Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Epidemiologi berasal dari bahasa yunani yaitu Epi yang berarti pada,

Demos yangberarti penduduk, dan Logos yang berarti ilmu. Jadi epidemiologi

adalah ilmu yang mempelajari hal – hal yang berkaitan dengan masyarakat.

Pada era dewasa ini telah terjadi pergeseran pengertian epidemiologi, yang

dulunya lebih menekankan ke arah penyakit menular ke arah – arah masalah

kesehatan dengan ruang lingkup yang sangat luas. Keadaan ini terjadi

karena transisi pola penyakit yang terjadi pada masyarakat, pergeseran pola hidup,

peningkatan sosial, ekonomi masyarakat dan semakin luasnya jangkauan

masyarakat. Mula-mula epidemiologi hanya mempelajari penyakit yang dapat

menimbulkan wabah melalui temuan-temuan tentang jenis penyakit wabah, cara

penularan dan penyebab serta bagaimana penanggulangan penyakit wabah

tersebut.

Kemudian tahap berikutnya berkembang lagi menyangkut penyakit yang

infeksi non-wabah. Berlanjut lagi dengan mempelajari penyakit non infeksi seperti

jantung, karsinoma, hipertensi, dll. Perkembangan selanjutnya mulai meluas ke

hal-hal yang bukan penyakit seperti fertilitas, menopouse, kecelakkaan, kenakalan

remaja, penyalahgunaan obat-obat terlarang, merokok, hingga masalah kesehatan

yang sangat luas ditemukan di masyarakat. Diantaranya masalah keluarga

berencana, masalah kesehatan lingkungan, pengadaan tenaga kesehatan, pengadaan

sarana kesehatan dan sebagainya. Dengan demikian, subjek dan objek

epidemiologi berkaitan dengan masalah kesehatan secara keseluruhan.

Di era modern dan perkembangan teknologi seperti sekarang ini memicu

jangkauan epidemiolgi semakin meluas. Secara garis besarnya jangkauan atau

ruang lingkup epidemiologi antara lain:

a. Epidemiologi Penyakit Menular


b. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular

c. Epidemiologi Kesehatan Reproduksi

d. Epidemiologi Kesehatan Lingkungan

e. Epidemiologi Kesehatan Kerja

f. Epidemiologi Kesehatan Darurat

g. Epidemiologi Kesehatan Jiwa

h. Epidemiologi Perencanaan

i. Epidemiologi Prilaku

j. Epidemiologi Genetik

k. Epidemiologi Gizi

l. Epidemiologi Remaja

m. Epidemiologi Demografi

n. Epidemiologi Klinik

o. Epidemiologi Kausalitas

p. Epidemiologi Pelayanan Kesehatan, dsb.

Perkembangan epidemiologi sedemikian pesatnya merupakan tantangan

bagi tenaga kesehatan yang harus lebih cermat dalam mengambil tindakan-

tindakan yang tidak melenceng dari jangkauan tersebut. Adapun yang menjadi

pemicu perkembangan pesat tersebut adalah perkembangan pengetahuan dan

teknologi yang semakin canggih yang menuntut peningkatan kebutuhan

masyarakat utamanya dalam bidang kesehatan sehingga kehidupan masyarakat

yang semakin kompleks. Selain itu, metode epidemiologi yang digunakan untuk

penyakit menular dapat juga digunakan untuk penyakit non-infeksi. Apalagi

dengan munculnya berbagai macam fenomena kesehatan seperti penyakit baru dan

lama (prevalensi) mendorong penelitian juga semakin meningakat.


Pergeseran ini pula yang menyebabkan pergeseran pengertian/definisi

dalam epidemiologi, yang tadinya hanya menekankan pada penyakit-penyakit

menular, yang meliputi pencegahan, pemberantasan penyakit menular ke arah

mempelajari masalah-masalah kesehatan yang terjadi pada masyarakat atau

sekelompok manusia yang menyangkut frekuensi, distribusi masalah kesehatan dan

faktor-faktor yang mempengaruhinya.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana Studi Penyakit Dari PTM?


2. Bagaimna Studi Penyakit Dari PM?
3. Bagaiamana Epidemiologi Dari Cedera?
4. Apa Saja Yang Menjadi Penyebab Kematatian Di Masyarakat?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. EPIDEMIOLOGI

1. Definisi Epidemiologi

Epidemiologi adalah metode investigasi yang digunakan untuk


mendeteksi penyebab atau sumber dari penyakit, sindrom, kondisi atau
risiko yang menyebabkan penyakit, cedera, cacat atau kematian dalam
populasi atau dalam suatu kelompok manusia. Epidemiologi juga
didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sifat, penyebab,
pengendalian, dan faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi dan
distribusi penyakit, kecacatan, dan kematian dalam populasi manusia. Ilmu
ini meliputi pemberian ciri pada distribusi status kesehatan, penyakit, atau
masalah kesehatan masyarakat lainnya berdasarkan usia, jenis kelamin, ras,
geografi, agama, pendidikan, pekerjaan, perilaku, waktu, tempat, orang
dan sebagainya.

Epidemiologi berfokus pada tipe dan keluasan cedera, kondisi, atau


penyakit yang menimpa suatu kelompok atau populasi, epidemiologi juga
menangani faktor risiko yang dapat memberikan dampak, pengaruh,
pemicu, dan efek pada distribusi penyakit, cacat/ defek, ketidakmampuan,
dan kematian. Sebagai metode ilmiah, epidemiologi juga digunakan untuk
mengkaji pola kejadian yang mempengaruhi faktor-faktor di atas. Subjek-
subjek yang dibahas dalam epidemiologi adalah distribusi kondisi patologi
dari populasi manusia atau faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi
tersebut.

2. Tujuan Epidemiologi

Menurut Lilienfeld dalam buku Timmreck (2004) menyatakan bahwa ada


tiga tujuan epidemiologi, yaitu:
a) Menjelaskan etiologi (studi tentang penyebab penyakit) satu
penyakit atau sekelompok penyakit, kondisi, gangguan, defek,
ketidakmampuan, sindrom, atau kematian melalui analisis terhadap
data medis dan epidemiologi dengan menggunakan manajemen
informasi sekaligus informasi yang berasal dari setiap bidang atau
disiplin ilmu yang tepat, termasuk ilmu sosial/ perilaku.
b) Menentukan apakah data epidemiologi yang ada memang konsisten
dengan hipotesis yang diajukan dan dengan pengetahuan, ilmu
perilaku, dan ilmu biomedis yang terbaru.
c) Memberikan dasar bagi pengembangan langkah-langkah
pengendalian dan prosedur pencegahan bagi kelompok dan populasi
yang berisiko, dan untuk pengembangan langkah-langkah dan
kegiatan kesehatan masyarakat yang diperlukan; yang semuanya itu
akan digunakan untuk mengevaluasi keberhasilan langkah-langkah,
kegiatan, dan program intervensi.
3. Ruang Lingkup dan Penerapan Epidemiologi
Epidemiologi dalam sejarahnya dikembangkan dengan
menggunakan epidemik penyakit menular sebagai suatu model studi dan
landasannya masih seperti pada model penyakit, metode, dan
pendekatannya. Pada jaman dahulu, beberapa epidemik setelah ditelusuri
ternyata berasal dari penyebab-penyebab noninfeksius. Pada tahun 1700,
James Lind menemukan bahwa penyakit skorbut disebabkan karena
kekurangan vitamin C dalam makanan. Penyakit defisiensi gizi lainnya
dihubungkan dengan kekurangan vitamin A dan vitamin D. Beberapa studi
juga telah berhasil menghubungkan keracunan timbal dengan berbagai
penyakit ringan, kolik, gout, keterbelakangan mental dan kerusakan saraf
pada anak, pelukis dan pengrajin tembikar.
Dewasa ini, epidemiologi juga telah terbukti efektif dalam
mengembangkan hubungan sebab akibat pada kondisi-kondisi noninfeksius
seperti penyalahgunaan obat, bunuh diri, kecelakaan lalu lintas, keracunan
zat kimia, kanker, dan penyakit jantung. Saat ini area epidemiologi penyakit
kronis dan penyakit perilaku merupakan cabang ilmu epidemiologi yang
paling cepat berkembang.
Epidemiologi dipakai untuk menentukan kebutuhan akan program-
program pengendalian penyakit, untuk mengembangkan program
pencegahan dan kegiatan perencanaan layanan kesehatan, serta untuk
menetapkan pola penyakit endemik, epidemik, dan pandemik.
4. Manfaat Epidemiologi
Ada tujuh manfaat epidemiologi dalam bidang kesehatan masyarakat,
yaitu:
a. Mempelajari riwayat penyakit
Ilmu epidemiologi bermanfaat untuk mempelajari tren penyakit untuk
memprediksi tren penyakit yang mungkin akan terjadi. Hasil penelitian
epidemiologi tersebut dapat digunakan dalam perencanaan pelayanan
kesehatan dan kesehatan masyarakat.
b. Diagnosis masyarakat
Epidemiologi memberikan gambaran penyakit, kondisi, cedera,
gangguan, ketidakmampuan, defek/cacat apa saja yang menyebabkan
kesakitan, masalah kesehatan, atau kematian di dalam suatu
komunitas atau wilayah.
c. Mengkaji risiko yang ada pada setiap individu karena mereka dapat
mempengaruhi kelompok maupun populasi.
Epidemiologi memberikan manfaat dengan memberikan
gambaran faktor risiko, masalah, dan perilaku apa saja yang
mempengaruhi suatu kelompok atau suatu populasi. Setiap
kelompok dikaji dengan melakukan pengkajian terhadap faktor
risiko dan menggunakan teknik pemeriksaan kesehatan, misalnya:
risiko kesehatan, pemeriksaan, skrining kesehatan, tes kesehatan,
pengkajian penyakit, dan sebagainya.
d. Pengkajian, evaluasi, dan penelitian.
Epidemiologi memberikan manfaat dalam menilai sebaik apa
pelayanan kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan dalam
mengatasi masalah dan memenuhi kebutuhan populasi atau kelompok.
Epidemiologi juga berguna untuk mengkaji keefektifan; efisiensi;
kualitas; kuantitas; akses; ketersediaan layanan untuk mengobati,
mengendalikan atau mencegah penyakit; cedera; ketidakmampuan;
atau kematian.
e. Melengkapi gambaran klinis.
Ilmu epidemiologi berguna dalam proses identifikasi dan diagnosis
untuk menetapkan bahwa suatu kondisi memang ada atau bahwa
seseorang memang menderita penyakit tertentu. Epidemiologi juga
berguna untuk menentukan hubungan sebab akibat, misalnya: radang
tenggorokan dapat menyebabkan demam rematik.

f. Identifikasi sindrom.

Dalam hal ini, ilmu epidemiologi membantu dalam menyusun dan


menetapkan kriteria untuk mendefinisikan sindrom, misalnya:
sindrom down, fetal alkohol, kematian mendadak pada bayi.
g. Menentukan penyebab dan sumber penyakit.
Temuan epidemiologi memberikan manfaat untuk memungkinkan
dilakukannya pengendalian, pencegahan, dan pemusnahan penyebab
penyakit, kondisi, cedera, ketidakmampuan dan kematian.

5. Segitiga Epidemiologi
Epidemiologi memakai cara pandang ekologi untuk mengkaji
interaksi berbagai elemen dan faktor dalam lingkungan dan implikasi yang
berkaitan dengan suatu penyakit. Ekologi merupakan hubungan organisme,
antara satu dengan lainnya. Semua penyakit atau kondisi tidak selalu dapat
dikaitkan hanya pada satu faktor penyebab (tunggal). Jika diperlukan lebih
dari satu penyebab untuk menimbulkan satu penyakit, hal ini disebut
sebagai penyebab ganda (multiple caution). Segitiga Epidemiologi (Triad
Epidemiology) yang biasa digunakan dalam penyakit menular merupakan
dasar dan landasan untuk semua bidang epidemilogi. Namun saat ini
penyakit infeksi tidak lagi menjadi penyebab utama kematian di negara
industri sehingga diperlukan model segitiga epdemiologi yang lebih
mutakhir. Model ini mencakup semua aspek dalam model penyakit
menular, dan agar dapat dipakai bersama penyebab penyakit, kondisi,
gangguan, defek, dan kematian saat ini, model ini harus dapat
mencerminkan penyebab penyakit dan kondisi saat ini.
Ada empat faktor epidemilogi yang sering berkontribusi dalam
terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) suatu penyakit saat ini, yaitu: (1).
Peran pejamu, (2). Agen atau penyebab penyakit, (3). Keadaan lingkungan
yang dibutuhkan penyakit untuk berkembang pesat, bertahan, dan
menyebar, dan (4). Permasalahan yang berkaitan dengan waktu.
Segitiga Epidemiologi

Lingkuangan

[penjamu Agens

Model ini berguna untuk memperlihatkan interaksi dan


ketergantungan satu sama lainnya antara lingkungan, pejamu, agens,dan
waktu. Segitiga epidemiologi digunakan untuk menganalisis peran dan
keterkaitan setiap faktor dalam epidemiologi penyakit menular, yaitu
pengaruh, reaktivitas, dan efek yang dimiliki setiap faktor terhadap faktor
lainnya.
a. Agens (faktor penyebab)
Agen adalah penyebab penyakit, bisa bakteri, virus, parasit, jamur,
atau kapang yang merupakan agen yang ditemukan sebagai penyebab
penyakit infeksius. Pada penyakit, kondisi, ketidakmampuan, cedera,
atau situasi kematian lain, agen dapat berupa zat kimia, faktor fisik
seperti radiasi atau panas, defisiensi gizi, atau beberapa substansi lain
seperti racun ular berbisa. Satu atau beberapa agen dapat berkontribusi
pada satu penyakit. Faktor agen juga dapat digantikan dengan faktor
penyebab, yang menyiratkan perlunya dilakukan identifikasi terhadap
faktor penyebab atau faktor etiologi penyakit, ketidakmampuan, cedera,
dan kematian. Pada kejadian kecelakaan faktor agen dapat berupa
mekanisme kecelakaan, kendaraan yang dipakai.
b. Host (pejamu)
Pejamu adalah organisme, biasanya manusia atau hewan yang menjadi
tempat persinggahan penyakit. Pejamu memberikan tempat dan
penghidupan kepada suatu patogen (mikroorganisme penyebab
penyakit) dan dia bisa saja terkena atau tidak terkena penyakit. Efek
yang ditimbulkan organisme penyebab penyakit terhadap tubuh juga
ditentukan oleh tingkat imunitas, susunan genetik, tingkat pajanan,
status kesehatan, dan kebugaran tubuh pejamu. Pejamu juga dapat
berupa kelompok atau populasi dan karakteristiknya. Seperti halnya
pada kecelakaan lalu lintas, yang menjadi host adalah manusia
(pengendara maupun penumpang).
c. Lingkungan (environment)
Lingkungan adalah segala sesuatu yang mengelilingi dan juga kondisi
luar manusia atau hewan yang menyebabkan atau memungkinkan
penularan penyakit. Faktor- faktor lingkungan dapat mencakup aspek
biologis, sosial, budaya, dan aspek fisik lingkungan. Lingkungan dapat
berada di dalam atau di luar pejamu (dalam masyarakat), berada di
sekitar tempat hidup organisme dan efek dari lingkungan terhadap
organisme itu. Lingkungan yang berkontribusi dalam kecelakaan adalah
lingkungan yang tidak aman seperti kondisi jalan, marka dan rambu
jalan.

6. Variabel Epidemiologi
Studi epidemiologi deskripstif adalah suatu studi terhadap jumlah dan
distribusi penyakit, kondisi, cedera, ketidakmampuan, dan kematian
dalam populasi. Untuk melakukan studi ini, ahli epidemiologi harus
mengkaji semua aspek waktu, tempat dan orang. Variabel waktu dijawab
melalui investigasi dan penelitian terhadap semua aspek elemen waktu
yang berhubungan dengan penyebab, kejadian luar biasa, penyebaran,
distribusi, dan perjalanan penyakit serta kondisi. Variabel tempat
berkaitan dengan lokasi sumber penyakit secara geografis, lokasi saat
terjadinya infeksi atau terjadinya cedera dan pengklasteran kasus.
Variabel manusia (orang) perlu diselidiki dan dianalisis secara mendalam
tentang banyaknya kerusakan yang ditimbulkan penyakit tersebut pada
kehidupan dan penderitaan manusia. Variabel ini dipengaruhi oleh
penyebaran, distribusi, dan perjalanan penyakit serta kondisi.
berbagaipola perilaku, berbagai keyakinan dalam meyebabkan
penyebaran penyakit dan meningkatkan kondisi dan kegiatan yang tidak
sehat dalam keluarga, kelompok, dan populasi, variabel manusia
dipengaruhi oleh faktor pola perilaku, berbagai keyakinan, tradisi,
budaya, dan harapan sosial sampai ke suatu tingkat yang dapat
menyebabkan kematian (yang sebenarnya tidak perlu terjadi)

B. PENYAKIT TIDAK MENULAR


1. Pengertian PTM
Perhatian terhadap penyakit tidak menular makin hari makin meningkat,
karena semakin meningkatnya frekuensi kejadiannya pada masyarakat. Dari 3
penyebab utama kematian (WHO, 2013) dua diantaranya adalah penyakit tidak
menular yakni penyakit jantung koroner dan stroke. Perubahan pola struktur
masyarakat agraris ke masyarakat industri banyak memberi andil terhadap pola
fertilitas, gaya hidup, sosial ekonomi yang pada gilirannya memacu semakin
meningkatnya PTM. Epidemiologi PTM sangat penting peranannya dengan
semakin meningkatnya prevalensi PTM dalam masyatakat.
Penyakit tidak menular (non-communicable disease/NCD) adalah
kondisi medis atau penyakit yang non-infeksi dan non-menular antara orang-
orang. (Kim HC dan Oh SM., 2013). Penyakit tidak menular (NCD), juga
dikenal sebagai penyakit kronis, tidak ditularkan dari orang ke orang. Penyakit
tidak menular memiliki durasi panjang dan perkembangan umumnya lambat.
(WHO, 2015). Penyakit Tidak Menular sering disebut sebagai penyakit yang
bersifat kronis,noninfeksi, new communicable diseases, degenaratif : (M.N.
Bustan, 2007)
Empat jenis utama dari penyakit tidak menular adalah penyakit
kardiovaskular (seperti serangan jantung dan stroke), kanker, penyakit
pernapasan kronis (seperti penyakit paru obstruktif kronik dan asma) dan
diabetes. (WHO, 2015)
 Penyakit kronis biasanya penyakit kronik atau bersifat kronik menahun
alias berlangsung lama, tapi ada juga yang kelangsungannya mendadak
misalnya saja keracunan.
 Penyakit noninfeksi karena penyebabnya bukan mikroorganisme, namun
tidak berarti tidak ada peranan mikroorganime dalam terjadinya penyakit
tidak menular misalnya luka karena tidak diperhatikan bisa terjadi infeksi.
 Penyakit New communicable karena dianggap dapat menular melalui gaya
hidup, gaya hidup dapat menyangkut pola makan, kehidupan seksual dan
komunikasi global.
 Penyakit degenaratif, karena berhubungan dengan proses degenerasi
(ketuaan) atau menurunnya fungsi tubuh seseorang.

2. Ruang Lingkup Penyakit Non Menular


Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular memiliki
ruang lingkupkegiatan yang terdiri dari :
a) Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah
b) Pengendalian Penyakit Diabetes Millitus dan Penyakit Metabolik
c) Pengendalian Penyakit Kanker
d) Pengendalian Penyakit Kronis dan Penyakit Degeneratif Lainnya
e) Pengendalian Gangguan Akibat Kecelakaan dan Cidera

3. Perbedaan (Tpenyakit Non Menular) Dengan Pm (Penyakit Menular)


No Penyakit Menular Penyakit Tidak Menular
1. Berlangsung akut (dalam waktu Berlangsung kronis (dalam waktu
yang panjang atau lama)
yang pendek atau tidak lama)
2. Dapat ditularkan Tidak dapat ditularkan
3. Rantai penularan penyakit jelas Tidak ada rantai penularan
4. Mudah mencari penyebab Sulit mencari penyebab
5. Disebabkan oleh living agent seperti Disebabkan oleh non living
virus,bakteri,protozoa,jamur dll agentseperti faktor kimiawi, fisik,
mekanik, psikis dll
6. Single kausa Multiple kausa
7. Masa inkubasi tidak lama Masa inkubasi (latent) lama
8. Diagnosa mudah dilakukan Diganosa sulit dilakukan
9. Perkembangan penyakit umumnya Perkembangan penyakit
umumnya Lambat
Cepat
10 Biaya relatif murah untuk Biaya relatif mahal untuk

penanganannya Penanganannya

4. Riwayat Penyakit Tidak Menular

riwayat perjalan penyakit dapat dibagi menjadi lima kategori / lima tahap,
yakni :

a) Tahap Pra-patogenesis (Stage of susceptibility )

Manusia (host) masih dalam keadaan sehat, namun pada tahap ini pula
manusia telah terpajan dan beresiko terhadap penyakit yang ada di
sekelilingnya, karena :
- Telah terjadi interaksi dengan bibit penyakit (agent)

- Bibit penyakit belum masuk ke manusia (host)

- Manusia masih dalam keadaan sehat belum ada tanda penyakit

- Belum terdeteksi baik secara klinis


maupun laboratorium Contoh : Anak yang
tidak divaksin rentan terhadap campak
b) Tahap inkubasi

Pada tahap ini bibit penyakit telah masuk ke manusia, namun gejala
belum tampak. Jika daya tahap pejamu tidak kuat akan terjadi gangguan pada
bentuk dan fungsi tubuh.
c) Tahap penyakit dini (Stage of pre-symptomatic (sub-clinical) disease)

Tahap ini mulai timbul gejala penyakit, sifatnya masih ringan dan
umumnya masih dapat beraktivitas. Pada tahap pre- clinical penyakit dapat
lanjut ke tahap clinical , atau kadang dapat sembuh sendiri tanpa adanya
gejala yang timbul. Contoh : Antibodi orang normal mendeteksi adanya HIV
di dalam tubuh
d) Tahap penyakit lanjut (Stage of clinical disease )

Pada tahap ini penyakit makin bertambah hebat, penderita tidak


dapat beraktiviras sehingga memerlukan perawatan. Contoh : Penyakit
diabetes mellitus mempunyai tahapan clinical yang panjang dan dapay
menyebabkan kematian apabila tidak ditangani dengan tepat.
e) Tahap akhir penyakit (Stage of disability or death)

Pada tahap akhir perjalanan penyakit ini manusia berada dalam lima
keadaan yaitu sembuh semrpuna,sembuh dengan cacat, carrier, kronis atau
meninggal dunia. Contoh : Penyakit trachoma dapat meyebabkan kebutaan

5. Level Of Prevention Penyakit Non Memular


Salah satu kegunaan pengetahuan tentang riwayat alamiah penyakit
adalah untuk dipakai dalam merumuskan dan melakukan upaya pencegahan.
Artinya, dengan mengetahui perjalanan penyakit dari waktu ke waktu serta
perubahan yang terjadi di setiap masa/fase tersebut, dapat dipikirkan upaya-
upaya pencegahan apa yang sesuai dan dapat dilakukan sehingga penyakit itu
dapat dihambat perkembangannya sehingga tidak menjadi lebih berat, bahkan
dapat disembuhkan. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan akan sesuai
dengan perkembangan patologis penyakit itu dari waktu ke waktu, sehingga
upaya pencegahan itu di bagi atas berbagai tingkat sesuai dengan perjalanan
penyakit. Dalam epidemiologi dikenal ada empat tingkat utama pencegahan
penyakit, yaitu :

1. Pencegahan tingkat awal (Priemodial Prevention)

2. Pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention)

3. Pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention)

4. Pencegahan tingkat ketiga (Tertiary Prevention)

Pencegahan tingkat awal dan pertama berhubungan dengan keadaan


penyakit yang masih dalam tahap prepatogenesis, sedangkan pencegahan
tingkat kedua dan ketiga sudah berada dalam keadaan pathogenesis atau
penyakit sudah tampak. Bentuk-bentuk upaya pencegahan yang dilakukan
pada setiap tingkat itu meliputi 5 bentuk upaya pencegahan sebagai berikut :

1. Pencegahan tingkat awal (primodial prevention)

 Pemantapan status kesehatan (underlying condition)

2. Pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention)

 Promosi kesehatan (health promotion)


 Pencegahan khusus

3. Pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention)

 Diagnosis awal dan pengobatan tepat (early


diagnosis and prompt treatment)
 Pembatasan kecacatan (disability limitation)

4. Pencegahan tingkat ketiga (Tertiary Prevention)

 Rehabilitasi (rehabilitation)

Salah satu teori public health yang berkaitan dengan pencegahan


timbulnya penyakit dikenal dengan istilah 5 Level Of Prevention Against
Diseases. Leavel dan Clark dalam bukunyaPreventive Medicine For The
Doctor In His Community mengemukakan adanya tiga tingkatan dalam
proses

pencegahan terhadap timbulnya suatu penyakit. Kedua tingkatan utama


tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Fase sebelum sakit

Fase pre-pathogenesis dengan tingkat pencegahan yang disebut


pencegahan primer (primary prevention). Fase ini ditandai dengan adanya
keseimbangan antara agent (kuman penyakit/ penyebab), host (pejamu)
danenvirontment (lingkungan).
2. Fase selama proses sakit

Fase pathogenesis, terbagi dalam 2 tingkatan pencegahan yang


disebut pencegahan sekunder (secondary prevention) dan pencegahan
tersier (tertiary prevention). Fase ini dimulai dari pertama kali seorang
terkena sakit yang pada akhirnya memiliki kemungkinan sembuh atau
mati.
Pada dasarnya ada 4 tingkat pencegahan penyakit secara umum,
yakni pencegahan tingkat dasar (primordial prevention), pencegahan
tingkat pertama (primary prevention) yang meliputi promosi kesehatan
dan pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (secondary prevention)
yang meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan pencegahan
tingkat ketiga (tertiary prevention) yang meliputi pencegahan terhadap
terjadinya cacat dan terakhir adalah rehabilitasi. Keempat tingkat
pencegahan tersebut saling berhubungan erat sehingga dalam
pelaksanaannya sering dijumpai keadaan yang tumpang tindih.
a) Pencegahan tingkat Dasar (Primordial Prevention)
Pencegahan tingkat dasar merupakan usaha mencegah terjadinya
risiko atau mempertahankan keadaan risiko rendah dalam
masyarakat terhadap penyakit secara umum.
Tujuan primordial prevention ini adalah untuk menghindari
terbentuknya pola hidup social-ekonomi dan cultural yang
mendorong peningkatan risiko penyakit . upaya ini terutama sesuai
untuk ditujukan kepada masalah penyakit tidak menular yang
dewasa ini cenderung menunjukan peningkatannya.
b) Pencegahan ini meliputi usaha memelihara dan mempertahankan
kebiasaan atau pola hidup yang sudah ada dalam masyarakat yang
dapat mencegah meningkatnya risiko terhadap penyakit dengan
melestarikan pola atau kebiasaan hidup sehat yang dapat mencegah
atau mengurangi tingkat risiko terhadap penyakit tertentu atau
terhadap berbagai penyakit secara umum. Contohnya seperti
memelihara cara makan, kebiasaan berolahraga, dan kebiasaan
lainnya dalam usaha mempertahankan tingkat risiko yang rendah
terhadap berbagai penyakit tidak menular.
Selain itu pencegahan tingkat dasar ini dapat dilakukan
dengan usaha mencegah timbulnya kebiasaan baru dalam
masyarakat atau mencegah generasi yang sedang tumbuh untuk
tidak melakukan kebiasaan hidup yang dapat menimbulkan risiko
terhadap berbagai penyakit seperti kebiasaan merokok, minum
alkhohol dan sebagainya. Sasaran pencegahan tingkat dasar ini
terutama kelompok masyarakat usia muda dan remaja dengan tidak
mengabaikan orang dewasa dan kelompok manula. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa pencegahan awal ini diarahkan
kepada mempertahankan kondisi dasar atau status kesehatan
masyarakat yang bersifat positif yang dapat mengurangi
kemungkinan suatu penyakit atau factor risiko dapat berkembang
atau memberikan efek patologis. Factor-faktor itu tampaknya
banyak bersifat social atau berhubungan dengan gaya hidup atau
pola makan. Upaya awal terhadap tingkat pencegahan primordial ini
merupakan upaya mempertahanka kondisi kesehatan yang positif
yang dapat melindungi masyarakat dari gangguan kondisi kesehatan
yang sudah baik.
Dari uraian diatas dapat dimengerti bahwa usaha
pencegahan primordial ini sering kali disadari pentingnya apabila
sudah terlambat. Oleh karena itu, epidemiologi sangat penting
dalam upaya pencegahan penyakit.

1. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)


Pencegahan tingkat pertama merupakan upaya untuk
mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang
sehat menjadi sakit (Eko budiarto, 2001). Pencegahan tingkat pertama
(primary prevention) dilakukan dengan dua cara : (1) menjauhkan agen agar
tidak dapat kontak atau memapar penjamu, dan (2) menurunkan kepekaan
penjamu. Intervensi ini dilakukan sebelum perubahan patologis terjadi (fase
prepatogenesis). Jika suatu penyakit lolos dari pencegahan primordial, maka
giliran pencegahan tingkat pertama ini digalakan. Kalau lolos dari upaya maka
penyakit itu akan segera dapat timbul yang secara epidemiologi tercipta
sebagai suatu penyakit yang endemis atau yang lebih berbahaya kalau
tumbuldalam bentuk KLB.

Pencegahan tingkat pertama merupakan suatu usaha pencegahan


penyakit melalui usaha-usaha mengatasi atau mengontrol faktor-faktor risiko
dengan sasaran utamanya orang sehat melalui usaha peningkatan derajat
kesehatan secara umum (promosi kesehatan) serta usaha pencegahan khusus
terhadap penyakit tertentu. Tujuan pencegahan tingkat pertama adalah
mencegah agar penyakit tidak terjadi dengan mengendalikan agent dan faktor
determinan. Pencegahan tingkat pertama ini didasarkan pada hubungan
interaksi antara pejamu (host), penyebab (agent atau pemapar), lingkungan
(environtment) dan proses kejadian penyakit.

Usaha pencegahan penyakit tingkat pertama secara garis besarnya


dapat dibagi dalam usaha peningkatan derajat kesehatan dan usaha
pencegahan khusus. Usaha peningkatan derajat kesehatan (health promotion)
atau pencegahan umum yakni meningkatkan derajat kesehatan perorangan
dan masyarakat secara optimal, mengurangi peranan penyebab dan derajat
risiko serta meningkatkan lingkungan yang sehat secara optimal. contohnya
makan makanan bergizi seimbang, berperilaku sehat, meningkatkan kualitas
lingkungan untuk mencegah terjadinya penyakit misalnya, menghilangkan
tempat berkembang biaknya kuman penyakit, mengurangi dan mencegah
polusi udara, menghilangkan tempat berkembang biaknya vektor penyakit
misalnya genangan air yang menjadi tempat berkembang biaknya
nyamuk Aedes atau terhadap agent penyakit seperti misalnya dengan
memberikan antibiotic untuk membunuh kuman.

Adapun usaha pencegahan khusus (specific protection) merupakan


usaha yang ter-utama ditujukan kepada pejamu dan atau pada penyebab
untuk meningkatkan daya tahan maupun untuk mengurangi risiko terhadap
penyakit tertentu. Contohnya yaitu imunisasi atau proteksi bahan industry
berbahaya dan bising, melakukan kegiatan kumur-kumur dengan larutan
Flour untuk mencegah terjadinya karies pada gigi. Sedangkan terhadap
kuman penyakit misalnya mencuci tangan dengan larutan antiseptic sebelum
operasi untuk mencegah infeksi, mencuci tangan dengan sabun sebelum
makan untuk mencegah penyakit diare.
Terdapat dua macam strategi pokok dalam usaha pencegahan primer,
yakni : (1) strategi dengan sasaran populasi secara keseluruhan dan (2)
strategi dengan sasaran hanya terbatas pada kelompok risiko tinggi. Strategi
pertama memiliki sasaran lebih luas sehingga lebih bersifat radikal, memiliki
potensi yang besar pada populasi dan sangat sesuai untuk sasaran perilaku.
Sedangkan pada strategi kedua, sangat mudah diterapkan secara individual,
motivasi subjek dan pelaksana cukup tinggi serta rasio antara manfaat dan
tingkat risiko cukup baik. Pencegahan pertama dilakukan pada masa sebelum
sakit yang dapat berupa :

a. Penyuluhan kesehatan yang intensif.

b. Perbaikan gizi dan penyusunan pola menu gizi yang adekuat.

c. Pembinaan dan pengawasan terhadap pertumbuhan balita khususnya


anak-anak, dan remaja pada umumnya.
d. Perbaikan perumahan sehat.

e. Kesempatan memperoleh hiburan yang sehat untuk memungkinkan


pengembangan kesehatan mental maupu sosial.
f. Nasihat perkawinan dan pendidikan seks yang bertanggung jawab.

g. Pengendalian terhadap faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi


timbulnya suatu penyakit
h. Perlindungan terhadap bahaya dan kecelakaan kerja.

Pencegahan primer merupakan upaya terbaik karena dilakukan


sebelum kita jatuh sakit dan ini adalah sesuai dengan “konsep sehat” yang
kini dianut dalam kesehatan masyarakat modern.

2. Pencegahan tingkat kedua (secondary prevention)

Sasaran utama pada mereka yang baru terkena penyakit atau yang
terancam akan menderita penyakit tertentu melalui diagnosis dini untuk
menemukan status patogeniknya serta pemberian pengobatan yang cepat dan
tepat. Tujuan utama pencegahan tingkat kedua ini, antara lain untuk
mencegah meluasnya penyakit menular dan untuk menghentikan proses
penyakit lebih lanjut, mencegah komplikasi hingga pembatasan cacat. Usaha
pencegahan penyakit tingkat kedua secara garis besarnya dapat dibagi dalam
diagnosa dini dan pengobatan segera (early diagnosis and promt
treatment) serta pembatasan cacat.

Tujuan utama dari diagnosa dini ialah mencegah penyebaran penyakit


bila penyakit ini merupakan penyakit menular, dan tujuan utama dari
pengobatan segera adalah untuk mengobati dan menghentikan proses
penyakit, menyembuhkan orang sakit dan mencegah terjadinya komplikasi
dan cacat. Cacat yang terjadi diatasi terutama untuk mencegah penyakit
menjadi berkelanjutan hingga mengakibatkan terjadinya kecacatan yang lebih
baik lagi.

Selain itu, pemberian pengobatan dini pada mereka yang dijumpai


menderita atau pemberian kemoprofilaksis bagi mereka yang sedang dalam
proses patogenesis termasuk mereka dari kelompok risiko tinggi penyakit
menular tertentu.

3. Pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention)

Pencegahan pada tingkat ketiga ini merupakan pencegahan dengan


sasaran utamanya adalah penderita penyakit tertentu, dalam usaha mencegah
bertambah beratnya penyakit atau mencegah terjadinya cacat serta program
rehabilitasi. Tujuan utamanya adalah mencegah proses penyakit lebih lanjut,
seperti pengobatan dan perawatan khusus penderita kencing manis, tekanan
darah tinggi, gangguan saraf dan lain-lain serta mencegah terjadinya cacat
maupun kematian karena penyebab tertentu, serta usaha rehabilitasi.

Rehabilitasi merupakan usaha pengembalian fungsi fisik, psikologis


dan sosial seoptimal mungkin yang meliputi rehabilitasi fisik/medis (seperti
pemasangan protese), rehabilitasi mental (psychorehabilitation) dan
rehabilitasi sosial, sehingga setiap individu dapat menjadi anggota
masyarakat yang produktif dan berdaya guna.

6 Patogenesis Penyakit Non Memular

Penyakit tidak menular adalah jenis penyakit yang tidak menular


seperti cacat fisik, gangguan mental, kanker, penyakit degeneratif, penyakit
gangguan metabolisme, dan kelainan-kelainan organ tubuh lain penyakit
jantung, pembuluh darah, penyakit tekanan darah tinggi, penyakit kencing
manis, berat badan lebih, osteoporosis, kanker usus, depresi dan kecemasan.
Penyakit Tidak Menular (PTM) tidak dikarenakan adanya proses infeksi.
Bahkan sebagian penelitian menyebutkan bahwa orang yang mulai terkena
Penyakit Tidak Menular ini tidak merasakan adanya gejala. Sehingga banyak
orang yang baru menyadarinya ketika Penyakit Tidak Menular (PTM)
tersebut sudah dalam keadaan parah.

Penyakit non infeksi dipakai karena penyebab PTM biasanya bukan


oleh mikroorganisme. Namun tidak berarti tidak ada peranan
mikroorganisme dalam terjadinya PTM. Penyakit degeneratif karena
kejadiannya bersangkutan dengan proses degenerasi atau ketuaan sehingga
PTM banyak ditemukan pada usia lanjut. New communicable disease karena
penyakit ini dianggap dapat menular, yakni melalui gaya hidup. Gaya hidup
dalam dunia modern dapat menular dengan caranya sendiri, tidak seperti
penularan klasik penyakit menular yang lewat suatu rantai penularan tertentu.
Gaya hidup di dalamnya dapat menyangkut pola makan, kehidupan seksual
dan komunikasi global.

7. Faktor Risiko Penyakit Non Menular

Menurut Maryani dan Rizki tahun 2010 dalam sebuah artikel


menyebutkan bahwa Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan penyakit
yang bukan disebabkan oleh proses infeksi (tidak infeksius) dan tidak dapat
berpindah dari satu orang ke orang lain. Faktor risiko penyakit tidak
menular

dipengaruhi oleh kemajuan era globalisasi yang telah mengubah cara pandang
penduduk dunia dan melahirkan kebiasaan-kebiasaan baru yang tidak sesuai
dengan gaya hidup sehat (Nura Wijoreni, 2014)

Faktor penyebab dalam PTM dipakai istilah Faktor Risiko (risk


factor) untuk membedakan dengan istilah etiologi pada penyakit menular atau
diagnosis klinis. Macam-macam Faktor Risiko: (Dodit Aditya, 2008)

1. Menurut dapat tidaknya Risiko itu diubah:

a. Unchangeable Risk Factors yaitu Faktor risiko yang tidak dapat diubah.

Misalnya: Umur, genetic

b. Changeable Risk Factors yaitu Faktor Risiko yang dapat berubah.


Misalnya: kebiasaan merokok, olahraga

2. Menurut Kestabilan Peranan Faktor Risiko:

a. Suspected Risk Factors

Faktor risiko yang dicurigai yaitu faktor risiko yang belum


mendapat dukungan ilmiah/ penelitian dalam peranannya sebagai faktor
yang berperan dalam kejadian suatu penyakit. Misalnya: merokok
menyebabkan terjadinya kanker leher Rahim.
b. Established Risk Factor

Faktor risiko yang ditegakkan yaitu faktor riusiko yang telah


mendapat dukungan ilmiah/ penelitian dalam peranannya sebagai faktor
yang berperan dalam kejadian suatu penyakit. Misalnya: Rokok sebagai
faktor risiko terjadinya kanker paru.

Perlunya dikembangkan konsep Faktor Resiko ini dalam


Epidemiologi PTM berkaitan dengan beberapa alasan, antara lain :

1. Tidak Jelasnya Kausa PTM terutama dalam hal ada tidaknya mikro-
organisme dalam PTM.

2. Menonjolnya penerapan konsep Multikausal pada PTM.

3. Kemungkinan adanya Penambahan atau Interaksi antar resiko

4. Perkembangan Metodologik telah memberi kemampuan untuk


mengukur besarnya factor resiko.

