I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Tn. N
Umur : 49 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Sopir Truk
Alamat : BTN Air Paku RT 04/ RW 04
Waktu Pemeriksaan : 20 Agustus 2019
II. Anamnesis
a. Keluhan utama : Nyeri kepala sejak 1 minggu yang lalu.
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Os datang ke poliklinik dengan keluhan nyeri kepala yang sudah dirasakan sejak ± 1
minggu yang lalu. Keluhan ini awalnya hilang timbul, namun 3 hari terakhir diakui
berlangsung terus menerus dan semakin memberat terutama ketika os sedang stress.
Selain itu os juga mengeluhkan nyeri pada bagian belakang leher dan rasa pegal-pegal
pada punggung serta kaki. Os juga merasa kadang timbul kesemutan ditangan dan kaki
namun hilang dengan sendirinya. Os tidak pernah merasa kebas di wajah ataupun bicara
pelo. Gangguan penglihatan (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan.
c. Riwayat Pengobatan :
Os mengaku bahwa ia terkadang mengkonsumsi obat sakit kepala yang dijual di
warung untuk mengatasi nyeri kapala yang dialaminya. Seminggu yang lalu, Os sudah
berobat ke puskesmas diberi captopril tapi tidak ada perubahan. Os tetap merasakan nyeri
kepala.
d. Riwayat Penyakit Dahulu :
Sering merasakan keluhan yang sama karena mempunyai riwayat hipertensi.
Kemudian Os berobat dan kambuh lagi. Riwayat penyakit jantung (-), DM (-), riwayat
operasi (-), asma (-), bronkitis (-), penyakit ginjal (-).
1
e. Riwayat Penyakit Keluarga :
Os mengaku ayahnya dulu pernah menderita tekanan darah tinggi. Saat ini tidak
ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti os.
f. Riawayat Alergi :
Os tidak mempunyai riwayat alergi.
g. Riwayat Psikososial :
Os mengaku seringkali mengkonsumsi makanan yang asin seperti ikan asin
hampir setiap hari. Os juga sering mengkonsumsi makanan yang digoreng, jarang
mengkonsumsi buah dan sayur serta jarang berolahraga. Makan teratur sehari 3 kali, os
mengaku merokok sehari 1 bungkus, minum kopi 2 gelas perhari, alkohol (-).
III. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 170/110 mmHg
Frekuensi nadi : 96 x/menit
Frekuensi nafas : 24 x/menit
Suhu : 36,9oC
Berat badan : 78 Kg
Tinggi badan : 169 cm
Status generalis
Kepala-Leher
Kulit : Berwarna sawo matang, ikterus (-), sianosis (-)
2
OS : Bentuk normal, Konjungtiva anemis, skelra tidak ikterik,
palpebral superior et inferior tidak edema, pupil bulat dengan
diameter kurang lebih 3 mm, reflek cahaya (+), mata cekung (-)
Telinga : Bentuk normal, liang telinga lapang, tidak ada sekret, tidak ada
serumen
Hidung : Bentuk normal, tidak ada deviasi septum nasi, tidak ada sekret
Mulut : Bentuk normal, perioral tidak sianosis, bibir lembab, lidah tidak
kotor, arkus faring simetris, letak uvula di tengah, faring tidak
hiperemis, tonsil T1-T1, mukosa mulut tidak ada kelainan
Leher : Pembesaran KGB -/-, JVP 5-2 cmH2O
Thorax
Inspeksi
Bentuk dan ukuran : Bentuk dada kiri dan kanan simetris, barrel chest (-),
pergerakan dinding dada simetris
Permukaan dada : Papula (-), purpura (-), ekimosis (-), spider naevi (-), vena
kolateral (-), massa (-).
Iga dan sela iga : Pelebaran ICS (-)
Fossa supraclavicularis, fossa infraclavicularis : cekung, simetris kiri dan kanan
Fossa jugularis : Tidak tampak deviasi
Tipe pernafasan : Torako-abdominal
Palpasi
3
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi :
Bentuk : Simetris
Umbilicus : Masuk merata
Permukaan Kulit : Tanda-tanda inflamasi (-), sianosis (-), venektasi (-),massa (-),
vena kolateral (-), papula (-), petekie (-), purpura (-), ekimosis (-),spider navy (-).
