Anda di halaman 1dari 26

GANGGUAN ELIMINASI URINE

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa
urin atau bowel (feses) (Potter & Perry, 2006).
Eliminasi urine adalah pengeluaran cairan proses pengeluaran ini sangat
tergantung pada fungsi organ-organ eliminasi seperti ginjal, ureter, bladder
dan uretra. Ginjal memindahkan air dari darah dalam bentuk urin. Ureter
mengalirkan urine ke bladder. Dalam bledder urine di tampung sampai
mencapai batas tertentu yang kemudian di keluarkan melalui uretra
(Fundamental Nursing Skills and Concepts. Hal 705, 2009).
Eliminasi urine adalah proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh yang
berupa cairan yang tergantung dari fungsi ginjal, ureter, kandung kemih, dan
uretra. Sehingga urine dapat keluar dengan baik (Chris Brooker, 2009).
Gangguan eliminasi urin adalah keadaan dimana seorang individu
mengalami atau berisiko mengalami disfungsi eliminasi urine. Biasanya
orang yang mengalami gangguan eliminasi urin akan dilakukan kateterisasi
urine, yaitu tindakan memasukan selang kateter ke dalam kandung kemih
melalui uretra dengan tujuan mengeluarkan urine (Azis, 2006)
a) Anatomi
 Ginjal
Satuan struktural dan fungsional ginjal yang terkecil di sebut nefron.
Tiap - tiap nefron terdiri atas komponen vaskuler dan tubuler.
Komponen vaskuler terdiri atas pembuluh - pembuluh darah yaitu
glomerolus dan kapiler peritubuler yang mengitari tubuli. Dalam
komponen tubuler terdapat kapsul Bowman, serta tubulus - tubulus,
yaitu tubulus kontortus proksimal, tubulus kontortus distal, tubulus
pengumpul dan lengkung Henle yang terdapat pada medula.
Bila sebuh ginjal kita iris memanjang, maka aka tampak bahwa ginjal
terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian kulit (korteks), sumsum ginjal
(medula), dan bagian rongga ginjal(pelvis renalis).

1
a. Kulit Ginjal (Korteks)
Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan
penyaringan darah yang disebut nefron. Pada tempat penyarinagn
darah ini banyak mengandung kapiler – kapiler darah yang tersusun
bergumpal - gumpal disebut glomerolus. Tiap glomerolus dikelilingi
oleh simpai bownman, dan gabungan antara glomerolus dengan
simpai bownman disebut badan malphigi. Penyaringan darah terjadi
pada badan malphigi, yaitu diantara glomerolus dan simpai
bownman. Zat - zat yang terlarut dalam darah akan masuk kedalam
simpai bownman. Dari sini maka zat - zat tersebut akan menuju ke
pembuluh yang merupakan lanjutan dari simpai bownman yang
terdapat di dalam sumsum ginjal.
b. Sumsum Ginjal (Medula)
Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang
disebut piramid renal. Dengan dasarnya menghadap korteks dan
puncaknya disebut apeks atau papila renis, mengarah ke bagian
dalam ginjal. Satu piramid dengan jaringan korteks di dalamnya
disebut lobus ginjal. Piramid antara 8 hingga 18 buah tampak
bergaris – garis karena terdiri atas berkas saluran paralel (tubuli dan
duktus koligentes). Diantara pyramid terdapat jaringan korteks yang
disebut dengan kolumna renal. Pada bagian ini berkumpul ribuan
pembuluh halus yang merupakan lanjutan dari simpai bownman. Di
dalam pembuluh halus ini terangkut urine yang merupakan hasil
penyaringan darah dalam badan malphigi, setelah mengalami
berbagai proses.
c. Rongga Ginjal (Pelvis Renalis)
Pelvis Renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal,
berbentuk corong lebar. Sabelum berbatasan dengan jaringan ginjal,
pelvis renalis bercabang dua atau tiga disebut kaliks mayor, yang
masing – masing bercabang membentuk beberapa kaliks minor yang
langsung menutupi papila renis dari piramid. Kliks minor ini
menampung urine yang terus kleuar dari papila. Dari Kaliks minor,

2
urine masuk ke kaliks mayor, ke pelvis renis ke ureter, hingga di
tampung dalam kandung kemih (vesikula urinaria).
 Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing – masing bersambung dari ginjal ke
kandung kemih (vesika urinaria) panjangnya ± 25 – 30 cm dengan
penampang ± 0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen
dan sebagian terletak dalam rongga pelvis. Lapisan dinding ureter
terdiri dari :
a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
b. Lapisan tengah otot polos
c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan – gerakan peristaltik tiap
5 menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam
kandung kemih (vesika urinaria). Gerakan peristaltik mendorong urin
melalui ureter yang dieskresikan oleh ginjal dan disemprotkan dalam
bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke dalam kandung
kemih. Ureter berjalan hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia
muskulus psoas dan dilapisi oleh pedtodinium. Penyempitan ureter
terjadi pada tempat ureter terjadi pada tempat ureter meninggalkan
pelvis renalis, pembuluh darah, saraf dan pembuluh sekitarnya
mempunyai saraf sensorik.
 Vesikula Urinaria ( Kandung Kemih )
Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon
karet, terletak di belakang simfisis pubis di dalam ronga panggul.
Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot yang
kuat, berhubungan ligamentum vesika umbikalis medius.
Bagian vesika urinaria terdiri dari :
1. Fundus, yaitu bagian yang mengahadap kearah belakang dan bawah,
bagian ini terpisah dari rektum oleh spatium rectosivikale yang terisi
oleh jaringan ikat duktus deferent, vesika seminalis dan prostate.
2. Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.

