Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM FITOFARMAKA

TUGAS I

“PEMBUATAN EKSTRAK RIMPANG Kaempferia galanga”

Nama : Dian Puspita Loka

Nim : 201510410311161

Prodi Farmasi
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Malang
2018
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki peluang yang pontesial dalam pencarian sumber obat baru dari
bahan alam. Negara tropis yang kaya sumber daya hayati ini memilik sekitar 30.000 spesies
tumbuhan dan kurang lebih 7.000 spesies di antaranya yang baru diketahui sebagai tanaman
berkhasiat obat. Indonesia adalah negara yang banyak ditumbuhi berbagai jenis tanaman
herbal. Potensi obat herbal atau obat-obatan yang berasal dari tumbuhan di Indonesia sangat
besar, di mana jumlahnya ada sekitar 7500 jenis (Anonim, 2012). Salah satu jenis tanaman
yang cukup banyak ditemui adalah tanaman golongan temu-temuan atau empon-empon
(Zingiberaceae). Selain banyak digunakan sebagai bumbu masakan dan minuman, rimpang
kencur (Kaempferia galanga L.) dimanfaatkan sebagai obat tradisional berbagai macam
penyakit seperti radang lambung, sakit kepala, batuk, dan diare (Departemen Kesehatan,
1981). Kencur merupakan tanaman tropis yang cocok untuk dibudidayakan diberbagai daerah
di Indonesia. Rimpang tanaman kencur dapat digunakan sebagai ramuan obat tradisional yang
berkhasiat mengobati berbagai macam penyakit misalnya masuk angin, radang lambung,
batuk, nyeri perut, panas dalam dan lain-lain. Selain itu, kencur juga dapat digunakan sebagai
salah satu bumbu masakan, sehingga kencur banyak dibudidayakan sebagai hasil pertanian
yang diperdagangkan dalam jumlah yang besar. Rimpang kencur juga digunakan sebagai
bahan baku fitofarmaka, industri kosmetika, pembuatan minuman, rempah, serta bahan
campuran saus, dan industri rokok kretek.

Ekstrak merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Mengekstraksi senyawa aktif
dari simplisia nabati atau hewani dapat menggunakan beberapa metode ekstraksi. Pada
praktikum kali ini kita menggunakan metode ekstraksi menggunakan pelarut cara dingin
dengan metode maserasi.
1.2 Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini mahasiswa dapat :
1. Mahasiswa mampu melakukan ekstraksi dengan menggunakan metode maserasi
2. Mengetahui metode – metode ekstraksi dari pembuatan rimpang kencur
3. Mahasiswa mampu menetapkan kadar senyawa marker pada ekstrak rimpang kencur

1.3 Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari uraian tersebut adalah:
1. Sebagai pengetahuan metode pembuatan ekstraksi rimpang kencur
2. Sebagai informasi prosedur pembuatan ekstrasi rimpang kencur untuk dipraktekan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kaempferia galanga


Merupakan bahan alamiah kering berupa rimpang (rhizoma) dari tanaman kencur
(Kaempferia galanga L.) yang digunakan untuk obat dan belum mengalami pengolahan
apapun. Tanaman ini sudah berkembang di Pulau Jawa dan diluar Jawa seperti Sumatra
Barat, Sumatra Utara dan Kalimantan Selatan. Sampai saat ini karakteristik utama yang
dapat dijadikan sebagai pembeda kencur adalah daun dan rimpang. Berdasarkan ukuran daun
dan rimpangnya, dikenal 2 tipe kencur, yaitu kencur berdaun lebar dengan ukuran rimpang
besar dan kencur berdaun sempit dengan ukuran rimpang lebih kecil (Syukur dan Hernani,
2001).
Sistematika tanaman kencur menurut para ahli botani adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberceae
Genus : Kaempferia
Spesies : Kaempferia galanga L. (Nurhayati, 2008).
Nama lain kencur : Nama daerah : Sumatera : ceuku (Aceh), tekur (Gayo),
kaciwer (Karo), cakue (Minangkabau), cokur (Lampung). Jawa: kencur (Jawa), cikur
(Sunda), kencor (Madura). Sulawesi :batako (Manado), watan (Minahsa), cakuru (Makasar),
ceku (Bugis). Nusa Tenggara: cekuh (Bali), cekur (Sasak), cekur (Sumba), sokus (Roti),
sukung (Timor). Maluku: suha (Seram), assuli (Ambon), one gai (Buru). Irian: ukap (Irian)
(Nurhayati, 2008).
 Pemerian
Bau khas aromatik; rasa pedas, hangat, agak pahit, akhirnya menimbulkan rasa tebal.
 Makroskopik
Kepingan : Pipih; bentuk hampir bundar sampai jorong atau tidak beraturan; tebal keeping
1 mm sampai 4 mm; panjang 1 cm sampai sampai 5 cm, lebar 0,5 cm sampai 3 cm; bgian
tepi berombak dan berkeriput, warna coklat sampai coklat kemerahan, bagian tengah
berwarna putih sampai putih kecoklatan. Korteks : sempit, lebar lebih kurang 2 mm; warna
putih; berkas pembuluh tersebar tampak sebagai bintik-bintik berwarna kelabu atau
keunguan. Silinder pusat: Lebar, banyak tersebar berkas pembuluh seperti pada korteks.
Bekas patahan : rata, berdebu, berwarna putih ((Depkes RI, 1989).
 Mikroskopik
Periderm : terdiri dari 5 sampai 7 lapis sel, sel berbentuk segi panjang berdinding tipis.
Jaringan parenkim korteks : terdapat di bawah periderm, sel parenkim isodiametrik,
berdinding tipis, berisi butir-butir pati, sel idioblas minyak berbentuk hampir bulat dan
bergaris tengah 50 µm sampai 100 µm, dalam idioblas minyak terdapat minyak yang tidak
berwarna sampai berwarna putih semu kekuningan. Butir pati: umumnya tunggal, besar,
bentuk bulat, bulat telur atau bulat telur tidak beraturan dengan salah satu ujungnya
mempunyai putting, lamela dan hilus tidak jelas; panjang butir pati 6 µm sampai 25 µm,
umumnya 23 µm. Berkas pembuluh : Tersebar dalam korteks dan silinder pusat; pembuluh
kayu terdiri dari pembuluh spiral, pembuluh tangga dan pembuluh jala, tidak berlignin.
Endodermis : mempunyai dinding radial yang agak menebal, tidak berisi butir pati. Silinder
pusat : Lebar, parenkimatik, berisi butir pati dan idioblas minyak seperti pada korteks, berkas
pembuluh dibawah endodermis tersusun teratur dalam suatu lingkaran yang berdekatan satu
sama lainnya. Serbuk : Warna putih, putih kecoklatan sampai coklat. Fragmen pengenal
adalah butir pati yang hampir bulat dengan puting tau sisi bersudu; idioblas minyak;
oleoresin berbentuk gumpalan atau tetesan kecil yang dengan yodium LP warnanya menjadi
coklat kekuningan; fragmen periderm; pembuluh kayu (Depkes RI, 1989).

 Kandungan Kimia dari Kencur


Kandungan kimia rimpang kencur telah dilaporkan oleh Afriastini, 1990 yaitu (1) Etil
sinamat, (2) Etil p-metoksisinamat, (3) p-Metoksisitiren, (4) Karen, (5) Borneol, dan (6)
Parafin. Diantara kandungan kimia ini, Etil p-metoksisinamat merupakan komponen utama
dari kencur (Afriastini, 1990). Rimpang mengandung minyak atsiri yang tersusun α-pinene
(1,28%), kampen (2,47%), benzene (1,33%), borneol (2,87%), pentadecane (6,41%),
eucalyptol (9,59%), karvon (11,13%), metilsinamat (23,23%) dan etil-p-metoksisinamat
(31,77%) (Tewtrakul et al., 2005). Ekstrak rimpang kencur berpotensi aktif terhadap
infeksi bakteri (Tewtrakul et al., 1983). Rimpang kencur ditemukan memiliki aktivitas
antikanker, antihipertensi dan aktivitas larvacidal dan untuk berbagai penyakit kulit,
rematik dan diabetes mellitus.
 Senyawa Etil p-metoksisinamat

Merupakan salah satu senyawa hasil isolasi rimoang kencur dengan bahan dasar
senyawa tabir surya terutama yang berasal dari alam dirasa sangat penting saat ini dimana
tidak hanya wanita saja yang memerlukan perlindungan kulit akan tetapi pria pun
memerlukan tabir surya untuk melindungi kulit agar tidak coklat atau hitam tersengat sinar
matahari (Barus, 2009).

EPMS juga merupakan senyawa aktif yang ditambahkan pada lotion atau bedak setelah
mengalami sedikit modifikasi yaitu perpanjangan rantai dimana etil dari ester ini diganti oleh
oktil, etil heksil ataupun heptil melalui transesterifikasi maupun esterifikasi bertahap.
Modifikasi yang dilakukan diharapkan mengurangi kepolaran EPMS sehingga kelarutannya
dalam air berkurang yang merupakan salah satu syarat senyawa sebagai tabir surya.

Dalam ekstraksi suatu senyawa yang harus diperhatikan adalah kepolaran antara lain
pelarut dengan senyawa yang diekstrak, keduanya harus memiliki kepolaran yang sama atau
mendekati sama. (Taufikhurohmah, 2008).

2.2 Ekstrak

Simplisia banyak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak
dapat larut, seperti serat, karbohidrat, protein, dan lain-lain. Untuk memisahkan senyawa
aktif tersebut maka perlu dilakukan proses ekstraksi. Ekstraksi merupakan kegiatan atau
proses pemisahan bahan dari campurannya dengan menggunakan pelarut (Agoes., 2007).
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan penyari simplisia menurut cara
yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah digerus
menjadi serbuk (BPOM RI, 2010)

2.3 Metode Ekstraksi


Ekstraksi adalah proses penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dan bagian
tumbuhan obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut. Zat-zat aktif tersebut
terdapat di dalam sel, namun sel tumbuhan dan hewan memiliki perbedaan begitu pula
ketebalannya sehingga diperlukan metode ekstraksi dan pelarut tertentu untuk
mengekstraksinya (Tobo F, 2001). Ekstraksi adalah pemurnian suatu senyawa. Ekstraksi
cairan-cairan merupakan suatu teknik dalam suatu larutan (biasanya dalam air) dibuat
bersentuhan dengan suatu pelarut kedua (biasanya organik), yang pada dasarnya tidak saling
bercampur dan menimbulkan perpindahan satu atau lebih zat terlarut (solut) ke dalam pelarut
kedua itu. Pemisahan itu dapat dilakukan dengan mengocok-ngocok larutan dalam sebuah
corong pemisah selama beberapa menit (Svehla, 1985).
Metode pembuatan ekstrak yang umum digunakan antara lain maserasi,
perkolasi, dan soxlhetasi. Metode penyarian yang akan digunakan tergantung dari
wujud dan kandungan bahan yang akan disari. Selain itu, pemilihan metode penyarian
disesuaikan dengan kepentingan untuk memperoleh kandungan kimia yang diinginkan
(Harborne J.B.,1996).
Ekstraksi didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam
pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi ke
dalam pelarut dan setelah pelarut diuapkan maka zat aktifnya akan diperoleh (Adrian, 2000).
Tujuan Ekstraksi yaitu penyarian komponen kimia atau zat-zat aktif dari bagian
tanaman obat, hewan dan beberapa jenis hewan termasuk biota laut. Komponen kimia yang
terdapat pada tanaman, hewan dan beberapa jenis ikan pada umumnya mengandung
senyawa-senyawa yang mudah larut dalam pelarut organik (Adrian, 2000).
Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman adalah pelarut
organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat
aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan
berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara
konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di luar sel (Adrian, 2000).

Menurut Depkes RI (2000), ada beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan
antara lain yaitu:
 Cara Dingin:
a. Maserasi
Maserasi merupakan cara ekstraksi yang sederhana. Istilah masteration berasal dari
bahasa latin macere, yang artinya merendam jadi. Jadi maserasi dapat diartikan sebagai
proses dimana obat yang sudah halus dapat memungkinkan untuk direndam dalam mesntrum
sampai meresap dan melunakkan susunan sel, sehingga zat-zat yang mudah larut akan
melarut (Ansel, 2008). Prinsip maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan
cara merendam serbuk dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada temperature
kamar terlindung dari cahaya, pelarut akan masuk ke dalam sel tanaman melewati dinding
sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan
di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh pelarut
dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut akan berulang sampai terjadi
keseimbangan antara larutan di dalam sel dan larutan di luar sel (Ansel, 1989). Maserasi
biasanya dilakukan pada temperatur 15°C - 20°C dalam waktu selama 3 hari sampai bahan-
bahan yang larut melarut (Ansel, 1989). Pada umumnya maserasi dilakukan dengan cara 10
bagian simplisia dengan derajat kehalusan yang cocok, dimasukkan ke dalam bejana
kemudian dituangi dengan 75 bagian cairan penyair, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari,
terlindung dari cahaya, sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 5 hari diserkai, ampas diperas.
Pada ampas ditambah cairan penyair secukupnya, diaduk dan diserkai sehingga diperoleh
seluruh sari sebanyak 100 bagian. Bejana ditutup dan dibiarkan di tempat sejuk, terlindung
dari cahaya, selama 2 hari kemudian endapan dipisahkan.

Modifikasi Maserasi dibagi menjadi, diantaranya:


1) Konvensional
Salah satu contoh ekstraksi maserasi konvensional adalah soxhlet. Soxhlet
adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan
dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah plarut relatif
konstan dengan adanya pendingin balik. Metode konvensional pada umumnya
menggunakan pelarut organik dalam jumlah besar, selain itu membutuhkan waktu yang
relatif lama seperti maserasi pada umunya yaitu selama 2x24 jam, waktu yang lama
dianggap tidak efektif, karena menggunakan energi dalam jumlah besar dengan
kandungan dalam bahan yang rusak karena pemanasan yang lama (Depkes RI., 2000).
2) Kinetik
Berdasarkan penelitian Fauzana (2010), maserasi sederhana didefinisikan
sebagai metode ekstraksi dimana sampel direndam menggunakan pelarut dalam kurun
waktu tertentu dengan atau tanpa pengadukan pada suhu ruang. Kinetika maserasi dan
maserasi dengan tekanan tidak jauh berbeda dengan maserasi sederhana. Titik
perbedaan kinetika maserasi terletak pada dilakukannya pengadukan berkecepatan
konstan. Metode maserasi yang digunakan dalam penelitian sebelumnya cenderung
mengarah pada kinetika maserasi karena menggunakan pengadukan yang konstan,
yakni 200 rpm dan waktu selama 4 jam.
3) Ultrasonik
Maserasi ultrasonik merupakan metode maserasi yang dimodifikasi dengan
menggunakan bantuan sinyal dengan frekuensi tinggi. Wadah yang berisi serbuk
sampel ditempatkan dalam wadah ultrasonik. Hal ini dilakukan untuk memberikan
tekanan mekanik pada sel hingga menghasilkan rongga pada sampel. Kerusakan sel
dapat menyebabkan peningkatan kelarutan senyawa dalam pelarut dan meningkatkan
hasil ekstraksi (Mukhriani, 2014). Getaran ultrasonik (> 20.000 Hertz) memberikan
efek pada proses ekstrak dengan prinsip meningkatkan permeabilitas dinding sel,
menimbulkan gelembung spontan sebagai stress dinamik serta menimbulkan fraksi
interfase. Hasil ekstraksi tergantung pada frekuensi getaran, kapasitas alat dan lama
proses ultrasonik (Depkes RI., 2000).

b. Perkolasi
Perkolasi merupakan proses penyarian serbuk simplisia dengan pelarut yang cocok dengan
melewatkan secara perlahan-lahan melewati kolom. Serbuk simplisia dimasukkan kedalam
perkolator, dengan cara mengalirkan cairan melalui kolom dari atas ke bawah melalui celah
untuk keluar ditarik oleh gaya berat seberat cairan dalam kolom. Pembaharuan bahan
pelarut secara terus-menerus sehingga memungkinkan berlangsungnya maserasi
bertingkat. Kekurangan dari metode ini adalah tidak boleh digunakan pada ekstrak yang
mengandung bahan yang bias mengembang atau pati/amylum (Ansel, 1989).
Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator, cairan yang digunakan untuk
menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan zat aktif yang keluar dari perkolator
disebut sari/perkolat, sedang sisa setelah dilakukannnya penyarian disebut ampas atau sisa
perkolasi (Tobo, 2001). Kecuali dinyatakan lain, perkolasi dilakukan sebagai berikut : 10
bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok dibasahi dengan
2,5 bagian sampai 5 bagian cairan penyari, lalu dimasukkan ke dalam bejana tertutup
sekurang-kurangnya selama 3 jam. Massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam
perkolator sambil tiap kali ditekan hati-hati, dituangi dengan cairan penyari secukupnya
sambil cairan mulai menetes dan di atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari. Lalu
perkolator ditutup dan dibiarkan selama 24 jam (Tobo, 2001).
Cara perkolator lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena (Tobo, 2001) :
a. Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi dengan
larutan yang konsentasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan derajat perbedaan
konsentrasi.
b. Ruangan diantara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat mengalir
cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut, maka kecepatan pelarut cukup
untuk mengurangi lapisan batas, sehingga dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi.
Untuk menghindari kehilangan minyak atsiri pada pembuatan sari, maka cara perkolasi
diganti dengan cara reperkolasi. Dalam proses perkolasi biasa, perkolat yang dihasilkan tidak
dalam kadar yang maksimal (Tobo, 2001).
Bentuk perkolator ada 3 macam yaitu perkolator berbentuk tabung, perkolator
berbentuk paruh dan perkolator berbentuk corong. Pemilihan perkolator bergantung pada
jenis serbuk simplisia yang akan disari. Serbuk kina yang mengandung sejumlah besar zat
aktif yang larut, tidak baik bila diperkolasi dengan alat perkolasi yang sempit, sebab perkolat
akan segera menjadi pekat dan berhenti mengalir. Pada pembuatan tingtur dan ekstrak cair,
jumlah cairan penyari yang diperlukan untuk melarutkan zat aktif. Pada keadaan tersebut,
pembuatan sediaan digunakan perkolator lebar untuk mempercepat proses perkolasi (Tobo,
2001).
 Cara Panas :
a. Infundasi
Infundasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90°C selama 15 menit. Universitas Sumatera Utara 8 Refluks Refluks
adalah proses penyarian simplisia pada temperatur titik didihnya menggunakan alat
dengan pendingin balik dalam waktu tertentu dimana pelarut akan terkondensasi
menuju pendingin dan kembali ke labu.
b. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur tititk didihnya, selama
waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya
pendingin balik.
c. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang pada
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dan
jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
d. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik
didih air, yakni 30 menit pada suhu 90-1000 C.
e. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40-500 C.

2.4 Macam-Macam Ekstrak


Pembagian ekstrak menurut konsistensinya :
a. Ekstrak kering (Extracta sicca) adalah ekstrak yang telah mengalami proses
penguapan dan tidak mengandung pelarut lagi serta mempunyai konsistensi yang padat
(kering). Farmakope menghendaki agar ekstrak kering mudah digerus menjadi serbuk dan
pada umumnya higroskopis, maka harus disimpan dalam botol dengan tutup kapur tohor
(CaO). Ekstrak kering dibagi menjadi dua macam :
 Ekstrak kering yang dibuat dengan etanol, karena bahan tidak larut sepenuhnya
dengan air, contoh : Extractum Calumba, Extractum Chinae, Exractum
Colocyathidis, Extractum Granati, Extractum Rhei, dll.
 Ekstrak kering yang dibuat air, contoh : Extractum Aloes, Extractum Opii,
Extractum Ratanhie, Extractum Dhamni frangulae (Van duin, 1947).
b. Ekstrak kental (Extracta spissa) adalah ekstrak dengan kadar air 20-25%, namun
hanya pada ekstrak Liquiritiae diizinkan kadar air mencapai 35% (Van Duin, 1947).
Ekstrak kental juga mengalamai proses penguapan namun konsistensi tetap kental pada
suhu kamar, contoh : Extractum Belladone dan Extractum Hycoscyami.
c. Ekstrak cair (Extracta liquidaa) adalah sediaan cair simplisia nabati yang
mengandung etanol sebagai pelarut atau sebagai pengawet. Jika tidak dinyatakan lain pada
masing-masing monografi, tiap ml ekstrak mengandung bahan aktif 1g simplisia yang
memenuhi syarat. Ekstrak cair yang cenderung membentuk endapan dapat didiamkan dan
disaring atau bagian yang bening dituangkan, beningan yang diperoleh memenuhi
persyaratan farmakope (Farmakope Indonesia IV).
BAB III

Prosedur Kerja

3.1 Alat dan Bahan


A. Bahan
1. Ekstrak rimpang kencur
2. Etanol 96%
3. Cab-o-sil
B. Alat

1. Wadah maserasi (botol kaca)


2. Labu erlenmeyer
3. Beaker glass
4. Batang pengaduk
5. Corong buchner
6. Kertas saring
7. Rotavapor
8. Sudip
9. Botol selai
10. Loyang
11. Mortir dan stamper
3.2 Prosedur Pembuatan ekstrak kering rimpang Kaempferia galanga
A. Metode Maserasi
1. Ditimbang 400g serbuk rimpang kencur, dimasukkan dalam bejana maserasi.
2. Ditambahkan 1000ml etanol 96%, aduk sampai serbuk terbasahi.
3. Hasil nomor 2 ditambahkan 600ml etanol 96%, aduk sampai homogen, tutup bagian
mulut bejana dengan alumunium, dan diamkan selama 24jam.
4. Hasil maserasi nomor 2 disaring. Tamping filtrat dan lakukan kembali maserasi dengan
1200ml etanol 96% pada residu selama 24jam.
5. Disaring hasil maserasi nomor 3. Tamping filtrat dan lakukan kembali maserasi dengan
1200ml etanol pada residu selama 24jam.
6. Disaring kembali maserasi nomor 4. Kumpulkan semua filtrat menjadi satu.
7. Kalibrasi labu pada rotavapor (berisi ektrak), berikan tanda pada volume 400mL.
8. Filtrat yang terkumpul dilakukan pemkatan dengan rotavapor yaitu penguapan dengan
penurunan tekanan hingga volume terisisa ± 400ml (tanda kalibrasi) dan pindahkan
hasilnya kedalam Loyang. Ratakan ekstrak pada loyang.
9. Ditambahkan cab-o-sil sebanyak 5% dari esktrak (20g) dengan ditaburkan sedikit demi
sedikit secara merata. Kemudian diamkan selama semalam (sampai kering).
10. Homogenkan dan simpan pada wadah tertutup (botol selai)
11. Berikan label identitas pada wadah.

B. Metode Maserasi Kinetika


1. Ditimbang 400g serbuk rimpang kencur, dimasukkan dalam bejana maserasi.
2. Ditambahkan 1000ml etanol 96%, aduk sampai serbuk terbasahi.
3. Hasil nomor 2 ditambahkan 600ml etanol 96%, aduk sampai homogen, tutup bagian
mulut bejana dengan alumunium, lakukan pengadukan pada kecepatan tertentu (semua
serbuk simplisia teraduk) selama 2jam. (catat kecepatan yang digunakan).
4. Hasil maserasi nomor 2 disaring. Tamping filtrat dan lakukan kembali maserasi
kinetika dengan 1200ml etanol 96% pada residu selama 2 jam pada kecepatan yang
sama (perlakuan).
5. Disaring hasil maserasi nomor 3. Tamping filtrat dan lakukan kembali maserasi
kinetika dengan 1200ml etanol pada residu selama 2 jam pada kecepatan yang sama
(perlakuan nomor 3).
6. Disaring kembali maserasi nomor 4. Kumpulkan semua filtrate menjadi satu.
7. Kalibrasi labu rotavapor (berisi ekstrak), berikan tanda pada volume 400mL.
8. Filtrat yang terkumpul dilakukan pemkatan dengan rotavapor yaitu penguapan dengan
penurunan tekanan hingga volume terisisa ± 400ml (tanda kalibrasi) dan pindahkan
hasilnya kedalam Loyang. Ratakan ekstrak pada loyang.
9. Ditambahkan cab-o-sil sebanyak 5% dari esktrak (20g) dengan ditaburkan sedikit demi
sedikit secara merata. Kemudian diamkan selama semalam (sampai kering).
10. Homogenkan dan simpan pada wadah tertutup (botol selai)
11. Berikan label identitas pada wadah.

C. Metode Maserasi Ultrasonika


1. Ditimbang 50g serbuk rimpang kencur, dimasukkan dalam bejana maserasi
(Erlenmeyer 250ml).
2. Ulangi perlakuan nomor 1 sebanyak 7kali.
3. Ditambahkan 200ml etanol 96% pada masing-masing bejana maserasi (8 erlenmeyer),
aduk sampai serbuk terbasahi.
4. Hasil nomor 3 tutup bagian mulut bejana dengan alumunium, masukkan dalam bejana
ultrasonik, dan getarkan selama 15menit.
5. Hasil maserasi pada nomor 4 disaring (8 erlenmeyer). Tampung filtrat dan lakukan
kembali maserasi dengan getaran ultrasonik dengan 200ml etanol 96% pada masing-
masing residu (8 erlenmeyer) selama 15menit. (Perlakuan nomor 4).
6. Hasil maserasi pada nomor 5 disaring. Tamping filtrat dan lakukan kembali maserasi
dengan getaran ultrasonik dengan 200ml etanol 96% pada masing-masing residu (8
erlenmeyer) selama 15 menit (perlakuan nomor 4).
7. Disaring kembali maserasi nomor 6. Kumpulkan semua filtrat menjadi satu.
8. Kalibrasi labu rotavapor (berisi ekstrak), berikan tanda pada volume 400mL.
9. Filtrat yang terkumpul dilakukan pemekatan dengan rotavapor yaitu penguapan dengan
penurunan tekanan hingga volume tersisa ± 400mL (tanda kalibrasi) dan pindahkan
hasilnya kedalam Loyang. Ratakan ekstrak pada Loyang.
10. Ditambahkan cab-o-sil sebanyak 5% dari ekstrak (20g) dengan ditaburkan sedikit demi
sedikit secara merata. Kemudian diamkan selama semalam (sampai kering).
11. Homogenkan dan simpan pada wadah tertutup (botol selai).
12. Berikan label identitas pada wadah.
3.3 Bagan Alir
A. Metode Maserasi

Ditimbang 400 g serbuk rimpang kencur, dimasukan dalam bejana maserasi

Ditambahkan 1000 ml etanol 96% aduk hingga seluruh serbuk


terbasahi

Residu ditambahkan 600 ml etanol 96%, dan di diamkan selama 24 jam

Hasil maserasi di saring, tampung filtrat, dan dilakukan kembali maserasi dengan 1200 ml etanol
96% selama 24 jam

Disaring hasil maserasi, tampung filtrat, dan dialkukan kembali maserasi dengan 1200 ml
etanol 96% selama 24 jam

Disaring kembali maserasi no. 4. Kumpulkan semua filtrat menjadi


satu

Kaliberasi labu pada rotavapor (berisi ekstrak), berikan tanda pada volume 400
ml

Filtrat dipekatkan dengan rotavapor hingga volume tersisa 400 ml (tanda kaliberasi). Kemudian
hasilnya dipindahkan kedalam loyang dan diratakan

Ditambahkan cab-o-sil sebanyak 5% dari ekstrak 20 g dengan ditaburkan sedikit demi sedikit
secara merata. Kemudian diamkan selama semalam (sampai kering)

Homogenkan dan simpan pada wadah tertutup (botol selai)

Berikan label identitas pada


wadah
B. Metode Maserasi Kinetika

Ditimbang 400 g serbuk rimpang kencur, dimasukan dalam bejana maserasi

Ditambahkan 1000 ml etanol 96% aduk hingga seluruh serbuk terbasahi

Residu ditambahkan 600 ml etanol 96%, tutup mulut bejana dan lakukan)
selama 2 jam

Hasil maserasi disaring. Tampung filtrat dan dilakukan kembali maserasi dengan 1200 ml
etanol 96% pada residu selama 2 jam pada kecepatan yang sama

Hasil maserasi disaring. Tampung filtrat dan lakukan kembali maserasi dengan 1200 ml
etanol 96% pada residu selama 2 jam pada kecepatan yang sama

Disaring kembali dan dikumpulkan semua filtrat menjadi satu

Kaliberasi labu pada rotavapor (berisi ekstrak), berikan tanda pada volume 400 ml

Filtrat yang terkumpul dipekatkan dengan rotavapor hingga volume tersisa 400 ml
(tanda kaliberasi). Kemudian hasilnya dipindahkan kedalam loyang dan diratakan

Ditambahkan cab-o-sil sebanyak 5% dari ekstrak 20 g dengan ditaburkan sedikit


demi sedikit secara merata. Kemudian diamkan selama semalam (sampai kering)

Homogenkan dan simpan pada wadah tertutup (botol selai)

Berikan label identitas pada wadah


C. Metode Maserasi Ultrasonik

Ditimbang 50 g serbuk rimpang kencur, dimasukkan dalam bejana maserasi (erlenmeyer 250 ml)

Ulangi perlakuan no. 1 sebanyak 7 kali.

Ditambahkan 200 ml etanol 96% pada masing-masing bejana maserasi (8 erlenmeyer), aduk sampai
serbuk terbasahi

Tutup bagian mulut bejana dengan alumunium, masukkan dalam bejana ultrasonik, dan digetarkan
selama 15 menit

Hasil maserasi disaring (8 erlenmeyer). Tampung filtrat dan lakukan kembali maserasi dengan getaran
ultrasonik dengan 200 ml etanol 96% pada masing-masing residu selama 15 menit

Hasil maserasi disaring. Tampung filtrat dan lakukan kembali maserasi dengan getaran ultrasonik
dengan 200 ml etanol 96% pada masing-masing residu selama 15 menit

Disaring kembali dan dikumpulkan semua filtrat menjadi satu

Kaliberasi labu pada rotavapor (berisi ekstrak), berikan tanda pada volume 400 ml

Filtrat yang terkumpul dipekatkan dengan rotavapor hingga volume tersisa 400 ml (tanda
kaliberasi). Kemudian hasilnya dipindahkan kedalam loyang dan diratakan

Ditambahkan cab-o-sil sebanyak 5% dari ekstrak 20 g dengan ditaburkan sedikit demi


sedikit secara merata. Kemudian diamkan selama semalam (sampai kering)

Homogenkan dan simpan pada wadah tertutup (botol selai)

Berikan label identitas pada wadah


DAFTAR PUSTAKA

Adrian, peyne, 2000. Analisa Ekstraktif Tumbuhan Sebagai Sumber Bahan Obat”. Pusat
Penelitian. Universitas Negeri Andalas.

Afriastini.J.J. 1990. Bertanam Kencur. Wakarta Penebar Swadaya. Jakarta

Agoes, G. (2007). Teknologi Bahan Alam. Bandung : Penerbit ITB Press


Anonim, 2012, Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2011, Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.

Anonim, 2012, World Health Statistic 2012: Cause-specific mortality and morbidity, WHO
Library Cataloguing in Publication Data

Ansel,H.C., (1989). Pengatar Bentuk sediaan Farmasi. Edisi 4. UI Press. Jakarta. Halaman 96,147.

Ansel, H. C., 2008, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, ed IV, Alih bahasa Ibrahim, F. Jakarta :
UI Press.

Barus, Rosbina, 2009, Amidasi Etil p-Metoksi Sinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia
galanga Linn.), Tesis, Kimia Pasca Sarjana, USU, Medan.
Badan POM RI, 2010, Acuan Sediaan Herbal, Volume V, Edisi I, 112-117, Badan Pengawas Obat
dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta
Depkes RI, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan : Jakarta
.Departemen Kesehatan RI. 1981. Pemanfaatan Tanaman Obat Edisi-2. Jakarta: Depkes RI

Depkes RI, 1989, Materia Medika Jilid V, Departemen Kesehatan RI : Jakarta


Ditjen POM, Depkes RI , 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 9-11,16.

Harborne, J.B., 1996, Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan terbitan
kedua, Institut Teknologi Bandung : Bandung
Nurhayati, T. 2008. Uji efek sediaan serbuk instan rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.)
sebagai tonikum terhadap mencit jantan galur Swiss Webster. Skripsi Fakultas Farmasi UMS,
Surakarta.

Sharma, P., 2011. ‘Cinnamic Acid Derivatives: A New Chapter of Various Pharmacological
Activities’. J Chem Pharm Res. 3(2): 403-23.

Syukur, C., dan Hernani, 2001, Budidaya Tanaman Obat Komersial, Penebar Swadaya, Jakarta,
65.

Svehla, G, 1985, VOGEL I : Buku Teks Analisis Kualitatif Makro dan Semimikro, Kalman Media
Pustaka : Jakarta
Titik Taufikurohmah. (2008). Pemilihan Pelarut dan Optimasi Suhu Pada Isolasi Senyawa Etil
Para Metoksi Sinamat (EPMS) dari Rimpang Kencur Sebagai Bahan Tabir Surya Pada Industri
Kosmetik. Artikel Penelitian.
Tewtrakul, S., S. Yuenyongwad, S. Kummee and L. Atsawajaruwan. 2005. Chemical component
and biological activities of volatile oil of Kaempferia galanga Linn. Songklanakarin J. Sci.
Technol. 27 : 503-507
Tobo F, 2001, Buku Pegangan Laboratorium Fitokimia 1, Universitas Hasanudin : Makassar
Voigt, 1984, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi diterjemahkan oleh Soewandhi, S.N., Universitas
Gajah Mada : Yogyakarta
Van Duin, C.F., 1947, Buku Penuntun Ilmu Resep Dalam Praktek dan Teori diterjemahkan oleh
Satiadarma, K., Pecenongan 58 : Jakarta
BAB IV
HASIL
BAB V
PEMBAHASAN

Anda mungkin juga menyukai