Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Setiap tahun, lebih dari sepuluh juta anak di dunia meninggal sebelum mencapai usia 5
tahun. Lebih dari setengahnya disebabkan dari 5 kondisi yang sebenarnya dapat dicegah dan
diobati antara lain: pneumonia, diare, malaria, campak dan malnutrisi dan seringkali
kombinasi beberapa penyakit (Soenarto, 2009). Selain itu, lima kondisi di atas menyebabkan
10,8 juta kematian balita dinegara berkembang tahun 2005. Hal di atas dapat disebabkan oleh
rendahnya kualitas pelayanan kesehatan.

Rendahnya kualitas pelayanan kesehatan dapat dipengaruhi oleh masalah dalam


ketrampilan petugas kesehatan, sistem kesehatan dan praktek di keluarga dan komunitas.
Perlu adanya integrasi dari ketiga faktor di atas untuk memperbaiki kesehatan anak tersebut
sehingga tercipta peningkatan derajat kesehatan anak. Perbaikan kesehatan anak dapat
dilakukan dengan memperbaiki manajemen kasus anak sakit, memperbaiki gizi, memberikan
imunisasi, mencegah trauma, mencegah penyakit lain dan memperbaiki dukungan psikososial
(Soenarto, 2009). Berdasarkan alasan tersebut, muncullah program Manajemen Terpadu
Balita Sakit (MTBS).

MTBS merupakan suatu manajemen melalui pendekatan terintegrasi/terpadu dalam


tatalaksana balita sakit yang datang di pelayanan kesehatan, baik mengenai beberapa
klasifikasi penyakit, status gizi, status imunisasi maupun penanganan balita sakit tersebut dan
konseling yang diberikan. (Wijaya, 2009). MTBS mengintegrasikan perbaikan sistem
kesehatan, manajemen kasus, praktek kesehatan oleh keluarga dan masyarakat, dan hak anak
(Soenarto, 2009). Penilaian balita sakit dengan MTBS terdiri atas klasifikasi penyakit,
identifikasi tindakan, pengobatan, perawatan di rumah dan kapan kembali. Kegiatan MTBS
memiliki tiga komponen khas yang menguntungkan, yaitu: meningkatkan ketrampilan
petugas kesehatan dalam tatalaksana kasus balita sakit, memperbaiki sistem kesehatan, dan
memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya
pertolongan kasus balita sakit (Wijaya, 2009; Depkes RI, 2008).

Pelaksanaan MTBS tidak terlepas dari peran petugas pelayanan kesehatan. Pengetahuan,
keyakinan dan ketrampilan petugas pelayanan kesehatan dalam penerapan MTBS perlu

1
ditingkatkan guna mencapai keberhasilan MTBS dalam meningkatkan derajat kesehatan anak
khususnya balita. Bidan sebagai salah satu petugas pelayanan kesehatan perlu memiliki
pemahaman di atas. Bukan hanya itu, bidan harus mempunyai pendekatan manajemen agar
dapat mengorganisasikan semua unsur - unsur yang terlibat dalam pelayanannya dengan baik
dalam rangka menurunkan angka kematian ibu dan anak.
Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai
metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-
penemuan, ketrampilan dalam rangkaian / tahapan yang logis untuk pengambilan suatu
keputusan yang terfokus pada klien. Salah satunya dilakukan pemantauan dengan Kohort.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam makalah ini adalah bagaimana pelaksanaan MTBS dan
Kohort dalam pelayanan kesehatan di komunitas?

1.3. Tujuan penulisan

Tujuan yang diharapkan dalam penyusunan makalah ini ialah mengetahui


pelaksanaan MTBS dan Kohort di tempat pelayanan kesehatan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. KOHORT
2.1.1. Pengertian
Dalam pelayanan kebidanan, manajemen adalah proses pelaksanaan pemberian
pelayanan kebidanan untuk memberikan asuhan kebidanan kepada klien dengan tujuan
menciptakan kesejahteraan bagi ibu dan anak ,kepuasan pelanggan dan kepuasan bidan
sebagai provider.
Pengelola pelayanan kebidanan memiliki standar asuhan / manajemen kebidanan yang
ditetapkan sebagai pedoman dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Kohort berasal
dari kata cohort yang artinya suatu proses pengamatan prospektif, survey prospektif terhadap
suatu subjek maupun objek. Sedangkan pada pemantauan pelayanan kebidanan register
kohort adalah sumber data pelayanan ibu hamil, ibu nifas, neonatal, bayi dan balita.
Sifat kohort sendiri adalah unggul karena dapat menilai komparabilitas antara proses
pre dan post, continue atau menilai dari waktu ke waktu, tidak terputus, ada keseragaman
observasi dari waktu ke waktu dengan batasan perlu waktu, cermat, sarana dan ketelitian
pengelolaan, jika ada subjek DO bisa dilihat serta kohort diisi oleh tenaga kesehatan (bidan),
SIPP; diisi oleh kader (Sumarah, 2007).
Sedangkan pada pemantauan pelayanan kebidanan register kohort adalah sumber data
pelayanan ibu hamil, ibu nifas, neonatal, bayi dan balita. Pemberdayaan Masyarakat bidang
KIA merupakan upaya memfasilitasi masyarakat untuk membangun sistem kesiagaan
masyarakat dalam upaya mengatasi situasi gawat darurat dari aspek non klinis terkait
kehamilan dan persalinan (Syafrudin, 2007).

2.1.2. Tujuan Kohort


1) Umum
Untuk mengidentifikasi masalah kesehatan ibu dan neonatal yang terdeteksi
rumah tangga yang teridentifikasi dari data bidan.
2) Khusus
a. Pemberdayaan masyarakat di bidang KIA yang merupakan kegiatan untuk
memfasilitasi masyarakat membangun situasi gawat darurat.
b. Upaya untuk kesehatan anak.

3
2.1.3. Jenis Kohort
1) Kohort Ibu dan BBL
a. Pengertian
Register kohort ibu merupakan sumber data pelayanan ibu hamil dan
bersalin, serta keadaan/resiko yang dipunyai ibu yang di organisir
sedemikian rupa yang pengkoleksiaannya melibatkan kader dan dukun
bayi diwilayahnya setiap bulan yang mana informasi pada saat ini lebih
difokuskan pada kesehatan ibu dan bayi baru lahir tanpa adanya duplikasi
informasi. Sedangkan, Kohort bayi merupakan sumber data pelayanan
kesehatan bayi, termasuk neonatal.
b. Tujuan
Untuk mengidentifikasi masalah kesehatan ibu dan bayi yang terdeteksi di
rumah tangga yang teridentinfikasi dari data bidan.
c. Cara Pengisian Kohor Ibu
Kolom Isi
1 Diisi nomor urut
2 Diisi nomor indeks dari family folder SP2TP
3 Diisi nama ibu hamil
4 Diisi nama suami ibu bersalin
5 Diisi alamat ibu hamil
6 Diisi Hari Pertama Mens Terakhir
7 Diisi Hari Perkiraan Lahir
8 - 10 Diisi usia ibu hamil yang sebenarnya dengan angka
11 - 13 Diisi usia kehamilan ibu pada kunjungan pertama dengan angka
14 - 16 Diisi jumlah kehamilan yang pernah dialami oleh Ibu yang bersangkutan
17 - 18 Diisi tanda (√) bila jarak kehamilan <2tahun atau >2 tahun
19 Diisi tanggal ditemukan ibu dengan BB kurang dari 45 Kg pada trimester III
20 Diisi tanda (√) bila TB ibu < 145 cm
21 Diisi tanggal ditemukan ibu hamil dengan Hb < 8 gr%
22 Diisi tanggal ditemukan ibu hamil dengan tekanan darah 160/95 mmHg
23 – 24 Diisi tanggal ditemukan ibu hamil dengan risiko tinggi, NK = non kesehatan, K =
kesehatan
25 – 48 Diisi tanggal pada bulan yang sesuai dengn kunjungan ibu hamil dan kode
o untuk K1
# untuk K4
. untuk persalinan
+ untuk kematian ibu
49 Diisi tanda (√) sesuai penolong persalinan; TK = tenaga kesehatan, DT = dukun
terlatih, DTT = dukun tidak terlatih
50 – 52 Diisi tanggal kelahiran; LH(lahir hidup); LM(lahir mati)
53 – 57 Disi tanda lidi setiap kunjungan ,selama periode pasca nifas sampai 2 tahun
(diharapkan minimal 4 kali kunjungan setiap tahun)
58 Diisi tanggal terjadi kematian serta penyebab kematian
59 Diisi hal lain yang dianggap penting untuk ibu hamil yang bersangkutan

4
d. Cara Pengisian Kohor Bayi
Kolom Isi
 Tuliskan nama Desa, Kelurahan, Puskesmas, Kecamatan (kode), Kabupaten/Kota
(kode), Provinsi (kode) dan petugas kesehatan pada sampul kohort bayi
 Tuliskan pada kolom 14 -25 sesuai tahun pelaksanaan dan pada kolom 26-37
dengan tahun berikutnya
 Isilah data bayi perempuan dengan tulisan tinta merah dan bayi laki-laki dengan
tinta hitam
1 Diisi nomor urut
2 Diisi nomor indeks dari family folder SP2TP
3 Diisi nama bayi
4 Diisi tanggal lahir bayi
5 Diisi sesuai jenis kelamin, L = laki, P = Perempuan
6 Diisi nama orang tua bayi
7 Diisi alamat bayi
8 Diisi tanda (√) kepemilikan buku KIA
9 Diisi angka dalam gram BB bayi yang baru lahir (BBL)
10 - 13 Diisi tanggal kunjungan tenaga kesehatan yang memeriksa bayi tsb, dan ditulis AE1
(ASI Eksklusif bulan pertama)
14 - 37 Diisi tanggal dan kode BB bayi yang ditimbang; N = naik, T = turun, R = bawah garis
titik-titik (BGT), # = bawah garis merah (BGM)

Kolom 14, 15, 16, 17, 18: berturut turut ditulis AE 2, AE 3, AE 4, AE 5, AE 6 ( ASI
Eksklusif ke 1,2,3,4,5,6)
38 Diisi tanggal bayi mendapat vit A 6 bulan
39 - 44 Diisi tanggal bayi mendapat imunisasi
45 Diisi tanggal bayi ditemukan meninggal dan penyebab kematian bayi tersebut
46 Diisi hal lain yang dianggap penting untuk bayi yang bersangkutan

2) Kohort Balita
a. Pengertian
Merupakan sumber data pelayanan kesehatan balita, umur 12 bulan
sampai dengan 5 tahun.
b. Cara Pengisian Kohor Balita

Kolom Isi
 Tuliskan nama Desa, Kelurahan, Puskesmas, Kecamatan (kode), Kabupaten/Kota
(kode), Provinsi (kode) dan petugas kesehatan pada sampul kohort bayi
 Tuliskan pada kolom 11-22 sesuai tahun pelaksanaan dan pada kolom 23 - 70
dengan tahun-tahun berikutnya
 Isilah data bayi perempuan dengan tulisan tinta merah dan bayi laki-laki dengan
tinta hitam
1 Diisi nomor urut, setiap ganti tahun dimulai dengan angka satu (1)
2 Diisi Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang diperoleh dari Dukcapil sesuai dengan
Akta Kelahiran
3 Diisi nama bayi dengan lengkap (bukan nama orang tua)
4 Diisi tanggal, bulan dan tahun lahir bayi dengan jelas
5 Diisi sesuai jenis kelamin bayi, tulis L untuk laki-laki dan P untuk perempuan
6 Diisi nama lengkap ibu sesuai KTP

5
7 Diisi alamat domisili anak dan nomor telpon/Hp bila ada.
8 Diberi tanda rumput bila punya Buku KIA (√) atau dikosongkan bila tidak punya Buku
KIA.
9-10 Diisi tanggal, bulan dan tahun diberikan pelayanan imunisasi
11-70  Diberi garis tebal sebagai pembatas untuk umur 18 bl, 24 bl, 30 bl, 36 bl, 42 bl, 48
bl, 54 bl, dan 60 bl
 Diisi tanggal dan bulan pelayanan, Tempat pelayanan, Kode pelayanan, berat
badan anak balita dalam kg
 Diisi kode kondisi anak balita

71-74  Diisi tanggal, bulan dan tahun diberikan pelayanan


 Diisi tempat pelayanan
 Diisi status gizi dan hasil pelayanan SDIDTK
 Diisi pemberian ARV pada anak dengan EID+/SERO+

75  Diisi tanggal, bulan dan tahun kematian


 Diisi kode tempat kematian
 Diisi penyebab kematian (Pneumonia, Diare, DBD, Tetanus, Difteri, dll)
76 Diisi keterangan baru atau pindah domisili, dll

2.1.4. Batasan dalam Register Kohort Ibu dan Balita

Dalam penerapan register kohort ibu dan balita, batasan ini dipakai sebagai batasan
operasional dan indikator pemantauan seperti diuraikan berikut ini.

1. Pelayanan antenatal. Pelayanan antenatal adalah pelayanan kessehatan oleh tenaga


profesional untuk ibu selama masa kehamilannya, yang dilaksanakan sesuai dengan
standar pelayanan antenatal yang di tetapkan.
2. Penjaringan (deteksi) dini kehaamilan beresiko. Kegiatan ini bertujuan menemukan
ibu hamil berisiko, yang dapat dilakukan oleh kader, dukun bayi, dan tenaga
kesehatan.
3. Kunjungan ibu hamil, maksudnya adalah kontak ibu hamildengan tenaga profesional
untuk mendapatkan pelayanana antenatal sesuai standar yang diterapkan.
4. Kunjungan baru ibu hamil (K1), maksudnya adalah kunjungan pertama kaliibu hamil
pada masa kehamilan
5. Kunjungan ulang, maksudnya adalah kontak ibu hamil dengan tenaga profesional
yang kedua dan seterusnya untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar
selama satu periode kehamilan berlangsung.
6. K4, maksudnya adalah kontak ibu hamil dengan tenaga profesional yang keempat
atau lebih. Untuk mendapatkan pelayanan sesuai standar yang diterapkan, syaratnya
minimal melakukan satu kali kontak pada triwulan I, minimal satu kali kontak pada
triwulan II, dan minimal dua kali pada triwulan ke III.

6
7. Cakupan KI, maksudnya adalah persentaseibu hamil disuatu wilayah, dalam kurun
waktu tertentu, yang pernah mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar paling
sedikit satu kali selama kehamilan.
8. Cakupan ibu kehamilan (cakupan K4), maksudnya adalah persentase ibu hamil di
suatu wilayah, dalam kurun waktu tertentu, yang mendapatkan pelayanan
antenatalsesuai dengan standar paling sedikit emapat kali, dengan distribusi
pemberian pelayanan minimal satu kali pada triwulan pertama, satu kali pada triwulan
ke dua, dua kali pada triwulan ke tiga.
9. Sasaran ibu hamil. Sasaran ibu hamil adalah semua ibu hamil di suatu wilayah dalam
kurun waktu satu tahun.
10. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, maksudnya adalah persentase
ibu bersalin di suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu yang di tolong persalinannya
oleh tenaga profesional.
11. Cakupan penjaringan ibu hamil beresiko oleh masyarakat, maksudnya adalah
persentase ibu hamil beresiko yng di temukan oleh kader dan dukun bayi, yang
kemudian dirujuk ke puskesmas/tenaga profesional dalam kurun waktu tertentu.
12. Cakupan penjaringan ibu hamil berersiko oleh tenaga kesehatan, maksudnya adalah
persentase ibu yamil yang beresiko yang ditemukan oleh tenaga profesional, yang di
tindaklanjuti (dipantau secara intensif dan di tangani sesuai dengan kewenangan dan
/dirujuk ketingkat pelayanan yang lebbih tinggi) dalam kurun waktu tertentu.
13. Ibu hamil beresiko, maksudnya adalah ibu hamil yang mempunyaifaktor resiko dan
resiko tinggi kecuali ibu hamil normal.
14. Cakupan pelayanan neonatus (cakupan K1 neonatus), maksudnya adalah persenatse
bayi pada usia neonatus (kurang dari satu bulan) yang memperoleh pelayanan
kesehatan minimal satu kali dari tenaga profesional dalam kurun waktu tertentu.

2.2. MTBS
2.2.1. Pengertian

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dalam bahasa Inggris yaitu Integrated
Management of Childhood Illness (IMCI) adalah suatu manajemen melalui pendekatan
terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit yang datang di pelayanan kesehatan, baik
mengenai beberapa klasifikasi penyakit, status gizi, status imunisasi maupun penanganan

7
balita sakit tersebut dan konseling yang diberikan (Surjono et al, ; Wijaya, 2009; Depkes RI,
2008).

Materi MTBS terdiri dari langkah penilaian, klasifikasi penyakit, identifikasi


tindakan, pengobatan, konseling, perawatan di rumah dan kapan kembali untuk tindak lanjut.
Bagan penilaian anak sakit terdiri dari petunjuk langkah untuk mencari riwayat penyakit dan
pemeriksaan fisik. Klasifikasi dalam MTBS merupakan suatu keputusan penilaian untuk
penggolongan derajat keparahan penyakit. Klasifikasi bukan merupakan diagnosis penyakit
yang spesifik. Setiap klasifikasi penyakit mempunyai nilai suatu tindakan sesuai dengan
klasifikasi tersebut. Tiap klasifikasi mempunyai warna dasar, yaitu merah (penanganan
segera atau perlu dirujuk), kuning (pengobatan spesifik di pelayanan kesehatan), dan hijau
(perawatan di rumah) sesuai dengan urutan keparahan penyakit (Depkes RI, 2008; Surjono, et
al, 1998).

Tiap klasifikasi menentukan karakteristik pengelolaan balita sakit. Bagan pengobatan


terdiri dari petunjuk cara komunikasi yang baik dan efektif dengan ibu untuk memberikan
obat dan dosis pemberian obat, baik yang harus diberikan di klinik maupun obat yang harus
diteruskan di rumah. Alur konseling merupakan nasihat perawatan termasuk pemberian
makan dan cairan di rumah dan nasihat kapan harus kembali segera maupun kembali untuk
tindak lanjut (Surjono et al, 1998).

MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu pendekatan/cara


menatalaksana balita sakit. Sasaran MTBS adalah anak umur 0-5 tahun dan dibagi menjadi
dua kelompok sasaran yaitu kelompok usia 1 hari sampai 2 bulan dan kelompok usia 2 bulan
sampai 5 tahun (Depkes RI, 2008). Kegiatan MTBS merupakan upaya yang ditujukan untuk
menurunkan angka kesakitan dan kematian sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan di unit rawat jalan kesehatan dasar seperti puskesmas.

2.2.2. Tujuan dan Manfaat

World Health Organization (WHO) telah mengakui bahwa pendekatan MTBS sangat
cocok diterapkan negara-negara berkembang dalam upaya menurunkan kematian, kesakitan
dan kecacatan pada bayi dan balita. MTBS telah digunakan di lebih dari 100 negara dan
terbukti dapat:

a) Menurunkan angka kematian balita,


b) Memperbaiki status gizi,

8
c) Meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan
d) Memperbaiki kinerja petugas kesehatan,
e) Memperbaiki kualitas pelayanan dengan biaya lebih murah.

Kegiatan MTBS memiliki 3 komponen khas yang menguntungkan, yaitu: (Wijaya,


2009; Depkes RI, 2008)
a) Meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana kasus balita sakit
(selain dokter, petugas kesehatan non-dokter dapat pula memeriksa dan menangani
pasien apabila sudah dilatih);
b) Memperbaiki sistem kesehatan (perwujudan terintegrasinya banyak program
kesehatan dalam 1 kali pemeriksaan MTBS);
c) Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya
pencarian pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan masyarakat
dalam pelayanan kesehatan).

2.2.3. Strategi Promosi MTBS

Untuk meningkatkan penemuan penderita tuberkulosis, ISPA, Malaria, DBD secara


dini pada anak Balita diperlukan setiap daerah menerapkan suatu metode yang bersifat aktif
selektif, yaitu MTBS. Promosi MTBS yang dapat membantu mencegah penularan berbagai
penyakit pada anak dan menolong penyembuhan anak balita sakit di kota maupun di
perdesaan.

9
2.2.4. Gambaran Pendakatan MTBS

Berikut ini gambaran singkat penanganan balita sakit memakai pendekatan MTBS.
Seorang balita sakit dapat ditangani dengan pendekatan MTBS oleh petugas kesehatan yang
telah dilatih. Petugas memakai tool yang disebut Algoritma MTBS untuk melakukan
penilaian/pemeriksaan dengan cara: menanyakan kepada orang tua/wali, apa saja keluhan-
keluhan/masalah anak, kemudian memeriksa dengan cara 'lihat dan dengar' atau 'lihat dan
raba'. Setelah itu petugas akan mengklasifikasikan semua gejala berdasarkan hasil tanyajawab
dan pemeriksaan. Berdasarkan hasil klasifikasi, petugas akan menentukan jenis
tindakan/pengobatan, misalnya anak dengan klasifikasi pneumonia berat atau penyakit sangat
berat akan dirujuk ke dokter puskesmas, anak yang imunisasinya belum lengkap akan
dilengkapi, anak dengan masalah gizi akan dirujuk ke ruang konsultasi gizi, dst.
Di bawah ini adalah gambaran pendekatan MTBS yang sistematis dan terintegrasi
tentang hal-hal yang diperiksa pada pemeriksaan. Ketika anak sakit datang ke ruang
pemeriksaan, petugas kesehatan akan menanyakan kepada orang tua/wali secara berurutan,
dimulai dengan memeriksa tanda-tanda bahaya umum seperti: (Depkes RI, 2008)
 Apakah anak bisa minum/menyusu?
 Apakah anak selalu memuntahkan semuanya?
 Apakah anak menderita kejang?
Kemudian petugas akan melihat/memeriksa apakah anak tampak letargis/tidak sadar?
Setelah itu petugas kesehatan akan menanyakan keluhan utama lain:
 Apakah anak menderita batuk atau sukar bernafas?
 Apakah anak menderita diare?
 Apakah anak demam?
 Apakah anak mempunyai masalah telinga?
 Memeriksa status gizi
 Memeriksa anemia
 Memeriksa status imunisasi
 Memeriksa pemberian vitamin A
 Menilai masalah/keluhan-keluhan lain
Berdasarkan hasil penilaian hal-hal tersebut di atas, petugas akan mengklasifikasi
keluhan/penyakit anak, setelah itu melakukan langkah-langkah tindakan/ pengobatan yang
telah ditetapkan dalam penilaian/ klasifikasi. Tindakan yang dilakukan antara lain:
 Mengajari ibu cara pemberian obat oral di rumah;
10
 Mengajari ibu cara mengobati infeksi lokal dirumah;
 Menjelaskan kepada ibu tentang aturan-aturan perawatan anak sakit di rumah, misal
aturan penanganan diare di rumah;
 Memberikan konseling bagi ibu, misal: anjuran pemberian makanan selama anak sakit
maupun dalam keadaan sehat;
 Menasihati ibu kapan harus kembali kepadapetugas kesehatan, dan lain-lain.

Selain itu di dalam MTBS terdapat penilaian dan klasifikasi bagi Bayi Muda berusia
kurang dari 2 bulan, yang disebut juga Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM). Penilaian
dan klasifikasi bayi muda di dalam MTBM terdiri dari: (Wijaya, 2009: Depkes RI, 2008)
 Menilai dan mengklasifikasikan untuk kemungkinan penyakit sangat berat atau
infeksi bakteri;
 Menilai dan mengklasifikasikan diare;
 Memeriksa dan mengklasifikasikan ikterus;
 Memeriksa dan mengklasifikasikan kemungkinan berat badan rendah dan atau
masalah pemberian Air Susu Ibu (ASI). Di sini diuraikan secara terperinci cara
mengajari ibu tentang cara meningkatkan produksi ASI, cara menyusui yang baik,
mengatasi masalah pemberian ASI secara sistematis dan terperinci, cara merawat tali
pusat, menjelaskan kepada ibu tentang jadwal imunisasi pada bayi kurang dari 2
bulan, menasihati ibu cara memberikan cairan tambahan pada waktu bayinya sakit,
kapan harus kunjungan ulang, dll;
 Memeriksa status penyuntikan vitamin K1 dan imunisasi;
 Memeriksa masalah dan keluhan lain.

11
BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

MTBS merupakan suatu manajemen melalui pendekatan terintegrasi/terpadu dalam


tatalaksana balita sakit yang datang di pelayanan kesehatan, baik mengenai beberapa
klasifikasi penyakit, status gizi, status imunisasi maupun penanganan balita sakit tersebut dan
konseling yang diberikan. Materi MTBS terdiri dari langkah penilaian, klasifikasi penyakit,
identifikasi tindakan, pengobatan, konseling, perawatan di rumah dan kapan kembali untuk
tindak lanjut.

Bidan harus mempunyai pendekatan manajemen agar dapat mengorganisasikan semua


unsur - unsur yang terlibat dalam pelayanannya dengan baik dalam rangka menurunkan
angka kematian ibu dan anak. Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang
digunakan sebagai metode, salah satunya dilakukan pemantauan dengan Kohort.
Kohort berasal dari kata cohort yang artinya suatu proses pengamatan prospektif,
survey prospektif terhadap suatu subjek maupun objek. Sedangkan pada pemantauan
pelayanan kebidanan register kohort adalah sumber data pelayanan ibu hamil, ibu nifas,
neonatal, bayi dan balita.

3.2. SARAN

Saran penulis kepada pembaca khususnya profesi bidan, sebagai salah satu petugas
pelayanan kesehatan perlu memiliki pemahaman di atas, karena hal tersebut selalu diterapkan
sebagai petugas pelayan kesehatan dikomunitas, untuk meningkatkan derajat kesehatan ibu
dan anak. Bidan harus dapat memahami hal yang telah dijelaskan di bab pembahasan,
sehingga pelaksanaan/ manajemen pendokumentasian dari penilaian, penentuan klasifikasi
masalah, tindakan dan konseling pada ibu serta keluarga dapat dilakukan dengan cara yang
baik dan benar.

12
DAFTAR PUSTAKA

Bakti Husada. 2015. Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).
Jakarta:Kemenkes RI

Depkes RI. 2008. Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita


Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Moelyo, Annang Giri dkk. 2013. Keterampilan; Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).
Surakarta: FK Universitas Sebelas Maret

Surjono, Achmad. Endang DL, Alan R. Tumbelaka, et al.1998. Studi Pengembangan


Puskesmas Model Dalam Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).
Dalam: http://www.chnrl.net/publikasi/pdf/MTBS.pdf

Wijaya, Awi M. 2009. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).Diunduh dari


http://infodokterku.com/ index.php?option=com_content&view=article&id=37:ma
najemen-terpadu-balita-sakit-mtbs&catid=27: helathprograms&Itemid=44

13

Anda mungkin juga menyukai