Distensi (-)
Ascites (-)
Auskultasi
Perkusi
4
Nyeri ketok (-)
Palpasi
Ekstremitas
5
b. Preventif : Diet rendah garam, olahraga teratur, menghindari faktor risiko seperti
merokok, alkohol dan stress
c. Kuratif :
Terapi Medikamentosa :
- Captopril 25 mg 3x1 tab
- Amlodipin 5 mg 1x1 tab
- Parasetamol 500 mg 3x1 tab/2 tab
10-15 mg/kg BB/x 910 - 1365 mg
Terapi nonmedikamentosa :
- Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh. Harus memperhatikan kebiasaan
makan penderita hipertensi
- Menghindari stress. Ciptakan suasana yang menenangkan bagi pasien penderita
hipertensi
- Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat. Anjurkan kepada pasien penderita
hipertensi untuk melakukan olahraga senam aerobic atau jalan cepat selama 30-45
menit sebanyak 3-4 kali seminggu. Selain itu menghentikan kebiasaan merokok
dan mengurangi minum minuman beralkohol (jika mengkonsumsi).
d. Rehabilitatif :-
VII. Prognosis : Dubia at bonam
VIII. Konseling :
a. Penyakit yang diderita adalah penyakit hipertensi yang tidak menular dan tidak
bisa sembuh dan hanya bisa di kontrol
b. Menjelaskan kepada os tentang gejala-gejala pada penyakit hipertensi dan risiko
penyulit yang mungkin terjadi
c. Menganjurkan pasien agar mengurangi konsumsi makanan yang asin, serta
mengurangi konsumsi makanan yang digoreng dan makanan yang berlemak
d. Menjelaskan kepada os agar tekun minum obat dan rutin memeriksakan dirinya di
puskesmas Tanjung Enim, meskipun os sudah merasa sehat.
6
e. Menganjurkan pasien mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan untuk
meningkatkan daya tahan tubuh.
7
BAB II
PEMBAHASAN
I. Aspek Klinis
Pada kasus ini, pasien adalah seorang laki-laki berumur 49 tahun dengan keluhan
utama nyeri kepala. Keluhan ini dirasakan sejak sekitar 1 minggu yang lalu yang
berlangsung terus-menerus dan semakin memberat ketika os sedang stress. Selain itu
pasien juga mengeluhkan nyeri pada bagian belakang leher, kadang merasa pegal-pegal
pada punggung serta kaki dan kesemutan ditangan dan kaki akan tetapi tidak disertai
dengan keluhan kebas di wajah taupun bicara pelo. Pasien mengaku seringkali
mengkonsumsi ikan asin hampir setiap hari, merokok 1 hari 1 bungkus, mengkonsumsi
kopi 2 gelas perhari, Pasien juga sering mengkonsumsi makanan yang digoreng, jarang
mengkonsumsi buah dan sayur serta jarang berolahraga.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 170/110 mmHg. Frekuensi
nadi: 96 x/menit, laju pernapasan : 24 x/menit, suhu aksila : 36,9oC, berat badan : 78 Kg,
tinggi badan : 169 cm.
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan
tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Tekanan darah diukur dengan spygmomanometer
yang telah dikalibrasi dengan tepat (80% dari ukuran manset menutupi lengan) setelah
pasien beristirahat nyaman, posisi duduk punggung tegak atau terlentang paling sedikit
selama 5 menit sampai 30 menit setelah merokok atau minum kopi. Seseorang
dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan darahnya lebih dari 140/90 mmHg. Menurut
The Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood
Pressure (JNC- VII) dikatakan hipertensi derajat 2 bila didapatkan tekanan darah sistolik
> 160 mmHg, dan/atau tekanan diastolik > 100, oleh karena itu pasien pada laporan kasus
ini dapat didiagnosis menderita Hiperetnsi derajat 2.
Untuk pelaksanaan pada pasien ini diberikan captopril 25 mg, 3x1 tablet serta
diberikan pula amloidipin, dan parasetamol untuk membantu mengurangi keluhan nyeri
yang dirasakan.
8
II. Resume
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan bahwa pasien menderita
Hipertensi derajat 2. Pasien kurang memiliki pengetahuan tentang penyakitnya sehingga
melakukan pola hidup yang salah, sering makan ikan asin, kurang berolahraga, merokok.
Ayah pasien memiliki riwayat hipertensi oleh karena itu pasien disarankan untuk
melakukan pencegahan sekunder untuk mencegah komplikasi yang dapat timbul dengan
meminum obat secara teratur, kontrol tekanan darahnya secara rutin minimal 1 bulan
sekali dan olahraga teratur, mengurangi stress dengan berekreasi, memperbaiki pola
makan dan melakukan hal-hal yang terdapat dalam perilaku hidup sehat. Sedangkan
keluarga pasien sebagai kelompok risiko tinggi, dianjurkan untuk berperilaku hidup
dengan pola makan yang sehat.
9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan
tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Tekanan darah diukur dengan spygmomanometer
yang telah dikalibrasi dengan tepat (80% dari ukuran manset menutupi lengan) setelah
pasien beristirahat nyaman, posisi duduk punggung tegak atau terlentang paling sedikit
selama 5 menit sampai 30 menit setelah merokok atau minum kopi.1
Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai
hipertensi esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah hipertensi primer untuk
membedakannya dengan hipertensi lain yang sekunder karena sebab-sebab yang
diketahui. Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) klasifikasi
tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi,
hipertensi derajat 1 dan derajat 2.2
II. EPIDEMIOLOGI
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi
gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak, penyakit jantung
koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Penyakit ini telah menjadi
masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa
negara yang ada di dunia 3. Semakin meningkatnya populasi usia lanjut maka jumlah
pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah 2. Diperkirakan sekitar
80 % kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah
639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025.
Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan
penduduk saat ini. 3
III. ETIOLOGI
Sampai saat ini penyebab hipertensi esensial tidak diketahui dengan pasti.
Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan khusus. Hipertensi ini
10
disebabkan berbagai faktor yang saling berkaitan. Hipertensi sekunder disebabkan oleh
faktor primer yang diketahui yaitu seperti kerusakan ginjal, gangguan obat tertentu, stres
akut, kerusakan vaskuler dan lain-lain. Adapun penyebab paling umum pada penderita
hipertensi maligna adalah hipertensi yang tidak terobati. Risiko relatif hipertensi
tergantung pada jumlah dan keparahan dari faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan
yang tidak dapat dimodifikasi. 4
11
Peningkatan umur akan menyebabkan beberapa perubahan fisiologis, pada usia lanjut
terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik. Pengaturan tekanan darah
yaitu reflex baroreseptor pada usia lanjut sensitivitasnya sudah berkurang, sedangkan
peran ginjal juga sudah berkurang dimana aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus
menurun.7
c. Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun
wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause.8 Wanita yang belum
mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam
meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi
merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek
perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia
premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon
estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus
berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur
wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun.7
d. Etnis
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam dari pada yang
berkulit putih. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti penyebabnya. Namun pada
orang kulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sensitifitas terhadap
vasopressin lebih besar. 3
e. Obesitas
Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada
kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Menurut National Institutes for Health USA
(NIH, 1998), prevalensi tekanan darah tinggi pada orang dengan Indeks Massa Tubuh
(IMT) >30 (obesitas) adalah 38% untuk pria dan 32% untuk wanita, dibandingkan
dengan prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk wanita bagi yang memiliki IMT <25
(status gizi normal menurut standar internasional). 8
Menurut Hall (1994) perubahan fisiologis dapat menjelaskan hubungan
antara kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu terjadinya resistensi insulin dan
hiperinsulinemia, aktivasi saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin, dan perubahan
12
fisik pada ginjal. Peningkatan konsumsi energi juga meningkatkan insulin plasma,
dimana natriuretik potensial menyebabkan terjadinya reabsorpsi natrium dan peningkatan
tekanan darah secara terus menerus. 8
f. Pola asupan garam dalam diet
Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO)
merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya
hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol
(sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari.9 Konsumsi natrium yang berlebih
menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk
menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler
meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan
meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi. 10
Karena itu disarankan untuk mengurangi konsumsi natrium/sodium.
Sumber natrium/sodium yang utama adalah natrium klorida (garam dapur), penyedap
masakan monosodium glutamate (MSG), dan sodium karbonat. Konsumsi garam dapur
(mengandung iodium) yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram per hari, setara dengan
satu sendok teh. Dalam kenyataannya, konsumsi berlebih karena budaya masakmemasak
masyarakat kita yang umumnya boros menggunakan garam dan MSG. 11
Tabel 3.1 Kandungan Natrium pada Beberapa Makanan. 12
13
g. Merokok
V. GEJALA KLINIS
Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi baik pada penderita hipertensi,
maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal hipertensi yaitu sakit kepala,
pusing, gelisah, jantung berdebar, perdarahan hidung, sukar tidur, sesak nafas, cepat marah,
telinga berdenging, tekuk terasa berat, berdebar dan sering kencing di malam hari. Gejala
akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai meliputi gangguan; penglihatan, saraf,
jantung, fungsi ginjal dan gangguan serebral (otak) yang mengakibatkan kejang dan
perdarahan pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan, ganguan kesadaran
hingga koma . 15
VI. KLASIFIKASI
Tekanan darah diklasifikasikan berdasarkan pada pengukuran rata-rata dua
kali pengukuran pada masing-masing kunjungan.
