Anda di halaman 1dari 10

BABI

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al Qur’an merupakan sumber segala ilmu. Al Qur’an menyebutkan tentang kejadian
alam semesta dan berbagai proses kealaman lainnya, tentang penciptaan manusia, termasuk
manusia yang didorong hasrat ingin tahunya dan dipacu akalnya untuk menyelidiki segala apa
yang ada disekitarnya seperti keingintahuan tentang rahasia alam semesta.
Alam semesta merupakan sebuah bukti kebesaran Tuhan, karena penciptaan alan
semesta dari ketiadaan memerlukan adanya Sang Pencipta Yang Maha Kuasa. Tuhan telah
menciptakan alam semesta ini dengan segala isinya untuk manusia dan telah menyatakan
tentang penciptaan alam semesta dalam ayat-ayat Nya. Meskipun demikian Al Qur’an bukan
buku kosmlogi atau biologi, sebab ia hanya menyatakan bagian-bagian yang sangat penting
saja dari ilmu-ilmu yang dimaksud.
Keingintahuan manusia tentang alam semesta tidak hanya membaca Al Qur’an saja,
akan tetapi juga melakukan perintah Tuhan. Sehingga ia dapat menemukan kebenaran yang
dapat dipergunakan dalam pemahaman serta penafsiran Al Qur’an. Oleh karena itu tidak dapat
diragukan lagi bahwa penciptaan alam semesta bukanlah produk dari hasil pemikiran manusia,
akan tetapi produk dari hasil Tuhan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kandungan surat Al Baqarah ayat 29 ?
2. Bagaimana kandungan surat Al A’raf ayat 54 ?
3. Bagaimana kaitan surat Al Baqarah ayat 29 dan Al A’raf ayat 54 dengan pendidikan ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui kandungan surat Al Baqarah ayat 29
2. Untuk mengetahui kandungan surat Al A’raf ayat 54
3. Untuk mengetahui kaitan surat Al Baqarah ayat 29 dan Al A’raf ayat 54 dengan pendidikan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kandungan Surat Al Baqarah Ayat 29

ٍ‫ت ۚ َو ُه َو بِك ُِل ش َْيء‬


ٍ ‫اوا‬
َ ‫س َم‬ َ َ‫اء ف‬
َ َّ‫س َّواهُن‬
َ ‫س ْب َع‬ ِ ‫س َم‬ ِ ‫ُه َو الَّذِي َخلَقَ لَ ُك ْم َما فِي ْاْل َ ْر‬
ْ ‫ض َج ِميعًا ث ُ َّم ا‬
َّ ‫ست َ َو ٰى إِلَى ال‬
‫ع ِليم‬
َ

Referensi: https://tafsirweb.com/287-surat-al-baqarah-ayat-29.html
Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak
(menuju) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit Dan Dia Mahamengetahui segala
sesuatu.” (QS. 2:29)
Di dalam kitab-kitab tafsir tidak dijumpai keterangan yang menjelaskan tentang sebab-
sebab turun ayat tersebut. yang ada adalah penjelasan yang diberikan Al-Maraghi sebagai
berikut :
Allah SWT mengarahkan ayat tersebut dan ayat sebelumnya (kaifa takfuruna
billah……turja’un) kepada orang-orang fasik yang tersebut dengan berbagai perumpamaan
setelah sebelumnya mereka dijuluki sebagai orang yang ingkar, culas karena mereka
memutuskan tali perjanjian yang telah dibuat, serta memutuskan perintah Allah yang
seharusnya dipegang teguh, dan membuat kerusakan di muka bumi. Berkenaan dengan itu, ayat
ini turun dalam rangka al-taubih (ejekan) dan al-ta’ajjub (keanehan) yang disebabkan sifat
ingkar yang ditunjukkan oleh orang-orang fasik, dengan menyebutkan bukti-bukti yang
mendorong mereka agar memiliki keimanan yang besar dan menjauhi kekafiran. Bukti-bukti
tersebut berupa kenikmatan yang tampak di jagat raya yang menunjukkan kekuasaan Allah
SWT yang diperlihatkan dengan permulaan penciptaan makhluk-Nya hingga berakhir, yakni
menghidupkan mereka setelah sebelumnya dalam keadaan mati, dan menyusun jenis dan rupa
mereka dari berbagai unsur yang berserakan, air mani yang tak berdaya, serta menjadikan
segala apa yang ada di bumi dengan beraneka ragam manfaat dan khasiatnya untuk meraka
nikmati, serta dengan menciptakan tujuh lapis langit yang dihiasi bintang-bintang yang berguna
untuk menerangi jalan pada kegelapan di darat dan di lautan.
Dengan demikian konteks ayat 29 surat Al Baqarah yang berbicara tentang penciptaan
alam tersebut adalah dalam rangka memberikan peringatan kepada orang-orang yang fasik,
yaitu mengapa mereka sampai berbuat demikian, padahal mereka diciptakana oleh Allah dari

2
kedaan tak berdaya (mati), kemudian hidup (di dunia), kemudian mati lagi, dan hidup lagi (di
dalam kubur) dan selanjutnya mereka dikembalikan kepada Allag SWT. Selain itu, Allah juga
menciptakan segala apa yang ada di bumi dan di langit untuk mereka . Dengan demikian, titik
tekan ayat 29 surat Al Baqarah ini tidak berbicara tentang proses penciptaan alam, melainkan
lebih ditujukan untuk menjelaskan posisi alam sebagai tempat yang penuh berbagai karunia
Tuhan yang dapat dimanfaatkan oleh manusia dan oleh karena itu tidak sepantasnya manusia
berbuat ingkar sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang fasik sebagaimana tersebut di
atas.
Pemahaman tersebut di atas dapat dipahami dari penjelasan Al Maraghi sebagai berikut
Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu
Potongan ayat ini menjelaskan tentang apa yang ada di bumi untuk dimanfaatkan oleh
manusia. Pemanfaatan ini dapat dilakukan melalui salah satu dari dua jalan. Pertama, dengan
cara memanfaatkan materi yang ada di bumi untuk mendukung kelangsungan hidup jasmaniah
seperti penggunaannya sebagai bahan makanan atau perhiasan dalam kehidupan duniawi.
Kedua, dengan cara merenungkan dan mengambil pelajaran terhadap sesuatu yang tak dapat
digapai oleh tangan secara fisik yang dengan cara demikian akan dapat mengetahui kekuasaan
Allah yang menciptakannya dan yang demikian bermanfaat sebagai santapan jiwa.
Berdasarkan dua cara ini, maka dapat diketahui bahwa pada dasarnya kepada manusia
dibolehkan untuk memanfaatkan segala ciptaan Allah yang ada di bumi ini, dan tidak ada hak
bagi makhluk untuk mengharamkan sesuatu yang dibolehkan oleh Allah tersebut, kecuali
dengan izin-Nya. Hal ini sejalan dengan firman Allah sebagai berikut:
Katakanlah : “Terangkanlah kepadaku tentan rezki yang diturunkan Allah kepadamu,
lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal”. Katakankah: ”Apakah Allah
telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan saja terhadap
Allah?” (QS Yunus:59)
Berdasarkan ayat tersebut, maka walaupun pada dasarnya segala yang diciptakan oleh
Allah itu halal, namun pada saat yang bersamaan terdapat pula yang diharamkan, seperti
bangkai, daging babi, darah, dan sebagainya. Dengan demikian, yang menentukan halal atau
haram itu hanyalah Allah. Hal ini menunjukkan bahwa apa yang ada di bumi ini pada
hakikatnya milik Allah, dan manusia dapat menggunakannya sesuai dengan petunjuk-Nya.
Sementara itu, Ibnu Katsir menjelaskan potongan ayat 29 suart Al Baqarah tersebut di
atas mengatakan bahwa Allah SWT menciptakan bumi sebelum langit, dan ketika bumi
diciptakan, maka mengepullah asap, hal ini sejalan dengan ayat 11 QS. Fussilat yang artinya :

3
Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap,
lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-
Ku dengan suka hati atau terpaksa”, keduanya menjawab : Kami datang dengan suka hati.
Menurut Ibnu Katsir, ayat tersebut menjelaskan bahwa bumi diciptakan sebelum langit.
Jika ayat 29 surat Al Baqarah tersebut dihubungkan dengan ayat sebelumnya, yaitu ayat 27
maka dapat dikemukakan bahwa kandungan ayat 27 berisi penjelasan sifat-sifat orang fasik
yang memutuskan ikatan janji yang telah dibuatnya dengan Allah serta melanggar apa yang
diperintahkan Allah untuk dihubungkannya serta membuat kerusakan di muka bumi, maka ayat
28 dan 29 berisi ejekan sekaligus keheranan terhadap kekufuran mereka itu. Mereka tidak
menyadari bahwa mereka telah diberikan kenikmatan yang sekaligus merupakan bukti
kekuasaan Tuhan, yaitu Dialah yang menciptakan mereka hidup padahal sebelumya mati,
merangkai bentuk mereka dari unsur-unsur yang berserakan, yaitu dari air yang tak bernilai
dan hina, serta dengan menciptakan segala sesuatu yang ada di bumi agar dinikmati apa yang
terdapat di dalamnya, baik yang zahir maupun batin dari berbagai komponen yang beraneka
ragam serta cara yang berbeda-beda serta menciptakan tujuh lapis langit dan bumi dengan
lampu-lampunya (berupa bulan, matahari dan bintang) agar mereka tidak tersesat dalam
kegelapan di darat dan di lautan.
Dengan demikian, sesungguhnya ayat 29 surat Al Baqarah tersebut berisi tentang
penciptaan langit dan bumi namun tujuannya bukan terletak pada upaya menjelaskan proses
penciptaan langit dan bumi itu sendiri, tetapi yang terpenting adalah untuk memberikan
penyadaran kepada orang-orang kafir, agar mereka menghentikan kekafirannya, kemudian
mereka tunduk dan beriman kepada Allah , karena Dialah yang menciptakan berbagai
kenikmatan yang dibutukan mereka. Dengan kata lain adalah suatu hal tidak pantas bahkan
keterlaluan manakala manusia ingkar kepada Allah, sementara dirinya sendiri serta berbagai
kenikmatan dan fasilitas yang mendukung kelangsungan hidupnya adalah ciptaan Allah.
Sungguh perbuatan yang demikian itu tidak sepantasnya dilakukan manusia.
Dengan kata lain ayat-ayat tersebut berisi keheranan yang tak habis-habisnya terhadap
ulah sikap orang-orang yang ingkar dan kufur, padahal Allah telah mengutus para rasul yang
membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka serta membuat perumpamaan yang dapat
digunakan untuk memberikan petunjuk terhadap berbagai hal yang mereka anggap sulit untuk
mencapai kebahagiaan hidup mereka di dunia dan di akhirat. Dengan kata lain bahwa
penjelasan tentang penciptaan alam dan segala yang terkandung di dalamnya bukan semata-
mata ditujukan untuk menjelaskan kekuasaan Tuhan, melainkan juga ditujukan untuk

4
mendorong orang-orang kafir dan orang-orang ingkar agar menginsafi kekafiran dan
keingkarannya itu.
Penjelasan tersebut sejalan dengan firman Allah dalam surat Al Mulk:1-4 yang artinya
:
Maha Suci Allah yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas
segala sesuatu. Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara
kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. Yang telah
menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali idak melihat pada ciptaan Tuhan
Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah
kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang ? Kemudia pandanglah sekali lagi niscaya
penglihatanmu akan kembal kepadamudengan tidak menemukan sesuatu cacat dan
pengelihatanmu itupun dalam keadaan payah. (Al Mulk:1-4)
Al Maragi menjelaskan ayat-ayat tersebut sebagai berikut : tabaraka …..syai’in
qadir maksudnya adalah bahwa di tangan (kekuasaan) Allah-lah kerajaan dunia dan akhirat.
Dialah Allah yang mampu memuliakan dan menghinakan seserang yang dikehendaki-Nya.
Dialah yang mengangkat dan menjatuhkan suatu kaum. Dia memiliki kekuasaan atas apa yang
dikehendaki-Nya dan tidak ada seorangpun yang menghalangi-Nya, serta tidak ada pula yang
dapat menghalangi apa yang dikehendaki-Nya, di tangan-Nyalah anugerah yang sempurna
kepada seluruh ciptaan-Nya berdasarkan kehendak dan anugerah-Nya. Singkatnya bahwa
Allah adalah Maha Agung dari segenap ciptaan-Nya. Dengan ayat tersebut, manusia
diharapkanagar menyadari keterbatasannya, serta menerima segala keputusan yang menimpa
dirinya. Dengan cara demikian, manusia tidak akan mengejar kekuasaan dan sebagainya dan
memaksakannya, Karena segala sesuatu yang terjadi pada manusia sudah ditentukan oleh
Tuhan. Namun demikian, ini tidak berarti manusia menyerah begitu saja, dan mengharapkan
sesuatu tanpa ikhtiar dan usaha sungguh-sungguh. Manusia harus tetap berusaha mengejar cita-
citanya melalui perjuangan sebagai suatu sunatullah. Namun hasilnya harus dikembalikan
kepada Allah.
Selanjutnya potongan ayat al-adzi khalaqal mauta wal hayata, maksudnya adalah
bahwa Dia-lah Allah yang menentukan hidup dan mati melalui batas-batas yang tidak dapat
dilampaui (mawaqit) dan tidak pula dapat diketahui melainkan hanya Dia saja yang
menghetahuinya.
Adapun potongan ayat liyabluwakum ayyukum ahsanu amala maksudnya adalah
bahwa adanya hidup dan mati tersebut dtujukan untuk member peluang kepada manusia untuk
melakukan perbuatan yang terbaik, dan memberirikan kepada mereka, siapa di antaranya yang
5
paling ikhlas amalnya, dan kemudian mereka diberi balasan berdasar pada tingkat perbuatan
yang dilakukannya sewaktu di dunia ini, sehingga dapat diketahui apakah yang dilakukannya
sebagai perbuatan hati atau perbuatan anggota badan. Berkenaan dengan ayat ini Rasulullah
SAW menafsirkan ayat tersebut dengan ungkapan ayyukum ahsanu aqala siapakah di antara
mereka yng paling baik akalnya, sehingga ia lebih berhati-hati terhadap hal-hal yang
diharamkan Allah, dan bersegera dalam mentaati Allah.
Berdasarkan penjelasan tersebut terlihat dengan jelas, bahwa di balik penjelasan Allah
SWT terhadap ciptaan dan kekuasaan-Nya itu adalah mengandung maksud agar manusia
meningkatkan keimanan dan ketakwaannya kepada Allah. Hal ini sejalan pula dengan misi
utama dari kehadiran Al Qur’an, yaitu untuk membentuk akhlak yang mulia yang berdasarkan
kepada keimanan dan ketakwaan kepadanya.

B. Kandungan Surat Al A’raf Ayat 54


‫س‬ ْ َ‫ار ي‬
َّ ‫طلُبُهُ َحثِيثًا َوال‬
َ ‫ش ْم‬ َ ‫ض فِي ِست َّ ِة أَي ٍَّام ث ُ َّم ا ْست ََو ٰى َعلَى ْالعَ ْر ِش يُ ْغشِي اللَّ ْي َل النَّ َه‬
َ ‫ت َو ْاْل َ ْر‬ َّ ‫َّللاُ الَّذِي َخلَقَ ال‬
ِ ‫س َم َاوا‬ َّ ‫إِ َّن َربَّ ُك ُم‬
َ‫َّللاُ َربُّ ْالعَالَ ِمين‬ َ َ‫ت ِبأ َ ْم ِر ِه ۗ أ َ ََل لَهُ ْالخ َْل ُق َو ْاْل َ ْم ُر ۗ تَب‬
َّ َ‫ارك‬ ٍ ‫س َّخ َرا‬ َ ‫َو ْالقَ َم َر َوالنُّ ُج‬
َ ‫وم ُم‬

“Sesungguhnya Rabb kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam
masa, lalu Allah bersemayam di atas ‘Arsy. Allah menutupkan malam kepada siang yang
mengikutinya dengan cepat. Dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang
(masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan
hanyalah hak Allah. Mahasuci Allah, Rabb semesta alam.” (QS. Al A’raf: 54)
Allah memberitahukan bahwa Allah adalah Rabb yang telah menciptakan alam ini:
langit, bumi dan juga seisinya dalam enam hari. Sebagaimana hal itu telah dijelaskan oleh
beberapa ayat di dalam Al Qur’an. Keenam hari itu adalah; hari Ahad, Senin, Selasa, Rabu,
Kamis dan Jum’at. Di dalamnya-lah seluruh penciptaan diselesaikan dan di dalamnya pula
Adam AS diciptakan.
Para ahli tafsir berbeda pendapat, apakah setiap hari dari keenam hari tersebut sama
seperti hari-hari yang ada pada kita sekarang ini ? Ataukah setiap hari itu sama dengan seribu
tahun, sebagaimana yang telah dinashkan oleh Mujahid dan Imam Ahmad bin Hanbal. Dan hal
itu diriwayatkan dari riwayat adh-Dhahhak dari Ibnu ‘Abbas.
Sedangkan hari Sabtu di dalamnya tidak terjadi penciptaan, karena ia merupakan hari
ketujuh. Dan dari itu pula hari itu dinamakan hari Sabtu, yang berarti pemutusan/penghentian.

6
Adapun hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad, dari Abu Hurairah ra, di mana ia
berkata: Rasulullah pernah menarik tanganku seraya bersabda:
“Allah menciptakan tanah pada hari Sabtu, Allah menciptakan gunung-gunung di bumi itu
pada hari Ahad, menciptakan pepohonan di bumi itu pada hari Senin, menciptakan hal-hal
yang dibenci pada hari Selasa, menciptakan cahaya pada hari Rabu, menyebarluaskan
binatang pada hari Kamis dan menciptakan Adam setelah Ashar pada hari Jum’at sebagai
ciptaan terakhir pada saat paling akhir dari hari Jum’at, yaitu antara waktu Ashar sampai
malam.”
Sedangkan firman-Nya lebih lanjut: tsummas tawaa ‘alal ‘arsy (“Kemudian Allah
bersemayam di atas ‘Arsy.”) Mengenai firman Allah Ta’ala ini, para ulama mempunyai
pendapat yang sangat banyak sekali. Di sini bukan tempat pemaparannya. Tetapi dalam hal ini
kami menempuh jalan para ulama salafus shalih, yaitu Imam Malik, al-Auza’i, ats-Tsauri, al-
Laits bin Sa’ad, asy-Syafi’i, Ahmad, Ishaq bin Rahawaih dan imam-imam lainnya, baik yang
terdahulu maupun yang hidup pada masa berikutnya. Yaitu dengan membiarkannya seperti apa
adanya, tanpa adanya takyif (mempersoalkan kaifiatnya/hakikatnya), tasybih (penyerupaan)
dan ta’thil (penolakan).
Dan setiap makna dhahir yang terlintas pada benak orang yang menganut paham
musyabbihah (menyerupakan Allah dengan makhluk), maka makna tersebut terjauh dari Allah,
karena tidak ada sesuatu pun dari ciptaan Allah yang menyerupai-Nya. Seperti yang
difirmankan-Nya yang artinya berikut ini: “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya.
Dan Allahlah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syuura: 11)
Tetapi persoalannya adalah seperti apa yang dikemukakan oleh para imam yang di
antaranya adalah Na’im bin Hammad al-Khuza’i guru al-Bukhari, ia mengatakan: “Barang
siapa menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya, maka ia kafir. Dan barang siapa mengingkari
sifat yang telah Allah berikan untuk diri-Nya sendiri, berarti ia juga telah kafir.” Dan tidaklah
apa-apa yang telah disifatkan Allah Ta’ala bagi diri-Nya sendiri dan oleh Rasul-Nya
merupakan suatu bentuk penyerupaan. Barang siapa yang menetapkan bagi Allah, setiap apa
yang disebutkan oleh ayat-ayat Al Qur’an yang jelas dan hadits-hadits shahih, dengan
pengertian yang sesuai dengan kebesaran Allah, serta menafikan segala kekurangan dari diri-
Nya, berarti ia telah menempuh jalan petunjuk.
Dan firman-Nya: yughsyil lailan nahaara yathlubuhuu ha-tsii-tsan (“Allah
menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat.”) Artinya, kegelapan
malam menghilangkan cahaya siang dan cahaya siang melenyapkan gelapnya malam. Masing-

7
masing dari keduanya mengikutinya dengan cepat, tidak ada yang terlambat satu dari yang
lainnya. Tapi jika salah satu pergi pasti yang lainnya akan muncul dan begitu sebaliknya.
Oleh karena itu, Allah Tabaaraka wa Ta ala berfirman: yathlubuhuu ha-tsii-tsaw wasy
syamsa wal qamara wan nujuuma musakhkharaa tim bi amrihi (“Yang mengikutinya dengan
cepat. Dan (Allah juga menciptakan] matahari, bulan dan bintang-bintang (yang masing-
masing) tunduk kepada perintah-Nya.”)
Di antara para ulama ada yang menashabkan (membaca dengan harakat fathah) dan ada
juga yang merafa’nya (membaca dengan harakat dhammah). Keduanya mempunyai makna
yang berdekatan. Artinya, bahwa semuanya itu berada dalam kendali dan kehendak-Nya. Oleh
karena itu, Allah memperingatkan: alaa lahuu khalqu wal amru (“Ingatlah, mencipta dan
memerintah itu hanya hak Allah.”) Maksudnya, Allah mempunyai kekuasaan dan
kendali. Tabaarakallaa hu rabbul ‘aalamiin (“Mahasuci Allah, Rabb semesta alam.”)

C. Kaitan Al Baqarah: 29 dan Al A’raf: 54 dengan Pendidikan.


Terjemahan surah Al-‘Araf ayat 54 di atas mengandung sejumlah petunjuk penting
tentang penciptaan alam semesta. Ada 6 landasan ideal bagi pendidikan Islam salah satunya
adalah Al-Quran. Al-Quran sebagai pencerahan hidup manusia baik di dunia maupun
akhirat. Kaitannya dengan pendidikan ialah dalam aspek materi pendidikan. Al-‘Araf ayat 54
memberikan pencerahan bagi perkembangan dunia pendidikan, khususnya pendidikan ilmu
pengetahuan umum (bidang Astronomi, Fisika, dan Geografi). Surah tersebut memberikan
suatu dorongan bagi manusia untuk dapat mengembangkan kemampuan ke-intelektualan
mereka dalam mengungkap rahasia penciptaan alam semesta.
Al-‘Araf ayat 54 kami katakan sebagai pencerahan bagi dunia science
internasional berdasarkan sejarah kaum Materialisme pada abad ke-19 orang-orang
berpendapat bahwa alam semesta itu kekal, ia terdiri dari materi dengan ukuran tak hingga
yang telah ada sejak dahulu dan akan selalu ada. Mereka menolak keberadaan sang pencipta
dan menyatakan bahwa alam semesta tidak berawal dan tidak berakhir (faham materialisme
dialektika Karl Marx). Einstein pun juga berpandangan sama dengan kaum materialisme ini,
menurutnya pada mulanya alam ini tiada, kemudian sekitar 15 milyard tahun yang lalu, alam
tercipta dari ketiadaan. Dan hal ini sangat bertentangan dengan isi surah Al-‘Araf 54. Alam
semesta menurut Islam adalah diciptakan pada suatu waktu dan akan ditiadakan pada saat
yang lain.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Konteks ayat 29 surat Al Baqarah berbicara tentang penciptaan alam dalam rangka
memberikan peringatan kepada orang-orang yang fasik, yaitu mengapa mereka sampai berbuat
demikian, padahal mereka diciptakana oleh Allah dari kedaan tak berdaya (mati), kemudian
hidup (di dunia), kemudian mati lagi, dan hidup lagi (di dalam kubur) dan selanjutnya mereka
dikembalikan kepada Allag SWT. Selain itu, Allah juga menciptakan segala apa yang ada di
bumi dan di langit untuk mereka . Dengan demikian, titik tekan ayat 29 surat Al Baqarah ini
tidak berbicara tentang proses penciptaan alam, melainkan lebih ditujukan untuk menjelaskan
posisi alam sebagai tempat yang penuh berbagai karunia Tuhan yang dapat dimanfaatkan oleh
manusia dan oleh karena itu tidak sepantasnya manusia berbuat ingkar sebagaimana yang
dilakukan oleh orang-orang fasik sebagaimana tersebut di atas.
Allah memberitahukan bahwa Allah adalah Rabb yang telah menciptakan alam ini:
langit, bumi dan juga seisinya dalam enam hari. Sebagaimana hal itu telah dijelaskan oleh
beberapa ayat di dalam Al Qur’an. Keenam hari itu adalah; hari Ahad, Senin, Selasa, Rabu,
Kamis dan Jum’at. Di dalamnya-lah seluruh penciptaan diselesaikan dan di dalamnya pula
Adam AS diciptakan.
Kaitannya dengan pendidikan ialah dalam aspek materi pendidikan. Al-‘Araf ayat 54
memberikan pencerahan bagi perkembangan dunia pendidikan, khususnya pendidikan ilmu
pengetahuan umum.

B. Saran

pada saat pembuatan makalah Penulis menyadari bahwa banyak sekali kesalahan dan
jauh dari kesempurnaan. dengan sebuah pedoman yang bisa dipertanggungjawabkan dari
banyaknya sumber Penulis akan memperbaiki makalah tersebut . Oleh sebab itu penulis
harapkan kritik serta sarannya mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas.

9
DAFTAR PUSTAKA

Al-Maraghi, Ahmad Mustofa. Tarjamah Tafsir Al-Maraghi. 1985. Yogyakarta: Sumber


Ilmu.
https://alquranmulia.wordpress.com/2015/10/14/tafsir-ibnu-katsir-surah-al-araaf-ayat-54/
https://alquranmulia.wordpress.com/2015/10/14/tafsir-ibnu-katsir-surah-al-baqarah-ayat-
29/
Nata, Dr. Abuddin, MA. Tafsir Ayat-ayat Pendidikan. 2002. Depok : PT. Rajagrafindo
Persada

10

Anda mungkin juga menyukai