Padahal, jumlah sampah diperkirakan terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan
perilaku memilah sampah yang masih buruk di Indonesia. Dilansir dari CNNIndonesia data dari
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat saat ini jumlah sampah di Indonesia
mencapai 64 juta ton per tahun dan sebanyak 64 persen berakhir di TPA. Berdasarkan data BPS,
tingkat perilaku tidak memilah sampah sebelum dibuang masih sangat tinggi yakni 81,16 persen.
Melakukan kegiatan memilah sampah organik dan anorganik merupakan kegiatan yang mudah
dan tanpa biaya. Selain itu bisa mendatangkan manfaat bagi kehidupan sendiri dan orang lain. Di
negara maju seperti Jepang, mereka sudah mulai melakukan pemilahan sampah rumah tangga di
Jepang mencapai 22 jenis dan telah menjadi budaya di negara mereka. Indonesia yang hanya
diminta memilah dua jenis sampah saja, masih belum mampu menjalankan program ini. Padahal
pemerintah di beberapa daerah di Indonesia sudah mulai menjalankan program pemilahan
sampah ini salah satunya dengan menyediakan tempat sampah sesuai dengan jenis sampah.
Sampah organik adalah sisa buangan yang berasal dari mahkluk hidup, baik manusia, hewan
maupun tumbuhan dan sifatnya mudah membusuk dan mudah terurai. Sedangkan sampah
anorganik adalah sampah yang dihasilkan dari proses teknologi yang bisa dibilang sangat susah
diuraikan jika dibandingkan dengan sampah organik. Sampah-sampah anorganik yang telah
dipilah, nantinya akan dibagi kembali sesuai jenisnya untuk didaur ulang. Untuk sampah
organik bisa langsung diolah menjadi pupuk tanaman. Maka dari itu, memilah sampah dapat
membuat sampah menjadi barang yang punya nilai. Kebiasaan kita yang menampur sampah
organik dan anorganik membuat sampah tersebut tidak bisa didaur ulang karena nilai dan
kualitasnya sudah berkurang.
Jika kita sebagai masyarakat Indonesia masih bersikap acuh tak acuh terhadap pemilahan
sampah, diperkirakan pada tahun 2020 jumlah sampah akan meningkat menjadi 67,8 juta ton dan
70,8 juta ton pada tahun 2025. Kalau sudah begini, apa yang bisa kita lakukan?
Indonesia memiliki populasi pesisir sebesar 187,2 juta yang setiap tahunnya
menghasilkan 3,22 juta ton sampah plastik yang tak terkelola dengan baik.
Sekitar 0,48-1,29 juta ton dari sampah plastik tersebut diduga mencemari lautan.
Data itu juga mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara dengan jumlah
pencemaran sampah plastik ke laut terbesar kedua di dunia. China memimpin
dengan tingkat pencemaran sampah plastik ke laut sekitar 1,23-3,53 juta
ton/tahun.
Padahal kalau boleh dibilang, jumlah penduduk pesisir Indonesia hampir sama
dengan India, yaitu 187 juta jiwa. Namun tingkat pencemaran plastik ke laut India
hanya sekitar 0,09-0,24 juta ton/tahun dan menempati urutan ke 12. Artinya
memang ada sistem pengelolaan sampah yang buruk di Indonesia.
Tidak berhenti sampai di situ, pencemaran plastik di Indonesia diperkirakan akan
terus meningkat. Saat ini, industri industri minuman di Indonesia merupakan
salah satu sektor yang pertumbuhannya paling pesat. Pada kuartal I-2019,
pertumbuhan industri pengolahan minuman mencapai 24,2% secara tahunan
(YoY) hanya kalah dari industri pakaian jadi.
Banyak dari hasil akhir produk minuman menggunakan plastik sekali pakai
sebagai packaging. Minuman-minuman tersebut dapat dengan mudah ditemui di
berbagai gerai ritel, baik modern maupun tradisional.
Pertumbuhan industri minuman yang sangat pesat tentu saja akan menghasilkan
pertumbuhan jumlah sampah plastik yang semakin banyak. Terlebih saat ini
kapasitas pengolahan limbah plastik masih terbilang minim.