Anda di halaman 1dari 12

TEKNIK PENYIMPANAN MIKROORGANISME

Dosen Pengampu : Dr. Ir. Joni Kusnadi, M.Si

Disusun oleh :
Iqbal Ali Musthofa (125100500111002)
Nunung Prasetyo (125100507111018)
Rabitha Almas Fasya (125100500111010)
Anggi Nurvianti Pradana (125100501111006)
Dininurilmi Putri (125100501111014)
Sugiyati Ningrum (125100501111022)
Lydia Ariyani (125100507111008)
Ullyvia Dewi Octarina (125100507111016)
Elysabeth (125100507111026)

PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI INDUSTRI


JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia yang terletak didaerah tropik merupakan sumber biodiversitas yang
luas, termasuk mikrobanya, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan
bagi masyarakat. Mikroba tersebut, disamping beragam jenisnya juga sangat
mudah mengalami perubahan sifat sehingga menjadi strain baru yang berbeda
dengan aslinya. Hal ini menambah cepat tumbuh dan berkembangnya
biodeversitas tersebut.
Mikroba yang ditemukan disuatu lingkungan ditemukan dalam bentuk
populasi campuran, dan jarang sekali ditemukan sebagai satu spesies tunggal.
Penelitian mengenai mikroorganisme biasanya memerlukan teknik untuk
memisahkan populasi campuran pada permulaannya atau biakan campuran
menjadi spesies-spesies yang berbeda-beda sebagai biakan murni (Presscott,
2003). Hal yang perlu diperhatikan adalah pemeliharaan mikroba selama
penyimpanan agar produk atau metabolisme suatu mikroba tetap terjaga.
Untuk itu, para ahli melakukan suatu proses koleksi penyimpanan dan
pemeliharaan mikroba utuk mempelajari teknik penyimpanan dan karakteristik
dari mikroba tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Teknik Penyimpanan Mikroorganisme


Penyimpanan (preservasi) bertujuan untuk menjaga agar biakan mikroba
tetap hidup, ciri-ciri genetiknya tetap stabil dan tidak berubah, serta hemat
biaya dan tenaga. Metode yang dipilih sangat tergantung pada sifat mikroba
dan tujuan preservasi. Tujuan koleksi dan preservasi meliputi tujuan jangka
pendek dan jangka panjang. Preservasi jangka pendek dilakukan untuk
keperluan rutin penelitian yang disesuaikan dengan kegiatan program atau
proyek tertentu. Preservasi jangka panjang dilakukan dalam kaitannya dengan
koleksi dan konservasi plasma nutfah mikroba, sehingga apabila suatu saat
diperlukan, dapat diperoleh kembali atau dalam keadaan tersedia (Suriawiria,
2005).
Penyimpanan jangka pendek mikroba dilakukan dengan memindahkan
secara berkala jangka pendek misalnya sebulan sekali dari media lama ke
media baru. Teknik ini memerlukan waktu dan tenaga yang banyak. Beberapa
teknik penyimpanan sederhana yang efektif untuk penyimpanan isolat jangka
pendek atau menengah, dan biasanya tidak sesuai untuk penyimpanan jangka
panjang. Berikut ini beberapa metode yang digunakan dalam penyimpanan
mikroorganisme antara lain:

1. Metode Agar Slant


Gambar1. Teknik Slant Agar. (a) memasukkan kultur pada slant agar (b)
bagian-bagian yang akan dipindahkan (Rachdie, 2008)

Agar slants adalah kultivasi biakan mikroba ke dalam agar miring di


dalam tabung reaksi untuk melihat karakteristik koloni bakteri yang
tumbuh. Metode ini digunakan dengan cara kultur ditumbuhkan pada agar
miring. Komposisi media dan suhu serta interval waktu pemindahan harus
tepat dan disimpan pada refrigerator dengan suhu 5oC atau freezer -
20oC. Subkultur setiap 6 bulan atau sampai dengan 1 tahun, bila kultur
ditutup dengan menggunakan mineral oil (Sulistinah, 2006).
Penggunakan metode ini merupakan penggunaan dengan jangka pendek
yang murah dan mudah sehingga tidak cocok untuk penyimpanan jangka
panjang. Namun, penggunaan metode ini dapat mengakibatkan kultur
mudah terkontaminasi. Apabila digunakan untuk mengkultur bakteri
selama 2-3 minggu dan fungi selama 3-4 minggu.

