Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT., yang telah
memberikan rahmat, taufiq serta hidayah-Nya. Serta sholawat dan salam semoga
senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Agung Muhammad SAW, serta keluarga-
Nya, sahabat dan sekalian umat-Nya yang taat kepada-Nya.

Atas berkah dan hidayah-Nya, maka penulis dapat menyelesaikan


penyusunan tugas menggambar Free Hand ini. Adapun tujuan tugas ini adalah
guna memenuhi tugas Mata Kuliah : Perspektif dan Proyeksi dengan Dosen
Pengampu Bapak Jati Widagdo, S.Sn., M.SN. Mudah-mudahan tugas ini dapat
bermanfaat bagi kami.

Selanjutnya dalam tugas ini dimaksudkan untuk mengasah bakat dan


kompetensi mahasiswa dalam menggambar secara bebas (free hand) yang harus
dikuasai oleh mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi Prodi Desain Produk.

Pada akhirnya kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan


ketidaksempurnaan dalam tugas kami ini. Namun kami berharap tugas ini dapat
membawa berkah dan manafaat terutama bagi kami sendiri dan bagi para
penikmat pada umumnya.

Saya sadar bahwa tugas ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing saya meminta masukannya demi
perbaikan pembuatan tugas menggambar kami di masa yang akan datang dan
mengharapkan kritik dan saran dari para penikmat seni gambar semua.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dizaman modern yang canggih seperti saat ini, kemajuan akan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dan seni, sangatlah berpengaruh
terhadap segala aspek dalam kehidupan manusia. Tidak dapat dipungkiri,
keberadaan IPTEK dan seni tidak pernah lepas dengan keberadaan manusia.
Manusia sebagai subjek dari berkembangnya ilmu pengetahuan itu sendiri.
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, maka berkembanglah pula
teknologi dan seni.
Peran Islam dalam perkembangan iptek pada dasarnya ada 2 (dua).
Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan.
Paradigma inilah yang seharusnya dimiliki umat Islam, bukan paradigma
sekuler seperti yang ada sekarang. Paradigma Islam ini menyatakan bahwa
Aqidah Islam wajib dijadikan landasan pemikiran (qa’idah fikriyah) bagi
seluruh ilmu pengetahuan. Ini bukan berarti menjadi Aqidah Islam sebagai
sumber segala macam ilmu pengetahuan, melainkan menjadi standar bagi
segala ilmu pengetahuan. Maka ilmu pengetahuan yang sesuai dengan Aqidah
Islam dapat diterima dan diamalkan, sedang yang bertentangan dengannya,
wajib ditolak dan tidak boleh diamalkan. Kedua, menjadikan Syariah Islam
(yang lahir dari Aqidah Islam) sebagai standar bagi pemanfaatan iptek dalam
kehidupan sehari-hari. Standar atau kriteria inilah yang seharusnya yang
digunakan umat Islam, bukan standar manfaat (pragmatisme/utilitarianisme)
seperti yang ada sekarang. Standar syariah ini mengatur, bahwa boleh
tidaknya pemanfaatan iptek, didasarkan pada ketentuan halal-haram (hukum-
hukum syariah Islam). Umat Islam boleh memanfaatkan iptek jika telah
dihalalkan oleh Syariah Islam. Sebaliknya jika suatu aspek iptek dan telah
diharamkan oleh Syariah, maka tidak boleh umat Islam memanfaatkannya,
walaupun ia menghasilkan manfaat sesaat untuk memenuhi kebutuhan
manusia.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia, yang kini dipimpin
oleh perdaban barat satu abad terakhir ini, mencengangkan banyak orang di
berbagai penjuru dunia. Kesejahteraan dan kemakmuran material (fisikal)
yang dihasilkan oleh perkembangan iptek modern membuat orang lalu
mengagumi dan meniru- niru gaya hidup peradaban barat tanpa dibarengi
sikap kritis trhadap segala dampak negatif yangdiakibatkanya.
Pada dasarnya kita hidup di dunia ini tidak lain untuk beribadah
kepada Allah SWT. Ada banyak cara untuk beribadah kepada Allah SWT
seperti sholat, puasa, dan menuntut ilmu. Menuntut ilmu ini hukumnya wajib.
Seperti sabda Rasulullah SAW: “ menuntut ilmu adalah sebuah kewajiban
atas setiap muslim laki-laki dan perempuan”. Ilmu adalah kehidupanya islam
dan kehidupanya keimanan.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang diangkat pada pembahasan makalah ini adalah :
1. Apakah pengertian IPTEK dan seni dalam pandangan Islam?
2. Bagaimana pengembangan dan pelaksanaan IPTEK dan seni dalam
kehidupan umat Islam?
3. Bagaimana Penerapan IPTEK dan seni dalam Islam?
4. Seberapa pentingnya IPTEK dan seni dalam Islam?
5. Siapa sajakah tokoh-tokoh IPTEK dan seni dalam Islam?

C. Tujuan
Mengetahui tentang IPTEK dan seni serta pengembangan dan
pelaksanaan dan penerapannya dalam islam dan kehidupan manusia.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep IPTEK dalam Islam

Allah menciptakan manusia memiliki potensi akal dan pikiran sebagai bekal untuk
hidup di dunia. Melalui akal dan pikiran tersebut, manusia dapat memahami dan
menyelidiki elemen-elemen yang terdapat di alam serta memanfaatkannya untuk
kesejahteraan mereka. Akal dan pikiran tersebut merupakan kelebihan dan
keistimewaan yang diberikan oleh Allah kepada manusia sebagaimana firman
Allah dalam Q.S. Al Isra 70:

‫َولَقَ ْد ك ََّر ْمنَا بَنِي آ َد َم َو َح َم ْلنَا ُه ْم فِي ا ْلبَ ِر َوا ْلبَ ْح ِر‬
‫ير ِم َّم ْن‬ ٍ ِ‫علَى َكث‬ َّ َ‫ت َوف‬
َ ‫ض ْلنَا ُه ْم‬ َّ ‫َو َر َز ْقنَا ُهم ِم َن ال‬
ِ ‫ط ِيبَا‬
‫َخلَ ْقنَا تَ ْف ِضيال‬
Artinya: Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut
mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan
Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan
makhluk yang telah Kami ciptakan.

Manusia juga diciptakan oleh Allah sebagai khalifah di muka Bumi dengan
kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan makhluk ciptaan Allah lainnya di alam
ini. Ketika Allah dalam firman-Nya di Q.S. Ar Ra’du 2 memilih kata ”sakhkhara”
yang berarti ”menundukkan” atau ”merendahkan”, hal tersebut menunjukkan
bahwa alam dengan segala manfaat yang dapat diperoleh darinya harus tunduk
dan dianggap sebagai sesuatu yang posisinya berada di bawah manusia.
‫ستَ َوى‬ ْ ‫ع َم ٍد تَ َر ْونَ َها ث ُ َّم ا‬
َ ‫ت ِبغَ ْي ِر‬
ِ ‫اوا‬
َ ‫س َم‬ َّ ‫ّللاُ الَّذِي َرفَ َع ال‬
‫س َوا ْلقَ َم َر ُك ٌّل يَ ْج ِري ألَ َج ٍل‬ َ ‫س َّخ َر الش َّْم‬َ ‫علَى ا ْلعَ ْر ِش َو‬ َ
‫ت لَعَلَّكُم ِب ِلقَاء َر ِب ُك ْم‬ ِ ‫س ًّمى يُد َِب ُر األَ ْم َر يُفَ ِص ُل اآليَا‬
َ ‫ُّم‬
َ ُ‫تُوقِن‬
‫ون‬
Artinya: Allah-lah yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang
kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arasy, dan menundukkan
matahari dan bulan. masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah
mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya),
supaya kamu meyakini Pertemuan (mu) dengan Tuhanmu.

Dengan demikian, dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan


memanfaatkan alam yang ”ditundukkan” oleh Allah untuk manusia, manusia
hendaknya memahami konsep dan tugasnya sebagai khalifah di Bumi. Manusia
jangan sampai “ditundukkan” oleh alam melalui nilai-nilai materialistik dan
keserakahan karena sesungguhnya hal tersebut melanggar kodrat manusia yang
diberikan oleh Allah.

Arah Pengembangan Teknologi


Dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, umat Islam hendaknya
memiliki dasar dan motif bahwa yang mereka lakukan tersebut adalah untuk
memperoleh kemakmuran dan kesejahteraan di dunia sebagai jembatan untuk
mencari keridhaan Allah sehingga terwujud kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Allah berfirman dalam Q.S. Al Bayyinah 5:

‫ِين ُحنَفَاء‬ َ ‫ين لَهُ الد‬ َّ ‫َو َما أ ُ ِم ُروا إِ ََّّل ِليَ ْعبُدُوا‬
َ ‫ّللاَ ُم ْخ ِل ِص‬
ُ ‫الزكَاةَ َوذَ ِلكَ د‬
‫ِين ا ْلقَ ِي َم ِة‬ َّ ‫ص َالةَ َويُ ْؤتُوا‬َّ ‫َويُ ِقي ُموا ال‬
Artinya: Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan
supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian
Itulah agama yang lurus.

Kondisi Umat Islam dalam Perkembangan Iptek Saat Ini


Terhambatnya kemajuan umat Islam di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
saat ini disebabkan umat Islam tidak memahami konsep dan mengoptimalkan
fungsinya sebagai khalifah di Bumi. Seharusnya, dengan memahami konsep dan
fungsinya sebagai khalifah di Bumi, umat Islam mampu mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam rangka menguasai dan memanfaatkan alam
demi kebahagiaan di dunia dan akhirat. Terlebih lagi, umat Islam adalah umat
pilihan Allah yang dianugerahi iman dan petunjuk berupa Al Quran dan sunnah
rasul.
B. Integrasi Iman, ilmu dan Amal dalam Islam
Diakui bahwa iptek, disatu sisi telah memberikan “berkah” dan
anugerah yang luar biasa bagi kehidupan umat manusia. Namun disisi lain,
iptek telah mendatangkan “petaka” yang pada gilirannya mengancam nilai-
nilai kemanusiaan. Kemajuan dalam bidang iptek telah menimbulkan
perubahan sangat cepat dalam kehidupan uamt manusia. Perubahan ini, selain
sangat cepat memiliki daya jangkau yang amat luas. Hampir tidak ada segi-
segi kehidupan yang tidak tersentuh oleh perubahan. Perubahan ini pada
kenyataannya telah menimbulkan pergeseran nilai nilai dalam kehidupan umat
manusia, termasuk di dalamnya nilai-nilai agama, moral, dan kemanusiaan.
Dalam pandangan islam, antara agama islam, ilmu pengetahuan,
teknologi dan sains terdapat hubungan yang harmonis dan dinamis yang
terintegrasi kedalam suatu system yang disebut Dinul Islam. Didalamnya
terdapat tiga unsur pokok, yaitu aqidah, syari’ah, dan akhlak dengan kata lain
iman, ilmu dan amal saleh..
Secara lebih spesifik, integrasi Imtaq dan iptek ini diperlukan karena
empat alasan.Pertama, sebagaimana telah dikemukakan, iptek akan
memberikan berkah dan manfaat yang sangat besar bagi kesejahteraan hidup
umat manusia bila iptek disertai oleh asas iman dan takwa kepada Allah SWT.
Sebaliknya, tanpa asas Imtaq, iptek bisa disalahgunakan pada tujuan-tujuan
yang bersifat destruktif. Iptek dapat mengancam nilai-nilai kemanusiaan. Jika
demikian, iptek hanya absah secara metodologis, tetapi batil dan miskin secara
maknawi.
Kedua, pada kenyataannya, iptek yang menjadi dasar modernisme,
telah menimbulkan pola dan gaya hidup baru yang bersifat sekularistik,
materialistik, dan hedonistik, yang sangat berlawanan dengan nilai-nilai
budaya dan agama yang dianut oleh bangsa kita.
Ketiga, dalam hidupnya, manusia tidak hanya memerlukan sepotong
roti (kebutuhan jasmani), tetapi juga membutuhkan Imtaq dan nilai-nilai
sorgawi (kebutuhan spiritual). Oleh karena itu, penekanan pada salah satunya,
hanya akan menyebabkan kehidupan menjadi pincang dan berat sebelah, dan
menyalahi hikmat kebijaksanaan Tuhan yang telah menciptakan manusia
dalam kesatuan jiwa raga, lahir dan bathin, dunia dan akhirat.
Keempat, Imtaq menjadi landasan dan dasar paling kuat yang akan
mengantar manusia menggapai kebahagiaan hidup. Tanpa dasar Imtaq, segala
atribut duniawi, seperti harta, pangkat, iptek, dan keturunan, tidak akan
mampu alias gagal mengantar manusia meraih kebahagiaan. Kemajuan dalam
semua itu, tanpa iman dan upaya mencari ridha Tuhan, hanya akan
mengahsilkan fatamorgana yang tidak menjanjikan apa-apa selain bayangan
palsu.
Maka integrasi Imtaq dan iptek harus diupayakan dalam format yang
tepat sehingga keduanya berjalan seimbang (hand in hand) dan dapat
mengantar kita meraih kebaikan dunia (hasanah fi al-Dunya) dan kebaikan
akhirat (hasanah fi al-akhirah).
Integrasi Imtaq dan iptek, berarti, kita harus membongkar filsafat ilmu
sekuler yang selama ini dianut. Kita harus membangun epistemologi islami
yang bersifat integralistik yang menegaskan kesatuan ilmu dan kesatuan Imtaq
dan iptek dilihat dari sumbernya, yaitu Allah SWT seperti banyak digagas
oleh tokoh-tokoh pendidikan Islam kontemporer. Selain pada pada aspek
filsafat, orientasi, tujuan, dan epistemologi pendidikan seperti telah diuraikan
di atas, integrasi Imtaq dan iptek itu perlu dilakukan dengan metode
pembelajaran yang tepat. Pendidikan Imtaq pada akhirnya harus berbicara
tentang pendidikan agama (Islam) di berbagai sekolah maupun perguruan
tinggi. Untuk mendukung integrasi pendidikan Imtaq dan iptek dalam sistem
pendidikan nasional kita, maka pendidikan agama Islam disemua jenjang
pendidikan tersebut harus dilakukan dengan pendekatan yang bersifat holistik,
integralistik dan fungsional.
Dengan pendekatan holistik, Islam harus dipahami secara utuh, tidak
parsial dan partikularistik. Pendidikan islam dapat mengikuti pola iman, Islam
dan Ihsan, atau pola iman, ibadah dan akhlakul karimah, tanpa terpisah satu
dengan yang lain, sehingga pendidikan Islam dan kajian Islam tidak hanya
melahirkan dan memparkaya pemikiran dan wacana keislaman, tetapi
sekaligus melahirkan kualitas moral (akhlaq al karimah) yang menjadi tujuan
dari agama itu sendiri. Pendidikan Islam dengan pendekatan ini harus
melahirkan budaya “berilmu amaliah dan beramal ilmiah”. Integrasi ilmu dan
amal, Imtaq dan iptek haruslah menjadi ciri dan sekaligus nilai tambah dari
pendidikan islam.
Secara pendekatan integralistik, pendidikan agama tidak boleh terpisah
dan dipisahkan dari pendidikan sains dan teknologi. Pendidikan iptek tidak
harus dikeluarkan dari pusat kesadaran keagamaan dan keislaman kita. Ini
berarti, belajar sains tidak berkurang dan lebih rendah nilainya dari belajar
agama. Belajar sains merupakan perintah Tuhan (Al -Quran), sama dan tidak
berbeda dengan belajar agama itu sendiri. Penghormatan Islam yang selama
ini hanya diberikan kepada ulama (pemuka agama) harus pula diberikan
kepada kaum ilmuan (Saintis) dan intelektual.
Secara fungsional, pendidikan agama harus berguna bagi kemaslahatan
umat dan mampu menjawab tantangan dan pekembangan zaman demi
kemuliaan Islam dan kaum muslim. Dalam perspektif Islam ilmu memang
tidak untuk ilmu dan pendidikan tidak untuk pendidikan semata. Pendidikan
dan pengembangan ilmu dilakukan untuk kemaslahatan umat manusia yang
seluas-luasnya dalam kerangka ibadah kepada Allah SWT.
Semetara dari segi metodologi, pendidikan dan pengajaran agama
disemua jenjang pendidikan tersebut, tidak cukup dengan metode rasional
dengan mengisi otak dan kecerdasan peserta didik semata-mata, sementara
jiwa dan spiritualitasnya dibiarkan kosong dan hampa. Pendidikan agama
perlu dilakukan dengan memberikan penekanan pada aspek afektif melalui
praktik dan pembiasaan, serta melalui pengalaman langsung dan keteladanan
prilaku dan amal sholeh. Dalam tradisi intelektual Islam klasik, pada saat
mana Islam mencapai puncak kejayaannya, aspek pemikiran teoritik (al aql al
nazhari) tidak pernah dipisahkan dari aspek pengalaman praksis (al aql al
amali). Pemikiran teoritis bertugas mencari dan menemukan kebenaran,
sedangkan pemikiran praksis bertugas mewujudkan kebenaran yang
ditemukan itu dalam kehidupan nyata sehingga tugas dan kerja intelektual
pada hakekatnya tidak pernah terpisah dari realitas kehidupan umat dan
bangsa. Dalam paradigma ini, ilmu dan pengembangan ilmu tidak pernah
bebas nilai. Pengembangan iptek harus diberi nilai rabbani (nilai ketuhanan
dan nilai Imtaq), sejalan dengan semangat wahyu pertama, iqra’ bismi rabbik.
Ini berarti pengembangan iptek tidak boleh dilepaskan dari Imtaq.
Pengembangan iptek harus dilakukan untuk kemaslahatan kemanusiaan yang
sebesar-besarnya dan dilakukan dalam kerangka ibadah kepada Allah SWT.
Penanaman kesadaran pentingnya nilai-nilai agama memberi jaminan
kepada siswa akan kebahagiaan dan keselamatan hidup, bukan saja selama di
dunia tapi juga kelak di akhirat. Jika hal itu dilakukan, tidak menutup
kemungkinan para siswa akan terhindar dari kemungkinan melakukan perilaku
menyimpang, yang justru akan merugikan masa depannya serta memperburuk
citra kepelajarannya. Untuk itu, komponen penting yang terlibat dalam
pembinaan keimanan dan ketakwaan (Imtaq) serta akhlak siswa di sekolah
adalah guru. Kendati faktor lain ikut mempengaruhi, tapi dalam pembinaan
siswa harus diakui guru faktor paling dominan. Ia ujung tombak dan garda
terdepan, yang memberi pengaruh kuat pada pembentukan karakter siswa.
C. Keutamaan Orang Berilmu

Ust. Abu Muawiah

Allah Ta’ala berfirman:


َ‫قُ ْل ه َْل َي ْست َ ِوي الَّذِينَ َي ْعلَ ُمونَ َوالَّذِينَ ال َي ْعلَ ُمون‬
“Katakanlah: “Apakah sama antara orang-orang yang berilmu dengan orang-orang
yang tidak berilmu?” (QS. Az-Zumar: 9)
Dan Allah berfirman:
‫َّللاُ الَّذِينَ آ َمنُوا ِمن ُك ْم َوالَّذِينَ أُوتُوا ْال ِع ْل َم دَ َر َجات‬َّ ِ‫َي ْرفَع‬
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-
orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah: 11)
Dan Allah juga berfirman:
‫ب ِزدْنِي ِع ْل ًما‬ ِ ‫َوقُل َّر‬
“Dan katakanlah (wahai Muhammad): “Wahai Rabbku, tambahkanlah ilmuku.”
(QS. Thaha: 114)
Dari Muawiah bin Abi Sufyan -radhiallahu anhu- dia berkata: Rasulullah -
shallallahu alaihi wasallam- bersabda:
‫الدي ِْن‬ ِ ‫َم ْن ي ُِر ِد هللاُ ِب ِه َخيْرا ً يُفَ ِق ْههُ فِي‬
“Barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan padanya niscaya Allah akan
menjadikannya faham dalam masalah agama.” (HR. Al-Bukhari no. 71, 2948,
6882 dan Muslim no. 1037)
Dari Abu Ad-Darda` -radhiallahu anhu- dia berkata: Aku mendengar Rasulullah -
shallallahu alaihi wasallam- bersabda:
‫ط ِريْقا ً ِإلَى ْال َجنَّ ِة‬ َ ،ً‫س ِب ْيالً َي ْبتَ ِغي ِب ِه ِع ْلما‬
َ ُ‫س َّه َل هللاُ لَه‬ َ َ‫سلَك‬ َ ‫ َم ْن‬. ‫ب ْال ِع ْل ِم ِرضًا‬ َ ‫ض ُع أَجْ نِ َحتِ َها ِل‬
ِ ‫طا ِل‬ َ َ ‫َوإِ َّن ْال َمالَئِ َكةَ لَت‬
‫صنَ ُع‬ ِ ‫ش ْيء َحتَّى ْال َح ْيت َانُ ِفي ْال َم‬
ْ ‫ ِب َما َي‬. ‫اء‬ َ ‫ َو ِإ َّن ْال َعا ِل َم لَ َي ْست َ ْغ ِف ُر لَهُ ُك ًّل‬. ‫ض ِل ْالقَ َم ِر‬ْ َ‫ض ُل ْال َعا ِل ِم َعلَى ْال َعا ِب ِد َكف‬ ْ َ‫َوف‬
‫ب‬ ْ
ِ ‫سائِ ِر الك ََوا ِك‬ ُ َ ْ
َ ‫ َعلَى‬. ً ‫ إِ َّن اْل ْنبِيَا َء لَ ْم ي َُو ِرث ْوا ِد ْينَاراً َوالَ د ِْرهَما‬،‫اء‬ َ ْ ُ ْ ْ ْ
ِ َ‫ َوإِ َّن العُلَ َما َء َو َرثَة اْل ْنبِي‬, ‫ث ْْوا ال ِعل َم‬ ُ ‫إِنَّ َما َو َّر‬,
‫فَ َم ْن أ َ َخذَهُ أ َ َخذَ ِب َحظ َوا ِفر‬
“Barangsiapa yang menempuh sebuah jalan guna mencari ilmu niscaya Allah
akan memudahkan jalannya untuk masuk ke dalam surga. Sesungguhnya para
malaikat betul-betul meletakkan sayap-sayap mereka pada penuntut ilmu karena
mereka ridha dengan apa yang dia tuntut. Sesungguhnya seorang alim (orang yang
berilmu) itu dimintaampunkan oleh segala sesuatu sampai ikan-ikan di lautan.
Kelebihan seorang alim di atas abid (ahli ibadah) adalah bagaikan kelebihan yang
dimiliki oleh bulan di atas bintang-bintang lainnya. Para ulama adalah pewaris
para nabi, dan sesungguhnya para nabi tidaklah mewariskan dinar dan tidak pula
perak akan tetapi mereka hanya mewariskan ilmu, karenanya barangsiapa yang
mengambilnya (ilmu) maka sungguh dia telah mengambil bagian yang sangat
besar.” (HR. Abu Daud no. 3642 dan At-Tirmizi no. 2682 dan dinyatakan shahih
oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 6297)
Dari Abu Hurairah -radhiallahu anhu- bahwa Rasulullah -shallallahu alaihi
wasallam- bersabda:
‫ط َع َع َملُهُ ِإالَّ ِم ْن ثَالَث‬ َ َ‫سانُ ا ْنق‬ ِ ْ َ‫ ِإذَا َمات‬: ُ ‫صا ِلح يَدْعُو لَه‬
َ ‫اْل ْن‬ َ ‫ أ َ ْو َولَد‬،‫ أ َ ْو ِع ْلم يُ ْنتَفَ ُع ِب ِه‬،‫اريَة‬ ِ ‫صدَقَة َج‬ َ ‫ِإالَّ ِم ْن‬
“Jika manusia meninggal maka semua amalannya terputus kecuali tiga perkara:
Kecuali sedekah jariyah, atau ilmu yang dimanfaatkan, atau anak saleh yang
mendoakan untuknya.” (HR. Muslim no. 1631)
Penjelasan ringkas:
Sebelumnya perlu ditegaskan bahwa semua kata ilmu yang tersebut dan yang
dipuji pemiliknya dalam Al-Kitab dan As-Sunnah, maka yang dimaksud di situ
adalah ilmu-ilmu agama dan bukan ilmu-ilmu dunia berdasarkan kesepakatan para
ulama. Hal itu karena ilmu-ilmu dunia sama seperti masalah dunia lainnya, yakni
hukum asalnya tidak mendapatkan pahala dan tidak juga mendapatkan dosa ketika
melakukannya.
Kemudian ketahuilah bahwa iman dan ilmu agama mempunyai kedudukan yang
besar lagi mulia di dalam agama ini, karenanya Allah Ta’ala mengangkat derajat
orang-orang yang beriman di atas orang-orang yang tidak beriman, dan Allah
mengangkat derajat orang-orang yang beriman lagi berilmu di atas orang-orang
yang beriman tapi tidak mempunyai ilmu terhadap agamanya. Dan kelebihan
mereka yang beriman lagi berilmu dibandingkan orang yang beriman tapi tidak
berilmu sangat nampak dalam hadits Abu Ad-Darda` di atas yaitu:
1. Dia akan dinaungi oleh para malaikat dengan sayap-sayap mereka.
2. Segala sesuatu akan memintaampunkan dosanya kepada Allah mulai makhluk
yang berada di bawah lautan sampai makhluk yang ada di atas langit (para
malaikat).
3. Dia diibaratkan sebagai bulan yang menerangi alam semesta, sementara orang
yang hanya beriman tapi tidak berilmu hanya diibaratkan sebagai bintang yang
hanya menerangi dirinya sendiri.
4. Mereka adalah pewaris para nabi, dan cukuplah ini menunjukkan keutamaan
mereka.
5. Dia bisa mengajarkan ilmunya kepada orang lain, yang dengannya pahala akan
terus mengalir kepadanya -sampai walaupun dia telah meninggal- selama ilmu
yang diajarkan masih diamalkan oleh orang-orang setelahnya.
Dan kelima perkara ini tidak akan didapatkan oleh orang yang hanya beriman tapi
tidak berilmu (ahli ibadah). Karenanya sangat wajar sekali kalau Allah tidak
menyamakan kedudukan orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu
karena mereka adalah mujahid yang memperbaiki dirinya, memperbaiki orang
lain, dan melindungi agama Allah dari setiap perkara yang bisa merusaknya,
berbeda halnya dengan ahli ibadah yang kebaikannya hanya terbatas pada dirinya.
Berkaca dari semua keutamaan di atas, kita tentu akan memahami kenapa
Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- masih diperintahkan oleh Allah untuk
meminta penambahan ilmu agama, padahal beliau adalah makhluk yang paling
berilmu secara mutlak. Kalau beliau masih diperintahkan oleh Allah untuk
menambah perbendaharaan ilmu beliau dan diperintahkan untuk berdoa meminta
tambahan ilmu, maka bagaimana lagi dengan kita?!
Karenanya jika kita telah diberikan minat oleh Allah untuk mendekati ilmu agama
-apalagi yang teah terjun di dalam menuntutnya- maka bergembiralah, karena
sungguh itu merupakan tanda besar yang menunjukkan Allah ingin kamu
mendapatkan kebaikan di dunia dan Dia akan mempermudah jalanmu untuk
masuk ke dalam surga, yang mana jalan menuju ke sana adalah perjalanan yang
sangat panjang lagi berat.
D. Tanggung jawab Ilmuwan terhadap alam dan lingkungan
Ilmuwan merupakan sosok manusia yang diberikan kelebihan oleh Tuhan dalam
menguasai sebuah ilmu pengetahuan. Dari kelebihannya ini maka Tuhan
mengangkat harkat dan martabat ilmuan tersebut di tengah-tengah masyarakat,
bangsa dan Negara sehingga mereka disanjung dan dihormati serta menjadi
sumber solusi dari situasi-dan kondisi lingkungan hidup manusia.
Karena ilmuwan tersebut telah diberi penghargaan oleh Tuhan maka
peanaghargaan tersebut membawasa kedalam posisi yang tinggi disbanding
dengan manusia yang lain. Dialah menjadi wakil Tuhan di bumi untuk
menjadikan lingkungan hidup manusia terpelihara dan membawa kebaikan kepada
manusia itu sendiri. Dengan demikian dapta diartikan bahwa ilmuan dijadikan
Tuhan sebagai pemimmpin kelangsungan lingkungan hidup manusia di muka
bumi ini.
Isu Ekologi (lingkungan hidup) adalah salah satu isu global diantara HAM.
Demokrasi, yang semakin kencang dengungannya. Menurut Prof. Sayed Hosein
Nasr dalam makalahnya Islam environmental crisis, krisis lingkungan dewasa ini
tidak hanya terdapat dalam negara-negara maju yang notabene sebagai pelopor
industrialisasi, tapi juga pada Negara-negara Islam. Bias disebut, polusi di Qairo
dan Teheran, erosi pada perbukitan di Yaman, hingga penggundulan hutan besar-
besaran di Malaysia dan Banglades (juga Indonesia). Bagi Nasr krisis lingkungan
hidup sekarang ini tidak bisa dibedakan lagi antara dunia islam dan non Islam.
Hal ini ditarik kesimpulan dari logika sederhana, pasti akan diperoleh jawaban
bahwa konsep Islam dan Barat (pelopor industrialisasi tanpa memperdulikan
lingkunga) tentang alam tidaklah berbeda. Karena dalam dunia Islam juga terjadi
pengrusakan alam seperti yang terjadi di Barat. Padahal kalau kita teliti lebih
dalam ada perbedaan esensial antara Barat dan Islam dalam memandang alam ini
yang membuat umat Islam menjadi tidak islami dalam berbuat dan
memberlakukan alam ini, meskipun demikian, Islam tetap hidup sebagai dorongan
religius dan spiritual yang kuat. Dan pandangannya tentang alam dan lingkungan
hidup masih tetap terhujam dalam pikiran dan jiwa umatnya. Adanya perjuangan
umat Islam yang satu perlima penduduk dunia adalah merealisasikan pandangan
Islam tersebut agar membumi, dengan begitu keselarasan lingkungan hidup dapat
dirasakan.
Kesenjangan antara cita Islam dan fakta perbuatan kaum muslimin dalam masalah
lingkungan harus segera dihapuskan sehingga pada akhirnya, menjadi muslim
sekaligus pendekar lingkungan hidup.

Memelihara Lingkungan
Krisis ingkungan ldari sudut teologis (metafisik) bukanlah hanya persoalan politik
dan ekonomi belaka. Namum ada persoalan mendasar yang berhubungan dengan
keyakinan yang menjadi dasar tindakan dan prilaku seseorang. Krisis lingkungan
yang sekarang menjadi problem serius manusia pertama kali disulut oleh
modernisasi (era Industrialisasi) Yang terjadi di Barat. Sedangkanm dunia timur
hanya mengekor jalan yang telah dilaluai Barat, meski sebenarnya jalan itu telah
bertentangan dengan pandangan filsafat mereka sendiri.
Modernisasi Barat yang membuahkan konsumerisme, individualisme, hedonisme,
adalah kelanjutan dari filsafat materialisme yang mendasari bangunan
peradabannya. Dalam filsafat materialisme barat menempatkan esensi segala
sesuatu hanyalah pada materi semata : eksistensi manusia, tujuan hidupnya tidak
lebih hanya materi saja. tidak ada tempat lagi bagi nilai dan sesuatu yang
transendental dalam bangunan pemikiran dan peradaban yang dijungjung barat.
Hidup di dunia ini adalah senyatanya, dan tidak ada kehidupan lain selain dunia
ini. Bahkan selogan “Tuhan telah mati”adalah jargon resmi barat mengawali
modernisasi peradabannya. Akibat lanjut dari filsafat materialisme di atas adalah
pandangannya tentang manusia yang sangat ekstrim. Manusia adalah penguasa
tunggal (yang bebas, merdeka) di alam ini. Manusia tidak akan
mempertanggungjawabkan pekerjaannya selain pada dirinya sendiri karena tuhan
telah mati. Bagi mereka Tuhan adalah mitos yang hanya menakut-nakuti pikiran
manusia untuk berbuat bebas di alam ini. Juga dengan pandangannya bahwa
kehidupan hanya ada di dunia ini, membuat obsesi dan cita-cita mereka hanya
sebatas menikmati kelezatan materi yang ada di dunia. Maka terjadilah peradaban
barat yang memobilisasi masa untuk berebut kenikmatan duniawi tanpa
mempedulikan nilai-nilai transendental. Gaya hidup hedonisme, konsumerisme,
individualisme adalah anak sah dari pandangan hidup seperti di atas. Dari sinilah
akar terjadinya ekploitasi alam secara besar-besaran tanpa mesti memperhatikan
keseimbangan dan keselarasannaya. Terjadi kolonialisme yang dengan pongahnya
menghabisi sumber-sumber alam Negara jajahannya merupakan bukti nyata
keserakahan manusia yang dimasuki pandangan materilaisme.
Bagi Prof Sayyed Hossen Nasr, dengan pandangan barat bahwa manusia sebagai
pengusaha tunggal (tanpa kehadiran Tuhan) telah menjadikan manusia sewenang-
wenang dalam memperlakukan alam bagi seorang pelacur yang terus dieksploitir
tanpa memberikan imbalan yang layak.keserakahan dan kerakusan Barat telah
menghancurkan keseimbangan dan keselarasan alam. Hal di atas sangat berbeda
dengan pandangan Islam tentang alam . Bagi Prof , Fazrur Rahman membicarakan
alam dalam konsep Islam tidak bisa dipisahkan dari pembahasan tentang Tuhan
dan manusia. Membahas salah satunya pasti akan menyeret tema lainnya dalam
pembicaraannya. Dalam Islam Tuhan (baca: Allah SWT) adalah pemilik tunggal
alam semesta, dimana manusia termasuk didalamnya. Namun begitu manusia
mempunyai kedudukan yang sangat unik dan khas dibandingkan makhluk-
makhluk Allah lainnya.
Manusia diberi akal pikiran dan nafsu, dimana tidak diberikan pada makhluk
lainnya. Dengan bekal akal pikiran itulah Allah memberikan mandat sebagai
khalifah di bumi agar mengurusi (mempergunakan dan memeliharanya) alam mini
sebaik baiknya,

Dengan dua peranan alam bagi manusia menurut konsep Islam inilah tindakan
eksploitasi alam secara brutal yang mengesampingkan keselarasan dan
keseimbangannya tidak bisa ditolerir ajaran Islam, dan krisis lingkungan yang
melanda dunia saat ini merupakan persoalan besar dalam memahami perannan
manusia sebagai khalifah sekaligus hamba Allah di bumi. Manusia telah
menjadikan dirinya sebagai raja yang mempunyai kekuasaan mutlak atas semesta.
Dan meniadakan pertanggungjawabannya nanti dihadapan Allah atas tindakannya
terhadap alam semesta.
Bagi seorang muslim menyelamatkan lingkungan hidup adalah merupakan
perintah agamanya, tidak hanya sekedar mencari legitimasi agama atas isu-isu
lingkungan hidup yang semakin keras dendangnya. Karena dengan lingkungan
yang sehatlah seorang muslim dapat melangsunglkan ibadah dan menjadikan alam
sebagai media mengenal dan memahami Allah, disamping kitab suci.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Ilmu pengetahuan dalam Al-Quran adalah proses pencapaian segala
sesuatu yang diketahui manusia melalui tangkapan pancaindra sehingga
memperoleh kejelasan. Teknologi merupakan salah satu unsur budaya sebagai
hasil penerapan praktis dari ilmu pengetahuan yang obyektif. Seni adalah hasil
ungkapan akal budi serta ekspresi jiwa manusia dengan segala prosesnya. Seni
identik dengan keindahan dimana keindahan yang hakiki identik dengan
kebenaran. Apabila manusia berlaku adil dengan semua makhluk hidup
dialam ini, maka disinilah letak kebenaran norma moral yang baik karena
manusia hidup tidak hanya untuk beribadah kepada Allah. Dalam pandangan
Islam, antara iman, ilmu pengetahuan, teknologi danseni terdapat hubungan
yang harmonis dan dinamis yang terintegrasi dalam suatu sistem yang disebut
Dienul Islam.
Perkembangan iptek dan seni, adalah hasil dari segala langkah dan
pemikiran untuk memperluas, memperdalam, dan mengembangkan iptek dan
seni. Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa peran Islam yang utama dalam
perkembangan iptek dan seni setidaknya ada 2 (dua). Pertama, menjadikan
Aqidah Islam sebagai paradigma pemikiran dan ilmu pengetahuan. Kedua,
menjadikan syariah Islam sebagai standar penggunaan iptek dan seni. Jadi,
syariah Islam-lah, bukannya standar manfaat (utilitarianisme), yang
seharusnya dijadikan tolok ukur umat Islam dalam mengaplikasikan iptek dan
seni.
Pengembangan IPTEKS yang lepas dari keimanan dan ketakwaan
tidak akan bernilai ibadah serta tidak akan menghasilkan manfaat bagi umat
manusiadan alam lingkungannya. Allah memberikan petunjuk berupa agama
sebagai alat bagi manusia untuk mengarahkan potensinya kepada keimanan
dan ketakwaan bukan pada kejahatan yang selalu didorong oleh nafsu dan
amarah. Karena pada dasarnya Manusia mendapat amanah dari Allah sebagai
khalifah untuk memelihara alam, agar terjaga kelestariannya dan potensinya
untuk kepentingan umat manusia. Oleh karena itu perlunya keimanan sebagai
pelengkap ilmu dalam penerapannya bukan hanya menghasilkan keuntungan
satu sisi saja.

B. SARAN
Dengan adanya makalah ini diharapkan para pembaca memahami
bagaimana sebenarnya paradigma islam itu dalam menyaikapi Ilmu
pengetahuan, Teknologi dan seni tersebut. Selain itu, para pembaca juga
diharapkan mampu memahami bagaimana integrasi Imtaq (Iman dan Taqwa)
dalam Iptek dan seni tersebut.
Karena semakin berkembangnya zaman, keberadaan Iptek dan seni
sangat berpengaruh terhadap kepribadian hidup manusia. Untuk itu diperlukan
pegangan yang berfungsi sebagai pengendali akan adanya perubahan-
perubahan tersebut.
Akan tetapi makalah kami masih jauh dari sempurna sehingga kritik
dan saran dari pembaca sangat kami butuhkan guna pembuatan makalah kami
berikutnya yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

http://marlinara.blogspot.com/2013/04/iptek-dan-seni-dalam-islam.html

Samantho, Y.Ahmad.IPTEK dari Sudut Pandang


Islam.http://ahmadsamantho.wordpress.com

Taher, Tarmizi.Ummatan Wasathan.www.republika.co.id

http://makalah-artikel-online.blogspot.com/

Achmad Suyuti Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia


http://www.dakwahkeadilan.blogspot.com

http://www.kispa.org

http://www.eramuslim.com

http://www.pk-sejahtera.org

http://www.akhwatumar.blogspot.com

http://fadjaer-dodolanol.blogspot.com/2011/11/dodolan-pulsa-ol.html
http://ariefsmartguy.blogspot.com/2011/01/tanggung-jawab-ilmuwan-terhadap-alam.html
http://hamdaniearham.blogspot.com/2012/05/keutamaan-orang-yang-berilmu.html

Anda mungkin juga menyukai