Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada korban kecelakaan lalu lintas jalan, trauma toraks tumpul adalah
salah satu cedera paling penting. Populasi lansia karena kerapuhan tulang
memiliki peningkatan risiko untuk mempertahankan cedera dada termasuk flail
chest bahkan setelah trauma ringan, berbeda dengan anak-anak tulang rusuknya
lebih flexible dan memiliki risiko yang lebih rendah dari Flail chest hanya 1%.
Cidera toraks merupakan penyebab kematian pada sekitar seperempat dari semua
korban trauma dan mempengaruhi morbiditas yang ditemukan pada banyak pasien
cedera . Flail chest pada cedera toraks membawa morbiditas dan mortalitas yang
tinggi mulai dari 5% hingga 36% (Jena, Agrawal, Sandeep, & Shrikhande, 2017).

Trauma toraks menyebabkan 20% dari semua kematian akibat trauma.


Pasien yang mengalami trauma toraks ringan maupun berat, angka mortalitasnya
mencapai 18,72%. Kondisi klinis tertinggi lain adalah fraktur kosta tunggal
maupun multipel (33,3%), kontusio paru (15,5%) dan pneumotoraks (10%).
Fraktur kosta terberat adalah flail chest, 60,8% membutuhkan bantuan ventilasi
mekanik, signifikan pada pasien dengan Injury Severity Score (ISS) yang lebih
tinggi dibanding pasien flail chest tanpa ventilasi mekanik.3 Mortalitas bisa
terjadi pada pasien yang mengalami komplikasi sepsis, pada pasien yang disertai
perdarahan intrakranial. Oleh karena itu, prognosa pasien dapat dilihat dari
kecepatan penyapihan ventilasi mekanik. Pada pasien flail chest, penyebab lama
penyapihan karena ketidakstabilan dinding dada (Airlangga, Salinding, Semedi,
Sylvaranto, & Raharjo, 2018).

Flail chest pada cedera toraks dapat menjadi penyebab kekhawatiran,


seperti pada adanya cedera terkait; itu membawa morbiditas dan mortalitas yang
tinggi. Cidera flail chest biasanya disebabkan oleh perlambatan dan mungkin
berhubungan dengan fraktur sternum, gangguan aorta dan trakeobronkial. Flail
chest mempengaruhi morbiditas yang ditemukan pada banyak pasien yang terluka.
Presentasi klinis dari flail chest tergantung pada ukuran segmen flail, gradien
tekanan intrathoracic selama bernafas, dan cedera yang berhubungan dengan paru-
paru dan dinding toraks. Perawatan pasien ini tergantung pada gangguan fisiologis
yang disebabkan oleh segmen flail dan keparahan cedera terkait lainnya.

Fraktur sternum adalah cedera langka dengan insiden kurang dari 0,5%
dari seluruh fraktur dan kurang lebih 3-8 % pada trauma tumpul dada. Trauma
pada sternum sebagian besar melintang pada batang sternal dan jarang terjadi pada
daerah manubrium ataupun xiphoid. Ada dua jenis dislokasi sternum: posterior
(tipe 1) atau anterior (tipe 2) pada manubrium. Trauma toraks dapat disertai nyeri

1
dada hebat sehingga menimbulkan gagal napas sampai menyebabkan kematian.
Pada kasus fraktur sternal yang mengalami ketidakstabilan dinding toraks, dapat
mengalami distress napas, nyeri hebat, dan fraktur non-union, maka fiksasi
eksternal harus segera dikerjakan. Mengingat angka kejadian sangat kecil dan
kebutuhan akan fiksasi operatif yang tidak rutin dilakukan, maka sering menjadi
pitfall atas kegagalan penyapihan pasien dari ventilasi mekanik. Pada dua kasus
trauma toraks ini, penulis mengharapkan dapat menjadikan pembelajaran dalam
pola penanganan trauma toraks dan evaluasi adanya trauma sternum(Airlangga et
al., 2018).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang diatas maka rumusan masalah dapat


dirumuskan sebagai berikut:

1.2.1 Apakah pengertian Fail Chest ?


1.2.2 Apakah penyebab Fail Chest ?
1.2.3 Bagaimanakah Tanda dan gejala Fail Chest ?
1.2.4 Bagaimanakah patofisiologi Fail Chest ?
1.2.5 Bagaimanakah pemeriksaan diagnostic pada Fail Chest ?
1.2.6 Bagaimanakah penatalaksanaan kegawatdaruratan Fail Chest ?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pemahaman


tentang Fail Chest serta upaya/ langkah-langkah yang dapat dilakukan tenaga
kesehatan khususnya perawat dalam penatalaksanaan Fail Chest.

1.3.2 Tujuan Khusus

a) Untuk Mengetahui Pengertian Fail Chest


b) Untuk Mengetahui Penyebab Fail Chest
c) Untuk Mengetahui Tanda Gejala Fail Chest
d) Untuk Mengetahui Patofisiologi Fail Chest
e) Untuk Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik Fail Chest
f) Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Fail Chest

2
1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Manfaat Teoritis

Makalah ini dapat dijadikan acuan dalam proses pembelajaran dan untuk
menambah wawasan tentang trauma thoraks Fail Chest.

1.4.2 Manfaat Praktis

Makalah ini dapat dijadikan acuan dalam praktek keperawatan di rumah


sakit agar dapat melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan masalah Fail
Chest.

3
BAB II

KONSEP TEORI

2.1 Pengertian

Fail Chest adalah fraktur pada tulang iga yang menyebabkan terjadinya
rangka torak menjadi tidak stabil, mengakibatkan kerusakan pada pernafasan
dan menyebabkan gawat napas yang berat.
Fail Chest adalah suatu kondisi dimana kosta-kosta yang berdekatan patah
baik unilateral maupun bilateral dan terjadi pada daerah kostokondral. (Huda
& Kusuma, 2015)

2.2 Penyebab

Fail Chest sering disebabkan oleh trauma tumpul pada thorax, misalnya
akibat dari kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh dari ketinggian, tindak
kekerasan atau benturan dengan energy yang besar. Akibat dari
ketidakstabilan dinding dada maka timbul pergerakan pada paradox dinding
dada saat inspirasi yang disertai gerakan pendulum isi mediastinum selama
pernafasan sehingga mengurangi jumlah udara yang dapat dihirup kedalam
paru-paru. Pada saat ekspirasi karena tekanan toraks akan melebihi tekanan
atmosfir, segmen gail akan terdorong keluar merusak kemampuan pasien
untuk menghembuskan napas (Huda & Kusuma, 2015)

Ketika terjadi Fail Chest dua atau lebih costa yang berurutan mengalami
fraktur pada dua atau lebih tempat atau ketika sternum lepas. Segmen yang
patah kehilangan kontinuitas dengan dinding dada dan mengakibatkan
perubahan tekanan intrathorakal melalui gerakan paradoksal. Gerakan
paradoksal bisa diartikan dengan pergerakan segmen gail berlawanan dinding
dada yang utuh dan pada waktu ispirasi, segmen yang patah bergerak ke
dalam, walaupun normalnya bergerak keluar. Saat ekspirasi segmen yang
patah akan terdorong keluar dan seringkali segmen yang patah tidak terlihat
pada awalnya, ditemukan ketika pasien kelelahan akibat peningkatan kerja
pernapasan. (Kurniati, Trisyani, & Ikaristia, 2018)

2.3 Tanda dan Gejala


 Nyeri dada dan krepitasi tulang
 Distress respirasi: dyspnea, takipnea dan kegagalan respirasi
mungkin erjadi
 Hemothorax dan pneumothorax

4
 Pergerakan dinding dada asimetri atau pergerakan paradoksal
 Kemungkinan emfisema subkutan (Kurniati et al., 2018)

2.4 Patofisiologi

Utuhnya suatu dinding Toraks sangat diperlukan untuk sebuah


ventilasipernapasan yang normal. Pengembangan dinding toraks ke arah luar
oleh otot -otot pernapasan diikuti dengan turunnya diafragma menghasilkan
tekanan negative dari intratoraks. Proses ini menyebabkan masuknya udara
pasif ke paru – paru selama inspirasi. Trauma toraks mempengaruhi strukur -
struktur yang berbedadari dinding toraks dan rongga toraks. Toraks dibagi
kedalam 4 komponen, yaitudinding dada, rongga pleura, parenkim paru, dan
mediastinum.Dalam dindingdada termasuk tulang - tulang dada dan otot - otot
yang terkait (Muhammadiyah, 2019)

Rongga pleura berada diantara pleura viseral dan parietal dan dapat terisi
oleh darah ataupunudara yang menyertai suatu trauma toraks. Parenkim paru
termasuk paru – parudan jalan nafas yang berhubungan, dan mungkin dapat
mengalami kontusio, laserasi, hematoma dan pneumokel.Mediastinum
termasuk jantung, aorta/pembuluh darah besar dari toraks, cabang
trakeobronkial dan esofagus. Secara normal toraks bertanggung jawab untuk
fungsi vital fisiologi kardiopulmonerdalam menghantarkan oksigenasi darah
untuk metabolisme jaringan pada tubuh. Gangguan pada aliran udara dan
darah, salah satunya maupun kombinasi keduanya dapat timbul akibat dari
cedera toraks (Muhammadiyah, 2019)
Secara klinis penyebab dari trauma toraks bergantung juga pada beberapa
faktor, antara lain mekanisme dari cedera, luas dan lokasi dari cedera,
cedera lain yang terkait, dan penyakit - penyakit komorbid yang mendasari.
Pasien – pasien trauma toraks cenderung akan memburuk sebagai akibat dari
efek pada fungsi respirasinya dan secara sekunder akan berhubungan dengan
disfungsi jantung (Muhammadiyah, 2019)

5
PATWAY

Trauma kompresi Lengkung iga akan lebih Fraktur iga multiple


anteriorposterior melengkeng lagi kearah segmental (fail chest)
darirongga thorax lateral

Krepitasi Adanya segment yang Saat inspirasi rongga


mengambang (flail) dada mengembang

Gerakan nafas paradoksal Gangguan pergerakan Gerakan fragmen costa


dinding dada yang patah
menimbulkan gesekan
Fungsi ventilasi alveolar Stimulasi saraf interkosta antara ujung fragmen
dengan jaringan lunak
sekitar

O2 menurun, Co2 Nyeri torak Nyeri Akut


meningkat

Asidosis respiratori Saturasi O2 menurun Kompensasi takikardi

Hipotensi, perfusi jaringan


yang tidak adekuat
6

Ketidakefektifan pola
Sianosis Ansietas

Ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer

2.5 Pemeriksaan diagnosik

 Radiografi dada dan CT Scan menunjukan fraktur costa atau


sternal
 Analisa Gas Darah (AGD) untuk menentukan status ventilasi
(Kurniati et al., 2018)

2.6 Penatalaksanaan Kegawatdaruratan

Manajemen awal untuk pasien trauma toraks tidak berbeda dengan


pasien trauma lainnya dan meliputi ABCDE, yaitu A: airway patency with
care ofcervical spine, B: Breathing adequacy, C: Circulatory support, D:
Disabilityassessment, dan E: Exposure without causing hypothermia.

Pemeriksaan primary survey dan pemeriksaan dada secara


keseluruhan harus dilakukan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi
dan menangani kondisi yang mengancam nyawa dengan segera, seperti
obstruksi jalan napas, tension Pneumotoraks, pneuomotoraks terbuka yang
masif, hemotoraks masif, tamponade perikardial, dan flail chest yang
besar.

Apnea, syok berat, dan ventilasi yang inadekuat merupakan


indikasi utama untuk intubasi endotrakeal darurat.Resusitasi cairan
intravena merupakan terapiutama dalam menangani syok

7
hemorhagik.Manajemen nyeri yang efektif merupakan salah satu hal yang
sangat penting pada pasien trauma toraks. Ventilator harus digunakan pada
pasien dengan hipoksemia, hiperkarbia, dan takipnea berat atau ancaman
gagal napas.

Pasien dengan tanda klinis tension Pneumotoraks harus segera


menjalani dekompresi dengan torakosentesis jarum dilanjutkan dengan
torakostomi tube. Foto toraks harus dihindari pada pasien - pasien ini
karena diagnosis dapat ditegakkan secara klinis dan pemeriksaan x - ray
hanya akan menunda pelaksanaan tindakan medis yang harus segera
dilakukan. (Muhammadiyah, 2019)

BAB III
Konsep Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan
“FAIL CHEST”

3.1 Pengkajian Keperawatan Gawat Darurat

a. Pemeriksaan Primer :
1) Data Subyektif
Riwayat penyakit sekarang
a) Cedera tumpul atau cedera tembus pada dada
b) Dispnea
c) Cemas
d) Nyeri dada
e) Lemah

Riwayat Kesehatan

Keluhan utama

8
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya pasien akan mengeluh nyeri pada dada saat bernafas

2) Data Obyektif :
a). Airway : Tidak ditemukan adanya tanda gejala
b). Breathing : Pernafasan cuping hidung, penggunaan otot-otot
pernafasan,
c). Circulation : Nadi teraba, akral teraba dingin, dan tampak sianosis,
gangguan perfusi jaringan
d). Disability : Penurunan kesadaran dengan cepat, apakah pasien sadar,
hanya respons terhadap nyeri atau sama sekali tidak sadar. Tidak
dianjurkan mengukur Glasgow Coma Scale
e). Exposure : Adanya jejas trauma tajam dan tumpul di daerah dada.
b) Disability: Penurunan tingkat kesadaran
c) Exposure: Adanya jejas trauma tajam dan tumpul di daerah dada.

b. Pemeriksaan Sekunder
1) Data Subyektif :
a. Sign : keluhan utama
b. Alergi : alergi terhadap obat atau makanan tertentu
c. Medication : pengobatan terakhir
d. Past medical : pengalaman pembedahan
e. Las oral intake ; makan minum terakhir
f. Even loading injury : kaji awal terjadinya penurunan curah jantung
2) Data Obyektif : ( Pemeriksaan fisik fokus head to toe )
 Head to toe
a) Kepala dan wajah: pucat, bibir sianosis.
b) Leher: tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid, tidak dicurigai
fraktur cervical.
c) Dada: tidak simetris, terdapat jejas dan bengkak, pergerakan
dinding dada tidak simetris, terdapat otot bantu pernapasan

9
d) Abdomen dan pinggang: tidak ada tanda dan gejala.
e) Pelvis dan Perineum: tidak ada tanda dan gejala.
f) Ekstrimitas: pucat, kulit dingin, jari tangan dan kaki sianosis.

3.2 Diagnosa Keperawatan

1) Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan oksigen dalam udara saat


inspirasi
2) Disfungsi respon penyampihan ventilator b.d ketidakmampuan
beradaptasi dengan dukungan ventilator, ketidaktepatan laju penurunan
dukungan ventilator
3) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d ketidakadekuatan oksigen
dalam darah
4) Nyeri akut b.d trauma thorax
5) Ansietas b.d kesulitan bernafas, ancaman actual terhadap keselamatan

3.3 Rencana Keperawatan

a. Prioritas Diagnosa
1) Ketidakefektifan Pola nafas
2) Nyeri akut
3) Ketidakefektifan Perfusi jaringan perifer

b. Perencanaan ( intervensi kegawatdaruratan )

No. Tujuan & Kriteria hasil Intervensi Rasional


Diagnosa
1 Setelah diberikan asuhan 1. Pertahankan ABC 1. Untuk menstabilkan
keperawatan selama 1 x 15 menit
ABC
diharapkan pola nafas efektif
dengan lkriteriahasil: 2. Pantau ketat 2. Melihat tanda-tanda
1. Pola nafas yang paten tanda-tanda vital
vital dan
2. Frekuensi pernafasan terutama
dalam batas normal frekuensi mengetahui
3. Tidak ada suara nafas pernafasan
perubahan pola
tambahan perubahan pola
4. Tanda – tanda vital nafas

10
dalam rentang batas nafas.
normal
3. Monitor isi
pernafasan, 3. Mengetahui
pengembangan
keteraturan
dada, keteraturan
pernafasan pernafasan

4. Berikan posisi
semifowler 4. Memberikan rasa
nyaman dengan
merubah posisi semi
fowler
5. Ajarkan kline 5. Memberikan rasa
nafas dalam
nyaman dengan
dengan latihan
nafas dalam latihan nafas dalam

2 Setelah diberikan asuhan


keperawatan selama 3 x 10 menit
diharapkan nyeri berkurang
dengan kriteria hasil:
1. TTV dalam batas normal 1. Pertahankan ABC 1.Untuk menstabilkan
(Nadi : 60-100 x/mnt, TD
ABC
: 110-140mmHg)
2. Mampu mengontrol nyeri 2. Monitor TTV 2.Mengetahui tanda-
3. Melaporkan bahwa nyeri berkelanjutan
tanda vital
berkurang dengan TTV
menggunakan manajemen 3. Lakukan 3. Untuk mengetahui
nyeri. pengkajian nyeri
tingkat keparahan nyeri
4. Mampu mengenali nyeri secara
komprehensif
4. Observasi reaksi
4. Untuk mengetahui
nonverbal dari
ketidaknyamanan rasa aman nyaman
5. Ajarkan
5. Untuk mengalihkan
penggunaan
teknik non rasa nyeri
farmakologi
(relaksasi)

3 Setelah diberikan asuhan

11
keperawatan selama 3 x 15 menit
diharapkan perfusi jaringan
adekuat dengan criteria hasi: 1.Untuk menstabilkan
1. Nadi teraba kuat 1. Pertahankan ABC
ABC
2. TTV dalam batas normal
( Nadi : 60-100 x/mnt, 2. Awasi TTV 2.Untuk Mengetahui
TD : 110-40mmHg secara intensif peerubahan TTV
tingkat kesadaran
composmetis 3. Pantau adanya 3.Mengetahui ketidak
3. Sianosis atau pucat tidak ketidakadekuatan adekuaatan perfusi
ada perfusi
4. Arkal teraba hangat 4. Anjurkan untuk 4.Memberikan rasa
bed rest/ istirahat nyaman pada klien
total
6. 6.

12
BAB IV
PENUTUPAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan diatas kita dapat menyimpulkan bahwa Fail


Chest adalah suatu kondisi dimana kosta-kosta yang berdekatan patah baik
unilateral maupun bilateral dan terjadi pada daerah kostokondral. Keluhan dan
gejala dari Fail Chest yaitu Nyeri dada dan krepitasi tulang, Distress respirasi:
dyspnea, takipnea dan kegagalan respirasi mungkin terjadi, Hemothorax dan
pneumothorax, Pergerakan dinding dada asimetri atau pergerakan paradoksal,
Kemungkinan emfisema subkutan

4.2 Saran

Penulis berharap dengan makalah ini, semoga mahasiswa dapat mengerti


bagaimana asuhan keperawatan gawat darurat pada pasien yang
mengalami Fail Chest dan paham bagaimana patofisiologi yang terjadi pada
pasien yang mengalami penyakit tersebut. sehingga bisa berpikir kritis dalam
melakukan tindakan keperawatan

13
4.3 DAFTAR PUTAKA

Huda, A., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. (penerbit medican jogja, Ed.).
jogjakarta.

Kurniati, A., Trisyani, Y., & Ikaristia, S. (2018). Keperawatan Gawat Darurat
dan Bencana Sheehy. Singapore: Elsevier GmbH.

Muhammadiyah. (2019). Askep Trauma Thoraks ( Hemathoraks ) Asuhan


Keperawatan Gawat Darurat Pada Pasien Trauma Thoraks, (January), 0–38.
https://doi.org/10.13140/RG.2.2.29375.36001

Airlangga, P. S., Salinding, A., Semedi, B. P., Sylvaranto, T., & Raharjo, E.
(2018). Kesulitan “Weaning” pada Kasus Flail Chest Akibat Fraktur Sternum
yang Tidak Teridentifikasi (Weaning Difficulty In a Flail Chest Case because of
Unidentified Sternal Fracture). Jurnal Anestesiologi Indonesia, X(1).
Jena, R., Agrawal, A., Sandeep, Y., & Shrikhande, N. (2017). Understanding
of flail chest injuries and concepts in management. International Journal of
Students Research, 6(1), 3. https://doi.org/10.4103/ijsr.int_j_stud_res_8_16

14

Anda mungkin juga menyukai