C. PENYAKIT MENULAR

1. Pengertian Penyakit Menular


Dewasa ini banyak penyakit menular yang telah mampu diatasi bahkan ada
yang telah dapat dibasmi berkat kemajuan teknologi dalam mengatasi masalah
lingkungan biologis yang erat hubungan nya dengan penyakit menular. Akan tetapi
masalah penyakit menular masih tetap dirasakan oleh sebagian besar penduduk
negara berkembang, di samping munculnya masalah baru pada negara yang sudah
maju. Penguasaan teknologi terhadap pengaruh lingkungan biologis yang erat
hubungan nya dengan penyakit menular maka penguasaan terhadap lingkungan
fisik sedang dikembangkan di berbagai negara dewasa ini yang sejalan dengan
terhadap lingkungan biologis.
Dewasa ini berbagai jenis penyakit menular telah dapat diatasi terutama
pada negara-negara maju, tetapi sebagian besar penduduk dunia yang mendiami
belahan dunia yang sedang berkembang, masih terancam dengan berbagai penyakit
menular tertentu. Dalam hal ini maka penyakit menular dapat di kelompokan
dalam 3 kelompok utama yakni:
a) Penyakit yang sangat berbahaya karena kematian cukup tinggi.
b) Penyakit menular yang dapat menimbulkan kematian atau cacat,
walaupun, akibatnya lebih ringan dibanding dengan yang pertama.
c) Penyakit menular yang jarang menimbulkan kematian, tetapi dapat
mewabah sehingga dapat menimbulkan kerugian waktu maupun
materi/biaya.
2.Faktor Penyebab Penyakit Menular
Pada proses perjalanan penyakit menular di dalam masyarakat, maka
dikenal adanya beberapa faktor yang memegang peranan penting antara lain
adanya faktor penyebab (agent) yakni organisme penyebab penyakit, adanya
sumber penularan (resorvoir maupun resources), adanya cara penularan khusus
(mode of transmission), adanya cara meninggalkaan penjamu dan cara masuk ke
penjamu lainnya, serta keadaan ketahanan penjamu sendiri.
Yang merupakan penyebab kausal (agent) penyakit menular adalah unsur
biologis, yang bervariasi mulai dari partikel virus yang paling sederhana sampai
organisme multi selular yang cukup kompleks yang dapat menyebabkan penyakit
manusia. Unsur penyebab ini dapat dikelompokkan dalam beberapa kelompok
yakni:
a) Kelompok arthropoda (serangga), seperti pada penyakit scabies,
pediculosis dan lain-lain.
b) Kelompok cacing/helminth baik cacing darah maupaun cacing perut dan
yang lainnya.
c) Kelompok protozoa, seperti plasmodium,amoeba,dan lain-lain.
d) Fungus atau jamur, baik uniseluler maupun multiseluler.
e) Bakteri termasuk spirocheata maupun ricketsia yang memiliki sifat
tersendiri.
Sebagai makhluk biologis yang sebagian besar adalah kelompok mikro-
organisme, unsur penyebab penyakit menular tersebut juga mempuyai
potensi untuk tetap berusaha untuk mempertahankan diri terhadap faktor
lingkungan di mana ia berada dalam usaha mempertahankan hidupnya
serta mengembangkan keturunannya.
Adapun usaha tersebut yang meliputi berkembang biak pada
lingkungan yang sesuai/menguntungkan, terutama pada penjamu /host
dimana mikro-organisme tersebut berada, berpindah tempat dari satu
penjamu lainnya yang lebih sesuai/menguntungkan, serta membentuk
pertahanan khususnya pada situasi lingkungan yang jelek seperti
membentuk spora atau bentuk lainya.
3. Mekanisme Penyakit Menular
Aspek sentral penyebaran penyakit menular dalam masyarakat
adalah mekanisime penularan (mode of transmissions) yakni berbagai
mekanisme di mana unsur penyebab penyakit dapat mencapai manusia
sebagai penjamu yang potensial. Mekanisme tersebut meliputi cara unsur
penyebab (agent) meninggalkan reservoir, cara penularan untuk mencapai
penjamu potensial, serta cara masuknya ke penjamu potensial tersebut.
Seseorang yang sehat sebagai salah seorang penjamu potensial dalam
masyarakat, mungkin akan ketularan suatu penyakit menular tertentu
sesuai dengan posisinya dalam masyarakat serta dalam pengaruh berbagai
reservoir yang ada di sekitarnya. Kemungkinan tersebut sangat di
pengaruhi pula olah berbagai faktor antara lain:
a) Faktor lingkungan fisik sekitarnya yang merupakan media yang ikut
mempengaruhi kualitas maupun kuantitas unsur penyebab.
b) Faktor lingkungan biologis yang menentukan jenis vektor dan resevoir
penyakit serta unsur biologis yang hidup berada di sekitar manusia .
c) Faktor lingkungan sosial yakni kedudukan setiap orang dalam
masyarakat, termasuk kebiasaan hidup serta kegiatan sehari-hari.
1) Cara unsur penyebab keluar dari penjamu (Reservoir)
Pada umumnya selama unsur penyebab atau mikro-organisme penyebab
masih mempunyai kesempatan untuk hidup dan berkembang biak dalam
tubuh penjamu, maka ia akan tetap tinggal di tempat yang potensial
tersebut. Namun di lain pihak, tiap individu penjamu memiliki usaha
perlawanan terhadap setiap unsur penyebab patogen yang mengganggu
dan mencoba merusak keadaan keseimbangan dalam tubuh penjamu.
2) Unsur penyebab yang akan meninggalkan penjamu di mana ia
berada dan berkembang biak, biasanya keluar dengan cara
tersendiri yang cukup beraneka ragam sesuai dengan jenis dan
sifat masing-masing. Secara garis besar, maka cara ke luar unsur
penyebab dari tubuh penjamu dapat dibagi dalam beberapa
bentuk, walaupun ada di antara unsur penyebab yang dapat
menggunakan lebih satu cara.
3) Cara penularan (mode of transmission)
Setelah unsur penyebab telah meninggalkan reservoir maka untuk
mendapatkan potensial yang baru, harus berjalan melalui suatu
jalur lingkaran perjalanan khusus atau suatu jalur khusus yang
disebut jalur penularan. Tiap kelompok memiliki jalur penularan
tersendiri dan pada garis-garis besarnya dapat di bagi menjadi dua
bagian utama yakni:
a) Penularan langsung yakni penularan penyakit terjadi
secara langsung dari penderita atau resevoir, langsung ke
penjamu potensial yang baru.
b) Penularan tidak langsung yakni penularan penyakit
terjadi dengan melalui media tertentu seperti melalui
udara (air borne) dalam bentuk droplet dan dust, melalui
benda tertentu (vechicle borne), dan melalui vector
(vector borne).
4. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular
a. Pencegahan Penyakit Menular
Pengertian pencegahan secara umum adalah mengambil tindakan
terlebih dahulu sebelum kejadian. Dalam mengambil langkah-
langkah untuk pencegahan, haruskan didasarkan pada
data/keterangan yang bersumber dari hasil analisis epidemiologi
atau hasil pengamatan penelitian epidemiologis.
Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan secara umum yakni:
1) Pencegahan tingkat pertama (primary prevention) yang
meliputi promosi kesehatan dan pencegahan khusus, sasaran
pencegahan pertama dapat ditujukan pada faktor penyebab,
lingkungan penjamu.
a) Sasaran yang ditujukan pada faktor penyebab atau
menurunkan pengaruh penyebab serendah mungkin dengan
usaha antara lain: desinfeksi, pasteurisasi, sterilisasi, yang
bertujuan untuk menghilangkan mikro-organisme penyebab
penyakit, penyemprotan inteksida dalam rangka
menurunkan menghilangkan sumber penularan maupun
memutuskan rantai penularan, di samping karantina dan
isolasi yang juga dalam rangka memutuskan rantai
penularannya.
b) Mengatasi/modifikasi lingkungan melalui perbaikan
lingkungan fisik seperti peningkatan air bersih, sanitasi
lingkungan dan perubahan serta bentuk pemukiman
lainnya, perbaikan dan peningkatan lingkungan biologis
seperti pemberantasan serangga dan binatang pengerat,
serta peningkatan lingkungan sosial seperti kepadatan
rumah tangga, hubungan antar individu dan kehidupan
sosial masyarakat.
c) Meningkatkan daya tahan penjamu yang meliputi
perbaikan status gizi, status kesehatan umum dan kualitas
hidup penduduk, pemberian imunisasi serta berbagai
bentuk pencegahan khusus lainnya, peningkatan status
psikologis, persiapan perkawinan serta usaha menghindari
pengaruh faktor keturunan, dan peningkatan ketahanan
fisik melalui peningkatan kualitas gizi, serta olah raga
kesehatan.
2) Pencegahan tingkat kedua (secondary prevention) yang
meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang tepat . sasaran
pencegahan ini terutama ditunjukkan pada mereka yang
menderita atau dianggap menderita (suspek) atau yang
terancam akan menderita (masa tunas). Adapun tujuan usaha
pencegahan tingkat kedua ini yang meliputi diagnosis dini dan
pengobatan yang tepat agar dapat dicegah meluasnya penyakit
atau untuk mencegah timbulnya wabah, serta untuk mencegah
proses penyakit lebih lanjut serta mencegah terjadi akibat
samping atau komplikasi.
a) Pencarian penderita secara dini dan aktif melalui
peningkatan usaha surveveillans penyakit tertentu,
pemeriksaan berkala serta pemeriksaan kelompok tertentu
(calon pegawai, ABRI, mahasiswa dan sebagainya),
penyaringan (screening) untuk penyakit tertentu secara
umum dalam masyarakat, serta pengobatan dan perawatan
efektif.
b) Pemberian chemoprophylaxis yang terutama bagi mereka
yang dicurigai berada pada proses prepatogenesis dan
patogenesis penyakit tertentu.
3) Pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang meliputi
pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi. Sasaran
pencegahan tingkat ke tiga adalah penderita penyakit tertentu
dengan tujuan mencegah jangan sampai mengalami cacat
permanen, mencegah bertambah parahnya suatu penyakit atau
mencegah kematian akibat penyakit tersebut. Pada tingkatan ini
juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah terjadinya
akibat samping dari penyembuhan suatu penyakit tertentu.
Rehabilitasi adalah usaha pengembalian fungsi fisik, psikologi
dan sosial optimal mungkin yang meliputi rehabilitasi
fisik/medis, rehabilitasi mental/psikologis serta rehabilitasi
sosial.
Ketiga tingkat pencegahan tersebut saling berhubungan erat sehingga
dalam pelaksanaan nya sering dijumpai keadaan yang tumpang tindih.
b. Penanggulangan penyakit menular.
Yang dimaksud dengan penanggulangan penyakit menular (kontrol)
adalah upaya untuk menekan peristiwa penyakit menular dalam
masyarakat serendah mungkin sehingga tidak merupakan gangguan
kesehatan bagi masyarakat tersebut.
Seperti halnya pada upaya pencegahan penyakit, maka
upaya penanggulangan penyakit menular dapat pula dikelompokan
pada tiga kelompok sesuai dengan sasaran langsung melawan
sumber penularan atau reservoir, sasran ditujukan pada cara
penularan penyakit, sasaran yang ditujukan terhadap penjamu
dengan menurunkan kepekaan penjamu.
c. Sasaran langsung pada sumber penularan penjamu.
Keberadaan suatu sumber penularan (reservoir) dalam masyarakat
merupakan faktor yang sangat penting dalam rantai penularan.
Dengan demikian keberadaan sumbar penularan tersebut memegang
peranan yang cukup penting serta menentukan cara penanggulangan
yang paling tepat dan tingkat keberhasilannya yang cukup tinggi.
1. Sumber penularan terdapat pada binatang peliharaan (domestik)
maka upaya mengatasi penularan dengan sasaran sumber
penularan lebih mudah dilakukan dengan memusnahkan
binatang yang terinfeksi serta melindungi binatang lainnya dari
penyakit tersebut (imunisasi dan pemeriksaan berkala)
2. Apabila sumber penularan adalah manusia, maka cara
pendekatannya sangat berbeda mengingat bahwa dalam keadaan
ini tidak mungkin dilakukan pemusnahan sumber. Sasaran
penanggulangan penyakit pada sumber penularan dapat
dilakukan dengan isolasi dan karantina, pengobatan dalam
berbagai bentuk umpamanya menghilangkan unsur penyebab
(mikro-organisme) atau menghilangkan fokus infeksi yang ada
pada sumber.
d. Sasaran ditujukan pada cara penularan
Upaya mencegah dan menurunkan penularan penyakit yang
ditularkan melalui udara, terutama infeksi saluran pernapasan
dilakukan desinfeksi udara dengan bahan kimia atau dengan sinar
ultra violet, ternyata kurang berhasil. Sedangkan usaha lain dengan
perbaikan sistem ventilasi serta aliran udara dalam ruangan
tampaknya lebih bermanfaat.
e. Sasaran ditujukan pada penjamu potensial.
Sebagaimana diterangkan sebelumnya bahwa faktor yang
berpengaruh pada penjamu potensial terutama tingkat kekebalan
(imunitas) serta tingkat kerentanan/kepekaan yang pengaruhi oleh
status gizi, keadaan umum serta faktor genetika.
1. Berbagai penyakit dewasa ini dapat dicegah melalui usaha
imunitas yakni peningkatan kekebalan aktif pada penjamu
dengan pemberian vaksinasi. Pemberian imunisasi aktif untuk
perlindungan penyakit (DPT) merupakan pemberian imunisasi
dasar kepada anak-anak sebagai bagian terpenting dalam
program kegiatan kesehatan masyarakat.
2. Peningkatan kekebalan umum.
Berbagai usaha lainnya dalam meningkatkan daya tahan
penjamu terhadap penyakit infeksi telah diprogramkan secara
luas seperti perbaikan keluarga, peningkatan gizi balita melalui
program kartu menuju sehat (KMS), peningkatan derajat
kesehatan masyarakat serta pelayanan kesehatan terpadu
melalui posyandu. Keseluruhan program ini bertujuan untuk
meningkatkan daya tahan tubuh secara umum dalam usaha
menangkal berbagai ancaman penyakit infeksi.

D. KECELAKAAN

1. Kecelakaan Lalu lintas

Kecelakaan lalu lintas yang terjadi di jalan raya ada yang terjadi karena
kendaraan yang selip, tergelincir, dan terguling di jalan satu arah, ataupun
terjadi karena adanya tabrakan antara lain tabrakan antar kendaraan,
tabrakan kendaraan dengan pejalan kaki, dengan binatang ataupun dengan
benda yang tidak bergerak. Dalam hal ini termasuk di dalamnya trotoar dan
kendaraan-kendaraan seperti mobil, motor dan sepeda. Kecelakaan dapat
mengakibatkan cedera pada seseorang (fatal, serius, ataupun ringan) dan
kerusakan pada bendanya.

Kecelakaan yang bersifat fatal seperti yang pernah terjadi di Inggris dimana
dalam suatu kejadian kecelakaan mengakibatkan korbannya meninggal
setelah sempat mengalami cedera setelah kecelakaan (biasanya kurang dari
30 hari). Kategori kecelakaan lalu lintas ini diluar dari kecelakaan yang
disengaja karena bunuh diri. Sedangkan kecelakaan yang serius
mengakibatkan korbannya untuk dirawat di rumah sakit. Biasanya korban
mengalami cedera seperti patah tulang, gegar otak, cedera bagian dalam,
luka parah dan trauma sehingga membutuhkan perawatan medis.
Kecelakaan yang ringan adalah kecelakaan dimana korbannya hanya
mengalami cedera ringan seperti keseleo, memar, luka kecil dan syok
ringan dimana penanganannya hanya membutuhkan untuk dipindahkan ke
sisi jalan dan ditenangkan.

