkan menghilangkan
cairan (seperti muntah ) yang mempengaruhi karakter fases . Asupan cairan yang menurun
memperlambat pergerakan makanan yang melalui usus.
4. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik meningkatkan peristaltic, sementara imobilisasi menekan motilasi kolom.
Ambulasi dini setelah klien menderita suatu penyakit di anjurkan untuk meningkatkan di
pertahankannya eliminasi normal.
5. Faktor pisikologis
Apabila individu mengalami kecemasan, ketakutan, atau marah, muncul respon stres ,yang
memungkinkan tubuh membuat pertahanan. Untuk menyediakan nutrisi yang di butuhkan
dalam upaya pertahanan tersebut, proses pencernaan
di percepat dan peristaltic meningkat . Efek samping peristaltic yang meningkat antara lain
diare dan distensigas.
6. Kebiasaan pribadi
Kebiasaan eliminasi pribadi mempengaruhi fungsi usus. Kebanyakan individu merasa lebih
mudah di melakukan defekasi di kamar mandi mereka sendiri pada waktu yang paling
efektif dan paling nyaman bagi mereka. Jadwal kerja yang sibuk dapat mengganggu
kebiasaan dan mengakibatkan perubahan, seperti konstifasi . Individu harus mencari waktu
terbaik untuk melaksanakan eliminasinya. Reflexgastrokolik adalah reflex yang paling
mudah di stimulasi untuk menimbulkan defekasi setelah sarapan.
7. Posisi selama defikasi
Posisi jongkok merupakan posisi yang normal saat melakukan defekasi. Toilet modern di
rancang untuk memfasilitasi posisi ini, sehingga memungkinkan individu untuk duduk
tegak kearah depan, mengeluarkan tekanan intra abdomen dan mengontraksi otot-otot
pahanya. Namun, klien lansia atau individu yang menderita penyakit sendi, seperti atritis,
mungkin tidak mampu bangkit dari tempat duduk toilet yang rendah. Untuk
klien imobilisasi di tempat tidur, defekasi sering kali di rasakan sulit. Posisi telentang tidak
memungkinkan klien mengontraksi otot-otot yang di gunakan selama defekasi.
8. Nyeri
Dalam kondisi normal, kegiatan defekasi tidak menimbulakn nyeri. Namun,pada sejumlah
kondisi, termasuk hemoroid, bedah rektom, fistularektom, bedah abdomen, dan melahirkan
anak dapat menimbulkan rasa tidak nyaman ketika defekasi. Pada kondisi seperti ini , klien
sering kali mensupresi keinginannya untuk berdefekasi guna menghindari rasa nyeri
yang mungkin akan timbul.
9. Kehamilan
Seiring dengan meningkatnya usia kehamilan dan ukuran fetus, tekanan
di berikan kepada rektum. Obstruksi sementara akibat keberadaan fetus mengganggu penge
luaran feses. Konstipasi adalah masalah umum yang muncul pada trimester terakhir.
Wanita hamil yang sering mengedan selama defekasi dapat menyebabkan hemoroid yang
permanen.
10.Pembedahan dan anestesi
Agens anestesi, yang di gunakan selama proses pembedahan,membuat gerakan peristastik
berhenti untuk sementara waktu. Pembedahan yang melibatkan manipulasi usus secara
langsung, sementara akan menghentikan gerakan peristaltik kondisi ini , disebut ileus
paralitik yamg biasanya berlangsung sekitar 24 - 48 jam. Apabila klien tetap tidak aktif
atau tidak dapat makan setelah pembedahan, kembalinya fungsi normal usus dapat
terhambat lebih lanjut.
11.Obat-obatan
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat menggangu eliminasi normal. Obat-
obatan untuk meningkatkan defekasi telah tersedia. Laksatif dan katartif melunakkan feses
dan meningktkan peristaltik. Walaupun sama, kerja laksatif lebih ringan dari pada katartik.
Apabila di gunakan dengan bener, laksatif dan katartik mempertahankan pola eliminasi
normal dengan aman. Penggunaan laksatif juga dapat menyebabkan diare berat yang dapat
menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit.
12.Pemeriksaan diagnostik
Yang melibatkan visualisasi struktur saluran GI, sering memerlukan dikosongkannya isi di
bagian usus. Klien tidak di izinkan untuk makan atau minum setelah tengah malam jika
esoknya akan di lakukan pemeriksaan, seperti pemeriksaan yang menggunakan barium
enema, indoskopi saluran GI bagian bawah, atau serangkaian pemeriksaan GI bagian atas.
Pada kasus penggunaan barium enema atauendoskopi, klien biasanya menerima katartik
dan enema. Pengosongan usus dapat mengganggu eliminasi sampai klien dapat makan
dengan normal.

