Oleh :
Khairunnisa Nasution 71170891032
Nikmatul Hasanah 71170891064
Lady Chintia Pratiwi 102118011
Pembimbing :
Dr. Nurcahya …, Sp.A
Terima kasih.
Medan, 19 Desember 2018
Penulis
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Prolapsus uteri merupakan salah satu bentuk dari turunya peranakan, yaitu
turunnya rahim beserta jaringan penunjangnya kedalam liang atau rongga vagina.
Turunnya peranakan dapat terjadi karena adanya kelemahan pada otot besar
panggul sehingga satu atau lebih organ didalam panggul turun (Pajario, 2004).
Menurut penelitian yang dilakukan WHO tentang pola formasi keluarga dan
kesehatan, ditemukan kejadian prolapsus uteri lebih tinggi pada wanita yang
mempunyai anak lebih dari tujuh daripada wanita yang mempunyai satu atau dua
anak. Prolapsus uteri lebih berpengaruh pada perempuan di negara- negara
berkembang yang perkawinan dan kelahiran anaknya dimulai pada usia muda dan
saat fertilitasnya masih tinggi. Peneliti WHO menemukan bahwa laporan kasus
prolapsus uteri jumlahnya jauh lebih rendah daripada kasus- kasus yang dapat
dideteksi dalam pemeriksaan medik (Koblinsky M, 2001).
Penentuan letak uterus normal dan kelainan dalam letak alat genital
bertambah penting artinya, karena diagnosis yang tepat perlu sekali guna
penatalaksanaan yang baik sehingga tidak timbul kembali penyulit pascaoperasi di
kemudian hari (Wiknjosastro, 2005).
Gejala yang timbul pada prolapsus uteri bersifat individual dan berbeda-
beda. Gejala yang biasa muncul adalah tekanan kuat pada vagina, low back pain,
serta terdapat pembengkakan pada introitus vagina dan ketika diperiksa dapat
ditemukan sistokel, rektokel atau enterokel (Andra, 2007).
Partus yang berulang kali dan terjadi terlampau sering merupakan faktor
utama terjadinya prolapsus uteri. Wanita yang pernah melahirkan terutama yang
mempunyai riwayat melahirkan empat kali atau lebih akan mengalami kelemahan
otot besar panggul sehingga terjadi penurunan organ panggul (Suryaningdyah,
2011).
PEMBAHASAN
2. Prolapsus Uteri
1) Paritas 1) Genetik
8) Merokok
a. Faktor Obstetri
1. Proses Persalinan dan paritas
Prolapsus uteri terjadi paling sering pada wanita multipara sebagai
akibat progresif yang bertahap dari cedera melahirkan pada fascia
endopelvik (dan kondensasi, ligamentum uteroskral dan kardinal) dan
laserasi otot, terutama otot-otot levator dan perineal body (perineum).
Persalinan pervaginam merupakan faktor risiko utama terjadinya
prolapsus organ genital. Pada penelitian tentang levator ani dan fascia
menunjukkan bukti bahwa kerusakan mekanik dan saraf terjadi pada
perempuan dengan prolapsus dibandingkan perempuan tidak
prolapsus, dan hal tersebut terjadi akibat proses melahirkan
Secara global, prolapsus mempengaruhi 30% dari semua wanita
yang telah melahirkan.27 Jumlah paritas berbanding lurus dengan
kejadian prolapsus. WHO Population Report (1984) menduga bahwa
kejadian prolapsus akan meningkat tujuh kali lipat pada perempuan
dengan tujuh anak dibandingkan dengan perempuan yang
mempunyai satu anak.
2. Faktor Obstetri lainnya
Penggunaan forsep, vakum, dan episiotomi, disebutkan sebagai
faktor risiko potensial dalam terjadinya prolaps organ panggul.
Penggunaan forsep secara langsung terlibat dalam terjadinya cedera
dasar panggul, yaitu dalam kaitannya dengan terjadinya laserasi
sfingter anal. Manfaat forsep terhadap dasar panggul dalam
memperpendek kala dua masih mempunyai bukti yang kurang.
Penggunaan forsep elektif untuk mencegah kerusakan pada dasar
panggul tidak direkomendasikan.
Percobaan kontrol secara acak pada penggunaan elektif dan
selektif episiotomi tidak menunjukkan manfaat, tetapi telah
menunjukkan hubungan dengan terjadinya laserasi sfingter anal
inkontinensia dan nyeri pasca persalinan.10 Sejumlah cedera pada ibu
dan bayi dapat terjadi sebagai akibat penggunaan forsep. Luka yang
dapat ditimbulkan pada ibu berkaitan dengan penggunaan forsep
berkisar dari ekstensi sederhana sampai ruptur uterus atau kandung
kemih.28 Klein, dkk menemukan hubungan antara episiotomi dan
berkurangnya kekuatan dasar panggul tiga bulan post partum.
b. Faktor Ginekologi
1. Faktor Genetik
Dua persen prolapsus simptomatik terjadi pada perempuan nulipara.
Perempuan nulipara dapat menderita prolapsus dan diduga merupakan
peran dari faktor genetik. Bila seorang perempuan dengan ibu atau
saudaranya menderita prolapsus, maka risiko relatif untuk menderita
prolapses, dibandingkan jika ibu atau saudara perempuan tidak memiliki
riwayat prolapsus.
2. Usia
Bertambahnya usia akan menyebabkan berkurangnya kolagen
dan terjadi kelemahan fascia dan jaringan penyangga. Hal ini terjadi
terutama pada periode post-menopause sebagai konsekuensi akibat
berkurangnya hormon estrogen.
3. Ras
Perbedaan ras pada prevalensi prolapsus organ panggul (POP)
telah dibuktikan dalam beberapa penelitian. Perempuan berkulit
hitam dan perempuan Asia memiliki risiko yang lebih rendah,
sedangkan perempuan Hispanik dan berkulit putih memiliki risiko
tertinggi. Perbedaan kandungan kolagen antar ras telah dibuktikan,
tetapi perbedaan bentuk tulang panggul juga diduga memainkan
peran. Misalnya, perempuan kulit hitam lebih banyak yang memiliki
arkus pubis (lengkungan kemaluan) yang sempit dan bentuk panggul
android atau antropoid. Bentuk-bentuk panggul tersebut adalah
pelindung terhadap POP dibandingkan dengan panggul ginekoid
yang merupakan bentuk panggul terbanyak pada perempuan berkulit
putih.
4. Monopouse
Pada usia 40 tahun fungsi ovarium mulai menurun, produksi
hormon berkurang dan berangsur hilang, yang berakibat perubahan
fisiologik. Menopause terjadi rata-rata pada usia 50-52 tahun.
Hubungan dengan terjadinya prolaps organ panggul adalah, di kulit
terdapat banyak reseptor estrogen yang dipengaruhi oleh kadar
estrogen dan androgen. Estrogen mempengaruhi kulit dengan
meningkatkan sintesis hidroksiprolin dan prolin sebagai penyusun
jaringan kolagen. Ketika menopause, terjadi penurunan kadar
estrogen sehingga mempengaruhi jaringan kolagen, berkurangnya
jaringan kolagen menyebabkan kelemahan pada otot-otot dasar
panggul Saraf pada serviks merupakan saraf otonom, sebagian besar
serabut saraf cholinesterase yang terdiri dari serabut saraf adrenergik
dan kolinergik, jumlah serabut kolinergik lebih sedikit. Sebagian
besar serabut ini menghilang setelah menopause.
5. Peningkatan BMI (Obesitas)
Obesitas menyebabkan memberikan beban tambahan pada otot-
otot pendukung panggul, sehingga terjadi kelemahan otot-otot dasar
panggul. Pada studi Women’s Health Initiative (WHI), kelebihan
berat badan (BMI 25 – 30 kg/m2) dikaitkan dengan peningkatan
kejadian prolapsus dari 31-39%, dan obesitas (BMI > 30 kg/m2)
meningkat 40-75%
6. Peningkatan Tekanan Intra Abdomen
Tekanan intra abdomen yang meningkat karena batuk-batuk
kronis (bronkitis kronis dan asma), asites, mengangkat beban berat
berulang-ulang, dan konstipasi diduga menjadi faktor risiko
terjadinya prolapsus. Seperti halnya obesitas (peningkatan indeks
massa tubuh) batuk yang berlebihan dapat meningkatkan tekanan
intraabdomen (rongga perut) dan secara progresif dapat
menyebabkan kelemahan otot-otot panggul.
7. Kelainan jaringan ikat
Wanita dengan kelainan jaringan ikat lebih untuk mungkin untuk
mengalami prolapsus. Pada studi histologi menunjukkan bahwa pada
wanita dengan prolapsus, terjadi penurunan rasio kolagen tipe I
terhadap kolagen tipe III dan IV.10 Pada beberapa penelitian,
sepertiga dari perempuan dengan Sindroma Marfan dan tigaperempat
perempuan dengan Sindroma Ehler- Danlos tercatat mengalami
POP.17 Kelemahan bawaan (kongenital) pada fasia penyangga pelvis
mungkin penyebab prolapsus uteri seperti yang kadang-kadang
ditunjukkan pada nulipara.
8. Merokok
Merokok juga dikaitkan dalam pengembangan prolapsus. Senyawa
kimia yang dihirup dalam tembakau dipercaya dapat menyebabkan
perubahan jaringan yang diduga berperan dalam terjadi prolapsus.10
Namun, beberapa penelitian tidak menunjukkan hubungan antara
merokok dengan terjadinya prolapses.
2.6 Patofiologi
himen.
Derajat III Bagian yang paling distal dari prolapsus > 1cm di bawah himen,
Derajat IV Eversi komplit total panjang traktus genetalia bawah. Bagian distal
Prolapsus uteri tingkat I Uterus turun, serviks uteri trurun paling rendah
Prolapsus uteri tingkat III uterus keluar seluruhnya dari vagina, disertai
atau prosidensia uteri dengan inversio uteri.
2.9 Penatalaksanaan
1. Observatif
Derajat luasnya prolapsus tidak berhubungan dengan gejala. Apabila
telah menderita prolapsus, mempertahankan tetap dalam stadium I
merupakan pilihan yang tepat. Observasi direkomendasikan pada wanita
dengan prolapsus derajat rendah (derajat 1 dan derajat 2, khususnya untuk
penurunan yang masih di atas himen). Memeriksakan diri secara berkala
perlu dilakukan untuk mencari perkembangan gejala baru atau gangguan,
seperti gangguan dalam berkemih atau buang air besar, dan erosi vagina.
2. Konservatif
Pilihan penatalaksaan non-bedah perlu didiskusikan dengan semua
wanita yang mengalami prolapses. Terapi konservatif yang dapat dilakukan,
diantaranya :
a. Latihan otot dasar panggul
Latihan otot dasar panggul (senam Kegel) sangat berguna pada
prolapsus ringan, terutama yang terjadi pada pasca persalinan yang
belum lebih dari enam bulan. Tujuannya untuk menguatkan otot-
otot dasar panggul dan otot-otot yang mempengaruhi miksi. Namun
pada penelitian yang dilakukan oleh Cochrane review of
conservative management prolapsus uteri menyimpulkan bahwa
latihan otot dasar panggul tidak ada bukti ilmiah yang mendukung.
Cara melakukan latihan yaitu, penderita disuruh menguncupkan
anus dan jaringan dasar panggul seperti setelah selesai buang air
besar atau penderita disuruh membayangkan seolah-olah sedang
mengeluarkan buang air kecil dan tiba-tiba menghentikannya.
b. Pemasangan pesarium
Pesarium dapat dipasang pada hampir seluruh wanita dengan
prolapsus tanpa melihat stadium ataupun lokasi dari prolapsus.
Pesarium digunakan oleh 75%-77% ahli ginekologi sebagai
penatalaksanaan lini pertama prolapsus. Alat ini dipasang dengan
bentuk dan ukuran serta indikasi tertentu.
bervariasi
kecuali defek
posterior berat
ringan
prosidensia ringan
setiap hari
setiap hari
1) Ventrovikasi
Dilakukan pada wanita yang masih tergolong muda dan masih
menginginkan anak. Cara melakukannya adalah dengan
memendekkan ligamentum rotundum atau mengikat ligamentum
rotundum ke dinding perut atau dengan cara operasi Purandare
(membuat uterus ventrofiksasi).
2) Operasi Manchester
Operasi ini disarankan untuk penderita prolapsus yang masih
muda, tetapi biasanya dilakukan amputasi serviks uteri, dan
penjahitan ligamentum kardinale yang telah dipotong, di depan
serviks dilakukan pula kolporafi anterior dan kolpoperineoplastik.
Amputasi serviks dilakukan untuk memperpendek serviks yang
memanjang (elongasio koli). Tindakan ini dapat menyebabkan
infertilitas, partus prematurus, abortus.
Bagian yang penting dari operasi Manchester ialah penjahitan
ligamentum kardinale di depan serviks karena dengan tindakan ini
ligamentum kardinale diperpendek, sehingga uterus akan terletak
dalam posisi anteversifleksi, dan turunnya uterus dapat dicegah.
3) Histerektomi Vagina
Operasi ini tepat dilakukan pada prolapsus uteri tingkat lanjut
(derajat III dan IV) dengan gejala pada saluran pencernaan dan
pada wanita yang telah menopause. Setelah uterus diangkat,
puncak vagina digantungkan pada ligamentum rotundum kanan
dan kiri atas pada ligamentum infundibulo pelvikum, kemudian
operasi akan dilanjutkan dengan kolporafi anterior dan
kolpoperineorafi untuk mengurangi atau menghilangkan gejala
saluran pencernaan seperti, sembelit, inkontinensia flatus, urgensi
tinja, kesulitan dalam mengosongkan rektum atau gejala yang
berhubungan dengan gangguan buang air besar dan untuk
mencegah prolaps vagina di kemudian hari.2,39,40 Histerektomi
vagina lebih disukai oleh wanita menopause yang aktif secara
seksual. Di Netherlands, histerektomi vaginal saat ini merupakan
metode pengobatan terkemuka untuk pasien prolapsus uteri
simtomatik.
4) Kolpokleisis (Kolpektomi)
Tindakan ini merupakan pilihan bagi wanita yang tidak
menginginkan fungsi vagina (aktivitas seksual dan memiliki anak)
dan memiliki risiko komplikasi tinggi. Operasi ini dilakukan
dengan menjahit dinding vagina depan dengan dinding vagina
belakang, sehingga lumen vagina tertutup dan uterus terletak di atas
vagina. Keuntungan utama dari prosedur ini adalah waktu
pembedahan singkat dan pemulihan cepat dengan tingkat
keberhasilan 90 - 95%.
B. Prognosis
Sebagian besar wanita (lebih dari 40%) yang mempunyai prolaps
derajat awal biasanya timbul gejala minimal atau tidak terdapat gejala sama
sekali. Latihan otot dasar panggul dapat membantu atau mencegah
perburukan prolaps derajat awal.
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Umur : 44 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMP
Alamat : DSN IV. Gang Baharu, Sei Rotan
Tanggal Masuk : 27 September 2018
Pukul : 21.00 WIB
Nama : Tn.H
Umur : 48 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMA
Alamat : DSN IV. Gang Baharu, Sei Rotan
ANAMNESA
Ny. D, 44 th, G3P3A0, Islam, IRT, SMP i/d Tn. H, 48 th, Islam, Wiraswasta,
SMA, datang ke RS Haji Medan pada tanggal 27 September 2018 pada pukul 21.00
WIB dengan :
Keluhan Utama : Perdarahan sejak 1 bulan yang lalu
Telaah : Pasien datang ke IGD RS Haji Medan dengan
keluhan perdarahan yang di alami kurang lebih 1 bulan yang lalu, perut terasa mules
(+), sakit perut (+), keputihan (-). Riwayat keluar lendir bercampur darah (-),
Riwayat bercampur dengan suami beberapa hari ini (-), Riwayat Trauma (-),
Riwayat perut di kusuk (-), BAB dan BAK dalam batas normal.
RIWAYAT HAID :
• Menarche : 12 tahun
• Lama haid : 2-3 hari
• Siklus Haid : 28 hari
• Volume : 2x ganti duk (pembalut) /hari
• Dysmenorrhea : (-)
• Metrorrhagia : (-)
• Menorrhagia : (-)
• Spotting : (-)
• Darah beku : (-)
• Contact bleeding : (-)
• Climacterium : (-)
• Menopause : (-)
Kehamilan dan persalinan yang lalu :
P3A0
Seksual / Perkawinan :
Kemandulan :-
Frigiditas / Vaginismus :-
Orgasmus :-
Dispareuni :-
Kelurga Berencana :-
Pengobatan Penyinaran :
Lokalisasi :-
Lama penyinaran :-
PEMERIKSAAN FISIK
a. Status present
Habitus :- Icterus :-
b. Status Generalisata
• Abdomen :
– Membesar : (+)
– Simetris / Asimetris : Asimetris
– Soepel : (+)
– Defense Musculare : (-)
– Hepar : Tidak Teraba
– Lien : Tidak Teraba
– Shifting Dullness : (-)
– Meteorismus : (-)
– Ascites : (-)
– Peristaltik Usus : (+) N
– Tumor : (-)
– Besarnya : sebesar tinju dewasa
– Batas-batasnya : pole atas 3 jari dibawah pusat, pole bawah
selentang symphysis pubis
– Konsistensi : solid
– Permukaan : rata
– Nyeri tekan : (+)
c. Status Ginekologi
Pemeriksaan Dalam
Inspekulo :
Portio : licin
- Erosi :-
- - Polip :-
- Ectropion : - - Bunga kol (exophytik) : -
- Laserasi :- - Leukoplakia : -
- Ovula naboti : - - Schiller test : -
- Tampak gumpalan darah di fornix posterior, dibersihkan tidak
mengalir
Vaginal Toucher
Uterus
– Posisi : Anteflexi
– Besarnya : Sebesar tinju dewasa
– Mobilitas : Mobile
– Konsistensi : Lunak
– Sakit waktu digerakkan : (-)
– Nyeri tekan : (+)
Parametrium Kanan/Kiri : Lemas
Vagina
- Dinding : Normal
- tanda-tanda peradangan : (-)
- sekret : (-)
- massa : (-)
Pemeriksaan sekret vagina
Langsung : tidak dilakukan pemeriksaan
Kultur : tidak dilakukan pemeriksaan
Pemeriksaan rectal toucher : spingter ani ketat, mukosa rectum licin (tidak teraba
massa, ampulla recti kosong
PAP’S SMEAR
Diambil tanggal : (-)
Hasil : (-)
Anjuran : (-)
DIAGNOSA BANDING
Hiperplasia Endometrium
Karsinoma endometrium
Abortus inkomplit
Leiomioma
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Radiologi
- KK terisi baik
- UT : Sulit dinilai tampak penebalan pada dinding rahim 1,75 cm.
- Cairan bebas (-)
- Kesan : hiperplasia endometrium
Hematologi
Darah rutin Nilai Nilai Rujukan satuan
Hemoglobin 10,5 12 – 16 g/dl
Hitung eritrosit 4,3 3,9 - 5,6 106/µl
Hitung leukosit 11.820 4,000- 11,000 /µl
Hematokrit 34.5 36-47 %
Hitung trombosit 492.000 150,000-450,000 /µl
Index eritrosit
MCV 77,0 80 – 96 fL
MCH 244,4 27 – 31 pg
MCHC 31.7 30 – 34 %
Kimia Klinik
GDS 91 <140 mg/dL
DIAGNOSA
Hiperplasia endometrium
TERAPI
- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj. Cefataxim 2gr/iv
- Rencana kuretase tanggal 28 September 2018 jam 09.00 wib
FOLLOW UP PRE-OP Tanggal 13 Desember 2018
- S : perdarahan (+), nyeri perut (+)
- O : sensorium : CM
- TD : 120/90mmHg
- HR : 70x/i
- RR : 24x/i
- T : 36oC
- Status Lokalisata
- Abdomen : soepel, peristaltik (+) N
- TFU : tidak teraba ballottement
- P/V :-
- BAB dan BAK : (+) N
- A : hiperplasia endometrium
- P : IFVD RL 20 gtt/i
- Inj. Cefotaxime 2 gr/8 jam
- Rencana : kuretase hari ini
Asam mefenamat 3 x 1
Neurodex 2 x 1
Asam mefenamat 3 x 1
Neurodex 2 x 1
- Makroskopi
Diterima jaringan endometrium compang-camping sekitar 6 cc, warna
cokelat kehitaman, konsistensi padat kenyal.
- Mikroskopi
Jaringan telah diproses seluruhnya menunjukkan endometrium dengan
gambaran kelenjar dilatasi sedikit stroma endometrium, pola dan
formasi kelenjar regular
S : -
O : Sensorium : Compos Mentis
TD : 120/80 mmHg
HR : 70 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36 ºC
A : Post curet
P : Ceftriaxone 3 x 1
Asam mefenamat 3 x 1
Neurodex 2 x 1
Pbj
BAB III
Kesimpulan
penyokong (fasia).
2. Partus yang berulang kali dan terjadi terlampau sering, partus dengan
vaginae; Prolapsus uteri tingkat II, dimana serviks menonjol keluar dari
introitus vaginae; Prolapsus uteri tingkat III, seluruh uterus keluar dari
4. Gejala yang sering mucul adalah Perasaan adanya suatu benda yang
terapi pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA