PENDAHULUAN
Pada korban kecelakaan lalu lintas jalan, trauma toraks tumpul adalah
salah satu cedera paling penting. Populasi lansia karena kerapuhan tulang
memiliki peningkatan risiko untuk mempertahankan cedera dada termasuk flail
chest bahkan setelah trauma ringan, berbeda dengan anak-anak tulang rusuknya
lebih flexible dan memiliki risiko yang lebih rendah dari Flail chest hanya 1%.
Cidera toraks merupakan penyebab kematian pada sekitar seperempat dari semua
korban trauma dan mempengaruhi morbiditas yang ditemukan pada banyak pasien
cedera . Flail chest pada cedera toraks membawa morbiditas dan mortalitas yang
tinggi mulai dari 5% hingga 36% (Jena, Agrawal, Sandeep, & Shrikhande, 2017).
Fraktur sternum adalah cedera langka dengan insiden kurang dari 0,5%
dari seluruh fraktur dan kurang lebih 3-8 % pada trauma tumpul dada. Trauma
pada sternum sebagian besar melintang pada batang sternal dan jarang terjadi pada
daerah manubrium ataupun xiphoid. Ada dua jenis dislokasi sternum: posterior
(tipe 1) atau anterior (tipe 2) pada manubrium. Trauma toraks dapat disertai nyeri
1
dada hebat sehingga menimbulkan gagal napas sampai menyebabkan kematian.
Pada kasus fraktur sternal yang mengalami ketidakstabilan dinding toraks, dapat
mengalami distress napas, nyeri hebat, dan fraktur non-union, maka fiksasi
eksternal harus segera dikerjakan. Mengingat angka kejadian sangat kecil dan
kebutuhan akan fiksasi operatif yang tidak rutin dilakukan, maka sering menjadi
pitfall atas kegagalan penyapihan pasien dari ventilasi mekanik. Pada dua kasus
trauma toraks ini, penulis mengharapkan dapat menjadikan pembelajaran dalam
pola penanganan trauma toraks dan evaluasi adanya trauma sternum(Airlangga et
al., 2018).
2
1.4 Manfaat Penulisan
Makalah ini dapat dijadikan acuan dalam proses pembelajaran dan untuk
menambah wawasan tentang trauma thoraks Fail Chest.
3
BAB II
KONSEP TEORI
2.1 Pengertian
Fail Chest adalah fraktur pada tulang iga yang menyebabkan terjadinya
rangka torak menjadi tidak stabil, mengakibatkan kerusakan pada pernafasan
dan menyebabkan gawat napas yang berat.
Fail Chest adalah suatu kondisi dimana kosta-kosta yang berdekatan patah
baik unilateral maupun bilateral dan terjadi pada daerah kostokondral. (Huda
& Kusuma, 2015)
2.2 Penyebab
Fail Chest sering disebabkan oleh trauma tumpul pada thorax, misalnya
akibat dari kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh dari ketinggian, tindak
kekerasan atau benturan dengan energy yang besar. Akibat dari
ketidakstabilan dinding dada maka timbul pergerakan pada paradox dinding
dada saat inspirasi yang disertai gerakan pendulum isi mediastinum selama
pernafasan sehingga mengurangi jumlah udara yang dapat dihirup kedalam
paru-paru. Pada saat ekspirasi karena tekanan toraks akan melebihi tekanan
atmosfir, segmen gail akan terdorong keluar merusak kemampuan pasien
untuk menghembuskan napas (Huda & Kusuma, 2015)
Ketika terjadi Fail Chest dua atau lebih costa yang berurutan mengalami
fraktur pada dua atau lebih tempat atau ketika sternum lepas. Segmen yang
patah kehilangan kontinuitas dengan dinding dada dan mengakibatkan
perubahan tekanan intrathorakal melalui gerakan paradoksal. Gerakan
paradoksal bisa diartikan dengan pergerakan segmen gail berlawanan dinding
dada yang utuh dan pada waktu ispirasi, segmen yang patah bergerak ke
dalam, walaupun normalnya bergerak keluar. Saat ekspirasi segmen yang
patah akan terdorong keluar dan seringkali segmen yang patah tidak terlihat
pada awalnya, ditemukan ketika pasien kelelahan akibat peningkatan kerja
pernapasan. (Kurniati, Trisyani, & Ikaristia, 2018)
4
Pergerakan dinding dada asimetri atau pergerakan paradoksal
Kemungkinan emfisema subkutan (Kurniati et al., 2018)
2.4 Patofisiologi
Rongga pleura berada diantara pleura viseral dan parietal dan dapat terisi
oleh darah ataupunudara yang menyertai suatu trauma toraks. Parenkim paru
termasuk paru – parudan jalan nafas yang berhubungan, dan mungkin dapat
mengalami kontusio, laserasi, hematoma dan pneumokel.Mediastinum
termasuk jantung, aorta/pembuluh darah besar dari toraks, cabang
trakeobronkial dan esofagus. Secara normal toraks bertanggung jawab untuk
fungsi vital fisiologi kardiopulmonerdalam menghantarkan oksigenasi darah
untuk metabolisme jaringan pada tubuh. Gangguan pada aliran udara dan
darah, salah satunya maupun kombinasi keduanya dapat timbul akibat dari
cedera toraks (Muhammadiyah, 2019)
Secara klinis penyebab dari trauma toraks bergantung juga pada beberapa
faktor, antara lain mekanisme dari cedera, luas dan lokasi dari cedera,
cedera lain yang terkait, dan penyakit - penyakit komorbid yang mendasari.
Pasien – pasien trauma toraks cenderung akan memburuk sebagai akibat dari
efek pada fungsi respirasinya dan secara sekunder akan berhubungan dengan
disfungsi jantung (Muhammadiyah, 2019)
5
PATWAY
Ketidakefektifan pola
Sianosis Ansietas
Ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer
7
hemorhagik.Manajemen nyeri yang efektif merupakan salah satu hal yang
sangat penting pada pasien trauma toraks. Ventilator harus digunakan pada
pasien dengan hipoksemia, hiperkarbia, dan takipnea berat atau ancaman
gagal napas.
BAB III
Konsep Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan
“FAIL CHEST”
a. Pemeriksaan Primer :
1) Data Subyektif
Riwayat penyakit sekarang
a) Cedera tumpul atau cedera tembus pada dada
b) Dispnea
c) Cemas
d) Nyeri dada
e) Lemah
Riwayat Kesehatan
Keluhan utama
8
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya pasien akan mengeluh nyeri pada dada saat bernafas
2) Data Obyektif :
a). Airway : Tidak ditemukan adanya tanda gejala
b). Breathing : Pernafasan cuping hidung, penggunaan otot-otot
pernafasan,
c). Circulation : Nadi teraba, akral teraba dingin, dan tampak sianosis,
gangguan perfusi jaringan
d). Disability : Penurunan kesadaran dengan cepat, apakah pasien sadar,
hanya respons terhadap nyeri atau sama sekali tidak sadar. Tidak
dianjurkan mengukur Glasgow Coma Scale
e). Exposure : Adanya jejas trauma tajam dan tumpul di daerah dada.
b) Disability: Penurunan tingkat kesadaran
c) Exposure: Adanya jejas trauma tajam dan tumpul di daerah dada.
b. Pemeriksaan Sekunder
1) Data Subyektif :
a. Sign : keluhan utama
b. Alergi : alergi terhadap obat atau makanan tertentu
c. Medication : pengobatan terakhir
d. Past medical : pengalaman pembedahan
e. Las oral intake ; makan minum terakhir
f. Even loading injury : kaji awal terjadinya penurunan curah jantung
2) Data Obyektif : ( Pemeriksaan fisik fokus head to toe )
Head to toe
a) Kepala dan wajah: pucat, bibir sianosis.
b) Leher: tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid, tidak dicurigai
fraktur cervical.
c) Dada: tidak simetris, terdapat jejas dan bengkak, pergerakan
dinding dada tidak simetris, terdapat otot bantu pernapasan
9
d) Abdomen dan pinggang: tidak ada tanda dan gejala.
e) Pelvis dan Perineum: tidak ada tanda dan gejala.
f) Ekstrimitas: pucat, kulit dingin, jari tangan dan kaki sianosis.
a. Prioritas Diagnosa
1) Ketidakefektifan Pola nafas
2) Nyeri akut
3) Ketidakefektifan Perfusi jaringan perifer
10
dalam rentang batas nafas.
normal
3. Monitor isi
pernafasan, 3. Mengetahui
pengembangan
keteraturan
dada, keteraturan
pernafasan pernafasan
4. Berikan posisi
semifowler 4. Memberikan rasa
nyaman dengan
merubah posisi semi
fowler
5. Ajarkan kline 5. Memberikan rasa
nafas dalam
nyaman dengan
dengan latihan
nafas dalam latihan nafas dalam
11
keperawatan selama 3 x 15 menit
diharapkan perfusi jaringan
adekuat dengan criteria hasi: 1.Untuk menstabilkan
1. Nadi teraba kuat 1. Pertahankan ABC
ABC
2. TTV dalam batas normal
( Nadi : 60-100 x/mnt, 2. Awasi TTV 2.Untuk Mengetahui
TD : 110-40mmHg secara intensif peerubahan TTV
tingkat kesadaran
composmetis 3. Pantau adanya 3.Mengetahui ketidak
3. Sianosis atau pucat tidak ketidakadekuatan adekuaatan perfusi
ada perfusi
4. Arkal teraba hangat 4. Anjurkan untuk 4.Memberikan rasa
bed rest/ istirahat nyaman pada klien
total
6. 6.
12
BAB IV
PENUTUPAN
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
13
4.3 DAFTAR PUTAKA
Kurniati, A., Trisyani, Y., & Ikaristia, S. (2018). Keperawatan Gawat Darurat
dan Bencana Sheehy. Singapore: Elsevier GmbH.
Airlangga, P. S., Salinding, A., Semedi, B. P., Sylvaranto, T., & Raharjo, E.
(2018). Kesulitan “Weaning” pada Kasus Flail Chest Akibat Fraktur Sternum
yang Tidak Teridentifikasi (Weaning Difficulty In a Flail Chest Case because of
Unidentified Sternal Fracture). Jurnal Anestesiologi Indonesia, X(1).
Jena, R., Agrawal, A., Sandeep, Y., & Shrikhande, N. (2017). Understanding
of flail chest injuries and concepts in management. International Journal of
Students Research, 6(1), 3. https://doi.org/10.4103/ijsr.int_j_stud_res_8_16
14