2. CEDERA

a) Pengertian Cedera

Menurut Baker et al dalam referensi buku Gibson 1961 dan


Haddon 1963, suatu cedera disebabkan oleh pajanan yang akut dari agen
secara fisik seperti energi mekanis, panas, listrik, zat kimia, dan radiasi
ion-ion yang berinteraksi dengan tubuh dalam jumlah yang besar,
melebihi batas toleransi tubuh manusia. Dalam beberapa kasus seperti
banjir atau dingin, cedera dapat terjadi karena secara tiba-tiba terjadi
kurangnya agen yang penting bagi tubuh seperti oksigen ataupun panas.
Sekitar tiga perempat dari kasus cedera, termasuk cedera karena
tabrakan kendaraan bermotor, jatuh, cedera olahraga, dan karena
tertembak, semuanya disebabkan karena energi mekanis.

Beberapa definisi tentang cedera menjelaskan bahwa


umumnya waktu antara terkena pajanan sampai terjadi akibat memiliki
waktu yang relatif singkat. Namun, beberapa ahli juga berpendapat
bahwa rentang waktu antara terjadinya pajanan sampai terjadinya cedera
dapat berlangsung lama seperti pada kasus keracunan gas monoksida,
penyalahgunaan alkohol, atau oleh logam berat. Jadi perbedaan antara
cedera dan penyakit dapat dikatakan sebagai isu yang saling
berhubungan.
Sebagai contoh suatu kasus dimana seorang pekerja konstruksi
mengalami cedera (berupa faktur) pada jari kakinya ketika sedang
menggunakan alat pengebor. Sedangkan kasus lain yang disebut
sebagai penyakit ketika pekerja lain didiagnosis menderita tendonitis
pada siku lengannya karena getaran yang terus menerus dialami dari alat
bor yang dia pakai. Jadi dapat dikatakan keakutan dari suatu faktor
pajanan yang diterima sangat mempengaruhi seberapa besar bahaya itu
menimbulkan dampak fisik. Apabila pajanan terjadi dalam waktu yang
relatif singkat, maka dampak yang akan terjadi lebih kepada terjadinya
cedera daripada penyakit.
Cedera dapat diklasifikasikan dalam 2 kelompok, yaitu: (1). cedera
yang tidak disengaja (unintentional injuries) dan (2). cedera yang
berhubungan dengan kekerasan (violence-related injuries atau sering
disebut intentional injuries). Kasus cedera yang tidak disengaja
berhubungan dengan insiden lalu lintas dan transportasi, atau
kecelakaan yang terjadi di rumah, tempat kerja, tempat-tempat umum
dan karena bencana alam. Pada kelompok cedera yang berhubungan
dengan tidak kekerasan biasanya berhubungan dengan cedera yang
disebabkan oleh kekerasan yang dilakukan oleh orang lain, suatu
kelompok, teror, ataupun pada diri sendiri.
Cedera yang tidak disengaja (Unintentional Injuries) didefinisikan
sebagai: cedera fisik/ kerusakan fisik pada tubuh; kerusakan/ cedera
yang diakibatkan oleh suatu energi besar yang mengenai tubuh ( baik
secara fisik maupun radiasi), atau dari pajanan dari luar (seperti racun),
dan juga karena kekurangan/ tidak adanya unsur yang esensial untuk
manusia bisa hidup seperti oksigen dan panas; Perlakuan, pajanan, atau
hal-hal pribadi yang tidak dapat dilakukan secara bebas oleh seseorang.
Cedera dalam klasifikasi ini terjadi dalam beberapa mekanisme, termasuk
di dalamnya jatuh, kecelakaan lalu lintas, bahaya banjir, kebakaran dan
cairan panas, serta racun. Energi yang dapat menyebabkan cedera adalah
sebagai berikut:
a. Energi mekanik, yaitu dampak dari suatu benda yang bergerak atau
tetap di permukaan jalan, pisau, ataupun kendaraan.
b. Radiasi seperti radiasi ultraviolet.
c. Suhu seperti suhu air atau udara yang terlalu panas atau terlalu
dingin.
d. Energi listrik seperti pencahayaan yang kurang dan sengatan listrik.
e. Zat kimia seperti racun atau zat-zat yang mengubah pola pikir seperti
obat- obatan terlarang ataupun alkohol.
Di Amerika Serikat, cedera pada golongan ini mengambil
bagian dua pertiga dari kejadian cedera yang menyebabkan kematian.
Dan setengah dari kejadian cedera itu adalah cedera yang
berhubungan dengan insiden kendaraan bermotor.
WHO mendefinisikan cedera yang berhubungan dengan tindak
kekerasan (intentional injuries) sebagai cedera yang disebabkan
secara sengaja berupa kekerasan fisik, ancaman ataupun suatu aksi,
melawan seseorang, orang lain, melawan sekolompok orang atau
komunitas yang akhirnya berakibat terjadinya cedera, kematian,
gangguan psikologis, kemunduran, dan kerugian. Ada tiga kategori
dalam jenis cedera ini yaitu: kekerasan pada diri sendiri, kekerasan
yang dilakukan oleh orang lain atau sekelompok orang, dan
kekerasan yang terjadi pada kelompok yang lebih besar seperti pada
suatu negara yang dilakukan oleh kelompok/ golongan politik,
kelompok militer, maupun organisasi teroris.
b) Proses terjadinya cedera
Mekanisme terjadinya suatu cedera melibatkan tiga faktor yang saling
berinteraksi dan secara epidemilogis ketiga faktor itu adalah Host,
Agent, dan Environment. Dalam hal ini manusia yang mengalami
cedera sebagai faktor Host (penjamu), kendaraan dan beberapa faktor
penyebab cedera (multiple) sebagai Agent, dan lingkungan jalan
ataupun lingkungan kejadian sebagai faktor Environment.
c) Karakteristik Kasus Cedera
1) Umur
Berdasarkan data kecelakaan data lalu lintas jajaran Dir. Lantas
Polda Metro Jaya tahun 2006 memperlihatkan risiko kematian
tertinggi kasus cedera pada umur 31-40 tahun
2) Jenis kelamin
Kematian karena cedera lebih besar terjadi pada laki-laki daripada
pada perempuan. Morris mendapatkan laki-laki umur >40 tahun
merupakan faktor risiko, dipengaruhi penyakit penyerta dan adanya
cedera kepala/perut.
d) Penyakit Penyerta
Morris 1990: 1942-1943) memperlihatkan 11 macam penyakit kronis
sebagai faktor risiko kematian. Beberapa penelitian mengatakan tentang
hubungan antara pengguna alkohol dengan keparahan cedera, alkohol
terutama menyebabkan kematian tinggi pada anak-anak muda.
1) Perilaku
Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang
dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh
pihak luar. Studi memperlihatkan hubungan dari faktor mental atau
perilaku dengan cedera. Perilaku memakai alat pelindung diri
sewaktu berkendara sangat berhubungan dengan keparahan dari
cedera yang dialami ketika terjadi suatu kecelakaan.
2) Karakteristik Cedera
a) Waktu Cedera
Faktor waktu adalah waktu terjadinya cedera yang terdiri dari
jam/hari/tanggal/bulan/tahun/musim.
Kriteria korban kecelakaan lalu lintas berdasarkan laporan
kecelakaan lalu lintas di jalan total tahun 1997, oleh PT Jasa
Marga, didapatkan kriteria korban kecelakaan lalu lintas, yaitu:
I. Luka ringan
Luka ringan adalah keadaan korban mengalami
luka-luka yang tidak membahayakan jiwa dan atau
tidak memerlukan pertolongan atau perawatan
lebih lanjut di rumah sakit. Misalnya:
 Luka kecil di daerah kecil dengan
perdarahan sedikit dan penderita sadar.
 Luka bakar dengan luas kurang dari 5%
permukaan tubuh
 Keseleo dari anggota badan yang ringan
tanpa komplikasi
 Penderita-penderita yang sudah
disebutkan di atas yang berada dalam
keadaan sadar tidak pingsan atau
muntah-muntah.
II. Luka berat
Luka berat adalah keadaan korban mengalami
luka-luka yang dapat membahayakan jiwanya dan
memerlukan pertolongan/ perawatan lebih lanjut
dengan segera di rumah sakit. Misalnya:
 Luka yang menyebabkan keadaan
penderita menurun, biasanya luka
yang mengenai kepala dan batang
kepala.
 Luka bakar yang luasnya meliputi
25% dengan luka baru tingkat II – III.
 Patah tulang anggota badan dengan
komplikasi disertai rasa nyeri yang
hebat dan perdarahan hebat.
 Perdarahan hebat kurang lebih 500 cc
III. Benturan/luka yang mengenai badan penderita
yang menyebabkan kerusakan alat-alat dalam,
misalnya dada, perut, usus, kandung kemih, ginjal,
limpa, hati, tulang belakang, batang kepala.
Korban luka berat dalam penelitian in
adalah korban manusia akibat kecelakaan
lalu lintas, yang dinyatakan menderita
patah tulang atau dalam keadaan pingsan
waktu dibawa ke rumah sakit atau
dinyatakan dirawat di rumah sakit serta
tercantum dalam laporan polisi.
IV. Meninggal dunia
Meninggal adalah keadaan pada penderita dimana
terdapat tanda-tanda kematian secara fisik. Korban
meninggal adalah korban kecelakaan yang
meninggal di lokasi kejadian atau meninggal
selama perjalanan ke rumah sakit.

3. KECELAKAAN SEBAGAI FAKTOR PENTING TERJADINYA


CEDERA
Istilah kecelakaan seringkali dipakai untuk mendefinisikan kejadian
yang tidak disengaja yang mengakibatkan ataupun memiliki potensi untuk
mengakibatkan cedera. Istilah kecelakaan juga sering dipakai sebagai
sinonim dari cedera. Namun seringkali karena definisi dan cakupan dari
kata kecelakaan yang terlalu luas membuat kebingungan dalam
pengertiannya dan juga menjadi faktor penghambat dalam usaha-usaha
pengendalian cedera. Hal ini dikarenakan oleh beberapa orang memiliki
pengertian bahwa kecelakaan adalah sesuatu kejadian yang tidak dapat
diprediksikan atau sebagai rencana dari Tuhan (Holder et al. referensi
dari Haddon 1968). Padahal kenyataannya, peristiwa yang membuat
seseorang cedera tidak terjadi secara random dan memiliki faktor-faktor
risiko yang dapat diidentifikasi. Kejadian yang menyebabkan cedera
tersebut terjadi karena adanya interaksi antara orang, kendaraan,
peralatan, proses, dan
lingkungan fisik serta sosial.

E. KEMATIAN YANG SERING TERJADI DALAM MASYARAKAT


Penyakit tidak menular saat ini menjadi perhatian yang sangat penting pada sektor
kesehatan masyarakat, karena memiliki predikat sebagai penyebab tingginya angka
kesakitan dan kematian. Berdasarkan Global Status Report on Non-communicable Disease
(WHO, 2011), sebanyak 63% kematian di dunia disebabkan oleh penyakit tidak menular,
seperti penyakit kardiovaskuler, diabetes, kanker, dan penyakit pernafasan, dan 80%-nya
terjadi di negara berpendapatan menengah ke bawah (lower-middle income). Perbandingan
kasus kematian akibat penyakit tidak menular di negara-negara berdasarkan
pendapatannya dapat dilihat pada Gambar 1.

low-income lower-middle-income upper-middle-income high-income

Mortality related to NCDs included in the national health reporting system


Mortality data is population based
Year of last report on mortality data 2007 or later

Gambar 1. Prevalensi kematian akibat penyakit tidak menular di negara-negara anggota


WHO berdasarkan pendapatannya oleh Bank Dunia, 2010
(Sumber: WHO, 2011)

Penyakit tidak menular merupakan penyakit dengan kasus kematian terbanyak di wilayah
Amerika, Mediterania Timur, Eropa, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat. WHO
memperkirakan, secara global, kasus kematian akibat penyakit tidak menular akan
meningkat sebanyak 15% dalam kurun waktu 1 dekade (2010 – 2020). Peningkatan kasus
kematian tertinggi berada di wilayah Afrika, Asia Tenggara, dan Mediterania Timur
dengan persentase lebih dari 20%.
Penyakit tidak menular yang menjadi penyebab kematian utama di dunia adalah
penyakit kardiovaskuler (17 juta kematian atau 48% dari kematian akibat penyakit tidak
menular), kanker (7,6 juta kematian atau 21% dari kematian akibat penyakit tidak
menular), penyakit pernafasan, termasuk asma dan PPOK (4,2 juta kematian), dan
diabetes (1,3 juta kematian). Lebih dari 80% kematian akibat penyakit kardiovaskuler
dan diabetes terjadi di negara berpendapatan menengah ke bawah. Proporsi penyakit
tidak menular yang menyebabkan kematian dunia menyebabkan kematian dunia dapat
dilihat pada Gambar 2.

Cancers Diabetes
Cardiovascular disease Digestive disease
Chronic respiratory Other noncommunicable
disease disease

Berdasarkan gambar di atas, penyakit tidak menular yang menyebabkan


kematian tertinggi di dunia adalah penyakit kardiovaskuler. Tingginya angka mortalitas
tersebut disebabkan oleh faktor risiko utama, yaitu peningkatan tekanan darah.
Peningkatan tekanan darah seseorang akan meningkatkan risiko terkena stroke dan
penyakit jantung koroner (WHO, 2011). Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan
suatu keadaan tekanan darah seseorang > 140/90 mmHg (Essop & Naidoo, 2009).
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibedakan
menjadi 2, yaitu: hipertensi primer dan sekunder. Hipertensi primer/esensial merupakan
hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya dan telah mendominasi 95% kasus-kasus
hipertensi. Sementara itu, hipertensi sekunder (5%) adalah hipertensi yang disebabkan
oleh penyakit lain, seperti penyakit parenkim ginjal, penyakit renovaskuler, endokrin,
sindrom Cushing, dan hipertensi gestasional (Gray, 2002).

Sebanyak 15-37% dari populasi dewasa di dunia telah mengalami hipertensi.


Secara umum, penduduk kota/urban lebih banyak mengalami hipertensi daripada penduduk
desa/rural (WHO, 2002). Dalam beberapa kelompok umur, Chobanian et al. (2004)
mengatakan bahwa risiko penyakit kardiovaskuler akan meningkat 2 kali jika terjadi
peningkatan tekanan darah sebesar 20/10 mmHg, dimulai dari 115/75 mmHg. Jika tidak
terkendali, hipertensi akan menyebabkan stroke, infarc myocardial, gagal jantung, gagal
ginjal, dan kebutaan.
Data WHO (2011) juga menunjukkan bahwa hipertensi diperkirakan
menyebabkan 7,5 juta kematian atau 12,8% dari total kematian tahunan. Sementara itu,
menurut Brown et al. (2009), penurunan tekanan darah di bawah 140/90 mmHg
berhubungan dengan penurunan risiko terkena komplikasi penyakit kardiovaskuler.

Hipertensi

Konsumsi rokok

Diabetes

Kurang olahraga

Obesitas

0 2 4 6 8 10 12 14
Persentase

Gambar 3. Faktor risiko penyebab kematian di dunia, 2010


(Sumber: WHO, 2011)

Berdasarkan gambar di atas, pada tahun 2010, hipertensi merupakan faktor risiko
utama yang menjadi penyebab kematian di dunia sebesar 13%. Faktor risiko yang lain,
yaitu konsumsi rokok (9%), diabetes (6%), kurang olahraga (5%), dan obesitas (5%). Oleh
karena itu, pengelolaan tekanan darah seseorang menjadi sangat penting untuk

35
menurunkan risiko kematian.
Penyakit hipertensi esensial merupakan penyakit yang tidak disebabkan oleh 1
faktor saja, tetapi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berperan terhadap peningkatan
tekanan darah. Beberapa faktor risiko hipertensi esensial adalah obesitas, dislipidemia,
asupan tinggi natrium, gaya hidup (kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol), faktor
stres/emosi, umur, jenis kelamin dan kurangnya asupan kalium (Chobanian et al., 2004).
Selain dari faktor tersebut, genetika/riwayat keluarga juga memiliki peran penting
terhadap kejadian penyakit hipertensi esensial (Bakris et al., 2005). Hipertensi sering
disebut dengan pembunuh yang diam-diam (silent killer), karena penderita hipertensi
mengalami kejadian tanpa gejala (asymtomatic) selama beberapa tahun dan kemudian
mengalami stroke atau gagal jantung yang fatal.
Proses penuaan di negara berpendapatan menengah dan bawah, termasuk
Indonesia, akan meningkatkan jumlah kematian karena penyakit tidak menular utama
untuk 25 tahun ke depan (WHO, 2002). Salah satu faktor risiko hipertensi adalah stres.
Stres akan menstimulasi saraf simpatetik, sehingga meningkatkan resistensi pembuluh
darah perifer dan curah jantung. Keadaan ini akan mengakibatkan tekanan darah
meningkat. Berdasarkan penelitian Katari et al. (1976) yang disitasi oleh Misti (2009),
adanya kecenderungan meningkatnya prevalensi hipertensi pada orang yang tinggal di
daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan, sebesar 14,2%. Angka ini
dikaitkan dengan kehidupan perkotaan yang penuh ketegangan, seperti pekerjaan dan
penghasilan serta kecemasan lain yang tidak jelas penyebabnya.

Menurut Suyono (2001), stres dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten.
Apabila stres berlangsung lama dapat mengakibatkan terjadinya hipertensi. Selama hampir
50 tahun ini, stres psikologis sebagai pemicu terjadinya berbagai kelainan kardiovaskuler
sering dikaitkan dengan kepribadian tipe A yang memiliki karakteristik selalu tergesa-
gesa, ambisius, agresif, kompetitif, ketidaksabaran, ketegangan otot, waspada, bergaya
bicara cepat dan empatik, sinis, permusuhan, dan potensi kemarahan yang tinggi

36
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Epidemiologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang frekuensi


dan penyebaran masalah kesehatan pada sekelompok manusia serta faktor-
faktor yang mempengaruhinya. Epidemiologi adalah metode investigasi
yang digunakan untuk mendeteksi penyebab atau sumber dari penyakit,
sindrom, kondisi atau risiko yang menyebabkan penyakit, cedera, cacat atau
kematian dalam populasi atau dalam suatu kelompok manusia.
Epidemiologi juga didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sifat,
penyebab, pengendalian, dan faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi
dan distribusi penyakit, kecacatan, dan kematian dalam populasi manusia.
Ilmu ini meliputi pemberian ciri pada distribusi status kesehatan, penyakit,
atau masalah kesehatan masyarakat lainnya berdasarkan usia, jenis kelamin,
ras, geografi, agama, pendidikan, pekerjaan, perilaku, waktu, tempat, orang
dan sebagainya.
B. Saran

Diharapkan mahasiswa mampu memahami dan mengetahui epidemiologi

menyangkut studi penyakit, cedera dan kematian yang terjadi dimasyarakatr

penelitian epidemiologis agar tidak terjadi kekeliruan saat meneliti.

37

Anda mungkin juga menyukai