14
Tabel 3.2 Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII 3
VII. PATOFISIOLOGI
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin
II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran
fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang
diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah
menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi
angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan
darah melalui dua aksi utama.5 Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon
antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan
bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya
ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi
pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan
ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah
meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.5
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk
mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam)
dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan
kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan tekanan darah.5
15
Gambar 3.1 Patofisiologi hipertensi 16
16
Gambar 3.2 Perjalanan alamiah hipertensi Primer
yang tidak terobati 5
17
4. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum
memulai terapi bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan faktor risiko lain atau
mencari penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urinalisa, darah perifer lengkap, kimia
darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, kolesterol HDL).
Sebagai tambahan dapat dilakukan pemeriksaan lain, seperti klirens kreatinin, protein
urin 24 jam, asam urat, kolesterol LDL, TSH, dan ekokardiografi. 16
IX. PENATALAKSANAAN
a) Target Tekanan Darah
Menurut Joint National Commission (JNC) 7, rekomendasi target tekanan
darah yang harus dicapai adalah < 140/90 mmHg dan target tekanan darah untuk pasien
penyakit ginjal kronik dan diabetes adalah ≤ 130/80 mmHg. American Heart Association
(AHA) merekomendasikan target tekanan darah yang harus dicapai, yaitu 140/90 mmHg,
130/80 mmHg untuk pasien dengan penyakit ginjal kronik, penyakit arteri kronik atau
ekuivalen penyakit arteri kronik, dan ≤ 120/80 mmHg untuk pasien dengan gagal jantung.
Sedangkan menurut National Kidney Foundation (NKF), target tekanan darah yang harus
dicapai adalah 130/80 mmHg untuk pasien dengan penyakit ginjal kronik dan diabetes, dan <
125/75 mmHg untuk pasien dengan > 1 g proteinuria.2
18
b) Algoritme Penanganan Hipertensi
Gambar 3.3 Algoritme penanganan hipertensi menurut JNC 7. 3
19
c) Modifikasi Gaya Hidup
Pelaksanaan gaya hidup yang positif mempengaruhi tekanan darah
memiliki implikasi baik untuk pencegahan dan pengobatan hipertensi. Promosi kesehatan
modifikasi gaya hidup direkomendasikan untuk individu dengan pra-hipertensi dan
sebagai tambahan terhadap terapi obat pada individu hipertensi. Intervensi ini untuk
risiko penyakit jantung secara keseluruhan. Meskipun dampak intervensi gaya hidup pada
tekanan darah akan lebih terlihat pada orang dengan hipertensi, dalam percobaan jangka
pendek, penurunan berat badan dan pengurangan NaCl diet juga telah ditunjukkan untuk
mencegah perkembangan hipertensi. Pada penderita hipertensi, bahkan jika intervensi
tersebut tidak menghasilkan penurunan tekanan darah yang cukup untuk menghindari
terapi obat, jumlah obat atau dosis yang dibutuhkan untuk mengontrol tekanan darah
dapat dikurangi. Modifikasi diet yang efektif menurunkan tekanan darah adalah
mengurangi berat badan, mengurangi asupan NaCl, meningkatkan asupan kalium,
mengurangi konsumsi alkohol, dan pola diet yang sehat secara keseluruhan.2
Mencegah dan mengatasi obesitas sangat penting untuk menurunkan
tekanan darah dan risiko penyakit kardiovaskular. Rata-rata penurunan tekanan darah
6,3/3,1 mmHg diobseravsi setelah penurunan berat badan sebanyak 9,2 kg. Berolah raga
teratur selama 30 menit seperti berjalan, 6-7 perhari dalam seminggu, dapat menurunkan
tekanan darah. Ada variabilitas individu dalam hal sensitivitas tekanan darah terhadap
NaCl, dan variabilitas ini mungkin memiliki dasar genetik. Berdasarkan hasil meta-
analisis, menurunkan tekanan darah dengan membatasi asupan setiap hari untuk 4,4-7,4 g
NaCl (75-125 meq) menyebabkan penurunan tekanan darah 3.7-4.9/0.9-2.9 mmHg pada
hipertensi dan penurunan lebih rendah pada orang darah normal. Konsumsi alkohol pada
orang yang mengkonsumsi tiga atau lebih minuman per hari (minuman standar berisi ~
14 g etanol) berhubungan dengan tekanan darah tinggi, dan penurunan konsumsi alkohol
dikaitkan dengan penurunan tekanan darah. Begitu pula dengan DASH (Dietary
Approaches to Stop Hypertension) meliputi diet kaya akan buah-buahan, sayuran, dan
makanan rendah lemak efektif dalam menurunkan tekanan darah. 2
20
Tabel 3.3 Modifikasi gaya hidup untuk mencegah dan mengatasi hipertensi. 3
21
d) Terapi Farmakologi
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang
dianjurkan oleh JNC 7 adalah: 3
a. Diuretika, terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosteron Antagonist
b. Beta Blocker (BB)
c. Calcium Chanel Blocker atau Calcium antagonist (CCB)
d. Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACEI)
e. Angiotensin II Receptor Blocker atau Areceptor antagonist/blocker (ARB)
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap, dan
target tekanan darah tercapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan untuk
menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang memberikan
efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan apakah memulai terapi dengan
satu jenis obat antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung pada tekanan darah awal
dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan dalam dosis
rendah, dan kemudian tekanan darah belum mencapai target, maka langkah selanjutnya
adalah meningkatkan dosis obat tersebut, atau berpindah ke antihipertensif lain dengan
dosis rendah. Efek samping umumnya bisa dihindari dengan menggunakan dosis rendah,
baik tunggal maupun kombinasi. Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi obat
antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah, tetapi terapi kombinasi dapat
meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien karena jumlah obat
yang harus diminum bertambah. 3
Kombinasi obat yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien adalah:
a. CCB dan BB
b. CCB dan ACEI atau ARB
c. CCB dan diuretika
d. AB dan BB
e. Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat
22
Tabel 3.4. Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas Utama Obat Antihipertensi. 3
23
Tabel 3.5. Tatalaksana Hipertensi Menurut JNC 7. 3
24
X. KOMPLIKASI
Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit
jantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal. Tekanan
darah yang tinggi umumnya meningkatkan resiko terjadinya komplikasi tersebut. Hipertensi
yang tidak diobati akan mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya memperpendek
harapan hidup sebesar 10-20 tahun. 19
Mortalitas pada pasien hipertensi lebih cepat apabila penyakitnya tidak
terkontrol dan telah menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital. Sebab kematian yang
25
sering terjadi adalah penyakit jantung dengan atau tanpa disertai stroke dan gagal ginjal.
Dengan pendekatan sistem organ dapat diketahui komplikasi yang mungkin terjadi akibat
hipertensi, yaitu: 20
Tabel 3.6 Komplikasi Hipertensi 20
Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai mata,
ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan sampai
dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi
berat selain kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi perdarahan yang
disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma yang dapat mengakibakan kematian. Kelainan
lain yang dapat terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara
(Transient Ischemic Attack/TIA). Gagal ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi hipertensi
yang lama dan pada proses akut seperti pada hipertensi maligna. 21
Risiko penyakit kardiovaskuler pada pasien hipertensi ditentukan tidak
hanya tingginya tekanan darah tetapi juga telah atau belum adanya kerusakan organ target
21
serta faktor risiko lain seperti merokok, dislipidemia dan diabetes melitus. Tekanan darah
sistolik melebihi 140 mmHg pada individu berusia lebih dari 50 tahun, merupakan faktor
risiko kardiovaskular yang penting. Selain itu dimulai dari tekanan darah 115/75 mmHg,
kenaikan setiap 20/10 mmHg meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler sebanyak dua
kali. 22
26
XI. PROGNOSIS
Hipertensi dapat dikendalikan dengan baik dengan pengobatan yang tepat.
Terapi dengan kombinasi perubahan gaya hidup dan obat-obatan antihipertensi biasanya
dapat menjaga tekanan darah pada tingkat yang tidak akan menyebabkan kerusakan pada
jantung atau organ lain. Kunci untuk menghindari komplikasi serius dari hipertensi adalah
mendeteksi dan mengobati sebelum kerusakan terjadi.16
27
DAFTAR PUSTAKA
28
16. Price, Wilson. 2006. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC
17. Gray, Huon. 2005. Kardiologi Edisi IV. Jakarta: Erlangga.
18. Depkes 2006. Pedoman Teknis Penemuan dan Tata Laksana Penyakit Hipertensi.
Jakarta: Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Depkes RI.
19. Cardiology Channel. Hypertension (High Blood Pressure); http://www.
Cardiologychannel.com [diakses tanggal 8 April 2014].
20. Hoeymans N, Smit HA, Verkleij H, Kromhout D. Cardiovascular Risk Factors in
Netherlands. Eur Heart , 1999.p 520.
21. Susalit E, Kapojos EJ, Lubis HR. Hipertensi Primer Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Edisi III, Jilid II, Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
22. Ridjab DA. Pengaruh Aktifitas Fisik Terhadap Tekanan Darah. Majalah Kedokteran
Atmajaya, Volume 4, Nomor 2 2005. hal.73.
29