5. MASALAH-MASALAH PADA ELIMINASI FEKAL


Perawat mungkin merawat klien yang mengalami atau beresiko mengalami masalah eliminasi
akibat stress emosional ( ansietas atau depresi ), berubahan fisiologis pada saluran GI,
perubahan truktur usus melalui pembedahan, program terapi lain, atau gangguan yang
mengganggu defekasi.
1. Konstipasi
Konstipasi yaitu menurunnya frekuensi buang air besar (BAB) disertai
dengan pengekuaran feses yang sulit, keras, dan mengejan.
Kriteria konstipasi:
a. Mengalami dua atau lebih gejala dibawah ini, paling sedikit 12 minggu.
b. Rasa sakit lebih dari ¼ defekasi.
c. Feses keras atau bulatan-bulatan kecil > ¼ defekasi.
d. Rasa tidak puas setelah defekasi > ¼ defekasi.
e. Rasa ada sumbatan/dan jalan di anorektal > ¼ defekasi .
f. Manuver manual untuk melancarkan defekasi > ¼ defekasi dan frekuensi defekasi< 3
kali per minggu.
g. Keras dan sulit untuk mengeluarkannya kurang dari 2 minggu.
2. Impaction
Merupakan tumpukan feses yang keras di rectum dan tidak bisa dikeluarkan.
Penyebab : konstipasi berulang dan pemeriksaan yang dapat menimbulkan konstipasi
tandanya : tidak BAB, anoreksia, kembung atau keram dan nyeri rectum.
3. Diare
Merupakan peningkatan frekuensi BAB lebih dari 3 kali sehari dengan konstitensi cair. Isi
usus melewati usus halus dan kolon dengan sangat cepat sehingga absorpsi makanan dan
cairan menjadi sedikit dan feses menjadi encer. Pasien tidak dapat mengontrol dan
menahan BAB.
4. Inkontinensia fecal
Yaitu ketidakmampuan mengontrol BAB dan udara dari anus sehingga BAB encer dan
jumlahnya banyak. Umunya disertai dengan gangguan fungsi spingter anal, penyakit
neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter anal eksternal.
5. Flatulens
Yaitu menumpuknya gas pada lumen usus, dinding usus meregang
dan berdistensi, merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas keluar melalui mulut
(sendawa) atau anus (flatus). Hal-hal yang menyebabkan peningkatan gas di usus adalah
pemecahan makanan oleh bakteri yang menghasilkan gas metan, pembusukan di usus yang
menghasilkan CO2.
6. Hemoroid
Yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rectum (bisa internal atau eksternal) hal
ini terjadi pada proses defekasi yang keras, kehamilan, gagal jantung
dan penyakit hati menahun. Pendarahan dapat terjadi dengan mudah jika dinding pembuluh
darah terganggu.
6. PROSES KEPERAWATAN ELIMINASI FEKAL
1. Pengkajian keperawatan pada klien dengan gangguan eliminasi fekal.
a.Kebiasaaan eliminasi: kaji pola defekasi klien meliputi frekuensi dan waktu
klien biasa buang air besar (BAB). Frekuensi buang air besar pada bayi sebanyak 4-6 kali
sehari, sedangkan orang dewasa adalah 2-3 per hari.
Karateristik feses yang normal yaitu :
1. Warna : coklat
2. Konsistensi : lunak, semi padat
3. Bau : dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi
4. Jumlah : bervariasi (100-400gram/hari)
5. Terdiri dari : 75% air dan 25% material padat
6. Defekasi disertai dengan pengeluaran gas
7. Gas terdiri dari CO2, metana, H2S, O2, N2
b.Kaji pula karateristik feses yang tidak normal :
1. Warna hitam atau merah
2. Berbau tidak sedap
3. Konsistensi cair
4. Bentuk kecil seperti pensil
5. Terdapat darah
c. Pola diet : makanan apa yang dipercayai oleh klien dapat mempengaruhi proses defekasi,
makanan dengan jenis apa dan tipe apa.
d. Cairan : berapa jumlah jenis cairan yang diasup setiap hari.
e. Latihan : pola latihan seperti apa yang dilakukan klien setiap hari?
f. Obat-obatan dan penggunaan alcohol : apakah klien mengonsumsi obat-obatan yang
dapat mempengaruhi saluran intestinal (contoh: zat besi, antibiotika, laksati)
g. Kaji pula pengaruh obat-obatan terhadap warna feses :
1. Aspirin, antikoagulan : feses berwarna agak kemerahan
2. Zat besi : feses berwarna hitam
3. Antacid : warna feses agak keputihan
h. Stress : apakah klien mengalami stress dalam jangka waktu yang lama atau singkat?
i. Pembedahan : apakah klien mengalami pembedahan atau penyakit yang berpengaruh
terhadap saluran cerna?
j. Pemeriksaan laboratorium dan diagnostic
1. Pemeriksaan laboratorium : kadar bilirubin, amylase atau CEA
2.Pengumpulan, pemeriksaan dan kultur feses. Pada pemeriksaan feses untuk mengetahui
Ova dan parasit, lemak dalam feses.
3.Colok dubur : dapat memberikan informasi tentang tonus rectum, tonus kekuatan
sfingter, kekuatan otot pubo-rektalis dan otot-otot dasar pelvis, adakah timbunan
massa feses, adakah massa lain (misalnya hemoroid), adakah darah atau
adakah perlukaan dianus
4. Tes dara tersamar (Test Guaiac) : menemukan bekuan darah dalam feses biasanya pada
kanker kolorectal.
5. Carcino embryonic antigen (CEA) : mengetahui adanya glikoprotein membranesel
jaringan. Trauma untuk memprediksis prognosis post operasi dan mendeteksi
kekambuhan.
6. Foto polos abdomen : mendeteksi adanya kelainan pada usus atau tumor
7. Defekografi
8. USG
9. Foto kontras barium : mendeteksi ada atau tidaknya tumor serta mengidentifikasi
lokasi tumor.
10. Foto barium kontras ganda
11. Pemeriksaan endoskopi
12. Esophagogastroduodenoskopi
13. Proktoskopi (deteksi kelainan 8-10 cm dari anus)
14. Rektosigmoidoskopi (deteksi kelainan 20-25 cm dari anus)
15.Kolonoskopi (Dapat mencapai seluruh kolon). Manfaat kolonoskopi :
untuk penegakan diagnose, biopsi jaringan, ekstirpasi polip, mengelola pendarahan,
follow up kelainan kolon, deteksi dini kanker atau skrening proses lain, dilatasi
anastomose atau mengambil benda asing.
Pemeriksaan Lain (bila diperlukan)
16. Intra Venous Pyelography (IVP)
17. Ultrasonography (USG)
18. Computerized Tomography Scanning (CT Scan)
19. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

7. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Konstipasi, berhubungan dengan menurunnya mobilitas, penurunan peristalsis,masukan
cairan tak adekuat.
Data obyektif :
1. Frekuensi BAB menurun
2. Feses keras, kering
3. Bising usus menurun
4. Mengejan saat mengeluarkan feses
5. Distensi abdomen
6. Tekanan pada rectal
7. Sakit kepala
8. Nafsu makan menurun
9. Nyeri abdomen

Tujuan : Pola eleminasi normal.


kriteria hasil :
1. BAB 1-2 x sehari
2. Konsistensi lunak
3. Eliminasi fese tanpa perlu mengejan berlebihan

Intervensi Keperawatan Konstipasi


Intervensi :
1. Ajarkan klien untuk dapat memilikikebiasaan eliminasi yang normal.
2. Anjurkan minum segelas air hangat30 menit sebelum sarapan pagi.
3. Berikan cakupan nutrisi tinggi serat setiap hari sesuai dengan indikasi.
4. Berikan cairan jika tidak kontraindikasi 2-3 liter per hari.
5.Anjurkan klien untuk melakukanambulansi semampunya.
6.Bantu individu untuk berposisi normal agak jongkok.
7.Berikan pelembek feses.

2. Diare berhubungan dengan malabsorpsi usus, inflamasi mukosa gastrointestinal, defesiensi


laksatase, peningkatan peristaltis, kecepatan metabolic (hipertiroidisme) atau proses infeksi
sekresi lemak yang berlebihan dalam feses.
Data obyektif :
1) Fases lunak, cair atau peningkatan frekuensi defekasi.
2) Nyeri abdomen.
3) Frekuensi bising usus meningkat.
4) Peningkatan dalam keenceran atau volume feses.
5) Sedikitnya BAB cair lebih dari 3 kali dalam sehari.
6) Suara usus heperaktif.
7) Nyeri perut.

Kriteria hasil :
1) Frekuensi diare berkurang.
2) Bising usus menurun.
3) Nyeri abdomen berkurang.
4)Feses lebih padat.
5)Daerah rectal bebas iritasi.

Intervensi Keperawatan pada Diare


Intervensi :
1.Kaji faktor-faktor penyebab/yangmempengaruhi : makanan perselang,makanan
terkontaminasi, pengobatan atau perjalanan keluar negeri.
2.Anjurkan pasien/keluarga mencatatwarna, volume dan konsisten feses.
3.Monitor tanda dan gejala diare.
4.Observasi turgor kulit secara teratur.
5.Timbang BB.
6.Auskultasi dan pantau bunyi bising usus.
7.Monitor daerah perineal.
8.Anjurkan pada pasien untuk menghentikan makanan padat, pemberians usu formula dan
produk susu, lemak, buah-buahan dan sayur-sayuran.
9.Tingkatkan masukan oral.
10.Perbanyak cairan tinggi kalium dan natrium air yang telah ditentukan.
11.Ikuti makanan perselang dengan jumlah air yang telah ditentukan.
12.Ajarkan tindakan pencegahan yang harus dilakukan bila melakukan keluar negeri.
a. Hindari makanan yang disajikan dingin, salad, susu, keju.
b. Minum - minuman yang mengandung karbonat atau minuman botol.
c. Kupas buah-buahan dan sayuran segar.
13.Jelaskan cara untuk
mencegah penyebaran infeksi (cuci tangan, penyimpanan yang tepat, memasak, dan
menangani makanan).
Kolaborasi :
1. Pemberian obat antidiare.
2. Pemeriksaan feses.
14. Mengurangi frekuensi diare dan mengatasi mikroorganisme penyebab.
15. Mengetahui penyebab diare dan resistensi mikroorganisme.

8. EVALUASI ELIMINASI FEKAL


Evaluasi terhadap kebutuhan eliminasi dapat dinilai dengan adanya kemampuan dalam :
1) Memahami cara eliminasi yang normal.
2)Mempertahankan defektasi secara normal yang ditunjukan dengan
kemampuan pasien dalam mengontrol defektasi tanpa bantuan obat atau enema , berpartisi
pasi dalam program latihan secara teratur , defikasi tanpa mengedan.
3) Mempertahankan rasa nyaman yang ditunjukan dengan kenyamanan dalamkemampuan
defikasi , tidak terjadi bleeding , tidak terjadi inflamasi dan lain-lain
4) Mempertahankan integritas kulit yang ditunjukan dengan keringnya area perianal ,tidak ada
inflamasi atau ekskoriasi , keringnya kulit sekitar stoma dan lain-lain.
5) Melakukan latihan secara teratur , seperti rentang gerak atau aktifitas lain (jalan , berdiri ,
dll)
6) Mempertahankan asupan makanan dan minuman yang cukup dapat ditunjukan dengan
adanya kemampuan dalam merencanakan pola makan , seperti makan dengan tinggi atau
rendah serat (tergantung dari tendensi diare / konstipasi serta mampu minum 2000 – 3000
ml).
RESUME KASUS

A. DATA PERSONAL
Tanggal Masuk : 27 April 2019
Tanggal Pengkajian : 27 April 2019
Nama Lengkap : Tn. E
Nomor Reg : 26-38-73
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Tanggal Lahir/Umur : 31 Desember 1962/56 tahun
Alamat : Saputan Barat No.410 RT 2 RW XIII Jomblang Kel. Jomblang
Kec. Candisari Kab.Kota Semarang Jawa Tengah
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Pekerjaan :-
Diagnosa Medis : Diare

B. STATUS KESEHATAN
1. Keluhan Utama
BAB cair >20 kali selama 2 hari

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Saat dilakukan pengkajian, Tn.E usia 56 tahun, datang ke RS Roemani Muhammadiyah
Semarang pada tanggal 27April 2019 pukul 06.00 wib, dengan keluhan BAB cair >20 kali
selama 2 hari, konsistensi cair, warna kekuningan, disertai nyeri ulu hati dan lemas. Klien
mengatakan 2 hari SMRS makan dulu 2 kg dan dihabiskan sendiri. Keadaan umum lemah,
tampak sakit sedang, kesadaran composmentis, GCS E4 V5 M6, akral hangat, TD 125/70
mmHg, N 85 kali/menit, S 36˚C, RR 20 kali/menit dan SpO2 98%, tampak pucat,
terpasang IVFD RL 20 tpm macro ditangan kanan, klien diit nasi tim, tidak boleh makan
sayur dan buah, klien minum air putih 2 gelas/shift dan air teh pahit 1 gelas/shift.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mengatakan memiliki riwayat penyakit DM sejak 10 tahun yang lalu, dan hipertensi
baru sebulan yang lalu. Klien mengatakan 1 bulan yang lalu pernah dirawat di RS Roemani
Muhammadiyah Semarang dengan diagnose hipertensi selama 4 hari.