2. Metode Liofilisasi atau Kering Beku (Qiophylization atau Freeze


Drying)
Teknik kering beku atau liofilisasi merupaka teknik penyimpanan yang
paling popular dan banyak digunakan untuk penyimpanan jangka panjang
mikroba. Teknik ini cocok untuk menyimpan berbagai jenis
mikroorganisme termasuk virus (Holding dan Lelliot 2006), bakteri (Sly
2003), khamir, jamur berspora dan jamur yang tidak berspora (Clark
2006). Proses kering beku merupakan kombinasi dua teknik penyimpanan
jangka panjang yang paling baik, yaitu pembekuan dan pengeringan. Garis
besar tahapan proses ini meliputi pembuangan uap air dengan cara
sublimasi vakum dari keadaan beku.
Sebelum proses pengeringan, teknik ini menggunakan salah satu dari
dua cara pembekuan suspensi sel. Pada tahap pebekuan (prefreezing),
suspensi sel mikroba dapat dibekukan dengan menambahkan campuran
pendingin seperti es kering (dry ice) dalam etanol. Alternatif lain adalah
pembekuan dengan cara pembekuan sentrifugal, dimana suspensi sel
dibekukan dengan cara pendinginan dan penguapan pada kondisi vakum,
sementara ampulnya diputar dengan kecepatan rendah untuk menghindari
timbulnya buih. Cara ini menghilangkan kendala yang terjadi pada
pengeringan biakan dari kondisi cair. Selanjutnya ampul kering beku dapat
disimpan pada suhu ruang di tempat gelap. Kemampuan bertahan hidup
jangka panjang mikroba dapat ditingkatkan dengan penyimpanan di
kulkas.
Hal yang perlu diperhatikan adalah cairan pengawet (preservatif) yang
akan digunakan untuk pembuatan suspensi sel untuk mencegah kerusakan
sel hidup pada tahap pembekuan dan pengeringan. Fungsi preservatif
adalah menstabilkan protein, mencegah kerusakan akibat pembekuan, dan
melindungi dari kekeringan yang berlebihan. Pemilihan preservatif harus
dapat memelihara mikroorganisme dalam kondisi hidup dan memberi
peluang untuk dapat ditumbuhkan kembali dengan baik dari kondisi
kering. Salah satu preservatif terbaik dan telah digunakan untuk
penyimpanan jangka panjang mikroba adalah mist dessicants (Sly 2003)
yang merupakan cairan dengan komposisi pepton Difco 12 gr dan glukosa
30 gr dalam 100 ml akuades. Beberapa cairan preservatif lain yang sering
digunakan ialah larutan pepton 1%, larutan susu skim 1%, larutan Na-
glutamat 1%, dan larutan campuran serum kuda dengan pepton 10% (Sly
2003).
Tahap penyimpanan kering beku adalah sebagai berikut:

1. Ampul kosong ukuran 1 ml diberi label di dalamnya dengan


menuliskan nomor kode strain mikroba pada sepotong kertas filter
3x20 mm menggunakan pensil, ditutup dengan kapas dan di luar
ampul diberi label nomor kode strain menggunakan spidol permanen.
Ampul disterilkan dengan oven kering bersuhu 1600C selama satu jam.
2. Strain mikroba yang akan disimpan dibiakkan pada medium yang
sesuai hingga pertumbuhan optimum (log phase), umumnya 24-48 jam
pada suhu ruang.
3. Penyediaan larutan preservatif yang sesuai untuk mikroba yang akan
diawetkan.
4. Suspensi pekat strain mikroba 108-109 sel atau konidia/ml dibuat
dalam cairan preservatif.
5. Ampul yang telah disterilkan diisi dengan 0,1-0,3 ml suspensi mikroba
secara aseptik menggunakan pipet Pasteur atau pipet mikro.
6. Suspensi mikroba dalam ampul dibekukan pada suhu -200C sampai -
300C atau menggunakan dry ice.
7. Ampul yang telah dibekukan dengan cepat dilakukan proses kering
beku dengan menempelkan pada alat pengeringan beku. Prosedur
kering beku dilakukan sesuai dengan petunjuk pada masing-masing
alat.
8. Setelah selesai proses kering beku, ampul dipotong menggunakan api
las.
9. Ampul yang sudah dipotong diatur rapi pada kotak penyimpanan
ampul.
10. Sebagian ampul diambil sebagai contoh untuk menguji viabilitas
mikroba setelah proses kering beku.
11. Pengujian juga dilakukan secara periodik dan rutin, paling tidak setiap
setahun, untuk mengetahui viabilitas mikroba.
12. Penumbuhan kembali mikroba:
a. Ampul dikeluarkan dari tempat penyimpanan dan direndam pada
suhu 370C atau dibiarkan beberapa saat pada suhu ruang untuk
mencairkan isi ampul (thawing).
b. Secara aseptik leher ampul dipotong dengan pemotong kaca dan
dipatahkan.
c. Beberapa tetes medium cair dimasukkan ke dalam ampul,
dibiarkan beberapa saat dan agak dikocok agar biakan cepat larut.
d. Sebagian suspensi diambil dan ditumbuhkan pada cawan medium
agar yang sesuai.
e. Koloni mikroba ditumbuhkan pada medium agar miring.
Penyimpanan dengan teknik pengeringan cairan. Beberapa strain bakteri
yang peka terhadap proses kering beku dapat disimpan dengan cara
pengeringan suspensi (liquid drying) mikroba. Teknik ini dikembangkan oleh
Annear pada tahun 1954, 1956, dan 1962 dan berhasil digunakan untuk
menyimpan bakteri, khamir, jamur, dan virus. Teknik ini dimodifikasi oleh
Banno dan Sakane (1979). Tahapan teknik pengeringan cairan adalah
sebagai berikut:
1. Ampul steril bertutup kapas dan diberi label kertas filter di dalamnya
disediakan seperti untuk penyimpanan dengan teknik kering beku.
2. Suspensi pekat biakan mikroba (108-109sel/ml) dibuat dalam cairan
pengawt seperti larutan mist dessicant, pepton 1%, susu skim 1% atau
Na-glutamat 1%.
3. Pada tiap ampul dimasukkan 0,1-0,3 ml suspensi mikroba, tutup
kapas dipasang dan digunting, kemudian dimasukkan ke dalam ampul
hingga leher ampul atau tempat di atas label.
4. Ampul dipasang pada alat pengering beku dan dilakukan proses kering
beku. Bilamana perlu bawah ampul dicelupkan dalam air (waterbath)
250C.
5. Sebelum ampul dipotong dianjurkan untuk memasukkan gas nitrogen
murni ke dalamya.
6. Uji viabilitas bakteri dilakukan secara periodik dan rutin, paling tidak
setiap tahun.
Sebagian besar mikroba dapat bertahan dalam media preservasi liofilisasi
selama 10 tahun, selain itu untuk pemindahan tidak perlu untuk ditumbuhkan
lagi dalam agar miring atau dicairkan. Metode ini dapat mencegah air terserap
kembali. Air dapat memicu aktivitas mikroba dan enzim yang dapat merusak
substrat. Jika air ini dapat dikurangi maka aktivitas sel dan enzim akan
semakin lambat sehingga daya simpannya lebih lama.
Hal-hal yang dapat menyebabkan kerusakan pada sel ketika dibekukan
antara lain mencakup efeksolusi, formasie ekstraseluler dan dehidrasi
intraseluler pembentukan. Sedangkan kerugian dari metode ini adalah kultur
harus tetap dalam keadaan beku atau ditumbuhkan kembali pada agar miring
selama transportasi.

3. Liquid Nitrogen Freezing


Metode ini memerlukan alat khusus untuk mengontrol tingkat pembekuan
sebelum disimpan dalam waktu lama dalam nitrogen cair. Media yang
digunakan adalah 10 % (vol/vol) gliserol atau 5% (vol/vol) DMSO. Suhu
penyimpanan pada metode ini adalah 77 K atau -1960C yang merupakan titik
didih dari nitogen cair. Pada suhu rendah ini beberapa aktivitas biologis
termasuk reaksi biokimia yang menyebabkan kematian pada sel dapat
diperlambat (Suriawiria, 2005). Penyimpannan dengan menggunakan metode
ini dapat berlangsung hingga 100 tahun.
Nitrogen cair memiliki titik didih pada suhu -195,8 derajat Celsius,
sedangkan karbon dioksida cair -57 derajat Celsius. Pada suhu yang lebih
tinggi dari suhu tersebut, nitrogen dan karbon dioksida akan berbentuk gas
volatil, sehingga umumnya nitrogen cair dan karbon dioksida cair berada pada
suhu lebih rendah daripada titik didihnya. Dengan suhu yang sedemikian
dingin, baik nitrogen cair maupun karbon dioksida cair mempunyai
kemampuan membekukan mikroorganisme yang relatif lebih efektif daripada
pendingin berbahan amonia ataupun freon.
Prosedur pembekuan mikroorganisme dalam nitrogen cair :
1. Slant cultures (media agar miring)
Tambahkan 5 ml cairan nutrien yang terdiri dari 10% (vol/vol) gliserol
pada masing-masing slant. Keruk permukaan slant dengan pipet steril 1 ml
untuk mendapatkan larutan spora. Gunakan pipet 2 sampai 5 ml, masukkan
masing-masing 1 ml larutan spora ke dalam ampul. Tempatkan seluruh ampul
dalam pendingin (5 C) selama 30 menit.
2. Submerged cultures
Tambahkan 20% (vol/vol) gliserol ke dalam biakan cair sehingga
konsentrasi akhir menjadi 10% (vol/vol). Goyangkan tabung perlahan-lahan
sehingga tercampur rata. Gunakan pipet agar 2 – 5 ml, masukkan masing-
masing 1 ml larutan ke dalam ampul 2 ml. Letakkan seluruh ampul dalam
pendingin (5 C) selama 30 menit untuk ekuilibrasi antara sel dan larutan
media.