3
3. Verteks, bagian yang maju kearah muka dan berhubungan dengan
ligamentum vesika umbilikalis.
Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan yaitu, peritonium
(lapisan sebelah luar), tunika muskularis, tunika submukosa, dan
lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).
 Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung
kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih keluar. Pada laki- laki
uretra bewrjalan berkelok – kelok melalui tengah – tengah prostat
kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis
kebagia penis panjangnya ± 20 cm.
Uretra pada laki – laki terdiri dari :
1. Uretra Prostaria
2. Uretra membranosa
3. Uretra kavernosa
Lapisan uretra laki – laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling
dalam), dan lapisan submukosa. Uretra pada wanita terletak dibelakang
simfisis pubisberjalan miring sedikit kearah atas, panjangnya ± 3 – 4
cm. Lapisan uretra pada wanita terdiri dari Tunika muskularis (sebelah
luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena – vena, dan
lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam).Muara uretra pada wanita
terletak di sebelah atas vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra di
sini hanya sebagai saluran ekskresi.
b) Fisiologi
Tahap – tahap Pembentukan Urine
a. Proses filtrasi
Terjadi di glomerolus, proses ini terjadi karena permukaan aferent
lebih besar dari permukaan aferent maka terjadi penyerapan darah,
sedangkan sebagian yang tersaring adalah bagian cairan darah
kecuali protein, cairan yang tersaring ditampung oleh simpai
bowman yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat,
bikarbonat dll, diteruskan ke seluruh ginja.

4
b. Proses reabsorpsi
Terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium,
klorida, fosfat dan beberapa ion karbonat. Prosesnya terjadi secara
pasif yang dikenal dengan obligator reabsorpsi terjadi pada tubulus
atas. Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah terjadi kembali
penyerapan dan sodium dan ion karbonat, bila diperlukan akan
diserap kembali kedalam tubulus bagian bawah, penyerapannya
terjadi secara aktif dikienal dengan reabsorpsi fakultatif dan sisanya
dialirkan pada pupila renalis.
c. Augmentasi (Pengumpulan)
Proses ini terjadi dari sebagian tubulus kontortus distal sampai
tubulus pengumpul. Pada tubulus pengumpul masih terjadi
penyerapan ion Na+, Cl-, dan urea sehingga terbentuklah urine
sesungguhnya.
Dari tubulus pengumpul, urine yang dibawa ke pelvis renalis lalu di
bawa ke ureter. Dari ureter, urine dialirkan menuju vesika urinaria
(kandung kemih) yang merupakan tempat penyimpanan urine
sementara. Ketika kandung kemih sudah penuh, urine dikeluarkan
dari tubuh melalui uretra.
d. Mikturisi
Peristiwa penggabungan urine yang mengalir melui ureter ke dalam
kandung kemih., keinginan untuk buang air kecil disebabkan
penanbahan tekanan di dalam kandung kemih dimana saebelumnmya
telah ada 170 – 23 ml urine. Miktruisi merupakan gerak reflek yang
dapat dikendalikan dan dapat ditahan oleh pusat – pusat persyarafan
yang lebih tinggi dari manusia, gerakannya oleh kontraksi otot
abdominal yang menekan kandung kemih membantu
mengosongkannya.
Proses Miksi (Rangsangan Berkemih).
Distensi kandung kemih, oleh air kemih akan merangsang stres
reseptor yang terdapat pada dinding kandung kemih dengan jumlah
± 250 cc sudah cukup untuk merangsang berkemih (proses miksi).

5
Akibatnya akan terjadi reflek kontraksi dinding kandung kemih, dan
pada saat yang sama terjadi relaksasi spinser internus, diikuti oleh
relaksasi spinter eksternus, dan akhirnya terjadi pengosongan
kandung kemih. Rangsangan yang menyebabkan kontraksi kandung
kemih dan relaksasi spinter interus dihantarkan melalui serabut –
serabut para simpatis. Kontraksi sfinger eksternus secara volunter
bertujuan untuk mencegah atau menghentikan miksi. kontrol
volunter ini hanya dapat terjadi bila saraf – saraf yang menangani
kandung kemih uretra medula spinalis dan otak masih utuh.
Bila terjadi kerusakan pada saraf – saraf tersebut maka akan
terjadi inkontinensia urin (kencing keluar terus – menerus tanpa
disadari) dan retensi urine (kencing tertahan). Persarafan dan
peredaran darah vesika urinaria, diatur oleh torako lumbar dan kranial
dari sistem persarafan otonom. Torako lumbar berfungsi untuk
relaksasi lapisan otot dan kontraksi spinter interna. Peritonium
melapis kandung kemih sampai kira – kira perbatasan ureter masuk
kandung kemih. Peritoneum dapat digerakkan membentuk lapisan
dan menjadi lurus apabila kandung kemih terisi penuh. Pembuluh
darah Arteri vesikalis superior berpangkal dari umbilikalis bagian
distal, vena membentuk anyaman dibawah kandung kemih.
Pembuluh limfe berjalan menuju duktus limfatilis sepanjang arteri
umbilikalis (Potter & Perry, 2006).
c) Komposisi urine
Ginjal berfungsi sebagai organ ekskresi yang utama dari tubuh.
Organ ini membuang produk akhir metabolism tubuh. Urin terutama
tersusun atas air. Individu yang normal akan mengkonsumsi kurang lebih
1-2 liter air perhari, dan dalam keadaan normal seluruh asupan cairan ini
akan diekskresikan keluar termasuk 400 – 500 ml yang akan
diekskresikan ke dalam urin. Sisanya akan diekskresikan lewat kulit, paru-
paru pada saat bernapas, dan feses. Elektrolit, yang mencakup natrium,
kalium, klorida, bikarbonat dan ion-ion lain yang jumlahnya lebih sedikit
juga diekskresikan melalui ginjal.

6
Kelompok ketiga substansi yang muncul dalam urin terbentuk dari
berbagai produk akhir metabolism protein. Produk akhir yang utama
adalah ureum, dengan jumlah 25 g, diproduksi dan di ekskresikan setiap
harinya. Produk lain dari metabolism protein yang harus diekskresikan
antara lain,kreatinin, fosfat dan sulfat. Asam urat hasil dari metabolism
asam nukleat juga di ekskresikan.
Dalam keadaan normal glukosa dan asam amino akan diabsorsi
secara hampir sempurna, sehingga kedua substansi ini tidak diekskresikan
ke dalam urin. Protein dalam keadaan normal juga tidak akan ditemukan
dalam urin, karena tidak di filtrasi di glomerulus karena ukurannya yang
besar.

2. Penyebab/faktor predisposisi
a. Pertumbuhan dan Perkembangan
Seorang anak tidak dapat mengontrol pola berkemihnya secara
volunter sampai ia berusia 18-24 bulan. Proses penuaan juga mengganggu
proses eliminasi urin. Masalah mobilitas, kelemahan dan lansia juga
mungkin akan mengalami kehilangan kemampuan untuk merasakan
bahwa kandung kemihnya penuh. Perubahan fungsi ginjal dan kandung
kemih juga terjadi seiring dengan proses penuaan. Kecepatan filtrasi
glomerulus menurun disertai penurunan kemampuan ginjal untuk
memekatkan urin, sehingga lansia sering mengalami nokturia (urinasi
berlebihan pada malam hari).
b. Faktor Psikologis
Ansietas dan stress emosional dapat menimbulkan dorongan untuk
berkemih dan frekuensi berkemih meningkat. Ansietas juga dapat
membuat individu tidak mampu berkemih sampai tuntas. Ketegangan
emosional membuat relaksasi otot abdomen dan otot perineum menjadi
sulit. Apabila sfingter uretra eksterna tidak berelaksasi secara total, buang
air dapat menjadi tidak tuntas dan terdapat sisa urin di dalam kandung
kemih.
c. Faktor sosiokultural

7
Adat istiadat tentang privasi berkemih berbeda-beda. Peraturan sosial
mempengaruhi waktu berkemih seperti istirahat sekolah.
d. Kebiasaan pribadi
Privasi dan waktu yang adekuat untuk berkemih. Beberapa individu
memerlukan distraksi seperti membaca untuk rileks.
e. Intake cairan dan makanan
Alkohol mengahambat Anti Diuretik Hormon (ADH) untuk
meningkatkan pembuangan urine, kopi, teh, coklat, cola (mengandung
kafein) dapat meningkatkan pembuangan dan ekskresi urine.
f. Tonus Otot
Lemahnya otot abdomen dan otot dasar panggul merusak kontraksi
kandung kemih dan kontrol sfingter uretra eksterna. Kontrol mikturisi
yang buruk dapat diakibatkan oleh otot yang tidak dipakai, yang
merupakan akibat dari lamanya imobilitas, peregangan otot selama
melahirkan, atrofi otot setelah menopause, dan kerusakan otot akibat
trauma.
g. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan system perkemihan dapat mempengaruhi berkemih.
Pembatasan asupan cairan umumnya akan mengurangi haluaran urine.
h. Kondisi Penyakit
Adanya luka pada saraf perifer yang menuju ke kandung kemih
menyebabkan hilangnya tonus kandung kemih, berkurangnya sensasi
penuh kandung kemih, dan individu mengalami kesulitan untuk
mengontrol urinasi. Misalnya diabetes mellitus dan sklerosis multiple
menyebabkan kondisi neuropatik yang mengubah fungsi kandung kemih.
Penyakit juga dapat memperlambat aktivitas fisik mengganggu
kemampuan berkemih. Artritis reumatoid, penyakit sendi degeneratif, dan
parkinson merupakan contoh-contoh kondisi yang membuat individu sulit
mencapai dan menggunakan fasilitas kamar mandi. Penyakit-penyakit
yang menyebabkan kerusakan ireversible pada glomerulus atau tubulus
menyebabkan perubahan fungsi ginjal yang permanen.
i. Obat – obatan

8
Diuretik mencegah reabsorpsi air dan elektrolit tertentu untuk
meningkatkan haluaran urin. Retensi urin dapat disebabkan oleh
penggunaan obat antikolinergik (mis. atropin), antihistamin (mis.
sudafed), antihipertensi (mis. aldomet), dan obat penyekat beta -
adrenergic (mis. Inderal).
j. Prosedur Bedah
Klien post bedah sering memiliki perubahan keseimbangan cairan
analgetik narkotik dan anestesi dapat memperlambat laju filtrasi
glomerolus, mengurangi haluaran urin. Anastesi spinalis terutama
menimbulkan risiko retensi urin. Perubahan struktur panggul dan
abdomen bagian bawah dapat merusak urinasi akibat trauma local pada
jaringan sekitar. Pembentukandiversi urinarius melalui pembedahan di
daerah kandung kemih atau uretra yang bersifatsementara (kanker
kandung kemih), memiliki stoma untuk mengeluarkan urin (Potter &
Perry, 2006).

3. Patofisiologi
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih
terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine
adalah ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra.
Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu : Kandung kemih secara
progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas nilai
ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua yaitu timbul refleks
saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha
mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-tidaknya
menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih. Meskipun refleks
miksi adalah refleks autonomik medula spinalis, refleks ini bisa juga
dihambat atau ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau batang otak.
Kandung kemih dipersarafi saraf sakral (S-2) dan (S-3). Saraf sensori
dari kandung kemih dikirim ke medula spinalis (S-2) sampai (S-4) kemudian
diteruskan ke pusat miksi pada susunan saraf pusat. Pusat miksi mengirim
signal pada kandung kemih untuk berkontraksi. Pada saat

9
destrusor berkontraksi spinter interna berelaksasi dan spinter eksternal
dibawah kontol kesadaran akan berperan, apakah mau miksi atau ditahan.
Pada saat miksi abdominal berkontraksi meningkatkan kontraksi otot
kandung kemih, biasanya tidak lebih 10 ml urine tersisa dalam kandung
kemih yang disebut urine residu. Pada eliminasi urine normal sangat
tergantung pada individu, biasanya miksi setelah bekerja, makan atau
bangun tidur. Normal miksi sehari 5 kali.
Gangguan pada eliminasi sangat beragam. Masing-masing gangguan
tersebut disebabkan oleh etiologi yang berbeda. Pada pasien dengan trauma
yang menyebabkan cedera medulla spinalis, akan menyebabkan gangguan
dalam mengkontrol urine/inkontinensia urine. Gangguan traumatik pada
tulang belakang bisa mengakibatkan kerusakan pada medulla spinalis.
Kerusakan pusat miksi di medulla spinalis menyebabkan kerusaan saraf
simpatis dan parasimpatis sebagian atau seluruhnya sehingga tidak terjadi
koneksi dengan otot detrusor yang mengakibatkan tidak adanya atau
menurunnya relaksasi otot spingter internal. Hipertrofi prostate, tumor atau
kekakuan leher vesika, striktur, bekuan darah, dan batu kencing
menyebabkan obstruksi urethra sehingga urine sisa meningkat dan terjadi
dilatasi bladder kemudian distensi abdomen, dapat merusak penghantaran
impuls sensorik dan motorik dan meyebabkan kemampuan otot detrusor dan
spingter dalam merespon keinginan untuk berkemih menjadi terganggu.
Selain itu analgesik narkotik dan anestesi dapat menyebabkan rusaknya
impuls sensorik dan motorik yang berjalan di antara kandung kemih, medula
spinalis, dan otak. Otot kandung kemih dan otot sfingter juga tidak mampu
merepons terhadap keinginan berkemih (Sylvia,2006).

10
PATHWAY

Trauma Operasi pada Adanya bekuan BPH, karsinoma


tulang abdomen darah/ batu prostat, striktur uretra,
belakang bawah trauma uretra

Luka pada Obstruksi


Terdapat efek
medulla spinalis saluran kemih Terjadi penyempitan
anestesi & analgesik
(S2-S3) saluran kemih
narkotik

kerusaan saraf simpatis Impuls sensorik dan


dan parasimpatis motorik terganggu
Pengeluaran urine
terhambat

Kemampuan otot penimbunan


urine di dalam
detrusor dan spingter
vesika urinaria
untuk merespon
keinginan berkemih
Retensi urine
Kesulitan untuk
mengontrol urinasi

Inkontinensia
urine

Gangguan eliminasi urine

11
4. Klasifikasi
a. Retensi Urine
Retensi urine adalah akumulasi urine yang nyata di dalam kandung
kemih akibat ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih. Urine terus
berkumpul di kandung kemih, merenggangkan dindingnya sehingga timbul
perasaan tegang, tidak nyaman, nyeri tekan pada simfisis pubis, gelisah, dan
terjadi diaphoresis (berkeringat). Tanda - tanda retensi urine akut ialah tidak
adanya haluaran urine selama beberapa jam dan terdapat distensi kandung
kemih. Pada retensi urine yang berat, kandung kemih dapat menahan 2000
- 3000 ml urine . Retensi terjadi terjadi akibat obstruksi uretra, trauma
bedah, perubahan stimulasi saraf sensorik dan motorik kandung kemih, efek
samping obat dan ansietas (Potter & Perry, 2006).
b.Infeksi Saluran Kemih Bawah
Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang didapat di rumah sakit.
Penyebab paling sering infeksi ini ialah dimasukkannya suatu alat ke dalam
saluran perkemihan. Misalnya pemasukkan kateter melalui uretra akan
menyediakan rute langsung masuknya mikroorganisme. Kebersihan
perineum yang buruk merupakan penyebab umum ISK pada wanita. Faktor
predisposisi terjadinya infeksi pada wanita diantaranya adalah praktik cuci
tangan yang tidak adekuat, kebiasaan mengelap perineum yang salah yaitu
dari arah belakang ke depan setelah berkemih atau defekasi. Klien yang
mengalami ISK bagian bawah mengalami nyeri atau rasa terbakar selama
berkemih (disuria) (Potter & Perry, 2006).
c. Inkontinensia Urine
Inkontinensia urine ialah kehilangan kontrol berkemih. Klien tidak lagi
dapat mengontrol sfingter uretra eksterna. Lima tipe inkontinensia adalah
inkontinensia fungsional, inkontinensia refleks, Inkontinensia stress,
inkontinensia urge, dan inkontinensia total. Inkontinensia yang
berkelanjutan memungkinkan terjadinya kerusakan pada kulit, sifat urine
yang asam mengiritasi kulit. Klien yang tidak dapat melakukan mobilisasi
dan sering mengalami inkontinensia terutama berisiko terkena luka
dekubitus. Inkontinensia urine yang terdiri atas :

12
1. Inkontinensia dorongan
Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urine
tanpa sadar, terjadi segera setelah merasa dorongan yang kuat untuk
berkemih.
Kemungkinan penyebab :
 Penurunan kapasitas kandung kemih
 Iritasi pada reseptor regangan kandung kemih yang menyebabkan
spasme (infeksi saluran kemih)
 Minum alcohol atau kafein
 Peningkatan cairan
 Peningkatan konsentrasi urine
 Distensi kandung kemih yang berlebihan
Tanda-tanda inkontinensia dorongan:
 Sering miksi (lebih dari 2 jam sekali)
 Spasme kandung kemih
2. Inkontinensia total
Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urine
yang terus-menerus dan tidak dapat diperkirakan.
Kemungkinan penyebab :
o Disfungsi neurologis
o Kontraksi independen dan refleks detrusor karena pembedahan
o Trauma atau penyakit yang memengaruhi saraf medulla spinalis
o Fistula
o Neuropati
Tanda-tanda inkontinensia total:
o Aliran konstan yang terjadi pada saat tidak diperkirakan
o Tidak ada distensi kandung kemih
o Nokturia
o Pengobatan inkontinensia yang tidak berhasil
3. Inkontinensia stress
Merupakan keadaan dimana seseorang yang mengalami kehilangan
urine kurang dari 50 ml, terjadi dengan peningkatan tekanan abdomen

13
Kemungkinan penyebab:
 Perubahan degeneratif pada otot pelvis dan struktur penunjang yang
berhubungan dengan penuaan
 Tekanan intraabdomen tinggi
 Distensi kandung kemih
 Otot pelvis dan struktur penunjang lemah
Tanda-tanda inkontinensia stress
 Adanya urine menetes dengan peningkatan tekanan abdomen
 Adanya dorongan berkemih
 Sering miksi (lebih dari 2 jam sekali)
4. Inkontinensia refleks
Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urine
yang tidak dirasakan, terjadi pada interval yang dapat diperkirakan bila
volume kandung kemih mencapai jumlah tertentu. Kemungkinan
penyebabnya adalah kerusakan neurologis (lesi medulla spinalis).
Tanda-tanda inkontinensia refleks :
o Tidak adanya dorongan untuk berkemih
o Merasa bahwa kandung kemih penuh
o Kontraksi atau spasme kandung kemih tidak dihambat pada interval
teratur
5. Inkontinensia fungsional
Merupakan keadaan seseorang yang mengalami pengeluaran urine
secara tanpa disadari dan tidak dapat diperkirakan. Kemungkinan
penyebabnya adalah kerusakan neurologis (lesi medulla spinalis)
Tanda-tanda inkontinensia fungsional :
 Adanya dorongan untuk berkemih
 Kontraksi mengeluarkan urine kandung kemih cukup kuat untuk
(Potter & Perry, 2006)
d.Enurisis
Merupakan ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang
diakibatkan tidak mampu mengontrol spinter eksterna. Biasanya terjadi
pada anak-anak atau pada orang tua (Isselbacher, Kurt J,1999.).

14
5. Gejala Klinis
a. Urgensi : merasakan kebutuhan untuk berkemih
b. Disuria : merasa nyeri atau sulit berkemih
c. Frekuensi : berkemih dengan sering
d. Poliuria : mengeluarkan urine yang banyak
e. Oliguria : haluaran urine yang menurun dibandingkan dengan yang
masuk
f. Nokturia : berkemih yang sering pada malam hari
g. Hematuria : terdapat darah dalam urine
h. Dribling (urine yang menetes) : kebocoran/rembesan urine walaupun ada
kontrol terhadap pengeluaran urine
i. Retensi : akumulasi urine di kandung kemih disertai
ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih
j. Residu urine : volume urine yang tersisa setelah berkemih (volume 100
ml atau lebih) (Potter & Perry, 2006).

6. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
 Perawat mengkaji kondisi mukosa mulut untuk mengetahui status
hidrasi klien
 Perawat dapat melihat adanya pembengkakan atau lekukan konveks
pada abdomen bagian bawah.
 Perawat mengkaji meatus urinarius untuk melihat adanya rabas,
peradangan dan luka
b. Palpasi
 Perawat mengkaji status hidrasi klien dengan melalui turgor kulit
 Perawat dapat mengkaji adanya nyeri tekan di daerah pinggul pada
awal penyakit pada saat memperkusi sudut kostovertebra (sudut yang
dibentuk oleh tulang belakang dan tulang rusuk ke 12)

15
 Perawat yang memiliki keterampilan tinggi belajar mempalpasi ginjal
selama proses pemeriksaan abdomen sehingga dapat mengungkapkan
adanya masalah seperti tumor.
 Perawat mempalpasi abdomen bagian bawah, kandung kemih dalam
keadaan normal teraba lunak dan bundar.

c. Perkusi
 Perawat memperkusi sudut kostovertebra, peradangan menimbulkan
nyeri selama perkusi dilakukan.
d. Auskultasi
 Perawat melakukan auskultasi untuk mendeteksi adanya bunyi bruit di
arteri ginjal (bunyi yang dihasilkan dari perputaran aliran darah yang
melalui arteri yang sempit)
 Perkusi pada kandung kemih yang penuh menimbulkan bunyi perkusi
yang tumpul (Fundamental Nursing Skills and Concepts, 2009).

7. Pemeriksaan diagnostik/penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Urinalisis
2) Kultur Urine
b. Radiologi
1) Rontgenogram Abdomen
Rontgenogram abdomen juga sering disebut plain film, KUB, atau flat
plate pada abdomen umumnya digunakan untuk mengkaji adanya
kelainan pada seluruh struktur saluran perkemihan. Procedur ini dapat
menentukan ukuran, kesimetrisan, bentuk, dan lokasi ginjal, ureter
serta struktur kandung kemih. Prosedur ini juga bermanfaat untuk
melihat batu (jika batu mengalami pengerasan) atau tumor pada organ
ini.
2) Pielogram Intravena

16
Memvisoalisasi duktus dan pelvis renalis serta memperlihatkan ureter,
kandung kemih dan uretra. Prosedur ini tidak bersifat invasif. Klien
perlu menerima injeksi pewarna radiopaq secara intra vena.
3) Pemindaian (scan) ginjal
Tes radionuklida, seperti pemindaian ginjal memungkinkan visualisasi
tidak langsung pada struktur saluran perkemihan setelah isotop
radioaktif diinjeksi per IV.
4) Computerized Axial Tomography
Merupakan prosedur sinar X terkomputerisasi yang digunakan untuk
memperoleh gambaran terperinci mengenai struktur bidang tertentu
dalam tubuh. Scaner temografik adalah sebuah mesin besar yang berisi
komputer khusus serta sistem pendeteksi sinar X yang berfungsi secara
simultan untuk memfoto struktur internal berupa potongan lintang
transfersal yang tipis.
5) Ultrasound ginjal
Merupakan alat diagnostik yang noninvasif yang berharga dalam
mengkaji gangguan perkemihan. Alat ini menggunakan gelombang
suara yang tidak dapat didengar, berfrekuensi tinggi, yang memantul
dari struktur jaringan
6) Sistoskopy
Sistocopy terlihat seperti kateter urine. Walaupun tidak fleksibel tapi
ukurannya lebih besar sistoscpy diinsersi melalui uretra klien.
Instrumen ini memiliki selubung plastik atau karet. Sebuah obturator
yang membuat skop tetap kaku selama insersi. Sebuah teleskop untuk
melihat kantung kemih dan uretra, dan sebuah saluran untuk
menginsersi kateter atau isntrumen bedah khusus.
7) Biopsi ginjal
Menentukan sifat, luas, dan progronosis ginjal. Prosedur ini dilakukan
dengan mengambil irisan jaringan korteks ginjal untuk diperiksa
dengan tekhnik mikroskopik yang canggih. Prosedur ini dapat
dilakukan dengan metode perkutan (tertutup) atau pembedahan
(terbuka).

17
8) Angiografi (arteriogram)
Merupakan prosedur radiografi invasif yang mengefaluasi sistem arteri
ginjal. Digunakan untuk memeriksa arteri ginjal utama atau cabangnya
untuk mendeteksi adanya penyempitan atau okulasi dan untuk
mengefaluasi adanya massa (cnth: neoplasma atau kista) (Potter &
Perry, 2006).

8. Theraphy/Tindakan Penanganan
 Mempertahankan kebiasaan eliminasi
Perawat mempelajari waktu saat klien berkemih normal, seperti saat
bangun tidur atau sebelum makan. Klien biasanya memerlukan waktu
untuk berkemih. Kebutuhan untuk berespons terhadap keinginan
berkemih klien juga merupakan hal yang penting. Penundaan dalam
membantu klien ke kamar mandi dapat mengganggu proses berkemih
normal dan menyebabkan inkontinensia.
 Penggunaan obat-obatan
Terapi obat-obatan yang diberikan secara tersendiri atau yang
bersamaan dengan terapi lain dapat membantu masalah inkontinesia dan
retensi. Terdapat 3 tipe obat-obatan. Satu obat merelaksasi kandung
kemih yang mengalami ketegangan atau spasme sehingga meningkatkan
kapasitas kandung kemih. Satu obat menstimulasi kontraksi kandung
kemih sehingga meningkatkan pengosongan kandung kemih. Dan satu
obat lainya menyebabkan relaksasi otot polos prostat, mengurangi
obstruksi pada aliran uretra.
 Kateterisasi
Kateterisasi kandung kemih dilakukan dengan memasukan selang
plastic atau karet melalui uretra kedalam kandung kemih. Kateter
memungkinkan mengalirnya urine yang berkelanjutan pada klien yang
tidak mampu mengontrol perkemihan atau klien yang mengalami
obstruksi. Kateter juga menjadi alat yang digunakan untuk mengukur
haluan urine per jam pada klien yang status hemodinamiknya tidak stabil.
 Pencegahan infeksi

18
Klien yang dikateterisasi dapat mengalami infeksi melalui berbagai
cara. Mempertahankan drainase urine tertutup, merupakan tindakan yang
penting untuk mengotrol infeksi. System yang rusak dapat menyebabkan
masuknya organism. Daerah yang memiliki resiko ini, adalah daerah
insersi kateter, kantung drainase, clap, dan sambungan antara selang dan
kantung. Irigasi dan instilasi kateter diperlukan untuk mempertahankan
kepatenan urine menetap, kadang-kadang perlu untuk mengirigasi atau
membilas kateter.
 Menguatkan otot dasar panggul
Latihan dasar panggul meningkatkan kekuatan otot dasar panggul
yang terdiri dari kontraksi kelompok otot yang berulang
 Bladder retraining
Tujuan bladder retraining ialah untuk mengembalikan pola normal
perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran air
kemih (Asmadi, 2008).

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian (Data Subjektif dan Objektif)
1) Identitas Pasien
Nama :
Umur :
Alamat :
Pekerjaan :
No. Reg :
Tgl. MRS :
Tgl. Pengkajian :
Dx Medis :
2) Identitas Penanggung Jawab
Nama :
Umur :
Pendidikan :
Pekerjaan :

19
Hub. dgn pasien :
3) Riwayat Kesehatan
- Keluhan utama :
- Riwayat penyakit sekarang :
- Riwayat kehamilan dan kelahiran:
- Riwayat kesehatan keluarga:
4) Pengkajian Fungsional Pola Gordon
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
b. Pola nutrisi dan metabolic
c. Pola cairan dan metabolic
d. Pola istirahat dan tidur
e. Pola aktivitas dan latihan
f. Pola eliminasi
g. Pola persepsi dan kognitif
h. Pola reproduksi dan seksual
i. Pola persepsi dan konsep diri
j. Pola mekanisme koping
k. Pola nilai dan kepercayaan
5) Pengkajian Fisik
- Keadaan umum pasien
- Kesadaran
- Pemeriksaan TTV
6) Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan radiologic
Analisa data:
a. Data subjektif :
- Klien mengatakan sulit untuk berkemih
- Klien merasakan nyeri ketika sedang berkemih
- Klien merasakan perutnya kembung (distensi kandung kemih)
- Klien mengatakan tidak dapat merasakan keinginan berkemih

20
- Klien mengatakan tidak dapat menghambat berkemih secara
volunteer

b. Data objektif :
a. Inspeksi
- Mukosa mulut kering
- Terlihat adanya pembengkakan pada abdomen bagian bawah.
b. Palpasi
- Palpasi ginjal selama untuk mengetahui adanya masalah seperti
tumor.
- Palpasi abdomen bagian bawah, kandung kemih dalam keadaan
normal teraba lunak dan bundar
c. Auskultasi
- Adanya bunyi bruit di arteri ginjal
- Kandung kemih yang penuh menimbulkan bunyi perkusi yang
tumpul
d. Intake dan output cairan
- Kaji intake dan output cairan dalam sehari
- Kaji karakteristik urine (warna , kejernihan, bau)
- Kaji perubahan volume urine untuk mengetahui
ketidakseimbangan cairan

2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


 Inkontinensia urinarius refleks
 Retensi urine

21
3. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional Evaluasi

Inkontinensia urine Setelah diberikan asuhan NIC Label: Urinary NIC Label: Urinary S:
reflex keperawatan selama ..x24 jam Incontinence Care Incontinence Care O:
diharapkan inkontinensia pada 1. Jelaskan penyebab dari 1. Agar klien mengetahui A:
klien berkurang dengan criteria masalah dan rasional dari mengenai kondisi dan
P:
hasil : tindakan yang dilakukan tujuan dari tindakan yang
NOC Label: Urinary 2. Monitor eliminasi urine, dilakukan
Continence meliputi frekuensi, 2. Untuk mengetahui
1. Mengetahui keinginan konsistensi, bau, volume, dan karakteristik dari haluaran
berkemih (5) warna urine
2. Pengosongan kandung kemih 3. Membantu untuk 3. Untuk melatih dan
(5) meningkatkan/ membiasakan pasien
3. Berkemih > 150cc setiap kali mempertahankan keinginan mengetahui keinginan
berkemih (4) berkemih berkemihnya
4. Instruksikan 4. Sebagai perbandingan
pasien/keluarganya untuk sehingga dapat terlihat
mencatat keluaran urine dan perubahan yang terjadi
pola eliminasi pada pasien
NIC Label: Urinary NIC Label: Urinary
Catheterization Catheterization

22
1. Jelaskan prosedur dan 1. Agar klien mengetahui
rasional dari pemasangan kegunaan dan tujuan dari
kateter pemasangan kateter
2. Untuk mengetahui apakah
terjadi ketidakseimbangan
2. Monitor intake dan output dan perubahan pada
cairan (jumlah, warna, keluaran urine
frekuensi)
Retensi urine Setelah diberikan asuhan NIC Label: Urinary NIC Label: Urinary S:
keperawatan selama ..x24 jam Elimination Management Elimination Management O:
diharapkan retensi urine pada 1. Monitor eliminasi urine 1. Untuk mengetahui ada atau A:
klien dapat berkurang/teratasi. meliputi frekuensi, tidaknya ketidaknormalan
P:
NOC Label: Urinary konsistensi, bau, volume, dan dari berkemih klien
Elimination warna 2. Untuk mengetahui hal-hal
dengan criteria hasil : 2. Identifikasi faktor yang yang menyebabkan
1. Pola eliminasi urine klien (5) berpengaruh terhadap inkontinensia
2. Pengosongan kandung kemih inkotinensia 3. Agar pasien dapat
(5) 3. Anjurkan pasien untuk segera mengetahui dan mulai
3. Retensi urine (5) merespon dorongan berkemih membiasakan untuk
4. Nyeri saat berkemih (5) mengetahui pola
NOC Label: Symptom Severity berkemihnya
1. ketidaknyamanan (5) 4. Catat waktu terakhir berkemih

23
2. ansietas (5) NIC Label: Urinary 4. Agar mengetahui interval
3. kegelisahan (5) Catheterization perkiraan berkemih
1. Jelaskan prosedur dan selanjutnya
rasional dari pemasangan NIC Label: Urinary
kateter Catheterization
2. Tetap menggunakan teknik 1. Agar pasien mengetahui
aseptik tujuan dari tindakan dan
3. Monitor intake dan output dapat mengurangi
cairan (jumlah, warna, kecemasannya
frekuensi) 2. Agar terhindar dari paparan
mikroba yang dapat
menyebabkan infeksi
3. Untuk mengetahui apakah
terjadi ketidakseimbangan
dan perubahan pada
keluaran urine

24
Kriteria Evaluasi
a. Inkontinensia Urine
Subjektif
- Klien mengatakan sudah bisa mengontrol eliminasi urinenya secara
volunteer.
- Klien mengatakan tidak dapat merasakan keinginan berkemih

Objektif
- Output dan intake cairan sudah normal dan seimbang (1cc/kg BB/jam),
frekuensi berkemih yang sering pada klien mulai berkurang.
b. Retensi Urine
Subjektif
- Klien mengatakan sudah tidak sulit untuk berkemih
- Klien mengatakan tidak merasakan nyeri ketika sedang berkemih
- Klien mengatakan tidak merasakan perutnya kembung (distensi
kandung kemih)
Objektif
- Intake dan output cairan sudah normal dan seimbang (1cc/kg BB/jam)

25
DAFTAR PUSTAKA

1. NANDA International.2012.Diagnosis Keperawatan:Definisi dan Klasifikasi


2012- 2014.Jakarta:EGC
2. Dochterman, Joanne M. & Bulecheck, Gloria N. 2008. Nursing Interventions
Classification : Fifth Edition. United States of America : Mosby.
3. Moorhead, Sue et al. 2008. Nursing Outcomes Classification : Fifth Edition.
United States of America : Mosby
4. Price, Sylvia A, Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit edisi 6 Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
5. Brooker, Chris. 2009. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC
6. Isselbacher, Kurt J.1999. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: EGC
7. Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC
8. Google books.2009. Fundamental Nursing Skills and Concepts. Diakses dari :
http://books.google.co.id/books?id=M4HwH5IxfToC&pg=PA704&lpg=PA70
4&dq=definition+of+urinary+elimination&source=bl&ots=yfVOERlm3x&sig
=4uxfNxfl4CjMf55YsJ2m1MysK9c&hl=id&sa=X&ei=eKzaUseWI8eKrQft5
YGQCw&sqi=2&redir_esc=y#v=onepage&q=definition%20of%20urinary%2
0elimination&f=false. Tanggal 26 Januari 2014
9. Azis, Alimul. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia 2. Jakarta : Salemba.

26

Anda mungkin juga menyukai