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Klien mengatakan ibu klien memiliki riwayat penyakit yang sama yaitu DM.

5. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : Composmentis
GCS : E4 V5 M6
TD : 125/75 mmHg
Nadi : 85 kali/menit
Suhu : 36˚C
RR : 20 kali/menit
SpO2 : 98%
Pemeriksaan head to toe :
1. Kepala : Bentuk kepala mesochephal, rambut hitam pendek, tidak berketombe,
tidak ada benjolan di kepala.
2. Mata : Simetris kanan dan kiri, konjungtiva anemis, sklera ikteris, dapat
Membedakan warna, dapat melihat dengan jelas.
3. Wajah : Tampak pucat
4. Hidung : Simetris kanan dan kiri, bersih tidak ada secret, dapat membedakan
aroma makanan, obat.
5. Mulut : Mukosa mukosa kering
6. Telinga : Bentuk simetris, tidak ada serumen, bersih, bila ditanya dapat menjawab
dengan jelas.
7. Leher : Tidak ada pembesaran tiroid, tidak ada nyeri saat menelan.
8. Abdomen : Inspeksi : simetris kanan dan kiri, auskultasi : Bising usus hiperaktif 35
kali/menit, perkusi : suara tympani, palpasi : tidak ada nyeri tekan.
9. Genetalia : Tidak terpasang kateter
10.Ekstremitas : Ekstremitas atas kanan gerakan terbatas karena terpasang infus RL 20
tpm.
11.Kulit : Warna kulit sawo matang, turgor tidak elastis, kulit kering.

6. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Tanggal : 27April 2019
Nama Test Hasil Nilai Normal
Hematologi
Darah Lengkap:
Hemoglobin 14,6 13,2 – 17,3 g/dl
Lekosit 8600 3800 – 10600 /mm3
Hematokrit 42,2 40 – 52%
Trombosit 211000 150000 – 440000 /mm3
Eritrosit 5,30 4,4 5,9 juta/mm3
Index Eritrosit :
MCV 80,0 80 – 100 fl
M CH 27,6 26 – 34 pg
MCHC 34,7 32 – 36 g/dl
RDW 13,3 11,5 – 14,5 %
MPV 9,3 7,0 – 11,0 fL
Hitung Jenis (diff) :
Eosinofil 1,0 2–4%
Basofil 0,3 0–1%
Neutrofil 78,7 50 – 70%
Limfosit 14,6 25 – 40%
Monosit 5,4 2 – 8%
Kimia Klinik :
Kalium 3,4 3,5 – 5,0 mEq/L
Natrium 137 135 – 147 mEq/L
Chlorida 104 95 – 105 mEq/L
Calcium 9,5 8,8 – 10,3 mEq/L
Glukosa Sewaktu 324 75 – 140 mg/dL
Ureum 18 10 – 50 mg/dL
Creatinin 1,1 0,62 – 1,10 mg/dL
Asam Urat 5,5 2 – 7 mg/dL
Kolesterol Total 115 <200 mg/dL
Trigliserida 98 70 – 140 mg/dL
HDL – Kolesterol 42 28 – 63 mg/dL
LDL – Kolesterol 54 <130 mg/dL
SGOT 19 0 – 50 U/L
SGPT 20 0 – 50 U/L

7. Terapi Medis
Terapi Obat Kegunaan
IVFD RL 20 tpm Cairan hidrasi dan elektrolit serta sebagai agen alkalisator,
meringankan ketidakseimbangan elektrolit tubuh dan diare.
Metformin 500 mg/8 jam P.O Obat antidiabetes yang dapat menurunkan kadar gula darah
pada penderita diabetes tipe 2.
Cefixime 200mg/8 jam P.O Antibiotik yang berguna untuk mengobati berbagai infeksi
bakteri.
New diatab 2 tab/8 jam P.O Untuk mengobati diare.
Loperamid 1 tab/24 jam P.O Untuk mengurangi frekuensi diare.

8. Analisa Data
Data Fokus Masalah
DS : Klien mengatakan BAB cair >20 kali Diare
selama 2 hari, konsistensi cair, warna
kekuningan.
DO :
Keadaan umum lemah, tampak sakit sedang,
kesadaran composmentis, GCS E4V5M6,
akral hangat, wajah tampak pucat,
konjungtiva anemis, membrane mukosa
kering, turgor tidak elastis, TD 125/75
mmHg, N 85 kali/menit, S 36˚C, RR 20
kali/menit, SpO2 98%, bising usus hiperaktif
35 kali/menit, terpasang infus RL 20 tpm
macro ditangan kanan.

9. Diagnosa Keperawatan : Diare

10.Intervensi Keperawatan
1. Monitor tanda vital
2. Monitor warna, frekuensi dan konsistensi tinja
3. Identifikasi riwayat pemberian makan
4. Anjurkan makan porsi kecil dan sering secara bertahap
5. Berikan cairan intravena
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi obat

11. Implementasi Keperawatan


No.
Hari/Tanggal Implementasi Respon Klien
Dx
1. Sabtu, Memonitor tanda vital DS : -
27/04/2019 DO:
TD 125/75 mmHg
10.00 wib N 85 kali/menit
S 36˚C
RR20 kali/menit
SpO2 98%
Membran mukosa kering, turgor kulit
tidak elastis, bising usus hiperaktif 35
kali/menit.
10.30 wib Memonitor warna, frekuensi DS : -
dan konsistensi tinja DO:
BAB cair 10 kali dan warna kekuningan
11.00 wib Mengidentifikasi riwayat DS : Klien mengatakan 2 hari SMRS
pemberian makan makan duku 2 kg dan dihabiskan
sendiri.
DO: -
12.00 wib Mengajurkan makan porsi DS : Klien mengatakan berusaha makan
kecil dan sering secara sedikit tapi sering
bertahap DO: Klien tampak kooperatif mengikuti
anjuran
12.30 wib Memberikan cairan itravena DS : -
IVFD RL 20 tpm DO: Klien kooperatif
13.00 wib Kolaborasi dengan dokter DS : -
dalam pemberian New DO: Klien kooperatif
Diatab 2 tab//8 jam P.O dan
Loperamid 1 tab/24 jam P.O
Cefixime 200 mg/8 jam P.O

Evaluasi hari Sabtu, 27 April 2019


No.
Catatan Perkembangan Tanggal/Jam
Dx
1. S : Klien mengatakan masih BAB masih cair Sabtu, 27 April 2019
13.30 wib
O:
BAB cair 10 kali dan warna kekuningan, TD 125/75
mmHg, N 85 kali/menit, S 36˚C, RR20 kali/menit, SpO2
98%, Membran mukosa kering, turgor kulit tidak elastis,
bising usus hiperaktif 35 kali/menit.

A:
Masalah diare belum teratasi

P : Lanjutkan Intervensi
1. Monitor tanda vital
2. Monitor warna, frekuensi dan konsistensi tinja
3. Identifikasi riwayat pemberian makan
4. Anjurkan makan porsi kecil dan sering secara bertahap
5. Berikan Cairan intravena
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi obat
DAFTAR PUSTAKA

Alimul Aziz. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan.

Beherman E Richard, dkk, 1999. Ilmu Kesehatan Penyakit Dalam. Vol 2. Edisi 15. EGC : Jakarta.

Bidup John, 1999. Kesehatan Anak Untuk Keperawatan Petugas Penyuluhan Kesehatan dan Bidas
Desa. Gajah Mada University Press : Yogyakarta.

Carpenito. L. J, 2000. Hand Book of Nursing Diagnosa. EGC : Jakarta.

Doengoes, Marilynm E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. EGC. Jakarta.

Lusianah, S.Kp, M.kep, Dwi Indaryani Ery, SKep, Ns, Suratun, SKM,M,Kep . 2012.Prosedur
keperawatan. Trans Info Media, Jakarta.

Ngastiyah, 2005. Asuhan Keperawatan Pada penyakit Dalam. Edisi 1. EGC, Jakarta
Sundaru, Heru. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Balai Penerbit FKUI. Jakarta

Perry, Potter. 2005. Fundamental keperawatan, edisi 4, volume 1. Jakarta : EGC

Perry, Potter. 2005. Fundamental keperawatan, edisi 4, volume 2. Jakarta : EGC

Potter, Perry. 2012. Fundamental Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.

Snyder, EdD, RN. 2011. Fundamental Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.

Suriadi, Rita Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan Pada penyakit Dalam. Edisi 1. Agung Seto.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai