Anda di halaman 1dari 11

BAB II

GEOLOGI DAN KESAMPAIAN DAERAH

2.1 Geologi Regional

2.1.1 Topografi/Batimetri

Kabupaten Kulon Progo memiliki topografi yang bervariasi dengan


ketinggian antara 0 - 1000 meter di atas permukaan air laut, yang terbagi
menjadi 3 wilayah meliputi :

 Bagian Utara

Merupakan dataran tinggi/perbukitan Menoreh dengan ketinggian


antara 500 1000 meter di atas permukaan air laut, meliputi Kecamatan
Girimulyo, Kokap, Kalibawang dan Samigaluh. Wilayah ini penggunaan
tanah diperuntukkan sebagai kawasan budidaya konservasi dan
merupakan kawasan rawan bencana tanah longsor.

 Bagian Tengah

Merupakan daerah perbukitan dengan ketinggian antara 100 500


meter di atas permukaan air laut, meliputi Kecamatan Nanggulan,
Sentolo, Pengasih, dan sebagian Lendah, wilayah dengan lereng antara 2
15%, tergolong berombak dan bergelombang merupakan peralihan
dataran rendah dan perbukitan.

 Bagian Selatan

Merupakan dataran rendah dengan ketinggian 0 100 meter di atas


permukaan air laut, meliputi Kecamatan Temon, Wates, Panjatan, Galur,
dan sebagian Lendah. Berdasarkan kemiringan lahan, memiliki lereng 0
2%, merupakan wilayah pantai sepanjang 24,9 km, apabila musim
penghujan merupakan kawasan rawan bencana banjir.
(sumber: http://studio-kulonprogo.blogspot.com/2013/01/peta-
topografi_13.html)

2.1 Peta Topografi Kabupaten Kulonprogo


Menurut Van Bemmelen (1949, hal. 596), Pegunungan Kulon dilukiskan
sebagai Dome besar dengan bagian puncak datar dan sayap-sayap curam, dikenal
sebagai Oblong Dome. Dome ini mempunyai arah utara timur laut – selatan barat
daya, dan diameter pendek 15-20 Km, dengan arah barat laut-timur tenggara.
Di bagian utara dan timur, komplek pegunungan ini dibatasi oleh lembah
Progo, di bagian selatan dan barat dibatasi oleh dataran pantai Jawa Tengah. Di
bagian barat laut pegunungan ini berhubungan dengan deretan Pegunungan Serayu.
Inti dari Dome ini terdiri dari tiga gunung api andesit tua yang sekarang
telah tererosi cukup dalam, sehingga di beberapa bagian bekas dapur magmanya
telah tersingkap. Gunung Gajah yang terletak di bagian tengah Dome tersebut,
merupakan gunung api tertua yang menghasilkan andesit hiperstein augit basaltic.
Gunung api yang kemudian terbentuk yaitu Gunung Api Ijo yang terletak di bagian
selatan.
Kegiatan Gunung Api Ijo ini menghasilkan andesit piroksen basaltic,
kemudian andesit augit hornblende, sedang pada tahap terakhir adalah intrusi dasit
pada bagian inti. Setelah kegiatan Gunung Gajah berhenti dan mengalami denudasi,
dibagian utara mulai terbentuk Gunung Menoreh, yang merupakan gunung terakhir
pada komplek Pegunungan Kulon Progo. Kegiatan Gunung Menoreh mula-mula
menghasilkan andesit augit hornblende, kemudian dihasilkan dasit dan yang
terakhir yaitu andesit. Dome Kulon Progo ini mempunyai puncak yang datar.
Bagian puncak yang datar ini dikenal sebagai Jonggrangan Platoe yang tertutup
oleh batugamping koral dan napal dengan memberikan kenampakan topografi
karst. Topografi ini dijumpai di sekitar Desa Jonggrangan, sehingga lithologi di
daerah tersebut dikenal sebagai Formasi Jonggrangan.
Pannekoek (1939), Vide (Van Bammelen, 1949, hal 601) mengatakan
bahwa sisi utara dari Pegunungan Kulon Progo tersebut telah terpotong oleh gawir-
gawir sehingga dibagian ini banyak yang hancur, yang akhirnya tertimbun di bawah
alluvial Magelang.

Secara fisiografis kondisi Kabupaten Kulon Progo wilayahnya adalah


daerah datar, meskipun dikelilingi pegunungan yang sebagian besar terletak
pada wilayah utara, luas wilayahnya 17,58% berada pada ketinggian <7 m
di atas permukaan laut, 15,20% berada pada ketinggian 8-25 m di atas
permukaan laut, 22,85% berada pada ketinggian 26 - 100 m di atas
permukaan laut, 3 3,00% berada pada ketinggian 101 - 500 m di atas
permukaan laut dan 11,37 % berada pada ketinggian >500 m di atas
permukaan laut. Jika dilihat letak kemiringannya, luas wilayahnya 58,81%
kemiringannya <15°, 18,73% kemiringannya antara 16°-40° dan 22,46%
kemiringannya >40°.
Sumber : modifikasi dari Van Bemmelen, 1949, dalam
Hartono, 2010
Gambar 2.2 Peta Fisiografi Jawa Tengah dan Jawa
Timur
2.1.2 Litologi

Sedang menurut Van Bemellen Pegunungan Kulon Progo dikelompokkan


menjadi beberapa formasi berdasarkan batuan penyusunnya. Formasi tersebut
dimulai dari yang paling tua yaitu sebagai berikut :
a. Formasi Nanggulan
Formasi Nanggulan mempunyai penyusun yang terdiri dari batu pasir, sisipan
lignit, napal pasiran dan batu lempungan dengan konkresi limonit, batu gamping
dan tuff, kaya akan fosil foraminifera dan moluska dengan ketebalan 300 m.
berdasarkan penelitian tentang umur batuannya didapat umur formasi nanggulan
sekitar eosen tengah sampai oligosen atas. Formasi ini tersingkap di daerah Kali
Puru dan Kali Sogo di bagian timur Kali Progo. Formasin Nanggulan dibagi
menjadi 3, yaitu
a. Axinea Beds
Formasi paling bawah dengan ketebalan lapisan sekitar 40 m, terdiri dari abut pasir,
dan batu lempung dengan sisipan lignit yang semuanya berfasies litoral, axiena bed
ini memiliki banyak fosil pelecypoda.
b. Yogyakarta beds
Formasi yang berada di atas axiena beds ini diendapkan secara selaras denagn
ketebalan sekitar 60 m. terdiri dari batu lempung ynag mengkonkresi nodule, napal,
batu lempung, dan batu pasir. Yogyakarta beds mengandung banyak fosil
poraminifera besar dan gastropoda.
c. Discocyclina beds
Formasi paling atas ini juga diendapkan secara selaras diatas Yogyakarta beds
denagn ketebalan sekitar 200m. Terdiri dari batu napal yang terinteklasi dengan
batu gamping dan tuff vulakanik, kemudian terinterklasi lagi dnegan batuan arkose.
Fosil yang terdapat pada discocyclina beds adalah discocyclina.
b. Formasi Andesit Tua
Formasi ini mempunyai batuan penyusun berupa breksi andesit, lapili tuff,
tuff, breksi lapisi , Aglomerat, dan aliran lava serta batu pasir vulkanik yang
tersingkap di daerah kulon progo. Formasi ini diendapkan secara tidak selaras
dengan formasi nanggulan dengan ketebalan 660 m. Diperkirakan formasi ini
formasi ini berumur oligosen – miosen.
c. Formasi Jonggrangan
Formasi ini mempunyai batuan penyusun yang berupa tufa, napal, breksi,
batu lempung dengan sisipan lignit didalamnya, sedangkan pada bagian atasnya
terdiri dari batu gamping kelabu bioherm diselingi dengan napal dan batu gamping
berlapis. Ketebalan formasi ini 2540 meter. Letak formasi ini tidak selaras dengan
formasi andesit tua. Formasi jonggrangan ini diperkirakan berumur miosen. Fosil
yang terdapat pada formasi ini ialah poraminifera, pelecypoda dan gastropoda.
d. Formasi Sentolo
Formasi Sentolo ini mempunyai batuan penyusun berupa batu pasir napalan
dan batu gamping, dan pada bagian bawahnya terdiri dari napal tuffan. Ketebalan
formasi ini sekitar 950 m. Letak formasi initak selaras dengan formasi jonggrangan.
Formasi Sentolo ini berumur sekitar miosen bawah sampai pleistosen
e. Forasi Alluvial dan gumuk pasir
Formasi ini iendapan secara tidak selaras terhadap lapisan batuan yang
umurnya lebih tua. Litologi formasi ini adalah batu apsr vulkanik merapi yang juga
disebut formasi Yogyakarta. Endapan gumuk pasir terdiri dari pasir – pasir baik
yang halus maupun yang kasar, sedangkan endapan alluvialnya terdiri dari batuan
sediment yang berukuran pasir, kerikir, lanau dan lempung secara berselang –
seling.
.

2.2.3 Struktur Geologi

Struktur geologi daerah Kulon Progo dapat dikenali dengan adanya


kenampakan pegunungan yang dikelilingi oleh dataran alluvial. Menurut
van Bemmelen (1949), struktur yang terdapat pada Kulon Progo sebagai
berikut:

1. Struktur Dome
Menurut Bemmelen (1949), Pegunungan Kulon Progo
secara keseluruhan merupakan kubah lonjong yang mempunyai
diameter 32 km mengarah NE – SW dan 20 km mengarah SE – NW.
Puncak kubah lonjong ini berupa satu dataran yang luas disebut
Jonggrangan Plateu. Kubah ini memanjang dari utara ke selatan dan
terpotong dibagian utaranya oleh sesar yang berarah tenggara–barat
laut dan tertimbun oleh Dataran Magelang, sehingga sering
disebut Oblong Dome. Pemotongan ini menandai karakter tektonik
dari zona Selatan Jawa menuju zona Tengah Jawa. Bentuk
kubah tersebut adalah akibat selama Pleistosen, di daerah
mempunyai puncak yang relatif datar dan sayap – sayap yang
miring dan terjal. Dalam kompleks pegunungan Kulon Progo
khususnya pada Lower Burdigalian terjadi penurunan cekungan
sampai di bawah permukaan laut yang menyebabkan
terbentuknya sinklin pada kaki selatan pegunungan

2. Unconformity
Daerah Kulon Progo terdapat kenampakan ketidakselarasan
(disconformity) antar formasi penyusun Kulon Progo.
Kenampakan telah dijelaskan dalam stratigrafi regional berupa
Formasi Andesit tua. Daerah pengamatan terdiri dari napal,
batupasir gampingan sebagai anggota Seputih. Memiliki ketebalan
300 m dan mempunyai kisaran umur antara Eosen Tengah –
Oligosen atas (Hartono,1969).

Sedangkan pada daerah penelitian di dusun Dlingo diketahui melalui


pengamatan secara langsung di lapangan terhadap struktur geologi yang ada
adalah struktur perlapisan yang ada pada singkapan batu gamping yang
terdapat disepanjang singkapan batu gamping yang terjadi baik pada saat
batuan terbentuk maupun setelah batuan terbentuk.
2.2 Geologi Lokal

2.2.1 Topografi/Batimetri

Keadaan topografi daerah pengamatan yang terletak di Dusun


Kalisonggo, Desa Pendoworejo, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten
Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta termasuk dalam formasi andesit
tua yang mana tersusun oleh breksi andesit, tuf, tuf lapili, anglomerat, dan
sisipan aliran lava andesit. Komposisi lava terutama terdiri dari andesit
hiperten dan andesit augit – hornblende. Kepingan tuf napalan yang
merupakan hasil rombakan dari lapisan yang lebih tua dijumpai dikaki
Gunung Mudjil. Di bagian bawah formasi ini mengandung fosil plankton
yang menunjukan umur oligosen akhir. Oleh karena bagian bawah formasi
Sentolo berumur Miosen Awal. Mempunyai ketebalan kira-kira lebih dari
600 meter. Untuk Formasi Andesit Tua ini dibagi lagi kedalam Formasi
Kulon Progo yang mempunyai lingkungan darat dan Formasi Giripurwo
dengan lingkungan laut. Formasi Andesit Tua terbentuk lebih dari 1 sumber
gunung api yaitu gunung api Gajah, gunung api ijo dan Gunung api
Menorah (Van Bemmelen, 1949).

Pada daerah penelitian memiliki daerah topografi yang terdiri atas


daerah yang relatif landai di derah utara dan selatan. Serta di bagian daerah
pengamatan di sebelah barat dijumpai jurang yang mengarah ke anak
sungai. Daerah timur pengamatan dijumpai perbukitan yang tergolong
bergelombang. Daerah pengamatan yang berada di dusun Kalisonggo
memiliki ketinggian 130-175 meter diatas permukaan laut.

2.2.2 Litologi

Litologi yang terdapat di daerah PT. Kalek Andesite Mining yaitu


batuan Andesit yang dicirikan dengan warna gelap. Batuan andesit
teksturnya fanerik halus atau afanitik karena ukuran butirnya terlihat
secara megaskopis halus atau hampir tidak bisa dilihat dengan mata
telanjang.

Di daerah kecamatan Girimulyo termasuk dalam formasi Sentolo,


formasi Nanggulan, formasi Jonggrangan, formasi Kalibawang, dan
terdapat juga intrusi batuan beku. Formasi Kebo Butak dan formasi
Jonggranga. Formasi sentolo terdiri dari batu gamping dan batupasir
napalan. Sedangkan pada formasi Nanggulan tersusun oleh batupasir
dengan sisipan lignit, napal pasiran, batu lempung dengan kongkresi
limonit, sisipan napal dan atu gamping, batupasir dan tuff. Untuk formasi
Jonggrangan tersusun oleh konglomerat, napal tufan, dan baupasir
gampingan dengan sisipan lignit, batugamping berlapis, dan batugamping
koral. Satuan ini hanya terdapat di daerah Jonggrangsn, daerah Girimulyo.
Formasi Kebo Butek tersusun oleh breksi Andesit, tuff, tuff lapili,
aglomerat dan sisipan lava andesit. Batuan beku terobosan andesit
berkomposisi antara andesit hipersten sampai andesit augite hornblende
dan trakiandesit.

2.2.3 Struktur Geologi

Daerah di sekitar PT. Kalek Andesite Mining termasuk kedalam


formasi andesit tua yang mana formasi ini diendapkan secara tidak selaras
di atas Formasi Nanggulan. Litologinya berupa breksi volkanik dengan
fragmen andesit, lapilli tuf, tuf, lapili breksi, sisipan aliran lava andesit,
aglomerat, serta batupasir volkanik yang tersingkap di daerah Kulon
Progo.

Formasi ini tersingkap baik di bagian tengah, utara, dan barat daya
daerah Kulon Progo yang membentuk morfologi pegunungan
bergelomban yg sedang hingga terjal. Ketebalan formasi ini kira-kira
mencapai 600 m. Berdasarkan fosil Foraminifera planktonik yang
dijumpai dalam napal dapat ditentukan umur Formasi Andesit Tua yaitu
Oligosen Atas.

Anda mungkin juga menyukai