3. Pengontrolan tingkat pembekuan


Letakkan ampul yang telah ditutup dalam kaleng aluminium yang terdapat
dalam wadah yang lebih besar. Kemudian masukkan wadah tersebut ke dalam
tabung freezer pengontrol tingkat pembekuan. Pertahankan tingkat dingin 1
hingga 2 C/menit sampai beberapa derajat dibawah perubahan fase yang
didapat. Titik beku biasanya adalah -30 C. Biasanya nitrogen cair harus
ditambahkan ke dalam system, secara manual maupun otomatis, sehingga
mendekati titik beku dan perubahan fase akan segera dicapai. Setelah sel
membeku, atur tingkat dingin lagi hingga 1 C/menit sampai kurang lebih
mencapai suhu -50 C. pindahkan segera ampul ke dalam ruang penyimpanan
akhir dalam pendingin nitrogen cair (-156 C sampai -196C)
Pencairan
Untuk mencairkan kultur, letakkan ampul dalam water bath dengan suhu
37 - 40 C. Gerakkan perlahan-lahan untuk mempercepat pencairan. Usap
bagian luar ampul dengan kertas tissue steril yang dibasahi etanol 70%
(vol/vol). Pindahklan isi ampul ke dalam tabung reaksi berisi 2 ml air steril,
campurkan dengan cara mengocoknya. 0.1 – 0.2 ml diinokulasikan pada media
agar miring.
.
4. Gliserol
Gliserol pada umumnya digunakan sebagai media dalam pengawetan atau
penyimpanan jangka pendek, jangka panjang atau sekedar sebagai media untuk
memindahkan mikroorganisme. Sebagai contoh dalam metode pembekuan
menggunakan nitrogen, media yang digunakan adalah 10 % (vol/vol) gliserol
atau 5% (vol/vol) DMSO.
Gliserol dapat digunakan sebagai media karena gliserol dapat melindungi
aktivitas antimikroba dengan cara meningkatkan stabilitas struktur protein asli
dari mikroba sehingga dapat mencegah protein dari proses termal dan agregasi.
Selain itu gliserol dapat meningkatkan energi bebas dari kompleks yang
diaktifkan dan mengeser kesetimbangan energo tersebut. Gliserol ini dapat
menyerap air pada permukaan protein yang dapat mengakibatkan hidrasi yang
dapat melindungi protein dari kerusakan. Oleh karena itu giserol dapat
memperpanjang penyimpanan mikroorganisme.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan uraian tentang teknik penyimpan mikroorganisme dapat
disimpulkan bahwa, Teknik penyimpanan mikroorganisme dapat dilakukan
melalui empat cara yakni agar slants, glyserol, liofilisasi dan liquid nitrogen. Dari
keempat cara tersebut , didapatkan cara yang paling efektif yakni liquid nitrogen
karena dalam teknik tersebut menggunakan suhu rendah pada prosesnya sehingga
reaksi biokimia yang menyebabkan kematian pada sel dapat diperlambat dan
teknik ini termasuk dalam penyimpanan jangka panjang yakni 100 tahun
penyimpanan.
DAFTAR PUSTAKA

Clark, W. A. 2006. Selected bibliography of literature on preservation of


microorganisms, blood, tissues, and vaccines with emphasis on freezing and
freeze-drying (1968-1976). Atlanta: US Departement of Health Education and
Welfare, Center of Disease Control.
Holdings, M. and R.A. Lelliot. 2006. Preservation of some plant viruses by
freeze-dry. Plant Pathology 9:63.66.
Prescoot, L.M. 2003. Mikrobiology 5th edition. Mc Graw Hill. New York
Rachdie. 2008. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroba.
http://rachdie.blogsome.com/2006/10/14/faktor-yang-mempengaruhi-
pertumbuhan-mikroba/. Diakses pada tanggal 17 April 2010
Sly, L.I. 2003. Preservation of microbial culture. In fahy, P.C. and G.J. Persley
(Eds). Plant Bacterial Diseases.A. Diagnostic Guide. Sidney: Academis Press.
Sulistinah, N. 2006. Mikroba Pentranformasi Adiponitril di Palembang. Jurnal
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia : 1-8
Suriawiria, U. 2005.Mikrobiologi Dasar. Papas Sianr Sinanti, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai