1810412164
Hukum Internasional – AB
Hadir pada rapat tersebut berbagai kementerian dan lembaga terkait dengan
masing-masing instansi membawa data sebagai bahan pertimbangan. Badan Litbang
Kementerian dan Perikanan mengirimkan tim yang terdiri dari Pusat Litbang Sumberdaya
laut dan Pesisir (P3SDLP) untuk mendampingi Kepala Bagian Kerjasama dan Informasi
Sekretariat Badan Litbang KKP. Dilaporkanlah pada rapat tersebut, upaya Badan Litbang
KKP yang telah melakukan instruksi akuisisi data penginderaan jauh melalui satelit
Radarsat yang dioperatori oleh Tim INDESO Project yang bermarkas di BPOL Perancak
Bali. Akuisisi citra kemudian dilakukan pada tanggal 13 Januari 2015. Sementara itu hasil
informasi dari Indonesia Ocean Forecasting System (INAOFS) mengkonfirmasi bahwa
sepanjang tanggal 2 hingga 11 Januari 2015 kondisi pola arus permukaan adalah
dipengaruhi oleh Northwest Monsoon yang polanya mengarah ke selatan. Hal ini
mengakibatkan tumpahan minyak akan tertranspor menuju wilayah perairan Bintan
Timur. Disepakati akan dilakukan koordinasi lanjutan dan pertukaran data-data yang
dimiliki oleh antar kementerian atau lembaga. Dari Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan akan melakukan pemodelan detil terkait tumpahan minya tersebut
berdasarkan hasil analisis karakteristik minyak yang telah ditemukan oelh tim survei
mereka, dan akan berkoordinasi dengan Badan Litbang KKP dalam rangka keperluan data
arus dan angin untuk model tumpahan minyak mereka.
Saat ini pencemaran bukanlah suatu hal yang baru masalah polusi laut yang
disebabkan oleh tumpahan minyak bumi merupakan kejadian yang serius bagi suatu
negara yang memiliki perairan yang luas seperti Indonesia. Masalah-masalah
perlindungan akan lingkungan dan ekologi mendapat perhatian dan sel yang berpenetrasi
dapat dipikirkan untuk mendapat langkah-langkah penanggulangannya. Mengingat
bahwa banyak sekali negara-negara terutama negara yang telah maju namun terlambat
untuk menanggulangi berbagai masalah-masalah yang menyangkut lingkungan. Masalah
polusi yang mencemari laut karena tumpahnya minyak berlebih yang disebabkan oleh
tabrakan kapal MT Alyamouk dan MV Sinar Kapuas merupakan masalah yang sangat
urgen dan serius, mengingat keadaan geografis Indonesia merupakan negara yang
memiliki laut yang sangat luas. Sebagian besar terdiri dari lautan dan posisi Nusantara
sebagai daerah lalu lintas kapal tanker antar benua. Sebenarnya masalah tumpahan
minyak ini tak hanya terjadi kali ini saja. Dalam beberapa tahun terakhir berturut-turut
kasus tumpahan minyak ini pun kerap kali terjadi, pada tahun 2017 Indonesia kembali
dikejutkan dengan peristiwa tabrakan dua kapal tanker yang menyebabkan 300 ton
minyak tumpah di perbatasan Singapura – Malaysia, dimana insiden tersebut membuat
Kepulauan Riau khawatir karena tumpahan minyak tersebut akan terbawa arus yang
nantinya sampai ke provinsi perbatasan tersebut. Dalam kasus ini ada tiga kasus yang
memimiliki permasalahan dengan hukum laut yang harus segera diselesaikan, yaitu
masalah Hukum Pencemaran Lingkungan Laut, masalah Perlindungan Lingkungan Laut
dan juga Tabrakan Kapal.
Dalam UNCLOS 1982 (Konvensi Hukum Laut), hukum Pencemaran Lingkungan
Laut diatur dalam pasal 1 ayat 4, yaitu: (Pollution of the marine environment)“..means
the introduction by man directly or indirectly, of substances or energy into the Marine
environment, including esruaries, which results or is likely to result in such deleterious
effects as harm to living resources and marine life, hazards to human health, hindrance
to marine activities, including fishing and other legitimate uses of the sea, impairment of
quality for use of sea and or armenitis.” Berdasarkan pasal tersebut yang intinya berarti
pencemaran laut disebabkan oleh aktivitas dan kegiatan manusia seperti masuk atau
dimasukkannya semacam zat dan energi ke dalam lingkungan laut termasuk juga ke
bagian muara, yang dilakukan secara langsung atau tidak langsung, yang mengakibatkan
atau mungkin membawa akibat buruk seperti kerusakan pada kekayaan sumber daya
hayati laut dan kehidupan yang ada di dalam laut, selain itu bahaya yang bisa mengancam
kesehatan manusia, juga dapat mengganggu terhadap kegiatan-kegiatan di laut termasuk
penangkapan ikan dan penggunaan laut yang sah lainnya, penurunan kualitas kegunaan
air laut dan pengurangan kenyamanan. Dengan demikian, dapat dijelaskan atau diartikan
bahwa pencemaran laut sebagai bentuk marine environmental damage dalam arti
adanya pengerusakan, gangguan dan perubahan yang menyebabkan
lingkungan laut tidak berfungsi dengan baik. Menurut peraturan Pemerintah no.19/1999
tentang pengendalian dan pengerusakan laut adalah seperti yang dijelaskan diatas,
masuknya atau dimasukkannya zat, energi, atau komponen lain ke dalam lingkungan laut
oleh kegiatan manusia sehinggga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan nilai mutu dan fungsinya.
Tentang Perlindungan Lingkungan Laut pun dijelaskan pada UNCLOS 1982 pasal
45 yang berisi: Tindakan-tindakan yang perlu berkenaan dengan kegiatan-kegiatan di
Kawasan harus diambil sesuai dengan Konvensi ini untuk menjamin perlindungan yang
efektif terhadap lingkungan laut dari akibat-akibat yang merugikan yang mungkin timbul
dari kegiatan-kegiatan tersebut. Untuk tujuan ini Otorita harus menetapkan ketentuan-
ketentuan, peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur yang tepat untuk inter alia :
Konvensi Hukum Laut yang sekarang dikenal dengan sebutan UNCLOS 1982
meminta setiap negara untuk melakukan upaya-upaya untuk menanggulangi,
mengendalikan dan mencegah pencemaran lingkungan laut dari setiap sumber
pencemaran seperti pencemaran dari pembuangan limbah yang berbahaya dan beracun,
juga yang berasal dari daratan, dumping , dari kapal-kapal, dari instalasi eksplorasi dan
eksploitasi. Dalam kegiatan tersebut setiap negara baiknya harus melakukan kerjasama
seperti kerjasama regional maupun global yang diatur sesuai dalam pasal 197-201
Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS 1982). Yang bertujuan untuk
mendapatkan perlindungan dan pelestarian lingkungan laut, dengan memperhatikan ciri-
ciri regional yang khas. Dalam kasus peristiwa tumpahan minyak tersebut, pemilik tangki
kapal mempunyai kewajiban untuk mengganti rugi terhadap kerusakan yang telah
dilakukannya, pencemaran yang disebabkan oleh kapal yang menumpahkan minyak.
Pemilik kapal dapat terbebas dari hukum jika hanya dengan alasan; Kerusakan
lingkungan akibat perang atau bencana alam, kerusakan sebagai akibat dan sabotase pihak
lain atau kerusakan yang disebabkan oleh karena pihak yang berwenang tidak memelihara
alat bantu navigasi dengan baik.
Dari pernyataan diatas sangat jelas bahwa negara pemilik kapal harus memberikan
ganti rugi terhadap Negara yang menjadi korban pencemaran laut yaitu adalah
Indonesia. Dalam UNCLOS 1982 pasal 235 ayat 1 yang intinya adalah tentang tanggung
jawab dan kewajiban ganti rugi, Negara-negara bertanggung jawab untuk pemenuhan atas
kewajiban-kewajiban internasional mereka yang berkenaan dengan perlindungan dan
pelestarian lingkungan laut. Mereka harus menjalankan kewajiban ganti rugi sesuai
dengan hukum internasional yang berlaku. Dari peraturan tersebut terlihat jelas bahwa
Indonesia sebagai negara korban dari tabrakan antar kapal berhak untuk memperoleh
ganti rugi sesuai dengan biaya pelestarian laut menurut hukum laut Internasional.
Indonesia merupakan negara yang telah meratifikasi UNCLOS yaitu menjadi konvensi
PBB tentang Hukum Laut. Indonesia telah meratifikasi Undang-Undang nomor 17 tahun
1985. Dalam ketentuan UNCLOS PASAL 192 menjelaskan bahwa negara-negara wajib
melindungi dan melestarikan lingkungan laut.
Daftar Pustaka
http://pusriskel.litbang.kkp.go.id/index.php/home/553-kasus-baru-tumpahan-minyak-di-
perbatasan-indonesia-singapura-2-januari-2015
https://regional.kompas.com/read/2017/01/06/18550561/tabrakan.kapal.tanker.sebabkan.30
0.ton.minyak.tumpah.kepri.waspada?page=all
https://www.un.org/depts/los/convention_agreements/texts/unclos/unclos_e.pdf