Anda di halaman 1dari 4

A.

DATA

Menurut data WHO (2014) wanita meninggal akibat komplikasi selama dan setelah
kehamilan dan persalinan. Sebagian besar komplikasi ini terjadi selama kehamilan. Komplikasi
lain mungkin ada sebelum kehamilan tetapi lebih memburuk selama kehamilan. Komplikasi
dari seluruh kematian ibu adalah 27% perdarahan hebat (umumnya perdarahan setelah
melahirkan), 11% infeksi(biasanya setelah melahirkan), 14% tekanan darah tinggi selama
kehamilan(pre-eklamsia dan eklamsia), 8% aborsi yang tidak aman, 9% partus macet, 3%
emboli dan 28% kondisi yang sudah ada. Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan
Indonesia terakhir pada tahun 2012 AKI di Indonesia masih tinggi mencapai 359 per 100.000
kelahiran hidup. Angka ini meningkat dibandingkan dengan jumlah AKI Tahun 2007 dengan
angka 228 per 100.000 kelahiran hidup.

Hampir dari 90 % pada proses persalinan banyak yang mengalami robekan perineum,
baik dengan atau tanpa episiotomi. Biasanya penyembuhan luka pada robekan perineum ini
akan sembuh bervariasi, ada yang sembuh normal dan ada yang mengalami kelambatan dalam
penyebuhannya, hal tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya karakteristik ibu
bersalin, status gizi, kondisi perlukaan dan perawatanya.

B. INFORMASI

llmu Kesehatan berkembang sangat pesat. Temuan dan hipotesis yang diajukan pada
waktu yang lalu secara cepat digantikan dengan temuan baru yang segera menggugurkan teori
yang ada sebelumnya. Sementara hipotesis yang diujikan sebelumnya bisa saja segera
ditinggalkan karena muncul pengujian‐pengujian hipotesis baru yang lebih sempurna. Sebagai
contoh, jika sebelumnya diyakini bahwa episiotomi merupakan salah satu prosedur rutin
persalinan khususnya pada primigravida, saat ini keyakinan itu digugurkan oleh temuan yang
menunjukkan bahwa episiotomi secara rutin justru sering menimbulkan berbagai permasalahan
yang kadang justru lebih merugikan bagi quality of life pasien.

C. KONSEP

Episiotomi (perineotomi) adalah insisi perineum untuk memperlebar ruang pada lubang
keluar jalan lahir sehingga memudahkan kelahiran anak. Fielding Ould, pada tahun 1872,
mungkin merupakan dokter ahli kebidanan pertama yang melaksanakan episiotomi. Saat
melakukan episiotomi haruslah tepat. Bila pengerjaannya melaksanakan episiotomi. Saat
melakukan episiotomi haruslah tepat. Bila pengerjaannya terlampau terlambat, prosedur
tersebut tidak akan berhasil mencegah laserasi dan melindungi dasar panggul. Bila terlampau
cepat, insisi akan mengakibatkan kehilangan darah yang tidak perlu. Episiotomi dikerjakan
ketika perineum menonjol, ketika diameter kulit kepala bayi terlihat 3 sampai 4 cm sewaktu
his, dan ketika bagian terendah akan dilahirkan dengan tiga atau empat kontraksi berikutnya.
Dengan cara ini laserasi dihindari, peregangan yang berlebihan pada dasar panggul dicegah,
dan perdarahan yang banyak dapat dielakkan.

Ada tiga tipe episiotomi:

1. Midline, garis-tengah
2. mediolateral, kiri atau kanan (yang paling sering digunakan)
3. lateral, yang sudah tidak digunakan lagi.

Selain beberapa indikasi yang memperbolehkan episiotomi, ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan pada pelaksanaan episiotomi, yaitu dalam memberikan anastesia lokal
berikan anastesia lokal secara dini agar obat tersebut memiliki cukup waktu untuk memberikan
efek sebelum episiotomi dilakukan. Tujuan episiotomi bukanlah tanpa maksud dan tujuan
medis. Berikut ini adalah beberapa tujuan tindakan episiotomi :

1. memudahkan proses persalinan


2. mencegah robekan melebar dan tidak teratur
3. mencegah kerusakan otak.

D. PARADIGMA
1. Paradigma Lama

Dulu, episiotomi merupakan tindakan rutin. Artinya, dalam setiap persalinan


sesalu dilakukan. Hal yang menjadi pertimbangan adalah robekan akibat episiotomi
cenderung lebih kecil dan lebih rapi dibandingkan robekan yang terjadi secara alami.
Selain itu, luka episiotomi juga dianggap lebih cepat sembuh. Episiotomi juga
dilakukan bila persalinan dilakukan dengan menggunakan alat bantu, entah itu forceps,
vakum atau alat bantu lainnya. Begitu juga pada persalinan bayi prematur atau letak
sungsang, distosia bahu dan sebagainya. Dengan tindakan episiotomi, jalan lahir yang
semakin lebar akan meminimalkan risiko mencederai bayi. Tentu saja kondisi-kondisi
tersebut umumnya sudah bisa diprediksi oleh dokter. Dengan demikian, menjelang
persalinan dokter kandungan dan kebidanan yang menangani diharapkan sudah bisa
memutuskan apakah pasiennya mesti menjalani episiotomi atau tidak. Jadi, memang
tidak setiap ibu melahirkan mesti menjalani episiotomi.

2. Paradigma Baru

Tetapi, saat ini episiotomi tidak lagi dianjurkan. Beberapa penelitian


membuktikan bahwa penyembuhan luka episiotomi menimbulkan ketidaknyamanan.
Selain itu, luka yang dibuat ternyata cenderung lebih luas dibanding jika robekan terjadi
sendiri. Pada beberapa wanita, luka episiotomi juga dapat menimbulkan nyeri saat
berhubungan seksual, bahkan selama berbulan‐bulan setelah melahirkan. Walaupun
sudah tidak dianjurkan, bukan berarti teknik episiotomi tidak boleh sama sekali. Pada
keadaan tertentu, episiotomi tetap dilakukan. Misalnya jika posisi bayi tidak normal,
bayi harus dilahirkan secepatnya, atau jika diperkirakan robekan yang terjadi akan
sangat luas.

Tindakan episiotomi pada proses persalinan sangat rutin dilakukan terutama


pada primigravida. Padahal berdasarkan penelitian tindakan rutin ini tidak boleh
dilakukan secara rutin pada proses persalinan karena :
a) Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan karena episiotomy yang dilakukan
terlalu dini, yaitu pada saat kepala janin belum menekan perineum akan
mengakibatkan perdarahan yang banyak bagi ibu. Ini merupakan “perdarahan yang
tidak perlu”.
b) Episiotomi dapat enjadi pemacu terjadinya infeksi pada ibu. Karena luka episiotomi
dapat enjadi pemicu terjadinya infeksi, apalagi jika status gizi dan kesehatan ibu
kurang baik.
c) Episiotomi dapat menyebabkan rasa nyeri yang hebat pada ibu.
d) Episiotomi dapat menyebabkan laserasi vagina yang dapat meluas menjadi derajat
tiga dan empat.
e) Luka episiotomi membutuhkan waktu sembuh yang lebih lama.

Karena hal – hal di atas maka tindakan episiotomy tidak diperbolehkan lagi.
Tapi ada juga indikasi yang memperbolehkan tindakan epsiotomi pada saat persalinan.
Antara lain indikasinya adalah :
a. Bayi berukuran besar
Jika berat janin diperkirakan mencapai 4Kg, maka hal ini dapat menjadi indikasi
dilakukannya episiotomy. Tapi asalkan pinggul ibu luas karena jika tidak maka
sebaiknya ibu dianjurkan untuk melakukan SC saja untuk enghindari factor resiko
yang lainnya.
b. Perineum sangat kaku
Tidak semua persalinan anak pertama dibarengi dengan perineum yang kaku.
Tetapi bila perineum sangat kaku dan proses persalinan berlangsung lama dan sulit
maka perlu dilakukan episiotomi.
c. Perineum pendek
Jarak perineum yang sempit boleh menjadi pertimbangan untuk dilakukan
episiotomi, Apalagi jika diperkirakan bayinya besar. Hal ini meningkatkan
kemungkinan terjadinya cedera pada anus akibat robekan yang melebar ke bawah.
d. Persalinan dengan alat bantu atau sungsang
Episiotomi boleh dilakukan jika persalinan menggunakan alat bantu seperti forcep
dan vakum. Hal ini bertujuan untuk membantu mempermudah melakukan
tindakan. Jalan lahir semakin lebar sehingga memperkecil resiko terjadinya
cideraakibat penggunaan alat bantu tersebut. Begitu pula pada persalinan sungsang.

Anda mungkin juga menyukai